BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sastra merupakan suatu refleksi dari kehidupan nyata yang diolah dalam
dunia imajinasi pengarang dan dideskripsikan melalui karya sastra. Hal tersebut
merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah
sehingga kreatifitas sastra harus mampu melahirkan kreasi yang indah dan
fenomena yang terjadi didalam realitas sosial budaya dan politik dimana seorang
menuangkan ekspresi,ide dan gagasan tidak secara gamblang yang dapat langsung
Salah satu pengarang yang karya sastranya banyak memuat fenomena realitas
sosial budaya dan politik adalah Pramoedya Ananta Toer. Karya Pramoedya yang
1
2
menunjukkan fenomena tersebut adalah novel Gadis Pantai. Dalam novel Gadis
Pantai ditemukan teks yang bermuatan dekonstruktif. Salah satu contoh teks
dekonstruktif dalam novel Gadis Pantai yaitu “Bendoro” tokoh dalam novel yang
“Bendoro” dalam novel Gadis Pantai tidak berbudi luhur, dilihat dari trace(jejak -
melalui teks hierarki oposisi yang terkandung dalam teks novel Gadis Pantai.
Oleh karena itulah novel Gadis Pantai digunakan sebagai objek material atau
tidak ada teks yang mempunyai makna absolut (makna tunggal). Ketika sebuah
teks mempunyai makna maka teks tersebut akan menghasilkan makna baru yang
meruntuhkan makna pertama yang telah ada. Merujuk pada oposisi biner (system
dari sebuah karya sastra dan meruntuhkan pemaknaan yang telah dibangun oleh
tak ada makna yang dihadirkan oleh suatu yang sudah menentu.Melainkan justru
dekonstruksi bermaksud untuk melacak unsur aporia, yaitu yang berupa makna
dibaca.Unsur dan bentuk-bentuk dalam karya itu dicari dan dipahami justru dalam
Adapun penelitian yang relevan yaitu penelitian yang ditulis oleh Mahmudi
Arif, tahun 2013, dengan judul “ Bentuk-Bentuk Hierarki dan Pembalikan Teks
Oposisi dalam novel Cala Ibi karya Nukila Amal (Sebuah Analisis Dekonstruksi
Jacques Derrida).Berdasarkan hasil analisis dalam novel Cala Ibi karya Nukila
Amal ditemukan oposisi yang dominan oposisi binnear atau Hierarki Oposisi
posisi dari istilah kebalikannya atau oposisinya yang berupa: Pemikiran, realitas,
maya (tokoh Maya), penolakan terhadap pernikahan, dan sifat arogan Maya.
makna paradoks atau makna ironi (makna kebalikan yang ditutupi oleh
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang akan
C. Tujuan Penelitian
untuk:
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
a. Menjadi sumber refrensi bagi peneliti lain yang mengkaji novel Gadis
Indonesia.
2. Manfaat praktis
Indonesia.
6
BAB II
A. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka yang akan diuraikan dalam penelitian ini merupakan acuan
yang akan diteliti, kerangka teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini
1. Sastra
nafsu kodrat yang menyala-nyala, hakikat hidup dan alam (Ballads dalam
Luxemburg, 1984:5).
Sastra berbeda dengan karya lain, dalam penulisan karya sastra, pencerita
yang dalam hal ini merupakan penulis, mencoba melukiskan hidup senyata-
nyatanya. Hal ini dilakukan oleh pencerita agar pembaca dapat mengambil
hikmah dari isi cerita yang diceritakan oleh pencerita (Rosidi, 1983:27).
2. Novel
Novel adalah gambaran dari kehidupan dan perilaku yang nyata, dari zaman
pada saat novel itu ditulis. Novel bersifat realistis, novel berkembang dari bentuk-
bentuk naratif nonfiksi: surat, jurnal, memoir atau biografi,kronik atau sejarah.
6
7
novel menekankan pentingnya detil dan bersifat “mimesis” dalam arti yang sempit
Novel tidak dapat mewarisi kesatuan padat yang dimiliki cerpen.Novel juga
situasi sosial yang rumit, hubuungan yang melibatkan banyak atau sedikit
karakter, dan berbagai peristiwa ruwet yang terjadi beberapa tahun silam secara
3. Pascastruktural
umum, lalu diikuti Chomsky, aliran Praha dengan meletakkan struktur dalam dan
struktur luar pada teori struktur bahasa. Kemudian Levi-Strauss yang dikenal
Roman Jakobson, dan Michael Faucault (Lane dalam Rusbiantoro, 2001: 6-7).
pada segi, konsep tentang budaya dan konsep kematian subjek.Kedua konsep ini
strukturalis dengan menerapkan studi yang objektif, ilmiah, dan universal itu
historis dari para pembaca dan sistem pengetahuan yang mereka miliki dalam
baik sastra dan yang bukan sastra dapat ditafsirkan dengan beraneka ragam cara
dan hasil yang berbeda ataupun hasil yang saling bertentangan. Selain itu, bila
hasrat, kesenangan, dan permainan sebagai bagian dari pembaca mereka. Bila
hasil kebudayaan merupakan suatu produk sosial melalui kesepakatan dan ikatan-
4. Dekonstruksi
yang ingin lepas putus dengan modernitas, maka pandangan dari modernitas
itulah yang jadi intinya.Oleh karena itu pandangan Derrida terhadap modernitas
penyangkalan terhadap oposisi ucapan atau tulisan, ada atau tak ada, murni atau
tercemar dan akhirnya penolakan terhadap kebenaran tunggal atau logos itu
sendiri. Tulisan menurut Derrida, bila dilihat dengan cara lain, merupakan
prakondisi dari bahasa, dan bahkan telah ada sebelum ucapan oral. Dengan
menempatkan dirinya diluar jangkauan kebenaran mutlak (logos). Dalam hal ini
Derrida melihat tulisan sebagai jejak.Bekas-bekas tapak kaki yang harus kita
telusuri terus menerus jika ingin tahu siapa si empunya kaki. Proses berpikir,
10
menulis, dan berkarya berdasarkan jejak inilah yang disebut Derrida sebagai
Pada awalnya dekonstruksi adalah cara atau metode dalam membaca teks.
