KARYA RUDIYANT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karya sastra merupakan untaian perasaan pengarang dan realita sosial
yang mencakup semua aspek kehidupan manusia yang tersusun dengan baik dan
indah dalam bentuk benda konkret (Quthb dalam Sangidu, 2004: 38). Setiap
karya sastra merupakan sarana penyampaian pesan untuk masyarakat mengenai
segala polemik persoalan yang terjadi di kehidupan nyata. Karya sastra pada
umumnya berisi tentang persoalan-persoalan hidup yang dialami oleh manusia.
Permasalahan itu dapat berupa permasalahan yang terjadi dalam dirinya sendiri
maupun permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Hal ini
membuktikan bahwa karya sastra berfungsi sebagai gambaran bagi masyarakat
sehingga mereka mempunyai gambaran atas apa yang harus di lakukan saat ia
mengalami persoalan yang sama dengan persoalan yang diungkapkan di dalam
sebuah karya sastra. Karena itu, karya sastra dipandang sebagai hasil dari
pengamatan seorang sastrawan terhadap kehidupan nyata yang dituangkan dalam
sebuah tulisan.
1
kehidupan bermasyarakat. Dari sebuah novel kita juga bisa belajar membedakan
macam-macam karakteristik dan sifat seseorang, karena sebuah karya sastra
khususnya novel tidak mungkin dapat terlepas dari aspek psikologi. Aspek
psikologi dalam sebuah novel terletak pada penggambaran watak atau karakter
tokoh yang dibangun oleh penulis di dalam karya sastra yang ia buat. Orang dapat
mengamati tingkah laku tokoh-tokoh dalam sebuah novel dengan pertolongan
psikologi. Tanpa adanya penggambaran karakter dalam diri seorang tokoh yang
dibangun dalam sebuah karya sastra, karya sastra tersebut tidak mungkin dapat
hidup jalan ceritanya. Pemaparan tersebut menjelaskan bahwa ternyata karya
sastra sangat erat hubungannya dengan aspek psikologi.
Novel Blitz menceritakan kisah tokoh utama bernama Subhi yang ditunjuk
sebagai pemimpin perjalanan namun ia dianggap bersalah oleh anggotanya..
Kelebihan novel ini terletak pada keunikan ceritanya yakni tentang sekelompok
anak muda yang melakukan pendakian ke gunung perawan yang sangat angker
dan penuh misteri. Perjalanan tersebut sangat menguji kesabaran mereka karena
banyak sekali kejadian-kejadian menyedihkan yang tak terduga. Seseorang yang
paling bergejolak batinnya adalah tokoh Subhi karena dalam pendakian itu Subhi
bertugas sebagai dewa pembuka jalan. Kejadian-kejadian yang menimpa mereka
dalam perjalanan menuju puncak gunung perawan tersebut membuat jiwa Subhi
tergoncang karena dia merasa sebagai pemimpin ia tidak bisa menjaga
keselamatan teman-temannya. Dalam novel ini dilukiskan karakter Subhi yang
sangat unik yang dapat menghidupkan suasana dalam novel tersebut. Oleh karena
itu peneliti merasa penting untuk meneliti lebih lanjut tentang kepribadian tokoh
Subhi dalam novel Blitz karena menarik sekali untuk dikaji.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakter kepribadian tokoh Subhi yang terdapat dalam novel Blitz
karya Rudiyant?
2
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui bagaimana karakter kepribadian tokoh
Subhi yang terdapat dalam novel Blitz karya Rudiyant.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut;
1. Bagi penulis
Dapat dijadikan sebagai bahan latihan dalam menganalisis dan mengkritik
suatu karya sastra.
2. Bagi Pembaca
Dapat dijadikan sumber pembelajaran bagi para pembaca mengenai aspek
psikologis yang terdapat di dalam sebuah novel.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai tambahan infor masi berupa gambaran kerangka penelitian yang akan
menjadi pedoman pada saat mereka melakukan penelitian yang sejenis dengan
penelitian ini.
E. Landasan Teoritis
1. Hakikat Sastra
Menurut Ensiklopedi Sastra Indonesia (2008: 716) karya sastra merupakan
karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti
keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya. Sedangkan
menurut Eagleton (2006: 3) sastra adalah fakta material yang fungsinya dapat
dianalisis lebih seperti orang memeriksa sebuah mesin.
3
sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Ratna (2011: 189) yang menyatakan
bahwa sastra berasal dari akar kata “sas” dan “tra” (Sansekerta). “Sas” berarti
mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk, sedangkan “tra” berarti alat atau
sarana.
Lebih lanjut Ratna (2011:17) juga menyatakan bahwa sesuai dengan ciri-
ciri kejiwaan tersebut pada umumnya unsure-unsur penokohanlah yang paling
banyak menampilkan sekaligus paling banyak menarik minat para peneliti. Ada
tiga alasan mengapa unsur-unsur penokohan yang paling banyak dibicarakan
daripada unsur lain yaitu;
4
1) Penokohan memiliki kaitan langsung, baik dengan peneliti maupun
pembaca, penokohan sebagai perwujudan diri pribadi,
2) Penokohan dengan sendirinya paling mudah diidentifikasi, dilukiskan,
dan dipahami, khususnya melalui nama,
3) Melalui penokohanlah dimungkinkan terwujud pesan-pesan,
pandangan dunia, dan bentuk ideologi lain.
