Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KAJIAN INTERTEKSTUAL
(HUBUNGAN ANTARA TEKS-TEKS BERBEDA)
PROSA FIKSI

Disusun Oleh:
Kelompok 3

PROGRAM STUDI S1 TADRIS BAHASA INDONESIA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LHOKSEUMAWE
Jln. Medan-Banda Aceh, Km 275 No.1 Buket Rata, Alue Awe, Muara Dua,
Lhokseumawe, Aceh
2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur diucapkan atas kehadirat Allah Swt. Berkat
limpahan karunia nikmat-nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Kajian Intertekstual (Hubungan Antara Teks-Teks Berbeda) Prosa Fiksi.”
Penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Kajian
Prosa Fiksi yang diampu oleh Bapak T. Muntazar, M.Pd. Tidak lupa penulis
ucapkan terimakasih terhadap beberapa pihak yang telah membantu penulis dalam
menyusun makalah ini.
Penulis menyadari berbagai kelemahan, kekurangan, dan keterbatasan yang
ada, baik dari segi tanda baca, tata bahasa, maupun isi. Oleh karena itu, dengan
tangan terbuka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif
dari para pembaca.
Demikian yang dapat penulis sampaikan. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk masyarakat umum dan untuk akademisi pada khususnya.

Lhokseumawe, 17 Mei 2023

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 2
2.1 Pengertian Kajian Intertekstual ................................................ 2
2.2 Prinsip Kajian Intertekstual ...................................................... 2
2.3 Orisinalitas Teks Kajian Intertekstual ...................................... 3
2.4 Pokok Kajian Intertekstual ....................................................... 3
2.5 Penerapan Kajian Intertekstual................................................. 5
BAB III PENUTUP ...................................................................................... 9
3.1 Kesimpulan............................................................................... 9
3.2 Saran ......................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 10
LAMPIRAN.................................................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Karya sastra adalah luapan perasaan, pikiran, dan pengalaman pengarang


(dalam arti luas). Sebuah karya sastra, baik itu puisi maupun prosa, memiliki
hubungan sejarah dengan karya-karya sezaman lainnya yang datang sebelumnya
atau yang ditulis pada waktu yang sama. Persamaan atau konflik dapat ditemukan
dalam hubungan historis ini. Namun, seiring dengan kreativitas yang muncul dari
banyaknya pengarang, tidak dapat dimungkiri bahwa ada karya sastra yang
terinspirasi dari karya lain, ada pula jenis karya sastra yang memiliki hubungan
sejarah dengan jenis karya sastra yang berbeda.
Pada kenyataanya, karya sastra tidak hadir atau diciptakan dalam
kekosongan budaya, tetapi karya sastra hadir atau diciptakan karena adanya
seorang pengarang yang menuliskannya. Karya sastra diciptakan pengarangnya
untuk menanggapi gejala-gejala yang terjadi pada masyarakat sekelilingnya,
bahkan seorang pengarang tidak terlepas dari paham-paham, pikiran-pikiran atau
pandangan dunia pada zamannya atau sebelumnya. Semua itu tercantum dalam
karyanya. Dengan demikian, karya sastra tidak terlepas sari kondisi sosial
budayanya dan tidak terlepas dari hubungan kesejarahan sastranya.
Menurut Waluyo (2002:68), karya sastra hadir sebagai wujud nyata
imajinatif kreatif seorang sastrawan dengan proses yang berbeda antara pengarang
yang satu dengan pengarang yang lain, terutama dalam penciptaan cerita fiksi.
Proses tersebut bersifat individualis, artinya cara yang digunakan oleh tiap-tiap
pengarang dapat berbeda. Perbedaan itu meliputi beberapa hal di antaranya
metode, munculnya proses kreatif, dan cara mengekspresikan apa yang ada dalam
diri pengarang hingga bahasa penyampaian yang digunakan.
Prinsip intertekstual, yaitu karya sastra baru bermakna penuh dalam
hubungannya dengan karya sastra lain, baik dalam hal persamaannya maupun
pertentangannya.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kajian Intertekstual
Kajian intertekstual prosa fiksi adalah proses mempelajari dan menganalisis
hubungan antara sebuah teks dengan teks-teks lainnya dalam karya prosa fiksi.
Menurut Kristeva (dalam Martono, 2009:135), kajian intertekstual adalah prinsip
yang paling mendasar dari intertekstualitas adalah seperti halnya tanda-tanda yang
mengacu kepada tanda-tanda lain, setiap teks mengacu pada teks-teks lain. Kajian
intertekstual yang dimaksud adalah teks tersebut memiliki bentuk hubungan
tertentu seperti hubungan unsur intrinsik pada novel seperti tema, alur, latar,
amanat, gaya bahasa, penokohan diantara teks yang dikaji.
Dalam hal ini, keutuhan sebuah teks sastra tidak hanya diukur berdasarkan
struktur atau kerangka yang membentuknya tetapi juga berdasarkan hubungannya
dengan teks-teks lain. Kajian intertekstual dapat dilakukan dengan
membandingkan antara novel ke novel, novel dengan puisi, novel dengan film,
dan novel dengan mitos.
2.2 Prinsip Kajian Intertekstual
Kajian intertekstual mempunyai kaidah dan prinsip tertentu yang perlu
dipahami. Kaidah dan prinsip itu sebagai berikut:
a) Pada hakikatnya sebuah teks itu mengandung berbagai teks.
b) Studi intertekstual berarti menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik teks.
c) Studi intertekstual memberi keseimbangan antara unsur intrinsik dan
ekstrinsik teks yang disesuaikan dengan fungsi teks di masyarakat.
d) Dalam kaitan proses kreatif pengarang, kehadiran sebuah teks merupakan
hasil yang diperoleh dari teks-teks lain.
e) Dalam kaitan studi intertekstual, pengertian teks (sastra) jangan ditafsir
hanya atas bahan sastra, tetapi harus mencakup seluruh unsur teks, termasuk
juga unsur bahasa.
Dengan memahami prinsip-prinsip kajian intertekstual prosa fiksi, pembaca
dapat lebih mudah memahami makna dalam karya dan menghargai kerumitan
hubungan antara teks yang ada di dalamnya.

2
2.3 Orisinalitas Teks Kajian Intertekstual
Orisinilitas teks dalam kajian intertekstual merujuk pada keaslian atau asli
suatu teks dalam konteks hubungannya dengan teks-teks lain yang ada di
dalamnya. Dalam kajian intertekstual, teks dianggap sebagai bagian dari jaringan
tekstual yang lebih besar dan kompleks, yang terdiri dari teks-teks lain yang
mempengaruhinya atau menjadi inspirasi untuk penulisnya.
Dalam hal ini, orisinilitas teks mencakup kemampuan penulis untuk
menciptakan sebuah karya yang memiliki keunikan dan originalitas dalam
bentuknya, meskipun dapat merujuk pada teks-teks lain sebagai inspirasi atau
referensi. Hal ini berarti meskipun ada pengaruh atau referensi dari teks lain
dalam sebuah karya, namun karya tersebut tetap memiliki nilai keaslian yang unik
dan orisinal.
Dalam kajian intertekstual, penting untuk memperhatikan bagaimana suatu
teks saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain, dan bagaimana teks tersebut
menciptakan makna dalam hubungannya dengan konteks tekstual yang lebih
besar. Dengan memperhatikan orisinilitas teks, kajian intertekstual dapat
memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana teks dibuat, dan
bagaimana teks-teks lain mempengaruhi dan berkontribusi pada karya tersebut.
2.4 Pokok Kajian Intertekstual
Kajian sastra bandingan, pada akhirnya harus masuk ke dalam wilayah
hipogram. Hipogram adalah modal utama dalam sastra yang akan melahirkan
karya berikutnya. Jadi, hipogram adalah karya sastra yang menjadi latar kelahiran
karya berikutnya. Sedangkan karya berikutnya dinamakan karya tranformasi.
Hipogram dan transformasi akan berjalan terus-menerus sejauh proses sastra itu
hidup. Hipogram merupakan “induk” yang meneteskan karya-karya baru. Dalam
hal ini peneliti sastra berusaha membandingkan antara karya “induk” dengan
karya baru. namun, tidak ingin mencari keaslian, sehingga menganggap bahwa
yang lebih tua yang hebat, seperti halnya studi filologi. Studi intertekstual justru
ingin melihat seberapa jauh tingkat kreativitas pengarang.
Hipogram karya sastra akan meliputi:

3
a) Ekspansi, yaitu perluasan atau pengembangan karya. Ekspansi tak sekedar
repetisi, tetapi termasuk perubahan gramatikal dan perubahan jenis kata.
b) Konvensi, adalah pemutarbalikan hipogram atau matriknya. Penulis akan
memodifikasi kalimat ke dalam karya barunya.
c) Modifikasi, adalah perubahan tataran linguistik, manipulasi urutan kata dan
kalimat. Dapat saja pengarang hanya mengganti nama tokoh, padahal tema
dan jalan ceritanya sama.
d) Ekserp, adalah semacam intisari dari unsur atau episode dalam hipogram
yang disadap oleh pengarang. Ekserp biasanya lebih halus, dan sangat sulit
dikenali, jika peneliti belum terbiasa membandingkan karya.
Dari penelitian intertekstual demikian, akan terlihat lebih jauh bahwa karya
berikutnya merupakan response pada karya-karya yang terbit sebelumnya.
Penampilan teks pada teks lain tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
a) Kehadiran teks secara fisik suatu teks dalam teks yang lainnya
b) Kehadiran teks pada teks yang lain kemungkinan hanya berupa
kesinambungan tradisi sehingga pencipta sesudahnya jelas telah membaca
karya sebelumnya.
Kehadiran teks lain pada suatu teks akan mewarnai teks baru tersebut.
Karya sastra biasanya baru bermakna penuh dalam hubungannya dengan sajak
lain, baik dalam persamannya maupun pertentangannya. Hal ini mensugestikan
bahwa karya sastra yang lahir kemudian merupakan “pantulan” karya
sebelumnya. Pantulan tersebut dapat langsung maupun tidak langsung. Jika
pantulan itu langsung, tentu karya tersebut memiliki hubungan intertekstual yang
halus. Hubungan intertekstual pertama akan mudah diketahui oleh siapa saja yang
telah membaca beberapa karya. Sedangkan interteks yang kedua, tentu
membutuhkan kejelian pembaca untuk mengetahuinya.
Prinsip dasar intertekstual adalah karya hanya dapat dipahami maknanya
secara utuh dalam kaitannya dengan teks lain yang menjadi hipogram. Hipogram
adalah karya sastra terdahulu yang dijadikan sandaran berkarya. Dalam hal ini,
sastrawan yang lahir berikut adalah reseptor dan transformator karya sebelumnya.
Dengan demikian mereka selalu menciptakan karya yang asli, karena dalam