logis, argumen yang lemah, ataupun premis yang tidak akurat yang terdapat dalam
unsur yang secara filosofis menjadi penentu atau unsur yang memungkinkan teks
membiarkan ide-ide yang sebernanya ada semenjak lama tetapi dibisukan oleh
metafisis dan retoris yang bermain di dalam teks, bukannya untuk menolak atau
atau tidak boleh dipikirkan.Jadi, paham ini menolak pandangan bahwa bahasa
bahkan dianggap sebagai the science of sign maka poststrukturalisme menolak hal
memulai filsafat dekonstruksinya dari hal-hal yang tidak terpikirkan atau hal-hal
untuk kemudian dibongkar, bukanlah hal yang remeh temeh, melainkan unsur
yang secara filosofis menjadi penentu atau unsur yang menjadikan teks tersebut
“Sastra dan kritik sastra, dimana perbedaan keduanya amat susah ditemukan.
selamanya menjadi bahasa yang rigid dan, sebagai akibatnya, bahasa yang paling
12
labil tempat manusia menamai dan mentransformasikan dirinya” (De mann dalam
Norris2006: 17).
Kalimat yang dilontarkan kritikus sastra Paul de Mann ini adalah contoh yang
nyata tentang bagaimana carapikir kita terhadap sastra yang sekarang disebut
tidak hanya bekerja dalam teks sastra saja, melainkan juga dalam kritik sastra,
filsafat dan berbagai macam diskursus lainnya, termasuk dekonstruksi itu sendiri
(Norris, 2006:17).
dengan gaya prosa khas orang berkuasa, tetapi merupakan sebuah intervensi
muncul dalam rangka melawan kerancuan makna dan maksud, maka tidak ada
pertanyaan yang ditujukan menggoyang status istimewa yang dimiliki dan peran
sekunder dan tertutup bahasa kritik sastra. De Mann menerima bulat-bulat prinsip
yang membuka diri untuk ditafsirkan oleh siapapun lantaran dimensinya yang
13
defenisi per se. Dekonstruksi adalah strategi tekstual yang hanya bisa diterapkan
Lebih jauh bisa dikatakan bahwa dekonstruksi bersifat anti teori atau bahkan anti
metode, karena yang menjadi analisis didalamnya adalah permainan (play) dan
parodi.
mendapat tanggapan serius dari sebagian besar ilmuwan, terutama bagi mereka
yang masih memegang kuat positivisme dan para “modernis”, baik yang
bahwa “metode” ini cenderung relativis atau bahkan nihilistik terhadap diskursus,
(tipu muslihat intelektual) yang tidak berisi apa-apa selain permainan kata-
sebenarnya tidak beralasan jika kita meletakkan pemikiran Derrida dalam konteks
Sebuah teks selalu memiliki wajah ganda. Ketika kita berpikir mengenai
sebuah makna dan menarik kesimpulan dari makna tersebut, sering kali di saat
14
itulah teks menorehkan makna lain yang berbeda dari makna yang telah kita
ambil. Makna itu sering kali tidak terpikirkan karena mungkin merupakan makna
sekunder yang tidak dikehendaki oleh pengarang. Akan tetapi, keberadaan makna
itu sudah membuktikan bahwa pemahaman kita terhadap sebuah teks tidak pernah
tunggal dan menyimpan potensi penafsiran baru yang kerap kali tak
denotatif yang ingin menangkap makna tersurat, tapi juga pemaknaan konotatif
yang tak tersurat, atau logika yang dengan sengaja disembunyikan dibalik teks.
tersirat-logika yang cenderung dilupakan atau diparkir karena prioritas dan pilihan
Dekonstruksi bisa dikatakan salah satu bentuk strategi literer terhadap teks-teks
filsafat. Selama ini, ada kesenjangan antara teks filsafat dan teks sastra. Teks
kebenaran yang absolut hampir sulit ditemukan dalam teks sastra, karena di sini
makna tekstual di produksi dalam berbagai tingkat hubungan yang kerap kali
ambigu dan tidak berpusat pada satu kutub penafsiran saja. Dekonstruksi Derrida
mungkin bisa dibilang serangan langsung terhadap gaya berpikir logosentris yang
terciptamelalui cara baca dekonstruktif, hingga batas tertentu, akan turut membuat
teks filsafat tak ubahnya teks sastra dan melumerkan garis demarkasi yang secara
15
Kompartementalisasi yang diam-diam dibuat antara teks filsafat dan teks sastra
mengembalikan pemikiran atau sistem diskurtif apapun kepada teks dan watak
intertekstualnya bukan saja mengaburkan batas antara filsafat dan sastra, tapi juga
sikap, intensitas, maupun pengolahan bentuk oleh pengarangnya. Pada sisi lain
membaca teks juga memiliki sifat dekonstruktif. Perolehan makna lewat bentuk
teks harus diangkat ke luar, dibandingkan dengan logika berpikir maupun dengan
diolahnya. Dari situ juga akan hadir penafsiran presuposisi yang memperkaya
perolehan makna itu sendiri sehingga de- atau “jarak” terkurangi (Aminuddin,
2010: 129).
