Anda di halaman 1dari 13

Sang penabur benih

Betapa pun terampil dan bijaknya, tak akan dapat memeluk dirinya sendiri di musim dingin

Tak akan kuberikan jaket

Kecuali kedua tangan ini menutup dan memeluk

****

Hujan pagi punya tanggung jawab atas nikmatnya kopi dalam cangkir

Hujan adalah pangggung drama

Bilamana kopi itu mengangkat kembali kisah lalu

Di mana kita pernah menjadi pemeran utamanya

Hati manusia seperti langit

Yang bisa menjelaskan mendungnya lewat hujan

Tersenyumlah

****

Sebelum pergi dari panggung ini sempat ku mencuri bekas tatapanmu

Yang masih menyisakan lagu penutup, ranting yang jatuh, dan patah

Tak ada yang salah. Itu hanya bagian daripada suatu alur cerita yang harus dilewati

Tersenyumlah;;

****

Ada catatan biru yang mengendap pada ampas kopi yang belum pernah kita teguk
Di celoteh tanpa tinta, sebuah pelayaran yang mengacak acak kesegaran hati

Adakah telah tersusun sekuat karang olehmu

Selipkan saja ketenangan dari Utara dan Selatan

Semoga berjumpa di titik yang sama

****

Ketahuilah

Bahwasannya murninya kecantikan akan bersinar lebih terang dalam hati orang yang

merindukannya

Daripada sekedar orang yang melihatnya

Duhai kamu yang cantik

****

Hujan masih belum juga reda

Tumpahnya lekat pada bumi

Bumi di manakah kamu?

Bagaimana dirimu?

Harumnya adalah kearifan yang ku lewati begitu saja

Dan kembali aku hanya bisa mengulang doa doa

****

Satu, dua, dan tiga

Cukup tiga detik aku telah menggumam “kau cantik”


Detik berikutnya nanti

Biar saja aku simpan itu

Biar besok bisa menemuimu lagi

****

Dia adalah murid murid langit

Saking mulianya aku tertawa geram

Geram menyayangi dalam seni masa depan

****

Bilang sama ayahmu, aku bukan laki laki baik

Ayahmu juga dulu seperti aku

Tapi, Tuhan memberiku harapan yang membahagiakan

Menyuruhku datang ke rumahmu

Agar aku belajar menjadi seperti ayahmu

****

Tahukah, aku punya hobi seram

Menghilangkan orang lain

Tanpa jarum, tanpa api


Itu harus kulakukan kepada sesiapa yang tidak baik kepadamu

****

Ibarat kamarmu

Aku sedang merapihkan diri

Mendekor ulang lahir serta batin

Agar kamu betah dan berlama lama singgah di sini

****

Kadang aku tak menginginkan bulan di malam hari

Kerana cahyamu jadi tak terlihat

Sedikit saja ia lewat di depan mata, hilanglah sudah dan aku pasti teringat

****

Bilang sama dirimu

Jika suatu hari nanti aku datang dengan cara yang berbeda

Jangan jauh jauh, nanti ingatanku hilang dan sulit membacamu

****

Sebelum kau memejamkan mata

Tunggu sebentar,

Bulan, redupkan sinarmu

Angin, pelankan hembusanmu


Bumi, kurangi laju putaranmu

Sudah, sekarang silahkan kau tutup kedua matamu

****

Setelah membuat kehidupan kedua yang kubentuk dengan tanganku sendiri maka,

Aku tinggal di sini

Meninggalkan pentas manusia dan aku akan tetap tinggal di sini sampai akhir

Kau mau ikut?

Iya, tidak, tunggu sebentar

Aku sudah menduganya

****

Ketika aku meninggalkan dunia ramai

Dan datang ke tempat lengang ini untuk hidup dalam kebangkitan

Menikmati pikiran pikiran sehat dan keheningan yang rupawan

****

Jika dunia dan semesta tak dapat mengikat kita pada satu janji

Sebab apabila di suatu pagi salah satu atau keduanya hilang, terlepas

Biar kusemogakan agar janji itu mengikat kita di kehidupan berikutnya

****
Dua yang aku suka

Yaitu kamu dan secangkir kopi

Karena keduanya menghadirkan ilusi yang membuatku seperti selalu terbangun

****

Teman yang termasuk setia menurutku

Adalah secangkir kopi

Ia selalu mencoba mendamaikan aku dengan waktu

Meskipun dalam keadaan tanpa tepi

Ia tahu kalau aku ingin menenangkanmu tanpa spasi

****

Kopi pagiku hari ini yang tak pernah kuseduh kepada siapapun

Tegukan pertama nikmat melegakan

Tapi semakin habis semakin pekat

Jika tak sanggup jangan dipaksakan sebab terbunuhlah hati

Tidak tahu kalau ampasnya

****

Fajar tiba di langit hari ini

Lirih dingin menyapa

Lihat kebiruannya terpendam gelap

Membias sebuah kesunyian


Berderet hujan jatuh ke sudut mata

Boleh saja pelangi belum ada, jika kau pelangi itu, boleh saja

****

Seandainya aku adalah apa apa yang ada pada setiap keluhan

Apa apa yang dapat menenangkan

Atau apa apa yang menyenangkan

Sadar akan hadir dari ketiadaan

Sederhana dalam ketidakmengertian

Gerak yang tak pasti

Tapi aku tetap di sini

Kau tahu itu

****

Seperti pohon walau dipatah rantingnya tetap membalas dengan buah

Seperti awan berusaha menghiasi langit senja walau dihapus gelap tak sempat berkata

Api yang melahap kayu kemudian tiada setelah menghangatkan

****

Satu…

Dua…
Tiga…

Lima puluh…

Seratus…

Seratus lima puluh

Bahkan seribu

Sudah cukup banyak aku menghitungnya

Namun, belum juga sampai di sini

Membawa temu

****

Daun yang mengering, jatuh, membusuk

Itu bukan salahnya

Ia tahu proses yang harus dilakukan

Puisi yang kutulis hilang, dibuang, jadi sampah

Itu juga bukan salahnya

Ia tahu kemana tempat bermukim

Aku, mati matian berdamai dengan segala andai


****

Sudahkan sesiapapun kamu berpijar?

Detak jantung pada setiap suguhan masa depan

Bayangkan jika jadi kembang merekah setiap fajar yang hikmat

Mengecup, membangunkan yang terkasih, memeluknya erat

Dalam balutan gaun nan anggun

****

Kotak merah

Kotak biru

Terserah mana yang kau masukkan, Kasih

Bilamana kita dihitamkan oleh seseorang

Bersihkan hatimu

Ibadahkan jiwamu

****

Dulu mata manusia hanya memandang tanam tanaman yang hijau


Tapi hari ini pandang limbah, asap kotor, pencemaran

Dulu telinga manusia mendengar kicau burung suara yang merdu tilawatil Qur`an

Tapi hari ini manusia hanya mendengar sumpah serapah, caci maki, hiruk pikuk

Suka tidak suka manusia dalam keadaan kritis

****

Tanya pertama kira kira setelah sajak itu dibaca tamat

Aku menggeleng kepala

Tidak apa apa

Dari bait pertama sebenarnya kau tak sendiri

****

Saat aku tenang tentang segala yang ada di sekitarku

Sebenarnya itu hanya keindahan dan kesempurnaan belaka

Berada di tempat yang jauh, yang kukira praharanya jinak jinak

Dan masih bisa melihatmu dibumi itu sejenis ketidawarasan yang terpuji

****

Syair sengaja dilantunkan

Kepadamulah yang bukan hujan

Tapi, mengapa selalu menarik hujan

Yang pasti, kau adalah alasan mengapa awan mendung


****

Aku bisu

Penuh ketidaktahuan

Kata perlahan kutanggalkan

Jadi asing pelan-pelan

Aku berpetualang

****

Sementara aku menunggu kopi yang tersaji

Terasa malam ini begitu kental

Meski sekalipun bukan aku sang peraciknya

Sesempurna apapun adukanmu

Pada akhirnya pahit manis tetap ada

Semoga bertemu pada satu kehangatan

****

Tentang pekat yang datang tanpa permisi

Tentang kabut yang tiba-tiba menyelimuti

Tentang aku ditembus malam yang belum berdamai


Tentang aku yang berada dalam ketidakmengertian, tanpa tahu menjemput siapa

Yang tersisa tinggal doa di tepian hujan:

Tanpa ingin pergi lagi dan lagi

****

Hanya dengan tulisan ini aku merasa tenang

Kerana jiwaku berada di dalamnya

Mungkin jiwa yang lain sedang membaca tulisan ini

Sejak kulihat langit pertama kali dan kuinjak bumi untuk berdiri

Jika bintang di langit mengizinkan untuk memilih

Aku pilih satu yang tdak begitu terang tapi membuatku terkesima

****

Selayak apa aku dalam khayalmu

Yang berpikir untuk memiliki apa yang wajar dimiliki

Maaf jika aku terlalu jauh mengembara tanpa permata

Kebal sudah walau kuyup tubuh, tersambar halilintar

Hari makin larut, dan aku belum lelap

Jika akhirnya lelap akan kujadikan itu harapan

Bahkan saat pagi nanti

Seperti biasa angin pagi yang selalu menyayangiku

****
Aku tak pernah sempat memetik mawar yang satu persatu dibiarkan tumbuh

Rajinnya disirami dan ditatapnya, kelopak itu selembar demi selembar berjatuhan

Kemudian menjelma jadi pendar pendar di permukaan kolam

****

Anda mungkin juga menyukai