Anda di halaman 1dari 9

Pendahuluan

Teori sastra merupakan bagian dari ilmu sastra. Ilmu sastra sendiri ialah telaah
istematik mengenai sastra dan komunikasi sastra. Ilmu sastra tidak hanya menekuni
kaidah-kaidah dan sistem-sistem sastra (melalui teori sastra), namun juga harus
mempelajari perkembangan sastra (melalui sejarah sastra) dan juga ciri-ciri khas
sastra (melalui kritik sastra). Ilmu sastra menunjukkan keistimewahan dan keanehan
yang mungkin tidak dapat dilihat pada banyak ilmu pengetahuan lain: yaitu bahwa
objek utama penelitihannya tidak tentu. Kata sastra dalam Bahasa Indonesia berasal
dari bahasa Sansekerta; akar kata sas-, dalam kata kerja turunan berartu
‘mengarahkan, mengajar’, memberi petunjuk atau instruksi. Akhiran tra- biasanya
menunjukkan alat, sarana. Maka dari itu sastra dapat berarti ‘alat untuk mengajar
buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran’. (Teeuw, 1984).

Sastra sebagai sebuah ilmu maka muncul adanya teori sastra. Wellek dan
Warren (1989) menyatakan bahwa antara sastra dan studi sastra merupakan hal yang
berbeda dan harus dibedakan. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni;
sedangkan studi sastra adalah cabang ilmu pengetahuan. Dalam rumpun ilmu, ia
termasuk dalam rumpun ilmu sosio-humaniora (art and literature). Pendapat dari
Wellek danWarren tersebut memperkuat adanya teori-teori sastra yang menjadi
bagian dari studi sastra dalam penganalisisan sebuah karya sastra sehingga sastra
tidak hanya dipandang sebagai sebuah seni namun juga ilmu pengetahuan yang juga
dibutuhkan oleh masyarakat luas.

Teori sastra sangat menonjol pada tahun 1970-an. Teori sastra adakalanya
didefinisikan sebagai invasi pendekatan ideologis komitmen di bawah argumen serius
(Suwardi, 2012: 167). Argumen serius ini muncul karena pandangan beberapa orang
yang menganggap sastra bukan sebagai ilmu dan hanya sekadar fakta imajinatif.
Teori-teori sastra juga terus melakukan perkembangan karena adanya sikap kekurang-
puasan pada teori sebelumnya. Dalam kajian ini, penulis mengangkat teori resepsi

1
sastra atau atau sering disebut teori tanggapan pembaca. Umar Junus dalam buku
Resepsi Sastra (1985) menyatakan bahwa resepsi sastra dimaksudkan bagaimana
'pembaca' memberikan makna terbadap karya sastra yang dibacanya, sehingga dapat
memberikan reaksi atau tanggapan terhadapnya. Tanggapan itu mungkin bersifat
pasif. Yaitu bagaimana seorang pembaca dapat memabami karya itu, atau dapat
melihat hakikat estetika, yang ada di dalamnya. Atau mungkin juga bersifat aktif
yaitu bagaimana ia merealisasikannya. Karena itu, pengertian resepsi sastra
mempunyai lapanganyang luas, dengan berbagai kemungkinan penggunaan. Untuk
mengetahui lebih lanjut tentang teori resepsi sastra maka penulis akan menjelaskan
pengertian dan sejarah dari teori resepsi sastra, metode resepsi sastra, dan bagaimana
penerapan teori resepsi sastra ke dalam sebuah karya sastra.

Pengertian Teori Resepsi Sastra dan Sejarahnya

Seperti yang telah dipaparkan, menurut Junus resepsi sastra menitikberatkan


pembaca sebagai pencari makna dalam sebuah karya sastra. Hal ini bagi penulis
membuat karya sastra dapat memiliki hubungan yang lebih dekat dengan pembaca
karena pembaca dapat menjadi bagian dalam penerapan sebuat teori sastra yang
merupakan studi ilmu sastra. Dalam segala perkembangan teori, resepsi sastra
merupakan salah satu teori sastra yang memiliki kelebihan yang tak bisa ditampikkan
yakni melibatkan pembaca sebagai responden dalam rangkaian penelitian tidak hanya
fokus pada pencarian struktur sastra seperti dalam teori strukturalisme, namun juga
adanya pencarian makna melalui pembaca.

Karya sastra yang pro terhadap pembaca sebenarnya telah ada sejak dahulu.
Horatius, dalam Ars Poetica-nya yang terkenal, yang ditulis 14 tahun sebelum Masehi
mengatakan tentang tugas dan fungsi penyair sebagai berikut:

aut prodesse volunt aut delectare poetae

2
aut simul et lucunda et idonea dicere vitae

Kalimat tersebut bermaksud: tujuan penyair ialah berguna atau memberi


nikmat, ataupun sekaligus mengatakan hal-hal yang enak dan berfaidah untuk
kehidupan. Dalam kutipan tersebut terungkap pendekatan pragmatik. (Teeuw, 1988:
183)

Pergeseran minat dari struktur ke arah tanggapan pembaca dapat dilihat dari
berbagai tempat dan dari latar belakang yang berbeda-beda. Di sini pertama-tama
dibahas strukturalisme Praha dengan nama seperti Mukarovsky dan Vodicka (Teeuw,
1988: 185). Mukarovsky sejak tahun 80-an berpendapat bahwa karya sastra sebagai
sistem tanda dibedakan dalam dua aspek, yakni penanda (signifiant) dan petanda
(signitie). Penanda merupakan artefak, struktur mati, dan yang menghubungkan
artefat itu ke dalam kesadaran penyambut menjadi objek estetik (Fokema, 1977: 81).
Dengan kata lain, karya sastra tidak dapat dipahami da diteliti lepas dari konteks
sosial. Dalam perkembangan pemikirannya, Mukarovsky akhirnya mengatakan
bahawa karya sastra ialah ragam realisasi diri seorang subjek terhadap dunia luar. Jadi
lewat fungsi kesenian pembaca melaksanakan diri, dialah yang menjadi pusat
peristiwa semiotik (Teeuw, 1988: 188).

Gagasan Mukarovsky ini kemudian dikembangkan oleh Vodicka dengan


berdasarkan konsep konkretisasi pada pertentangan artefak dan objek estetis.
Menurutnya, kebebasan pembaca jauh lebih besar. Masyarakat pembacalah yang
menikmati, menafsir, mengevaluasi secara estetis sebuah karya sehingga mencapai
realisasi sebagai objek estetik (Vodicka dalam Pradopo, 2008: 78210

Konsep Dasar Teori Resepsi Sastra

Berdasar pada Pradopo (2008) dasar-dasar dari teori resepsi sastra ialah
cakrawala harapan dan tempat terbuka. Cakrawala harapan ialah harapan-harapan

3
seorang pembaca terhadap karya sastra sehingga terjadi perbedaan pada tanggapan
pembaca dari periode ke periode. Sergers (1978:41) menerangkan bahwa cakrawala
harapan ditentukan oleh tiga kriteria; pertama, ditentukan oleh norma-norma yang
terpancar dari teks-teks yang telah dibaca oleh pembaca; kedua, ditentukan oleh
pengetahuan dan pengalaman atas semua teks yang telah dibaca sebelumnya; ketiga,
pertentangan antara fiksi dan kenyataan, yaitu kemampuan pembaca untuk
memahami, baik dalam horizon “Sempit” dari harapan-harapan sastra maupun dalam
horizon “luas” dari pengetahuannya tentang kehidupan.

Pernyataan tersbut dapat penulis tangkap bahwa horizon harapan akan selalu
ada pada setiap individu yang menjadi pembaca karya sastra dan responden dalam
penelitian karya sastra menggunakan teori resepsi sastra. Setiap individu pasti
memiliki pandangan yang berbeda dengan individu lain dalam memandang sebuah
karya sastra sehingga ketiga kriteria tersebut dapat membantu dalam dasar teori
resepsi sastra. Adanya banyak perbedaan dalam ckarawala harapan membuat karya
sastra memiliki tempat terbuka yang masih harus diisi. Tempat terbuka ini penulis
tangkap sebagai resepsi pembaca kepada nilai-nilai yang kurang ditangkap oleh
pembaca, baik pola yang dilakukan oleh tokoh dalam sebuah ceirta, bahkan
permasalahan inti dari karya karena keseluruhan pendapat responden hanya berada
pada satu titik saja.

Iser juga berpendapat bahwa makin banyak tempat-tempat terbuka dan


tempat-tempat kosong, maka karya sastra makin bernilai (Sergers, 1980: 39).
Wolfgang Iser juga menonjolkan pada pembaca implisit karena lebih menitikberatkan
perhatiannya paada hubungan individual antara teks dan pembaca (estetika
pengolahan). Pembaca yang dimaksud adalah pembaca implisit, bukan pembaca
konkret individual. Pembaca implisit yang dimaksudkan adalah suatu instansi di
dalam teks yang memungkinkan terjadinya komunikasi antara teks dan pembacanya
(pembaca yang diciptakan oleh teks-teks itu sendiri).

4
Metode dan Penerapan Teori Resepsi Sastra

Teori resepsi dapat diterapkan terhadap sebuah karya sastra dengan dua
metode. Pertama, ialah metode sinkronik atau juga sering disebut ekperimental yakni
dengan menggunakan tanggapan pembaca pada satu masa atau periode. Peneliti yang
menggunakan metode ini dilakukan dengan cara menyusun daftar pertanyaan yang
nantinya dibagikan kepada para pemvara karya sastra yang berada dalam satu kurun
waktu. Jawaban dari para responden ini, kemudian dianalisis dan dapat disimpulkan
bagaimana nilai sebuah karya sastra dalam satu kurun waktu (Pradopo, 2008:211).

Menurut Endraswara (2008:126) proses kerja penelitian resepsi sastra secara


sinkronis atau penelitian secara eksperimental, minimal menempuh dua langkah
sebagai berikut:

1. Setiap pembaca perorangan maupun kelompok yang telah ditentukan,


disajikan sebuah karya sastra. Pembaca tersebut lalu diberi pertanyaan baik
lisan maupun tertulis. Jawaban yang diperoleh dari pembaca tersebut
kemudian dianalisis menurut bentuk pertanyaan yang diberikan. Jika
menggunakan angket, data penelitian secara tertulis dapat dibulasikan.
Sedangkan data hasil penelitian, jika menggukan metode wawancara, dapat
dianalisis secara kualitatif.
2. Setelah memberikan pertanyaan kepada pembaca, kemudian pembaca tersebut
diminta untuk menginterpretasikan karya sastra yang dibacanya.
3. Hasil interpretasi pembaca ini dianalisis menggunakan metode kualitatif.

Kedua, ialah metode diakronik yang mampu memguji suatu karya sastra secara
historis karena menargetkan responden tidak dalam satu kurun waktu atau periode
saja, melainkan pembaca atau responden dari satu periode ke periode yang lain
sehingga nilai estetik dalam karya sastra dapat lebih terlihat karena telah melalui

5
banyak pendapat atau tanggapan dari pembaca dari masa ke masa. Dalam penelitian
diakronis, untuk melihat penerimaan sejarah resepsi, digunakan strategi dokumenter
melalui kepuasan media massa.

Sebagai contoh dalam penerapan teori resepsi sastra, penulis akan


menampilkan beberapa resepsi dari pembaca yang terdapat dalam Goodreads.
Goodreads adalah jejaring sosial yang tersedia bagi pembaca untuk menilai suatu
buku dan menulis ulasan atau pendapat yang didapat untuk buku tersebut. Penulis
mengambil novel karya Tere Liye yang berjudul Tentang Kamu. Berikut dua resepsi
pembaca pada tahun 2016 yakni saat novel ini pertama kali terbit.

Gege :

Buku ini sangat menarik sekali, bercerita tentang kehidupan sosok bernama Sri
Ningsih, dari awal kelahirannya sampai akhir hayatnya. Pembaca dibuat ikut
merasakan atas apa yang terjadi di setiap fase kehidupannya yang berpindah dari satu
tempat ke tempat lainnya, dari satu periode waktu ke periode berikutnya yang
tergambar nyata karena disesuaikan dengan keadaan yang terjadi di dunia pada
periode waktu tersebut. Tapi, walaupun bercerita tentang beberapa fase
kehidupannya, cerita di setiap fase kehidupannya lengkap diceritakan tanpa bertele-
tele. Ceritanya agak sedikit rumit tapi mudah dicerna. Dan seperti di buku-buku
sebelumnya, selalu ada quote2 menarik yang bisa kita highlight, seperti "ada banyak
hal-hal hebat yang tampil sederhana, banyak momen berharga dalam hidup datang
dari hal-hal kecil yang luput kita perhatikan, karena kita terlalu sibuk mengurus
sebaliknya"

Arief Bakhtiar D. :

Bagi saya, selain cerita cinta Hakan dan Sri Ningsih, apa yang membuat keseluruhan
bab Tentang Kamu memikat adalah gaya Tere Liye menampilkan cerita berlapis yang
dituliskan dengan eksekusi yang matang. Kita dibiarkan mengikuti perjalanan Zaman

6
Zulkarnaen, pengacara yang mendapat tugas menyelesaikan soal-soal harta warisan
Sri Ningsih, kliennya di firma hukum Thompson & Co., sebagai cerita besar novel
ini. Di dalam cerita besar itu kisah-kisah Sri Ningsih berlangsung satu per satu.

Catatan yang ditinggalkan Sri Ningsih menjadi pembuka tiap cerita baru dan
sekaligus kerangka Tentang Kamu. Catatan itu terdiri dari lima bab, yang setiap
babnya merupakan tahapan-tahapan tertentu dalam hidup Sri Ningsih. Dari lima
catatan itu Tere Liye memberikan kita lima klimaks cerita; empat klimaks untuk plot
dengan lakon Sri Ningsih, dan satu klimaks terakhir untuk plot cerita besar Zaman
Zulkarnaen (Juz kelima pada catatan harian Sri Ningsih agaknya tidak lagi
dimaksudkan untuk menghadirkan plot penuh tensi bagi Sri Ningsih, dan mulai
bagian itulah seterusnya Zaman Zulkarnaen mengambil tempat utama).

Dalam tiap cerita, narator menampilkan detail motif dan karakter tokoh sehingga kita
memahami apa yang dipikirkan dan dirasakan tokoh tersebut (teknik seperti ini
membuat kita akan merasa bahagia jika lakon utamanya bahagia dan turut sedih jika
tokohnya menderita). Di dalamnya Tere Liye menyertakan isu-isu yang menjadi
perhatian di zaman ini, seperti kekerasan terhadap anak, kesulitan mencari lapangan
kerja, poligami, perebutan jabatan, persaingan usaha, pembagian harta warisan,
sampai menghabiskan masa tua di panti jompo karena tidak memiliki keturunan yang
bisa diandalkan.

Yang bagi saya menyedihkan, hampir semua masalah itu bergiliran hadir pada garis
nasib satu orang: Sri Ningsih.

Terlalu banyak keresahan di hidupnya, terlalu banyak kepahitan. Saya tidak ragu
menyatakan bahwa Tentang Kamu menceritakan tentang soal-soal hidup yang
ditempuh dengan teguh oleh tokoh-tokohnya, meski mimpi-mimpi mereka tak
tercapai, dan lelah atau kalah. Dengan teknik penggambaran detail motif dan
karakter, Tere Liye menghimpun segala rasa sakit, segala yang memilukan, dalam

7
diri Sri Ningsih, sekaligus berusaha memperlihatkan, pada akhirnya, bahwa "semua
akan berlalu, seperti sungai yang mengalir".

Sebab menerima atau tidak, hidup bukan teater yang terdiri dari babak-babak
kepastian yang kita rencanakan. Tapi kita tahu hidup akan selesai, dan sampai saat itu
tiba, yang dibutuhkan adalah sikap terbaik untuk menghadapi kecemasan apa pun
yang terjadi. Saya kira di situ kita akan merindukan Sri Ningsih. Novel ini, seperti
kata Neil Gaiman tentang fiksi, "a lie that tells us true things, over and over".

Dua resepsi yang dilakukan oleh pembaca di atas merupakan sebagian kecil
dari resepsi pembaca dalam Goodreads yang berjumlah 436, saya bisa melihat bahwa
pembaca memiliki tanggapan positif terhadap novel “Tentang Kamu” karya Tere
Liye dengan menjelaskan keluwesan gaya penulisan Tere Liye yang mampu
membuat pembaca hanyut dalam kisah yang dialami para tokoh meskipun
problematika dan alur yang dimiliki cukup rumit. Pembaca juga membahas mengenai
quote atau kalimat indah yang menjadi ciri khas dari karya Tere Liye.

Simpulan

Teori resepsi sastra merupakan teori yang menitikberatkan pada pembaca


sebagai pencari makna dalam sebuah karya sastra. Konsep dasar yang dimiliki oleh
teori sastra berupa cakrawala harapan, tempat umum, dan pembaca implisit. Metode
dan penerapannya menggunakan metode sinkornik dan diakronik. Penulis mengambil
contoh penerapan melalui situs goodreads dan mengambil dua sampel atau dua
pendapat untuk mengulas novel Tere Liye berjudul “Tentang Kamu” dan menemukan
bahwa resepsi ini tonjol pada keluwesan gaya penulisan Tere Liye yang mampu
membuat pembaca hanyut dalam cerita dan mampu mendapatkan makna akan
peristiwa yang ada dalam cerita.

8
Daftar Pustaka

Endaswara, Suwardi. 2012. Filsafat Sastra: Hakikat, Metodologi, dan Teori.


Yogyakarta: Layar Kata.

Endraswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Psikologi Sastra. Yogyakarta: Media


Presindo.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2008. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan
Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sergers, Rien T., 1978. The Evaluation of Literary Texts. Lisse: The Peter de Ridder
Press

Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka
Jaya.

Vodicka, Felix. 1964. “The History of the Echo of Literary Works”. dalam Pradopo,
Rachmat Djoko. 2008. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan
Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

https://www.goodreads.com/book/show/32467509-tentang-kamu (diakses pada 02


Desember 2018 pukul 19.00 WIB)

Anda mungkin juga menyukai