pemikiran bahwa karya ilmiah, karya filsafat maupun karya sastra penentuannya
16
bahwa dunia luar ternyatakan dalam kesadaran hanya melalui bahasa. Konsepsi
hubungan sign (tanda) ataupun Symbol bukan dengan objek sebagai realitas
kembar) dekonstruksi telah membuka perspektif pemaknaan yang baru yang tidak
lambang.Pada sisi lain kebermaknaan bahasa dalam teks secara inheren terkait
dengan tata bahasa dan retorik. Tata bahasa dalam teks dalam hal merujuk pada
retorik menjadikan bahasa dalam teks dapat menampilkan pengertian dan intense
tertentu sejalan dengan keberadaan untaian kata dan untaian kalimat tersebut
sebagai teks. Akan tetapi antara tata bahasa dan retorik tidak selalu menunjukkan
b. Differance
kosakata-kosakata yang lama dan menurutnya sudah usang atau tidak memadai.
konsep yang selalu menunjuk pada referens yang tetap.Karena itu, differance
tidak memiliki eksistensi atau esensi, dan tidak dapat dikategorikan sebagai
yang dipentingkan adalah proses, maka tak diperlukan lagi upaya untuk
penjarakan yang dengan cara tersebut unsur-unsur dikaitkan satu sama lain.
apa yang dicari dan diburu manusia modern selama ini, yaitu kepastian tunggal
yang ada “di depan” tidak ada, tidak satupun bisa dijadikan pegangan, karena satu
bebas dengan perbedaan (to differ). Hal tersebut yang ditawarkan Derrida adalah
c. Oposisi Biner
Oposisi biner adalah cara pandang yang mirip ideologi. Ideologi menarik
batas yang tegas di antara oposisi konseptual, seperti kebenaran dan kekeliruan,
bermakna dan tidak bermakna, pusat dan pinggiran. Derrida mengatakan kita
harus menghancurkan oposisi yang bisa kita gunakan untuk berpikir dan
melestarikan metafisika dalam pola pikir kita, seperti misalnya: materi atau roh,
subjek atau objek, topeng atau kebenaran, tubuh atau jiwa, teks atau makna,
interior atau eksterior, representasi atau kehadiran, kenampakan atau esensi, dan
dengan sentrisme itu sendiri; yakni hasrat manusia untuk menempatkan yang
sentral di titik berangkat dan titik akhir.Hasrat pada pusat, tekanan yang memberi
tinggi kedudukannya dalam oposisi tersebut masuk dalam kategori kehadiran dan
statusnya dan berarti kemunduran. Oposisi antara yang dapat diindra dan yang
dapat dinalar, jiwa dan tubuh, tampaknya mengakhiri “sejarah filsafat Barat”,
dengan mewariskan bebannya pada linguistik modern melalui oposisi makna dan
kata. Oposisi ujaran dan tulisan terjadi dalam pola tersebut (Derrida dalam Sarup,
2003: 62).
19
d. Aporia
bahwa, didalam teks segalanya harus diungkai, tak ada yang diartikan. Namun
aporia adalah simpul tekstual yang menolak untuk diungkai, dan beberapa unsur
yang dibahas diatas sebagai kontradiksi, paradoks, atau pergeseran dapat sama-
sama diklasifikasi dibawah tajuk aporia yang bersifat lebih umum( Barry, 2010 :
93 ).
tak ada makna yang dihadirkan oleh suatu yang sudah menentu.Melainkan justru
dekonstruksi bermaksud untuk melacak unsur aporia, yaitu yang berupa makna
dibaca.Unsur dan bentuk-bentuk dalam karya itu dicari dan dipahami justru dalam
peranannya dalam karya yang bersangkutan. Misalnya seorang tokoh cerita yang
memiliki fungsi dan makna yang menonjol sehingga tak dapat ditinggalkan begitu
pembacaan kembar, double reading. Di satu pihak terdapat adanya makna (semu,
maya, pura-pura) yang ditawarkan, dilain pihak dapat pula dilacak adanya makna
sebagai berikut:
peristilahan mana yang diistimewakan secara sistematis dan yang mana yang
tidak.
c. Memperkenalkan sebuah istilah atau gagasan baru yang ternyata tidak bisa
Dekonstruksi memang berpusar pada teks.Ia tak lepas dari teks, tetapi faham
bahwa bahasa teks bersifat logis dan konsisten. Misalkan, sebuah tema besar
bahwa kejahatan akan terkalahkan dengan kebaikan oleh faham dekonstruksi tak
selalu dibenarkan. Di era sekarang sastra boleh saja membalik tema besar
B. Kerangka Pikir
Kerangka pikir dalam penilitian ini adalah pertama karya sastra terbagi atas
tiga bagian yaitu puisi, prosa dan drama. Kemudian novel Gadis Pantai karya
Pramoedya Ananta Toer yang termasuk dalam prosa dan objek kajian dalam
penelitian ini, teori dekonstruksi sebagai objek formal atau pisau bedah yang
digunakan dalam penelitian pada novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta
Toer, kemudian masuk ke dalam tahap analisis hierarki teks oposisi, kemudian
Karya Sastra
Dekonstruksi Jacques
Derrida
Temuan
23
BAB III
METODE PENELITIAN
Ruang lingkup yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hal yang berkaitan
dengan cara kerja guna mendapatkan data hingga menarik kesimpulan. Penelitian
ini merupakan penelitian pustaka yang bersifat deskriptif kualitatif. Masalah yang
akan dianalisis adalah teks dekonstruktif dalam novel Gadis Pantai karya
metode penelitian ini akan dijelaskan beberapa aspek yang meliputi desain
penelitian, data dan sumber data penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik
analisis data.
2. Desain Penelitian
rincian yang lebih kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh
menganalisis teks novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer dengan
23
24
Pantai karya Pramoedya Ananta Toer sebagai objek material (objek kajian) dalam
penelitian.