5
Menurut Freud dalam Ratna (2011:20) mimpi dianggap memiliki
kesejajaran dengan proses kreatif, dengan proses penciptaan karya sastra,
khususnya bagi seseorang yang memiliki kompetensi seni. Lebih lanjut Freud
menyatakan bahwa proses kreatif disamakan dengan gejala neurosis, usaha
untuk memenuhi kepuasan-kepuasan yang tak terpenuhi dalam kesadaran.
3. Hakikat Novel
a. Pengertian Novel
Kata novel berasal dari bahasa Italia novella yang dalam bahasa Jerman
disebut novella yang kecil. Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru
(Nurgiyantoro, 2013: 11). Pendapat yang serupa juga diungkapkan oleh Tarigan
dalam Antilan Purba (2010: 62) ia mengemukakan bahwa kata novel berasal
dari kata latin, yaitu noveltus yang diturunkan dari kata noveis yang berarti baru.
Dikatakan baru karena kalau dibandingkan dengan jenis karya sastra lainnya
seperti puisi dan drama.
Menurut Wicaksono (2013: 116) Novel adalah suatu jenis karya sastra
yang berbentuk prosa fiksi dalam ukuran yang panjang setidaknya 40.000 kata
dan lebih kompleks dari cerpen dan luas yang di dalamnya menceritakan
konflik-konflik kehidupan manusia yang dapat mengubah nasib tokohnya.
Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Sudjiman dalam Antilan Purba
(2010: 63) yang menyatakan bahwa novel adalah prosa rekaan yang panjang
6
yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan
latar secara tersusun.
F. Metodologi Penelitian
7
BAB II
PEMBAHASAN
“kita akan memulai berangkat mendaki jam sepuluh siang ini, aku rasa jam segitu
kabut sudah hilang dan embun sudah mongering” kata ketua rombongansambil
membantu kawan-kawannya menurunkan barang bawaan. Subhi menjabat sebagai
ketua tim berjalan paling depan. Di tangannya tergenggam sebilah golok tajam yang
selalu menebas semak belukar untuk memudahkan kawan-kawannya berjalan.
(Blitz: 20)
Subhi mengeluarkan golok dari sarungnya dan langsung berjalan paling
depan. Di belakangnya , Nuria, Erick, Rani, Robby, Viola, dan Safira. Seperti biasa
Zakih berada paling akhir rombongan.
“kurasa sebaiknya kita melanjutkan perjalanan sekarang. Kalau bisa sebelum malam
kita harus sudah harus sudah mendapatkan tempat untuk mendirikan tenda”.
“sreet!!!”.
“ini gunung yang masih hijau, belum tertjamah tangan liar para penebang pohon.
Kurasa pemburu liar pun tidak berani menebanginya, jadi bisa saja di tempat ini
ada harimaunya”.
“kenapa kamu gak bilang?” bentak Subhi.
(Blitz: 35-37)
8
Perjalanan mereka terhenti setelah mendengar suara harimau, ternyata Subhi
dan kawan-kawannya tertegun meilhat jalan setapak di depannya. Subhi si Dewa
pembuka jalan hanya mampu membawa rekan-rekannya sampai pada satu perbukitan
yang banyak terdapat bebatuan. Dia tidak mampu membawa langkah rombongannya
lebih jauh lagi, ini sudah menjadi batas maksimalnya untuk hari ini.
“dari keadaanya, sepertinya jalan ini sering dilalui oleh orang-orang”. Kata Subhi
menoleh ke arah kekasihnya.
“rumput yang patah ini…!” Subhi memperlhatkan daun rumput yang dipegangnya.
“rumput ini masih terlihat hijau dan belum terlalu layu”.
“yeah, kita tidak bisa memaksakan untuk lebih jauh lagi, jalan setapak yang kita
ikuti tadi itu memang mengarah ke puncak gunung. Tapi jalannya melingkar-lingkar
tidak jelas dan membuat kita banyak membuang waktu lebih banyak. Mungkin kalau
kita membuat jalan lurus ke atas sekarang kita sudah sampai.
“mungkin ini bukan hal yang terbaik untuk kita semua. Tapi percayahlah aku
memberikan yang terbaik untuk kalian semua! Terbaik yang dapat aku lakukan”
“tapi aku ingin kalian yang memutuskan, mau terus mengikuti jalan setapak ini atau
kita buat jalan baru lurus ke puncak sana”.
(Blitz: 41-48)
Sesampainya di puncak gunung mereka menyepatkan diri untuk berfoto.
