Anda di halaman 1dari 11

HERMENEUTIKA DALAM TAFSIR AL QUR’AN

Mata Kuliah : Studi Al Qur’an

Dosen : Prof. Dr. Adang Kuswaya, M. Ag.

Oleh :

Ribut Riyadi, S.Ag NIM. 12060220015


Yusuf Ismail, SH NIM. 12060220016
Shanti Maharanti R, S.Ag NIM 12060220017

PROGRAM MAGISTER (S2)

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM KELUARGA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SALATIGA

2022

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’anul karim adalah mukjizat Islam yang kekal dan mukjizatnya
selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Ia diturunkan Allah kepada
Rasulullah, Muhammad SAW untuk mengeluarkan manusia dari suasana yang
gelap menuju yang terang, serta membimbing mereka ke jalan yang lurus.
Rasulullah SAW menyampaikan Al-Qur’an itu kepada sahabatnya sehingga
mereka dapat memahaminya berdasarkan naluri mereka. Apaibla mereka
mengalami ketidakjelasan dalam memahami suatu ayat, mereka menanyakannya
pada Rasulullah.
Akhir-akhir ini, dikalangan kaum muslimin tertama kaum modernis telah
banyak memanfaatkan hermeneutika sebagai salah satu instrument untuk menggali
isi dan kandungan al-Qur’an. Penggunaan ilmu tersebut dalam penafsiran al-Qur’an
ada yang menempatkannya sebagai komplemen dan ada pula yang
menempatkannya sebagai sublemen.
Munculnya berbagai pendekatan baru dalam Al-Qur’an, jelas membuktikan
adanya dinamika pada diri umat Islam dalam upaya memahami universalitas kitab
sucinya. Hermeneutika misalnya, merupakan salah satu pendekatan eksegesis
(penafsiran) dalam diskursus ulum al-Qur’an yang banyak mendapat sorotan para
pemerhati al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hermeneutika?
2. Bagaimana pendekatan hermeneutika?
3. Bagaimanakah hermeneutika dalam tafsir al-Qur’an
C. Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan pengertian hermeneutika..
2. Untuk mendeskripsikan pendekatan hermeneutika.
3. Untuk mendeskripsikan hermeneutika dalam tafsir al-Qur’an.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hermeneutika
Secara harfiah, hermeneutika artinya tafsir.1 Secara etimologis, hermeneutika
yang dalam bahasa Inggrisnya adalah Hermeneutics, berasal dari kata Yunani
hermeneuine dan hermeneia yang masing-masing berarti “menafsirkan” dan
“penafsiran”. Istilah tersebut dalam berbagai bentuknya dapat dibaca dalam
sejumlah literatur peninggalan Yunani kuno, seperti yang digunakan oleh
Aristoteles dalam sebuah risalahnya yang berjudul Peri Hermeneias (tentang
penafsiran). Lebih dari itu, sebagai sebuah terminologi, hermeneutika juga
bermuatan pandangan hidup dari para penggagasnya.2
Secara ringkas, hermeneutika biasa diartikan sebagai proses mengubah sesuatu
atau situasi ketidaktahuan menjadi tahu dan mengerti. Secara lebih luas,
hermeneutika di definisikan oleh Zygmunt Bauman sebagai upaya menjelaskan dan
menelusuri pesan dan pengertian dasar dari sebuah ucapan atau tulisan yang tidak
jelas, kabur, remang-remang, dan kontradiktif yang menimbulkan kebingungan
bagi pendengar atau pembaca.3
Tugas utama hermeneutika adalah mencari dinamika internal yang mengatur
struktur kerja suatu teks untuk memproyeksikan diri ke luar dan memungkinkan
makna itu muncul.4

1
Adian Husaini & Abdurrahman al-Baghdadi, Hermeneutika & Tafsir Al-Qur’an, (Jakarta:
Gema Insani, 2007), hlm 7.
2
Mudjia Raharjo, Dasar-dasar Hermeneutiaka antara Intensionalisme & Gadamerian,
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hlm 27
3
Fakhruddin Faiz, Hermeneutika Qur’ani antara Teks, Konteks, dan kontekstualisasi,
(Yogyakarta: Qalam, 2002), hlm 22.
4
Aksin Wijaya, Teori Interpretasi Al-Qur’an Ibnu Rusyd: kritik ideologis hermeneutis,
(Yogyakarta: PT LKIS Printing Cemerlang, 2009), hlm 23.