B. Definisi Istilah
pada hirarki oposisi dan pembalikan oposisi dalam teks novel Gadis
dipahami.
pemaknaan dan arti baru yang sebelumnya tidak terungkapkan bisa tampil
istilah-istilah yang pertama lebih superior dari yang kedua. Oposisi biner
sedemikian rupa sehingga bisa tampil utuh dimana, teks diarahkan pada
Hal ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa anggapan terhadap suatu teks
tidak pernah utuh, karena akan selalu hadir makna lain dari makna yang
1. Data
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel Gadis
penelitian ini menggunakan banyak refrensi yang beraneka ragam yang bersifat
ilmiah antara lain buku teori, jurnal, artikel, skripsi, novel dan sebagainya yang
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik baca
1. Teknik Baca
2. Teknik catat
dekonstruksi.
dan hasil analisisnya disajikan secara deskriptif. Tahap analisis data dalam
kemudian data dianalisis sesuai dengan teori dekonstruksi Jacques Derrida sebagai
berikut :
27
a. Menentukan teks yang mengandung hirarki oposisi yang dominan dalam teks
b. Teks yang mengandung hirarki oposisi dalam novel yang telah ditentukan
berdasarkan makna kebalikan dari apa yang diistimewakan. Hal ini bertujuan
untuk menunjukkan bahwa anggapan terhadap suatu teks tidak pernah utuh,
karena akan selalu hadir makna lain dari makna yang sebenarnya yang ingin
baru terhadap teks yang terkandung dalam Novel Gadis Pantai karya
BAB IV
dekonstruksi tidak seperti pembacaan teks yang biasa dilakukan, sehingga tidak
dapat memaknai teks secara unity. Derrida berpendapat bahwa tidak ada teks yang
mempunyai makna absolut, ketika sebuah teks telah diberi makna, maka akan
muncul makna lain selain makna yang telah ada sebelumnya.Pembacaan biasa
selalu mencari makna sebenarnya dari teks, atau bahkan kadang berusaha mencari
makna yang lebih benar yang teks itu sendiri barangkali tidak memuatnya.
berupa makna paradoksal, makna kontradiktif, makna ironi, dalam karya sastra
yang dibaca.Unsur dan bentuk-bentuk dalam karya itu dicari dan dipahami justru
dalam arti kebalikannya. Unsur-unsur yang tidak penting dilacak dan kemudian
peranannya dalam karya yang bersangkutan. Misalnya seorang tokoh cerita yang
pinggiran saja, setelah didekonstruksi tokoh tersebut menjadi tokoh yang penting,
yang memiliki fungsi dan makna yang menonjol sehingga tak dapat ditinggalkan
28
29
Dari uraian diatas untuk dapat memaknai novel “Gadis Pantai “ secara
mana yang tidak. Kedua, oposisi-oposisi itu dibalik dengan menunjukkan adanya
nya(Derridadalam Norris,2006:13).
1. Hierarki Oposisi atau Teks Dominan dalam Teks Novel “Gadis Pantai”
Oposisi biner adalah cara pandang yang mirip ideologi. Ideologi menarik
batas yang tegas di antara oposisi konseptual, seperti kebenaran dan kekeliruan,
bermakna dan tidak bermakna, pusat dan pinggiran. Derrida mengatakan kita
harus menghancurkan oposisi yang biasa kita gunakan untuk berpikir dan
hasrat manusia untuk menempatkan yang sentral di titik berangkat dan titik akhir.
Hierarki Oposisi adalah peristilahan dari oposisi binner dalam teks yang
tampil utuh dimana, teks diarahkan pada kesimpulan yang bersifat tunggal.
30
Untuk menentukan hierarki oposisi dalam teks novel “Gadis Pantai” pertama
yang dilakukan yaitu membaca novel “Gadis Pantai” dengan metode pembacaan
dalam oposisi biner mendasar dalam dua hal yang berlawanan Derrida (dalam
Ratna,2004:225).
TABEL I
Dikotomi Oposisi Biner
“Gadis Pantai”
Analisis Data
kerinduan Gadis Pantai. Setelah Gadis Pantai tinggal di rumah Bendoro suami
yang baru dikenal yang menikahinya dengan diwakili sebilah keris. Tempat yang
baru baginya, orang –orang yang asing baginya, ditambah lagi Gadis Pantai tidak
bapaknya memperbaiki jala yang tersangkut karang saat bapaknya pulang melaut.
31
kampung nelayan ia dapat berbuat sesuka hatinya, tanpa ada yang mengatur dan
tanpa pengawasan, tanpa ada aturan nilai-nilai kemapanan dan kesopanan yang
membelenggu pikiran serta eksistensinya sebagai seorang manusia yang utuh yang
Kemudian rasa simpatik kepada orang tua Gadis Pantai yang ditinggalkannya
bisa lagi membantu kedua orang tuanya di kampung nelayan bekerja untuk
(2) Kedua orang wanita itu terdiam. Dan ombak laut berdebur-
deburan riuh. Sedang angin bersuling-suling tiada henti-hentinya,
membuat Gadis Pantai teringat pada bapak. Tiba-tiba ia bertanya
32
Gadis Pantai yang dulunya wanita yang aktif dalam kehidupan sehari-harinya.
sering bekerja membantu orang tuanya di kampung nelayan, kini ia telah menjadi
seorang istri pembesar (Bendoro), yang tak dibiarkan untuk bekerja, istri seorang
pembesar cuma harus berdandan cantik merawat kecantikan wajah dan tubuh,
belajar keterampilan seperti membatik dan mengaji. Istri seorang pembesar tabuh
(3) Tak tahulah aku,” kata Gadis Pantai, tapi dalam pikirannya
terbayang emak yang kini terpaksa menumbuk jagung sendirian.
Dan kalau bapak pergi ke laut, dan jam tujuh pagi mulai tidur, ia
harus gantungkan sendiri jala pada tiang jemuran dari balok berat
yang tinggi itu. Ia harus tarik sendiri talinya, ia harus bikin katrol
itu berputar. Tak ada yang bantu menaikkan jala dengan cabang
kayu. Sekarang emak harus menumbuk sendiri udang kering buat
dapatkan uang beberapa benggol dari orang tionghoa dari kota
itu.”Apa sesungguhnya dikerjakan di sini?”(Gadis Pantai, 2003:
69)
(4) Dan ia pun kenangkan kembali kampung nelayan nun jauh di tepi
pantai, hari-hari yang penuh tawa, keringat yang mengucur rela,
tangan-tangan yang cokelat kuat, dan lemah lembut dan kasar yang
pada saling membantu. Ia tersedan-sedan di sini. Semua pada
banting membanting. Buat apa? Buat apa? Ia merintih buat
kehormatan dan nasi. Di sana di kampung nelayan tetesan deras
33
pengarang, yang telah diatur sedemikian rupa dan sistematis agar tampak utuh dan
Pantai membangun sebuah makna bahwa Gadis Pantai rindu akan kampung
b. Pendamping Hidup/Istri
yang dinikahi oleh Bendoro seorang pembesar keturunan ningrat yang bekerja di
Pernikahan adalah suatu bentuk pelembagaan cinta, dimana dua manusia yang
telah menikah disebut suami dan istri. Pengarang menonjolkan predikat istri yang
disandang oleh Gadis Pantai, istri seorang terhormat yang bernama Bendoro.
34
Predikat istri yang disandang Gadis Pantai lebih diistimewakan lagi oleh
(6) “ceh, ceh, ceh. Itu tidak layak lagi bagi wanita utama, Mas
Nganten. Wanita utama cukup menggerakkan jari dan semua akan
terjadi. Tapi sekarang ini, sahaya inilah yang mengurus Mas
Nganten. Sebelum Bendoro memberi izin, Mas Nganten belum bisa
bertemu. Mari, mari sahaya mandikan. Pakai selop itu.”(Gadis
Pantai, 2003 : 28)
Istri seorang Bendoro tidak lagi bekerja semua keperluannya harus dilayani
kita kepada persepsi Gadis Pantai adalah istri seorang Bendoro yang mempunyai
Bendoro telah menikahinya, pengakuan Bendoro kepada Gadis Pantai bahwa dia
Saat percakapan Gadis Pantai dengan Bendoro, Gadis Pantai meminta izin
menonjolkan predikat Gadis Pantai sebagai istri dari Bendoro berikut kutipannya.
Pada saat Gadis Pantai pulang ke kampung nelayan, Gadis Pantai harus
Hierarki Oposisi atau teks dominan adalah Bendoro yang berbudi luhur.
Gadis Pantai tak pernah shalat bahkan menyucikan diri dengan air whudu tidak
luhur, yang mengajari istrinya Gadis Pantai untuk belajar tentang ilmu agama dan
mendirikan shalat. Bendoro tidak hanya mengajarkan shalat tetapi Gadis Pantai
ingin merubah penduduk kampung nelayan menjadi manusia yang bertaqwa dan
mengenal keyakinan lebih dalam khususnya islam, Bendoro tidak hanya ingin
berikut kutipannya.
Budi luhur Bendoro yang dijadikan oposisi dominan yang ditonjolkan oleh
pengarang, tidak hanya dalam konteks keagamaan tetapi juga dalam konteks
Hierarki Oposisi atau oposisi dominan Bendoro yang berbudi luhur sangat
sebagai sebuah jejak-jejak teks. Setelah ditinjau dari redaksi narasi dalam novel
Gadis Pantai peristilahan Bendoro yang berbudi luhur adalah peristilahan yang
Hierarki Oposisi atau teks dominan adalah penduduk kampung nelayan yang
bodoh. Penduduk kampung nelayan yang miskin, kotor, tidak pernah beribadah
sengaja karena mengetahui latar belakang kehidupan Gadis Pantai yang tidak
fasilitas pendidikan yang ada semua milik kolonial Belanda, pribumi hanya
menjadi buruh dalam kerja paksa (Rodi) simak kutipan di bawah ini.
(15) “Anakku pergi kalau benar ada bukti. Berikan surat itu.”
“Ya, berikan.”
Pria-pria pengiring itu pun mengundurkan diri ketakutan melihat
orang banyak masuk. Dan Mardinah terpaksa menyerahkan surat
itu kepada bapak.