Namun ulah mereka yang berfoto menggunakan kamera bercahaya Blitz malah
mendatangkan petaka. Tiba-tiba seiring lampu Blitz yang menyala permukaan
bebatuan yan mereka pijak bergetar hebat. Tanpa dikomando semua berlarian
menjauhi kawah. Dalam gelap, namun masih bisa terlihat jelas kalau wajah semua
remaja itu pias panic. Mereka tiarap, meratakan diri dengan permukaan yang mereka
pijak.
Sementara Subhi dan Erick mencari kayu bakar, anggita yang lainnya sibuk
mendirikan tenda juga menyiapkan makan malam. Ketika sedang menyalakan
9
kompor gas, tiba-tiba musibah menimpa Robby akibat gas meledak. Kejadian
tersebut membuat suasana menjadi panik.
“foto-fotonya udah dulu, Rick! Kita cari kayu bakar dulu” ajak Subhi
“habis mau bagaimana lagi? Tidak mungkin kita mengabaikan Robby begitu saja!”
(Blitz: 56)
Ketika pagi tengah merayap merambha hari, ketika itulah delapan remaja ini
turun gunung. Mereka kembali menyusuri jalan setapak tempat mereka datang
selama. Bedanya kalau kemarin mereka menyusuri dalam keadaan gelap, kali ini
semuanya terlihat jelas. Urutan baris mereka tidak berubah.
“usai sarapan kita akan berangkat turun gunun, Rob!” kata Subhi.
“singkirkan tanganmu , Subhi!!” bentak Robby. “Aku bukan orang lemah yang bisa
kamu kasihani!”
“Aku hanya…”
“lebih baik bergegas bersiap diri, aku sudah tidak tahan dengan rasa panas di
wajahku ini!” potng Robby.
(Blitz: 76)
Rombongan ini telah salah arah, dan yang paling bertanggung jawab dalam hal ini
adalah Subhi. Dia yang memilih jalan ke kanan ketika di persimpangan tadi. Wajar
saja semua orang langsung menyadari kesalahan jalan ini, karena malam sebelumnya
mereka semua sama sekali tidak bertemu gemuruh air.
“sepertinya semalam kita ridak lewat daerah ini, Bhi?” bisik Nuria ketika merasakan
pemandangan yang berbeda.
“tenang dulu, Rob, aku juga tidak mengerti dengan keberadaan kita sekarang” Subhi
menenangkan.
“tadi kita memang sampai di persimpangan dan aku…”
10
“omong kososng!” bentsk Robby marah.
“jangan kamu pikir aku tidak berani menembakmu, Bhi! Meski dengn wajah
diperban aku masih bisa membidik sasaran dengan tepat.”
“sekarang jam tiga sore sebaiknya kita singgah di sumber mata air yang terdengar
itu. Kita bisa membicarakan segalanya dengan kepala dingin!” ajak Subhi.
(Blitz: 83-85)
Subhi memisahkan diri. Dia berdiri sendiri menatap kosong ke air terjun yang terus
tertumpah jatuh. Wajahnya terkesan penat dan lelah atas apa yag terjadi dengan
timnya. Baru sekali ini dia melakukan pendaian seperti ini.
Subhi hanya memandangi tingkah temannya ini tanpa bergerak sedikit pun. Dia
sadar, Robby yang sekarang ini tidak seperti Robby yang dikenalnya selama ini.
11
“kita tidak akan menyerangnya!” bisik Subhi pelan.
“golok atau pistol tidak akan melukainya…!”
“Aku mengerti sekarang.” “kalau tidak salah ingat ia berkata “api kecil adalah
kawan, api besar aalah musuh…1”
“jangan bermain dekat jurang, nanti kecemplung ke dalamnya!”
“kalian boleh mengikuti langkahku. Tetapi kalian tidak boleh menoleh ke belakang!”
“dia bukan orang biasa” desis Subhi.
“subhi, Erick, rani…!” panggil dari arah gerbang di depan sana. “cepat ke sini”
“zakih!” panggil Subhi dan teman lainnya. “kamu selamat…?”
“ini tidak benar…!” tolak Subhi
Subhi arahkan pistolnya ke gembok berkarat itu. Puluhan mayat hidup itu semakin
mendekat. Dalam hati ia menyesal tidak membawa goloknya serta, dia meninggalkan
di tas.
“pergilah, tinggalkan aku bersama mereka…!!”
“aaaaahhhh…!”
Jeritan membahana itu seperti uliran putar kran air. Bersamaan dengan pecahnya
suara itu, darah dari leher si ketua tim mengucur deras. Robby bersama mayat-mayat
hidup lainnya juga tidak mau ketinggalan . mereka juga langsung menyerbu dan
berlomba-lomba menancapkan gigi mereka ke tubuh Subhi. Ingin mendapat jatah
untuk mereguk kesegaran darah si Dewa Pembuka Jalan..
BAB III
12
PENUTUP
A. Saran
Sebaiknya di buku terdebut diberi daftar isi supaya dapat membantu pembaca
untuk mencari sudut per bab.
13
Daftar Pustaka
14