2
B. Pendekatan Hermeneutika
Sebagai sebuah metode penafsiran, hermeneutika tidak hanya memandang
teks, tetapi juga berusaha menyelami kandungan makna literalnya. Lebih dari
itu, hermeneutika berusaha menggali makna dengan mempertimbangkan
horizon-horison (cakrawala) yang melingkupi teks tersebut. horizon yang
dimaksud adalah horizon teks, horizon pengarang, dan horizon pembaca.1
a. Horizon teks
al-Qur’an, bahasa (teks) menjadi salah satu faktor penting dalam
memahami al-Qur’an maupun hadis, sebab bahasa (teks) merupakan
satu-satunya yang digunakan untuk menyapa pembacanya. Al-Qur’an
sendiri menggunakan bahasa arab sebagai alat komunikasi yang di
pakainya.
Menyadari pentingnya teks ini, maka langkah pertama dalam
menafsirkan al-Qur’an adalah memahami teksnya yang berbahasa arab.
Dengan memahami bahasa arab, seorang penafsir akan memiliki bekal
awal untuk memahami makna, hikmah maupun hukum al-Qur’an secara
tepat. Oleh karena itu dari sudut teks ini terdapat tiga aspek yang harus
di pahami, yakni; pertama, dalam teks maksudnya, ide dan maksud teks
tersebut lepas dari pengarang. Kedua, di belakang teks, teks merupakan
hasil kristalisasi linguistik dari realitas yang mengitarinya. Ketiga, di
depan teks, makna baru yang tercipta setelah pembaca dengan horizon
yang dimilikinya untuk memahami teks tersebut.2
b. Horizon pengarang
Ketika pengarang ( Author ) al-Qur’an adalah Tuhan yang
transenden dan ahistoris maka ia diwakili oleh Muhammad saw. Yang
diyakini umat Islam sebagai penafsir otoritatif atas al-Qur’an. Relasi
Muhammad dan al-Qur’an dengan relasi historis ini dapat dilihat

1
Mudjia Raharjo, Hermeneutika Gadamerian: kuasa bahasa dalam wacana politik Gus
Dur, hlm 90
2
Akmal Bashori, Pendekatan Hermeneutika:sebuah paradigma dan kerangka metodologi,
Makalah Pendekatan Ilmu-ilmu Keislaman, (Semarang: Institut Agama Islam Negeri Wali Songo,
2013), hlm 10.

3
beberapa hal berikut. Pertama tema-tema yang diusung al-Qur’an seperti
doktrin monoteisme, keadilan sosial, ekonomi, merupakan bagian
pengalaman religious Muhammad yang orisinil. Kedua reformasi yang
dilakukan nabi selalu dimulai dengan mempersiapkan dahulu landasan
yang kuat sebelum memperkenalkan suatu tindakan atau perubahan yang
besar. Ketika Nabi masih tinggal di Makkah, Nabi belum memiliki
kekuasaan untuk bertindak dalam sektor legislasi umum. Setelah tinggal
di Madinah dan memiliki wewenang administrasi dan politik, nabi baru
membuat hukum-hukum. Ketiga al-Qur’an selalu mempunyai konteks
sosial ( asbab al-nuzul ). Karena Muhammad hidup dan berinteraksi
dengan masyarkat Arab, maka menjadi keharusan bagi penafsir yang
ingin memahami al-Qur’an untuk memahami pula dimensi historis-
sosiologis yang menyertai masyarakat arab itu. Dengan demikian, untuk
menangkap makna al-Qur’an secara komprehensif, maka seluruh
aktivitas Muhammad yang merupakan penjabaran al-Qur’an pada tingkat
aktual harus dipahami secara utuh.
Dari narasi tersebut ada proses terciptanya sebuah teks; a) tahapan
pengalaman atau gagasan yang belum termasukkan ( Prafigurasi ), b)
ketika author mulai menciptakan gagasannya ( konfigurasi ), c) tahap
teks yang sudah di ciptakan dan di tafsiri banyak orang (Transfigurasi )1
c. Horizon Pembaca
Selain situasi sosial pada masa Nabi, situasi sosial masyarakat
kontemporer , yang mempengaruhi horizon pembaca, juga merupakan
hal yang penting untuk dipahami penafsir. Penafsir harus mengusasai
dimensi yang membentuk situasi masyarakat kontemporer tersebut, baik
ekonomi, politik, kebudayaan maupun yang lain, lalu menilainya dengan
mengubahnya sejauh yang diperlukan baru kemudian menentukan