4
mencipta selalu diolah dengan pandangannya sendiri, dengan horison atau
harapannya sendiri.
Penelitian intertekstual tersebut sebenarnya merupakan usaha pemahaman
sastra sebagai sebuah “presupposition” yakni sebuah perkiraan bahwa suatu teks
baru mengandung teks lain sebelumnya. Dalam diri pengarang penuh lapis-lapis
teks-teks lain yang sewaktu-waktu dapat keluar dalam karyanya. Jika yang
terungkap dalam karyanya banyak memuat teks lain, memang akan kehilangan
orisinilnya. Presupposition sebenarnya merupakan perkiraan “tanda” terjadinya
transformasi teks. “Tanda” ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a) Presupposition logis, biasanya tampak pada pemikiran pengarang dalam
kalimat atau pun kata-kata tertentu. Kalimat atau kata tersebut jika dihadirkan
secara eksplisit, tentu tidak masalah. Namun, jika pencipta berikutnya sangat
samar-samar, peneliti harus mampu menafsirkan. Misalnya, “berapa lama kau
menghuni teralis besi?”, ini berarti Presupposition-nya merujuk pada
narapidana.
b) Presupposition pragmatis adalah tidak lagi bertolak dari relasi antarkalimat
dan kata, melainkan antara ucapan dan ungkapan. Dalam karya sastra
mungkin berupa special kind of speech act dan juga special word. Misalnya,
“buka pintu” bisa hadir presupposition-nya permohonan dan perintah.
2.5 Penerapan Kajian Intertekstual
Berikut ini disajikan contoh hubungan intertekstual puisi “Kusangka” Karya
Amir Hamzah dengan puisi “Penerimaan” Karya Chairil Anwar.
Kusangka
Amir Hamzah
Kusangka cempaka kembang setangkai
rupanya melur telah diseri ...
hatiku remuk mengenangkan ini
wangsangka dan was-was silih berganti.

Kuharap cempaka baharu kembang


belum tahu sinar matahari ...

5
rupanya teratai patah kelopak
dihinggapi kumbang berpuluh kali.

Kupohonkan cempaka
harum mula terserak ...
melati yang ada
pandai tergelak ...

Mimpiku seroja terapung di paya


teratai putih awan angkasa ...
rupanya mawar mengandung lumpur
kaca piring bunga renungan ...

Igauanku subuh, impianku malam


kuntum cempaka putih bersih ...
kulihat kumbang keliling berlagu
kelopakmu terbuka menerima
chembu.

Kusangka hari bertudung lingkup


bulu mata menyangga panah asmara
rupanya merpati jangan dipetik
kalau dipetik menguku segera.
Penerimaan
Chairil Anwar
Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati

Aku masih tetap sendiri

Kutahu kau bukan yang dulu lagi


Bak kembang sari sudah terbagi

6
Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani

Kalau kau mau kuterima kembali


Untukku sendiri tapi

Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.

Puisi/sajak Chairil Anwar itu merupakan penyimpangan atau penolakan


terhadap konsep estetik Amir Hamzah yang masih meneruskan
konsep estetik sastra lama. Demikian halnya dengan pandangan romantik Amir
Hamzah ditentang dengan pandangan realistis Chairil Anwar.
Keenam bait sajak “Kusangka” menunjukkan kesejajaran gagasan. Sesuai
dengan zamannya, Amir Hamzah mempergunakan ekspresi romantik dengan cara
metaforis-alegoris, membandingkan gadis dengan bunga. Pada bait terakhir
dimetaforakan sebagai bidadari (hauri) dan merpati.
Berdasarkan keenam bait itu dapat disimpulkan bahwa penyair (si aku)
mencintai gadis yang disangka murni, tetapi ternyata sudah tidak suci lagi karena
sudah dijamah oleh pemuda-pemuda lain. Hal ini tampak pada bait /rupanya
teratai patah kelopak / dihinggapi kumbang berpuluh kali / kulihat kumbang
keliling berlagu / kelopakmu terbuka menerima cembu /.
Chairil Anwar dalam menanggapi gadis (wanita) yang sudah tidak murni
lagi, sangat berlawanan dengan sikap Amir Hamzah. Ia tidak berpandangan
realistis. Si „aku‟ mau menerima kembali wanitanya (kekasihnya, isterinya) yang
barangkali telah menyeleweng, meninggalkan si aku‟ atau telah berpacaran
dengan laki-laki lain, asal si wanita kembali kepada si aku hanya untuk si „aku‟
secara mutlak.
Chairil Anwar mengekspresikan gagasannya secara padat. Untuk
memberikan tekanan pentingnya inti persoalan, bait pertama diulang dengan bait
kelima, tetapi dengan variasi yang menyatakan kemutlakan individualitas si
„aku‟. Dengan cara seperti itu, secara keseluruhan ekspresi menjadi padat dan
tidak berlebih-lebihan.

7
Dalam penggunaan bahasa Chairil Anwar juga masih sedikit romantik. Hal
ini mengingatkan gaya sajak yang menjadi hipogramnya. Ia membandingkan
wanita dengan bunga (kembang). Wanita yang sudah tidak murni itu
diumpamakan oleh Chairil Anwar sebagai bunga yang sarinya sudah terbagi / bak
kembang sari sudah terbagi / yang dekat persamaannya dengan Amir Hamzah: /
rupanya teratai patah kelopak / dihinggapi kumbang berpuluh kali /.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa secara keseluruhan Chairil Anwar
mempergunakan bahasa sehari-hari dengan gaya ekspresi yang padat. Hal ini
sesuai dengan sikapnya yang realistis.

8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Secara umum, kajian intertekstual prosa fiksi dapat memberikan


pemahaman yang lebih dalam terhadap sebuah karya sastra dan membantu
mengidentifikasi pengaruh dari karya-karya sastra sebelumnya pada karya
tersebut. Dengan demikian, kajian intertekstual dapat membantu meningkatkan
apresiasi terhadap sastra dan memberikan wawasan baru dalam memahami karya
sastra.
Namun, kajian intertekstual juga dapat menghadirkan tantangan dalam
analisis sastra, seperti mengidentifikasi hubungan antara karya-karya sastra yang
berbeda, menafsirkan makna yang tersembunyi di balik kajian intertekstual, atau
menentukan seberapa signifikan pengaruh karya sastra sebelumnya terhadap karya
yang sedang dianalisis. Oleh karena itu, kajian intertekstual harus dilakukan
secara teliti dan hati-hati dengan mempertimbangkan konteks sosial, sejarah, dan
budaya yang ada pada saat karya tersebut dihasilkan.
3.2 Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, mungkin dalam penulisan makalah ini
masih banyak kekurangan dan kesalahan, dalam keterangan tentang pembahasan
Kajian Intertekstual (Hubungan Antara Teks-Teks Berbeda) Prosa Fiksi. Kami
sebagai pemakalah meminta saran dan kritikannya demi perbaikan makalah kami
kedepannya.

9
DAFTAR PUSTAKA
Ferdiansyah, A. 2017. Kajian Intertekstual Karya Sastra. Retrieved from
http://asepferdiansyah71.blogspot.com/2017/11/makalah-kajian-
intertekstual-karya.html
Illa, A. 2018. Teori Intertekstual: Kajian Drama Indonesia. Retrieved from
http://ajengilla.blogspot.com/2018/07/teori-intertekstual-kajian-
drama.html
Ismalinar, I., Ramdhani, I. S., Hayati, A., & Dewi, N. N. 2023. Kajian
Intertekstual Intrinsik Novel Tlm Karya Arif Ys Dan Novel Bbb Karya
Habiburrahman. Simposium Nasional Mulitidisiplin (SinaMu), 4, 394-402.
Kurniawati, D. A., & Wartiningsih, A. Kajian Intertekstual Pada Novel Surat
Kecil Untuk Tuhan Dan Novel Air Mata Surga. Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran Khatulistiwa (JPPK), 2(6).
Kurniawati, D. A., & Wartiningsih, A. Kajian Intertekstual Pada Novel Surat
Kecil Untuk Tuhan Dan Novel Air Mata Surga. Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran Khatulistiwa (JPPK), 2(6).
Perdana, A. K., Waluyo, H. J., & Waluyo, B. 2017. Kajian intertekstualitas
kumpulan cerpen klub solidaritas suami hilang dalam kumpulan cerpen
Kompas 2013, nilai pendidikan, dan relevansinya dengan pembelajaran
sastra di SMA. Basastra, 3(3).

1
LAMPIRAN
Nama-nama anggota:
1. Naufa Rayluna (202228026)
2. Afifatuz Zahra (202228029)
3. Fathin Salsabila (202228031)
4. Faiza Zikrina (202228036)

Anda mungkin juga menyukai