39
bodoh jelas dalam kutipan di atas. Penduduk kampung nelayan tidak ada satupun
kampung nelayan yang bodoh setelah diidentifikasi adalah oposisi dominan yang
hidup/istri, bendoro yang berbudi luhur dan penduduk kampung nelayan yang
yaitu yang berupa makna paradoks, kontradiktif, dan makna ironi dari sebuah
karya sastra yang dibaca.Makna paradoks, kontradiktif, dan ironi dilihat dari
oposisi biner yang diistimewakan oleh pengarang dalam teks novel Gadis Pantai,
TABEL II
Pembalikan Hierarki Oposisi
“Gadis Pantai”
Keterasingan gadis pantai Kerinduan gadis pantai
Ananlisis Data
ketika seseorang berada pada sebuah tempat yang baru dengan lingkungan sosial
yang baru, memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi. Gadis
kampung nelayan. Memori kenangan dan kebiasaan yang dilakukannya saat masih
pantai sangat tertekan karena di usianya yang belia dia harus meninggalkan orang
tuanya yang belum sempat ia bahagiakan. Di samping itu lingkungan yang baru
diruntuhkan oleh oposisi yang kedua yaitu keterasingan Gadis Pantai, yang
dikesampingkan oleh pengarang. Hal ini dapat dilihat dari peninjauan jejak-jejak
teks (trace). Menjelaskan bahwa, bukan kerinduan yang dirasakan Gadis Pantai
(16) Di ruangan ini tak ada lesung. Tak ada bau udang kering. Tak
ada babon tongkol tergantung di atas pengasapan. Tak ada
42
oposisi binner peristilahan pertama memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari
peristilahan kedua dengan kata lain oposisi pertama adalah suatu pemaknaan
primer sedangkan oposisi kedua adalah suatu makna sekunder. Pengarang dalam
novel Gadis Pantai, menonjolkan kerinduan Gadis Pantai sebagai oposisi dominan
meninjau jejak-jejak teks (trace) dalam novel Gadis Pantai. Implikasi peristilahan
Di tinjau dari jejak-jejak teks dalam novel Gadis Pantai, ditemukan unsur
aporia yaitu makna kontradiktif, makna ironi dan makna paradoks. Kontruksi
43
diruntuhkan oleh oposisi kedua keterasingan Gadis Pantai. Peninjauan dari jejak-
jejak teks dalam novel Gadis pantai memberikan pemaknaan baru yaitu
keterasingan Gadis Pantai. Bukan kerinduan yang dirasakan oleh gadis pantai
tetapi rasa keterasingan dimana ia berada disebuah tempat dan lingkungan sosial
yang baru. Gadis pantai di hadapkan dengan hal-hal baru dan harus mengikuti
nilai-nilai kemanapan yang tak biasa baginya. Itulah yang menyebabkan Gadis
pantai tak betah tinggal dirumah bendoro dan ingin pulang ke kampung nelayan
Gadis Pantai adalah seorang istri dari Bendoro seorang bangsawan dan pejabat
tinggi yang bekerja di kantor adminitrasi Belanda. Gadis Pantai dinikahi oleh
kelahirannya kampung nelayan dan tinggal di kota sebagai istri pembesar. Latar
dan pejabat tinggi, Gadis Pantai harus menjaga sikapnya memaksakan ia menjadi
dewasa sebelum waktunya. Sebagai seorang nyonya kehidupan Gadis Pantai yang
hidup/istri-pemuas nafsu sesuai dengan dikotomi oposisi binner pada tabel di atas
pemuas nafsu dengan dasar peninjauan jejak-jejak teks (trace) dalam novel Gadis
(19) Bulan demi bulan lewat. Dan Bendoro hampir tak pernah di
temuinya.Tak pernah memasuki kamarnya.
Perkawinan Bendoro Bupati semakin dekat.Dan Bendoro
semakin jarang di rumah.Kota mulai dihias.Putri dari kraton
Solo harus disambut lebih hebat dari putri kabupaten Jepara.
(Gadis Pantai, 2003 : 71)
hidup/istri terimplikasi oleh oposisi kedua yaitu pemuas nafsu. Dalam kutipan di
Dalam ikatan suami-istri, suami harus menafkahi istrinya lahir maupun batin.
45
Tetapi bendoro tidak melakukannya. Hal tersebut mengarahkan kita pada suatu
pemaknaan bahwa Gadis Pantai hanya merupakan objek seksual Bendoro dengan
kata lain pemuas nafsu. Identifikasi oposisi dominan yang terimplikasi oleh
(20) Dan jam tiga pagi ia terbangun. Bujang tak ada di bawah
ranjangnya lagi.tapi Bendoro telah tergolek di sampingnya.
Pada jam lima subuh, waktu bujang masuk ke dalam kamar,
dilihatnya Mas Ngantennya masih tergolek. Ia sedang
mendekat dan didengarnya suara memanggilnya:
Wanita itu meraihkan lengannya, di bawah tengkuk Gadis
Pantai, mendudukkannya, merapikan rambutnya yang
kacau balau, membenahi baju dan kainnya yang lepas
porak-poranda, menarik-narik seprai yang berkerut sana-
sini.
“Ooh! Mas Nganten tidak sakit,” katanya bujang sekali
lagi, dan menurunkannya dari ranjang.
“mbok,” sepantun panggilan dengan suara lembut.
“Tidak apa-apa Mas Nganten yang sudah terjadi ini takkan
terulang lagi.”
“Apa yang sudah terjadi.Mbok?”
Dan setelah Gadis Pantai terpapah berdiri, bujang
menunjukkan seprai yang dihiasi beberapa titik merah
kecoklatan , berkata,”Sedikit kesakitan Mas Nganten, dan
beberapa titik darah setelah setahun ini tidaklah apa-apa.”
(Gadis Pantai, 2003 : 72-73)
Gadis pantai hanya bertemu dengan Bendoro pada malam hari di kamar
tidurnya, sesekali saat suaminya memberi tahu bahwa ia tidak pulang hari ini.
Bendoro ditangguhkan dan diruntuhkan oleh oposisi kedua yaitu pemuas nafsu
yang dikesampingkan oleh pengarang, hal tersebut dilihat dari peninjauan jejak-
(22) Pagi sebelum matari bayi itu mandi. Kini sudah jam
sembilan pagi. Dan Bendoro belum juga datang menengok.
Di kampungnya sana, seorang bapak takkan turun ke laut
tiga hari sebelum anaknya lahir, dan tiga hari sesudahnya.
Si bapak akan tunggu anaknya, akan jaga keselamatannya
dan ibunya. Ia ingat tetangganya-baru sekali istrinya
melahirkan. Ia berjaga siang malam di luar rumah. Dan
waktu bayinya lahir menangis kencang, ia tubruk pintu.
Lupa pada wajahnya yang bercorengan air mata.
Sekarang kepada siapa anak ini kuserahkan kalau tidak
pada bapaknya sendiri?Tidak, tidak mungkin, dia
bapaknya, bapaknya sendiri.Tapi mengapa tak juga datang,
sekalipun Cuma buat menengok?(Gadis Pantai, 2003 : 252)
Pada teks di atas menerangkan bahwa Gadis Pantai bukan pendamping Hidup/istri
Bendoro, hanya merupakan objek seksual Bendoro. Pada saat kelahiran anaknya
Bendoro tak ada, sedikitpun tak peduli pada keselamatan bayi dan istrinya.
pendamping hidup/istri diruntuhkan oleh oposisi kedua yaitu pemuas nafsu. Dapat
47
jiwa yang sosial. Oposisi yang didominankan pengarang yang diidentifikasi dalam
pembahasan hierarki oposisi di atas, pada tahapan ini akan dilakukan pembalikan
teks hierarki oposisi sesuai dengan dikotomi oposisi binner yang telah ditentukan
pada tabel di atas. Oposisi yang telah ditentukan dalam dikotomi oposisi binner
yaitu oposisi Bendoro yang berbudi luhur-Bendoro tidak berbudi luhur. Oposisi
Bendoro yang berbudi luhur yang didominankan oleh pengarang akan dibalikkan
dan diruntuhkan oleh oposisi kedua yaitu Bendoro tidak berbudi luhur sesuai
dengan peninjauan jejak-jejak teks dalam novel Gadis Pantai berikut kutipannya.
Dari teks tersebut menerangkan bahwa oposisi dominan Bendoro berbudi luhur
terimplikasi oleh oposisi kedua Bendoro tidak berbudi luhur. Kutipan di atas
Hal tersebut adalah suatu tindakan yang melanggar nilai-nilai etika kesopanan.
48
Tindakan itu tidak menggambarkan budi luhur yang dimiliki Bendoro. Dari
peninjauan jejak-jejak teks tersebut maka oposisi dominan Bendoro berbudi luhur
perempuan, dan memisahkan Gadis Pantai dengan anaknya. Hal tersebut tidak
dalam cerita. Setelah diidentifikasi melalui jejak teks maka kontruksi pemaknaan
49
Bendoro berbudi luhur diruntuhkan oleh oposisi kedua Bendoro tidak berbudi
luhur ditinjau dari jejak-jejak teks(trace) dalam novel Gadis Pantai. Setelah
dilakukan pembalikan hierarki oposisi maka ditemukan unsur aporia yaitu makna
kontadiktif, makna ironis dan makna paradoks dalam teks novel Gadis Pantai.
yang hanya tahu bagaimana menutupi kebutuhan hidup dengan cara melaut.
Penduduk kampung nelayan tak punya waktu untuk menuntut ilmu atau
peristilahan tersebut menjadi oposisi dominan dalam teks novel Gadis Pantai.
Oposisi binner sesuai dengan dikotomi oposisi dalam tabel di atas yaitu penduduk
kampung nelayan yang bodoh – penduduk kampung nelayan yang cerdas. Oposisi
dominan penduduk kampung nelayan yang bodoh diruntuhkan oleh oposisi kedua
yaitu penduduk kampung nelayan yang cerdas. Hal tersebut dilihat dari jejak-jejak
teks yang menerangkan bahwa oposisi dominan terimplikasi oleh oposisi kedua
atau pemaknaan kedua yang sengaja atau tidak sengaja ditutupi oleh pengarang
berikut kutipannya.
50
karena mereka bisa membuat suatu rencana yang cerdas untuk menahan agar
Gadis Pantai tidak dibawa pulang ke kota oleh Mardinah utusan kerajaan Demak
yang ingin membunuh Gadis Pantai. Bapak Gadis Pantai dan penduduk kampung
membuat rencana agar Mardinah yang mempunyai niat jahat tidak membawa
pengiringnya diajak lari ketengah laut, di tengah laut pengiring Mardinah dipaksa
mengakui niat jahatnya oleh penduduk kampung. Setelah pengiring itu mengakui
niat jahatnya mereka di tenggelamkan di tengah laut oleh penduduk kampung dan
51
Mardinah ditahan di kampung nelayan agar tidak ke kota untuk melapor ke polisi
atau marsose.
Rencana yang dibuat oleh penduduk kampung adalah sebuah rencana yang
cerdas, terstruktur dan sistematis. Dari jejak-jejak teks tersebut maka oposisi
pengarang diruntuhkan oleh oposisi kedua yaitu penduduk nelayan yang cerdas.
tunggal yang dibangun pengarang. Makna baru yang ditemukan yaitu penduduk
B. Pembahasan
tak ada makna yang dihadirkan oleh suatu yang sudah menentu.Melainkan justru
biasanya terlihat peristilahan mana yang diistimewakan secara sistematis dan yang
mana yang tidak. Kedua, Oposisi-oposisi itu dibalik, dengan menunjukkan adanya
Memperkenalkan sebuah istilah atau gagasan baru yang ternyata tidak bisa
Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer, telah kita bagi dalam pembahasan
sebelumnya. Namun akan kita bahas lebih lanjut tentang korelasi antara teori dan
objek.
bahwa keterasingan seseorang dalam lingkungan sosial yang tidak ramah dan
tempat yang tak asing dan memberikan rasa nyaman serta keakraban. Konstruksi
makna tersebut yang sejatinya dikonstruk oleh pengarang dalam novel Gadis
Pantai. Kerinduan Gadis Pantai yang menjadi hierarki oposisi atau teks dominan
dalam novel Gadis pantai diruntuhkan oleh oposisi kedua yang dipinggirkan atau
tidak sama pada saat dia tinggal bersama keluarganya di kampung nelayan.
suami, dan mempunyai hak sesuai dengan kedudukannya sebagai istri. Jika hak-
hak seorang istri diabaikan dan nilai-nilai ikatan suami istri dikesampingkan atau
dimarjinalkan. Maka seorang istri hanya akan menjadi objek seksual atau pemuas
nafsu tidak lagi menjadi istri atau pendamping hidup seorang suami. Konstruksi
makna tersebut yang sejatinya dikonstruk oleh pengarang dalam novel Gadis
Pantai. Istilah bahwa Gadis Pantai adalah pendamping hidup/istri Bendoro yang
menjadi teks dominan dalam novel Gadis Pantai diruntuhkan oleh peristilahan
kedua yaitu Gadis Pantai Hanya menjadi pemuas nafsu atau objek seksual
Bendoro. Bendoro hanya menemui Gadis Pantai pada malam hari di dalan
kamarnya. Bendoro menemui Gadis Pantai pada saat Bendoro ingin melepas
hasrat birahinya. Gadis Pantai menjadi pemuas nafsu atau objek seksual untuk
Budi luhur manusia dilihat dari tingkah laku tidak dilihat dari garis
keturunan atau kekayaan dan kekuasaan yang dimiliki. Budi luhur seorang
tersebut yang sejatinya dikonstruk oleh pengarang dalam novel Gadis Pantai.
Bendoro yang berbudi luhur adalah merupakan hierarki oposisi atau teks dominan
dalam novel Gadis Pantai tetapi teks dominan tersebut diruntuhkan oleh oposisi
kedua yaitu Bendoro tidak berbudi luhur. Proses runtuhnya teks dominan
54
diidentifikasi dari jejak-jejak teks dalam novel Gadis Pantai yaitu ketika Bendoro
Gadis Pantai dipisahkan dari anak yang baru saja dilahirkan. Gadis pantai diusir
dari rumah oleh Bendoro dan dilarang untuk menginjakkan kaki di rumah
Bendoro. Hal tersebut tidak menunjukkan budi yang luhur dari seorang Bendoro
Selanjutnya, tidak semua penduduk yang tinggal di desa yang jauh dari kota
pikir (akal) tidak semua didapatkan dari proses belajar mengajar dalam bentuk
formal, bisa juga didapatkan dari pengalaman secara empiris. Dengan cara
mempelajari peristiwa dan fenomena yang terjadi, serta mempelajari situasi dan
tidak semua penduduk desa bodoh tetapi ada sebagian penduduk desa yang
pembaca dalam novel Gadis Pantai. Penduduk kampung nelayan yang bodoh
adalah hierarki oposisi atau teks dominan dalam novel Gadis Pantai, yang
diruntuhkan oleh oposisi kedua yaitu penduduk kampung nelayan yang cerdas.
Hal tersebut diidentifikasi dari cerita pada saat penduduk kampung nelayan
membunuh semua utusan Bendoro yang ingin membawa kembali Gadis Pantai
pulang ke kota untuk kembali tinggal bersama Bendoro. Rencana yang sangat
strategis yang dibuat oleh penduduk kampung nelayan secara logika, tidak
55
mungkin dilakukan oleh orang-orang yang bodoh. Oleh karena itu teks dominan
penduduk kampung nelayan yang bodoh diruntuhkan oleh oposisi kedua yaitu
kebalikannya. Makna tunggal atau makna primer diruntuhkan oleh makna skunder
Pantai. Sehingga makna yang dipinggirkan atau sengaja ditutupi oleh pengarang
dapat dimunculkan sebagai bentuk eksistensi atau keberadaan dalam teks novel
Gadis Pantai.
56
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian dan rumusan masalah dalam penelitian ini
yang menggunakan teori dekonstruksi sebagai objek formal atau pisau bedah
maka dapat disimpulkan bentuk-bentuk hierarki oposisi atau teks dominan dalam
Bendoro yang berbudi luhur, dan penduduk kampung nelayan yang bodoh.
dalam teks novel Gadis Pantai. Pengarang membangun konstruksi pengarang yang
telah diatur sedemikian rupa yang mengarahkan pembaca pada suatu pemaknaan
Setelah menentukan hierarki oposisi atau teks dominan dalam teks novel
Gadis Pantai kemudian dilakukan proses pembalikan teks oposisi sesuai dengan
dikotomi oposisi binner yang berkonsep pada hierarki oposisi atau teks dominan.
Dari proses pembalikan teks oposisi maka dapat disimpulkan bentuk teks
pembalikan oposisi yaitu keterasingan Gadis Pantai, pemuas nafsu, Bendoro tidak
Teks dominan kerinduan Gadis Pantai diruntuhkan oleh oposisi kedua yaitu
diruntuhkan oleh oposisi kedua yaitu Gadis Pantai hanya sebagai pemuas nafsu
56
57
atau objek seksual Bendoro, teks dominan Bendoro berbudi luhur diruntuhkan
oleh oposisi kedua yaitu Bendoro tidak berbudi luhur, dan teks dominan penduduk
kampung nelayan yang bodoh diruntuhkan oleh oposisi kedua yaitu penduduk
kampung nelayan yang cerdas. Dari proses penentuan hierarki oposisi atau teks
pemaknaan baru yang kontradiktif dari pemaknaan yang telah ada dalam teks
B. Saran
sastra bagi Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah. Juga
Selainitu, juga diharapkan adanya penelitian selanjutnya pada novel Gadis Pantai
novel Gadis Pantai dapat dimaknai secara konferehensif dengan beragam sudut
pandang dari teori-teori lain yang digunakan untuk meneliti novel Gadis Pantai.