1
Akmal Bashori, Pendekatan Hermeneutika:sebuah paradigma dan kerangka metodologi,
Makalah Pendekatan Ilmu-ilmu Keislaman, (Semarang: Institut Agama Islam Negeri Wali Songo,
2013), hlm 10.

4
prioritas-prioritas baru untuk biasa menerapkan al-Quran secara baru
pula.
Dengan memperhatikan ketiga horizon tersebut diharapkan suatu
upaya pemahaman atau penafsiran menjadi kegiatan rekonstruksi dan
reproduksi makna teks, yang selain melacak bagaimana satu teks itu
dimunculkan oleh pengarangnya dan muatan apa yang masuk dan ingin
dimasukkan oleh pengarang ke dalam teks, juga berusaha melahirkan
kembali makna tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi saat teks
tersebut dibaca atau dipahami. Dengan kata lain, sebagai sebuah metode
penafsiran, hermeneutika memperhatikan tiga hal sebagai komponen
pokok dalam upaya penafsiran yakni teks, konteks, kemudian melakukan
upaya kontekstualisasi.1
Hermeneutika menempatkan bahasa sebagai bagian sangat penting
dalam kajiannya. Sebab, bahasa dipandang sebagai bagian tak
terpisahkan dari kehidupan manusia. Manusia berpikir, menulis,
berbicara, mengapresiasi karya seni dan sebagainya melalui bahasa.
Habermas sebagaimana dikutip Wolff mengatakan bahwa untuk
memahami makna hanya bisa diperoleh melalui pemahaman bahasa.
Sedangkan Gadamer dengan jelas dan tegas menyatakan peran penting
bahasa sebagai pusat untuk memahami dan pemahaman manusia.2

C. Hermeneutika dalam Tafsir AL-Qur’an


1. Pro Kontra Hermeneutik3
Ada beberapa hal yang menjadi alasan bagi kalangan muslim yang menolak
hermeneutika diantaranya adalah:
a. Berangkat dari sejarah hermeneutika yang berasal dari penafsiran terhadap
mitos Yunani, maka hermeneutika dianggap sebagai sebuah desakan

1
Mudjia Raharjo, Hermeneutika Gadamerian: kuasa bahasa dalam wacana politik Gus
Dur, hlm 90.
2
ibid
3
Zunlynadia, signifikansi-hermeneutika-dalam-tafsir-al-quran-kontemporer-sebuah-
pengantar, http://zunlynadia.wordpress.com diakses 30-09-2014

5
rasionalisasi terhadap sebuah mitos yang kemudian hal ini menemukan
relevansinya dalam kitab bible yang dianggap sudah tidak otentik bagi
kalangan muslim Bagi penolak hermeneutik hal ini tentu saja berbeda
dengan al-Qur’an yang tidak mengalami permasalahan dari segi sejarah
karena diyakini sebagai wahyu Tuhan/kalam ilahi dan bukan perkataan
Muhammad.
b. Hermeneutika dalam hal ini adalah teori interpretasi yang hanya dapat
digunakan terhadap teks-teks yang manusiawi. Sedang konsep al-Quran,
wahyu dan sejarahnya membuktikan otentisitas bahwa al-Quran lafzhan wa
ma‘nan dari Allah Swt
c. Tafsir al-Quran yang diterima oleh jumhur selalu bertolak dari arti kosakata
bahasa Arab. Dengan nash sebagai titik tolak, al-Quran terhindar dari
penafsiran-penafsiran yang liar. Sedang dalam hermeneutika, interpretasi
sebuah teks dapat saja berbeda menimbang unsur yang terlibat dalam
penafsiran jauh lebih banyak
d. Tafsir dianggap lebih mempunyai pondasi tradisi yang kuat. Sumber primer
tafsir dalam Islam adalah al-Quran, