Anda di halaman 1dari 11

Tugas Terstruktur Dosen Pengampu

(Semantik Al-Qur’an) (Syamsuni, MA)

SEMANTIK AL-QUR’AN

OLEH:
AISYAH (200103020136)
NUR RIZKY AMELIA (200103020145)
NUR AULIA AZZAHRA (200103020135)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
BANJARMASIN
2022
SEMANTIK AL-QUR’AN
A. Pendahuluan
Al-Qur’an merupakan kitab suci yang paling sakral bagi umat Islam, di
dalamnya terdapat semua sumber hukum yang berlaku dalam kehidupan umat
tersebut. Al-Qur’an sendiri diyakini sebagai kitab suci yang menyimpan banyak
pengetahuan dalam berbagai bidang. Pengetahuan yang terdapat di dalam al-Qur’an
kemudian diolah kembali sesuai dengan pemahaman sang pembaca menjadi sebuah
konsep pengetahuan tersendiri dalam pemikiran pembaca tersebut. konsep-konsep
ini yang nantinya dikenal dengan sebutan tafsir. Penafsiran terhadap al-Qur’an telah
dimulai sejak era al-Qur’an diturunkan. Tafsir al-Qur’an mengalami perkembangan
yang cukup luas setelah masa Nabi saw. ada beberapa aliran tafsir yang muncul
kemudian sesuai dengan disiplin ilmu yang dipakai dalam metode penafsiran.
Metode semantik dalam menafsirkan al-Qur’an lebih nampak pada
pemaknaan yang mereposisikan teks Alquran pada tekstualitas dan
kontekstualitasnya. Selanjutnya semantik sebagai bagian dalam ilmu kebahasaan
memberikan daya tambah terhadap dimensi bahasa dan makna yang terkandung
dalam al-Qur’an. Satu sisi semantik memang memiliki daya teori yang mampu
mengungkap makna teks yang lebih. Ini membuktikan bahwa antara semantik dan
al-Qur’an sama-sama memiliki karakteristik penganalisisan. Al-Qur’an sebagai
kitab suci yang membawa segala simbol yang menyertai teksnya, baik secara
idiologi, kesejarahan, norma, dan segala segmen kehidupan kemanusiaan yang
terkandung dalam al-Qur’an. Sedangkan semantik secara disiplin keilmuan
membentangkan analisa teks yang sangat khusus sebagai ilmu bantu bahasa.
Semantik al-Qur’an lebih luas cakupan penafsirannya dan bersifat spesifik terfokus
pada kata-kata tertentu yang memiliki makna dan konsep yang ditawarkan al-
Qur’an kepada para pembacanya. Pada makalah ini akan membahas tentang
semantik al-Qur’an yang menjelaskan penafsiran al-Qur’an secara kata-perkata.

1
B. Pembahasan
1. Definisi, Objek dan Manfaat Semantik Al-Qur’an
1) Definisi Semantik Al-Quran
Semantik secara etimologi berasal dari bahasa Yunani sema (tanda atau
lambang)1, semanteme (makna)2, semaimo (menandai atau melambangkan)3, dan
semantike (to signify atau memaknai)4. Menurut Ferdinand de Saussure yang
dimaksud dengan tanda atau lambang adalah tanda linguistik, terdiri dari komponen
yang mengartikan, berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa dan komponen yang
diartikan, atau makna dari komponen yang pertama5. Dengan demikian ruang
lingkup kajian semantik sangat luas, dimana segala sesuatu yang bermakna
termasuk dalam kajian semantik.
Semantik secara terminologi menurut para linguis adalah studi tentang
makna6. Ia menelaah lambang-lambang atau tanda yang menyatakan makna7.
Tugasnya adalah mencari bagaimana asal mula dari suatu makna,
perkembangannya, hubungan makna yang satu dengan yang lain, mengapa terjadi

1
Muhammad Jazeri, Semantik Teori Memahami Makna Bahasa, (Tulungagung: STAIN
Tulungagung Press, 2013), 1. Lihat juga Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Semantik (Bandung:
Angkasa, 2015), 7.
2
Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, (Jakarta:Rineka Cipta: 2010) 5.
3
T, Fatimah Djajasudarma, Semantik 1; Pengantar ke Arah Ilmu Makna, (Bandung: Erasco,
1993), h.1.
4
Aminuddin, Semantik: Pengantar Studi Tentang Makna, Cet IV, (Bandung: Sinar Baru
Al-Gesindo, 2011), 15.
5
Tim Penulis Rosda, Kamus Filsafat (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995), 297.
6
James R. Hurford mengatakan “Semantics is the study of meaning in language.” Lihat
James R. Hurford, dkk, Semantics a Coursebook, (New York: Cambridge University Press, 2007),
h. 1. Paul H. Portner mengatakan “Semantics is the study of meaning.” Lihat Paul H. Portner, What
is Meaning? Fundamentals of Formal Semantics, (Oxford: Blackwell Publishing, 2005), h. 1. Saeed
mengatakan “Semantics is the study of meaning communicated through language.”Lihat John I.
Saeed, Introducing Linguistics, (Oxford: Blackwell Publishing, 2003)cet. II, h. 3. Jhon Lyons
mengatakan “semantics may be defined, initially and provisionally, as the study of meaning”. Lihat
John Lyons, Semantics , (New York: Cambridge University Press, 1977), h. 1. Senada dengan para
linguis di atas, Palmer juga mengatakan bahwa “Semantics is the technical term used to refer to the
study of meaning, and since meaning is a part of language, semantics is a part of linguistic.” Lihat
dalam Sarwiji Suwandi, Semantik; Pengantar Kajian Makna, (Yogyakarta: Media Perkasa, 2008),
h. 9. Lebih lanjut Hornby mengatakan bahwa ”Semantic is relation to meaning in language.” Lihat
A.S Hornby, Oxford Advance Learner's Dictionary of Current English, (USA: Oxford University,
1972), h. 789.
7
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Semantik, (Bandung: CV. Angkasa, 2015), 7. Lihat
Juga Edi Subroto, Pengantar Studi Semantik dan Pragmatik: Buku 1 Pengantar Studi Semantik, (
Surakarta: Cakrawala Media, 2011), 1.

2
perubahan makna dalam bahasa, dan apa pengaruhnya terhadap manusia dan
masyarakat8.
Sebagai istilah teknis, semantik ialah kajian analitik terhadap istilah-istilah
kunci suatu bahasa dengan suatu pandangan yang akhirnya sampai pada pengertian
konseptual dari masyarakat pengguna bahasa tersebut. Pandangan ini tidak saja
sebagai alat berbicara dan berpikir, tetapi lebih penting lagi, pengonsepan dan
penafsiran dunia yang melingkupinya9.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa semantik al-Qur’an adalah studi tentang
makna al-Qur’an.
2) Objek Kajian Semantik
Objek kajian semantik adalah makna atau arti satuan bahasa. Leech
Menjelaskan bahwa objek kajian semantik adalah makna dan satuan bahasa yang
tidak dihubungkan dengan konteks tuturan. semantik mengkaji tanda bahasa
dengan konsep serta acuan baik secara leksikal maupun gramatikal. Semantik
mengkaji apa arti X. Djajasudarma menjelaskan bahwa satuan bahasa yang dikaji
maknanya itu mulai dari tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan wacana. Dari
uraian diatas dapat dipahami bahwa semantik adalah subsistem kajian bahasa yang
mengkaji makna satuan bahasa yang tidak disertai dengan konteks non linguistik.
Lingkup kajian semantik itu berupa makna satuan bahasa dalam kata, frasa, klausa,
dan kalimat, dan teks.
3) Manfaat Semantik Al-Qur’an
a. Dapat memahami makna atau arti dari suatu simbol.
b. Dapat meningkatkan kemampuan dalam memahami ayat Al-Qur’an.
c. Dapat memberikan pemahaman baru terhadap apa yang ditawarkan oleh
Al-Qur’an kepada manusia agar mereka bisa mengaplikasikan konsep
tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

8
Moh. Matsna, Kajian Semantik Arab; Klasik dan Kontemporer, ( Jakarta: Kencana, 2016),
3. Lihat juga Tarigan Pengajaran Semantik, 7
9
Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia: Pendekatan Semantik Terhadap al-Quran,
trans. Agus Fehri Husein, dkk (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997), 2.

3
d. Dapat menentukan kata yang akan diteliti makna dan konsep yang
terkandung di dalamnya.

2. Sejarah dan Perkembangan Semantik Al-Qur’an


Penggunaan semantik dalam penafsiran al-Qur’an diperkirakan telah
dimulai sejak era klasik. Namun pada saat itu belum ada cabang keilmuan semantik
yang independen. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa embrio
penafsiran dengan menggunakan semantik sudah dilakukan, walaupun tidak secara
spesifik menekankan pada aspek pemaknaan saja.
1) Pada Masa Klasik
Pada masa ini merupakan masa-masa setelah Rasulullah SAW wafat dan
para penerus beliau mulai mencoba memahami ayat-ayat al-Qur’an dengan
pendekatan kebahasaan terhadap ayat-ayat yang rancu atau sulit diterima logika.
Metode dari penafsiran secara semantik terlihat ketika Mujahid Ibn Jabbar mencoba
mengalihkan makna dasar kepada makna relasional pada ayat 34 dalam surah al-
Kahfi:
‫ا‬ َ َ ُّ َ َ َ ‫َ ُ َ ُ َ ُ ُ ٓ َ َ ۠ َ ۡ َ ُ َ َ ا‬ َ َ ََ َ َ َ َ
٣٤ ‫حبِهِۦ وهو ُياوِرهۥ أنا أكَث مِنك ماٗل وأعز نفرا‬ ِ َٰ‫ر فقال لِص‬ٞ ‫َوَكن َُلۥ ث َم‬

“Dan dia mempunyai kekayaan besar, maka ia berkata kepada kawannya


(yang mukmin) ketika bercakap-cakap dengan dia: “Hartaku lebih banyak
dari pada hartamu dan pengikutpengikutku lebih kuat”. (QS. Al-Kahfi/18:
34).
Kata tsamar pada ayat diatas memiliki makna dasar buah-buahan. Akan
tetapi oleh Mujahid kata tersebut dimaknai dengan emas dan perak (harta
kekayaan). Perubahan makna tersebut terjadi sebagai arti pentingnya konteks
masyarakat pada saat itu.10
Ulama lain yang ikut andil dalam cikal bakal studi semantik adalah Ibn
Juraij. Ia membedakan antara makna bawaan dengan makna fungsional. Makna
bawaan adalah makna asli dari kata tersebut yaitu makna dasar, sementara makna
fungsional lebih mengacu kepada makna yang selalu berubah sesuai dengan

10
M. Nur Kholis Setiawan, Al-Qur’an Kitab Sastra terbesar (Yogyakarta: Elsaq Press, 2006),
138.

4
konteks ayat tersebut yang juga disebut dengan makna relasional. Ibn Juraij juga
menekankan pentingnya konteks sebuah ayat dalam al-Qur’an dalam pergeseran
makna kata di dalam al-Qur’an yang mana makna asli kata tersebut bisa berubah
menjadi makna lain sesuai dengan konteksnya. Salah satu contoh penafsirannya
adalah surah al-Hajj ayat 5:
ُ َ ُّ ُ َُ
‫اب ث َّم مِن ن ۡطفةٖ ث َّم م ِۡن‬‫ر‬ ‫ت‬ ‫ِن‬ ‫م‬ ‫م‬ ‫ك‬ ُ َّ‫يََٰٓ َأ ُّي َها ٱنل‬
َ ‫اس إن ُكنتُ ۡم ِف َريۡب م َِن ۡٱۡلَ ۡعث فَإنَّا‬
ُ َٰ‫خلَ ۡق َن‬
ٖ ِ ِ ٖ ِ ِ

َ َ‫َل أ‬ َ َۡ َ َ‫ض َغة ُُّّمَلَّ َقة َو َغ ۡۡي ُُّمَلَّ َقة ِنلُب‬


ُ َ‫ّي ل‬
َٰٓ ِ‫ك ۡ ۚۡم َونُق ُِّر ِِف ٱۡل ۡر َحا ِم َما ن َ َشا ٓ ُء إ‬ ۡ ُّ ُ َََ
‫ج ٖل‬ ِ ٖ ِ ٖ ٖ ‫علقةٖ ث َّم مِن م‬
َ
َٰٓ ِ‫ِنكم َّمن يُ َر ُّد إ‬ ُ ‫َّف َوم‬ َٰ َّ ‫ِنكم َّمن ُيتَ َو‬
ُ ‫ك ۡم َوم‬ ُ ‫ك ۡم ط ِۡف اٗل ُث َّم ِلِ َ ۡبلُ ُغ ٓوا ْ أَ ُش َّد‬
ُ ‫ج‬ ۡ ُ َّ ُ ‫ُّ َ ا‬
ُ ‫ُنر‬
‫َل‬ ۡۖ ِ ‫مسّم ثم‬
َ‫نز ۡنلَا َعلَ ۡيها‬ َ َ‫ۡرض َهام َِد اة فَإذَا ٓ أ‬ َ َۡ َََ ۡ َ ۡ ۡ َ ۢ َ
‫أرذ ِل ٱلعم ِر لِكيٗل يعلم مِن بع ِد عِل ٖم شٔٔااۚۡ وترى ٱۡل‬
ََۡ ََۡ ُُۡ َ َۡ
ِ

٥ ‫يج‬ ۡ َ‫ت َوأَۢنبَت‬


َ ۡ َ ُ ‫ت مِن‬ ۡ ََٓۡ
َّ َ ‫ٱه‬
ۡ َ‫َت ۡت َو َرب‬
ٖ ِ‫ك زو ِۢج به‬
ِ ‫ٱلماء‬

“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari


kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari
tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah,
kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang
tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan
dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah
ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian
(dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di
antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang
dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi
sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini
kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah
bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam
tumbuhtumbuhan yang indah”. (QS. Al-Hajj/22: 5).

5
Kata hamidatan pada ayat diatas memiliki makna dasar “kering”. Kemudian
kata tersebut ditafsirkan oleh Ibn Juraij dengan makna “tidak terdapat tanaman
sama sekali”.11
Kesadaran semantik dalam penafsiran al-Qur’an dimulai sejak masa
Muqatil Ibn Sulayman. Menurut beliau, setiap kata di dalam al-Qur’an memiliki
makna definitif (makna dasar) dan memiliki beberapa alternatif makna lainnya.
Contohnya adalah kata yadd. Kata yadd memiliki makna dasar “tangan”. Dalam
penafsirannya, kata yadd memiliki tiga alternatif makna, yaitu tangan secara fisik
yang merupakan anggota tubuh dalam surah al-A’raf ayat 108, dermawan dalam
surah al-Isra’ ayat 29, dan aktivitas atau perbuatan dalam surah Yasin ayat 35.12
Generasi penerus Muqatil terus berkembang dan mulai menggunakan
kesadaran semantiknya dalam penafsiran al-Qur’an. Ulama-ulama tersebut antara
lain: Harun Ibn Musa, Yahya Ibn Salam, al-Jahiz, Ibn Qutaibah dan Abd al-Qadir
al-Jurjaniy. Ulama-ulama tersebut sangat menekankan pentingnya pemaknaan
konteks dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an. Mereka juga membedakan antara
makna dasar dan makna relasional. Bahkan al-Jahiz memberikan istilah “ruang
semantis” tentang keterkaitan antara satu kata dengan kata yang lain yang bisa
mempengaruhi makna kata dalam al-Qur’an.13
2) Pada Masa Kontemporer
M. Syahrur dalam bukunya “al-Kitab wa al-Kuna: Qira’ah Mu’ashirah”
sudah menunjukkan kecenderungan semantik dalam menafsirkan ayat-ayat al-
Qur’an. Hal ini terlihat jelas ketika ia membedakan antara makna kata al-kitab dan
al-qur’an sebagai nama untuk sebutan mushaf Usmaniy saat ini. Adapun tokoh
kontemporer yang sangat kentara dalam penggunaan semantiknya adalah Toshihiko
Izutsu. Dalam bukunya yang berjudul “God and Man in the Koran”, ia meletakkan
pondasi semantik dalam menganalisis kata Allah secara menyeluruh. Ia kemudian
melanjutkan metode tersebut dalam buku lainnya yang berjudul “Concept of
Believe in Islamic Theology” dimana ia menjelaskan tentang makna iman dan islam

11
M. Nur Kholis Setiawan, Al-Qur’an Kitab Sastra Terbesar, 144.
12
M. Nur Kholis Setiawan, Al-Qur’an Kitab Sastra Terbesar, 170-171.
13
M. Nur Kholis Setiawan, Al-Qur’an Kitab Sastra Terbesar, 172-177.

6
lengkap dengan semantik historisnya. Dalam bukunya yang terakhir yang berjudul
“Ethico-Religious Concept in the Qur’an”, ia menyempurnakan metode
semantiknya dengan menambah pembahasan tentang struktur batin yang
mengungkapkan konsep dasar yang terdapat dalam kata fokus, dan medan semantik
yang membahas lebih dalam tentang kata-kata kunci yang mengelilingi kata fokus
serta pengaruh kata kunci tersebut dalam pemaknaan kata fokus.

Di Indonesia sendiri Ada beberapa karya yang sudah menggunakan metode


semantik dalam memaknai kata-kata dalam al-Qur’an walaupun tidak secara
menyeluruh dan hanya menguraikan makna dasar serta makna relasionalnya.
Diantara tokoh-tokoh tersebut antara lain M. Dawam Raharjo dalam bukunya
“Ensiklopedi al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci”. Dalam
buku tersebut, Raharjo mencoba mengungkapkan makna dan konsep yang
terkandung dalam kata-kata kunci di dalam al-Quran secara tematik. Karya lain
yang juga terpengaruh metode semantik adalah “Memasuki Makna Cinta” yang
ditulis oleh Abdurrasyid Ridha. Karya ini hanya terfokus pada pemaknaan kata
hubb dan kata-kata lain yang memiliki hubungan makna dengan kata tersebut.

3. Semantik Sebagai Alat Analisis Al-Qur’an


Ketika membicarakan tentang al-Qur’an, kita tidak akan bisa lepas dari
bahasa yang digunakan karena al-Qur’an menggunakan bahasa sebagai media
komunikasi terhadap pembacanya. Abu Zaid berkata: “Ketika mewahyukan al-
Qur’an kepada Rasulullah saw, Allah memilih sistem bahasa tertentu sesuai dengan
penerima petamanya. Pemilihan bahasa ini tidak berangkat dari ruang kosong.
Sebab, bahasa adalah perangkat sosial yang paling penting dalam menangkap dan
mengorganisasi dunia.”14 Oleh karena itu, ketika ingin memahami Al-Qur’an,
seseorang harus memahami bahasa yang dipakai oleh al-Qur’an, mengetahui
dengan jelas makna-makna yang terkandung di dalamnya sehingga didapatkan
pengetahuan murni yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

14
Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas Al-Qur’an terj. Khoiron Nahdliyin (Yogyakarta: LKiS,
2005), 19.

7
Al-Qur’an yang kita pegang saat ini memuat bahasa 14 abad yang lalu. Kita
tidak akan mengerti makna dan pengetahuan apa saja yang terdapat di dalam al-
Qur’an jika tidak mengetahui bahasa yang digunakan pada saat ia diturunkan.
Menurut Amin al-Khulliy, salah satu cara memahami isi al-Qur’an adalah dengan
melakukan studi aspek internal Al-Qur’an. Studi ini meliputi pelacakan
perkembangan makna dan signifikansi kata-kata tertentu di dalam al-Qur’an dalam
bentuk tunggalnya, kemudian melihat indikasi makna ini dalam berbagai generasi
serta pengaruhnya secara sosio-psikologis dan peradaban umat terhadap pergeseran
makna.15
Berdasarkan ungkapan di atas, pemaknaan al-Qur’an terikat oleh historisitas
kata yang digunakan dalam kitab tersebut. Oleh karena itu, semantik merupakan
salah satu metode yang ideal dalam pengungkapan makna dan pelacakan perubahan
makna yang berkembang pada sebuah kata sehingga bisa diperoleh sebuah makna
yang sesuai dengan maksud penyampaian oleh sang author (Tuhan). Pendekatan
yang cocok dalam pengungkapan makna serta konsep yang terkandung di dalam al-
Qur’an diantaranya adalah semantik al-Qur’an. Jika dilihat dari struktur
kebahasaan, semantik mirip dengan ilmu balagah yang dimiliki oleh bahasa Arab
pada umumnya. Persamaan tersebut diantaranya terletak pada pemaknaan yang
dibagi pada makna asli dan makna yang berkaitan.16 Selain itu, medan
perbandingan makna antara satu kata dengan kata yang lain dalam semantik mirip
dengan munasabah ayat dengan ayat. Hal ini menjadikan semantik cukup identik
dengan ulum al-Qur’an, walaupun terdapat perbedaan dalam analisisnya dimana
semantik lebih banyak berbicara dari segi historisitas kata untuk mendapatkan
makna yang sesuai pada kata tersebut.17

15
M. Yusron dkk., Studi Kitab Tafsir Kontemporer (Yogyakarta: Teras, 2006), 18.
16
Dalam semantik istilah ini dikenal dengan sebutan makna dasar dan makna relasional.
17
Toshihiko Izutsu dalam bukunya yang berjudul “Relasi Tuhan dan Manusia” (Yogyakarta,
Tiara Wacana, 2003). 3

8
C. Penutup
Semantik al-Qur’an adalah studi tentang makna al-Qur’an, objek kajian
semantik adalah makna dan satuan bahasa yang tidak dihubungkan dengan konteks
tuturan. Penggunaan semantik dalam penafsiran al-Qur’an diperkirakan telah
dimulai sejak era klasik. Namun pada saat itu belum ada cabang keilmuan semantik
yang independen. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa embrio
penafsiran dengan menggunakan semantik sudah dilakukan, walaupun tidak secara
spesifik menekankan pada aspek pemaknaan saja. Pada masa era Kontemporer
sudah menunjukkan kecenderungan semantik dalam menafsirkan ayat-ayat al-
Qur’an. Hal ini terlihat jelas ketika ia membedakan antara makna kata al-kitab dan
al-qur’an sebagai nama untuk sebutan mushaf Usmaniy saat ini.
Ketika ingin memahami Al-Qur’an, seseorang harus memahami bahasa
yang dipakai oleh al-Qur’an, mengetahui dengan jelas makna-makna yang
terkandung di dalamnya sehingga didapatkan pengetahuan murni yang bisa
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Metode yang tepat untuk memahami al-
Qur’an serta menggali makna-makanya, salah satunya dengan semantik al-Qur’an.

9
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. Semantik: Pengantar Studi Tentang Makna. Cet IV. Bandung: Sinar
Baru Al-Gesindo, 2011.
Djajasudarma, Fatimah. Semantik 1; Pengantar ke Arah Ilmu Makna. Bandung:
Erasco, 1993.
Guntur Tarigan, Henry. Pengajaran Semantik. Bandung: CV. Angkasa, 2015.
Izutsu, Toshihiko. Relasi Tuhan dan Manusia: Pendekatan Semantik Terhadap al-
Quran. trans. Agus Fehri Husein, dkk. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997.
Jazeri, Muhammad. Semantik Teori Memahami Makna Bahasa. Tulungagung:
STAIN Tulungagung Press, 2013.
Matsna, Moh. Kajian Semantik Arab; Klasik dan Kontemporer. Jakarta: Kencana,
2016.
Pateda, Mansoer. Semantik Leksikal. Jakarta:Rineka Cipta: 2010.
Setiawan, M. Nur Kholis. Al-Qur’an Kitab Sastra terbesar. Yogyakarta: Elsaq
Press, 2006.
Tim Penulis Rosda. Kamus Filsafat. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995.
Yusron. Studi Kitab Tafsir Kontemporer. Yogyakarta: Teras, 2006.
Zaid, Nasr Hamid Abu. Tekstualitas Al-Qur’an. trans. Khoiron Nahdliyin
Yogyakarta: LKiS, 2005.

10

Anda mungkin juga menyukai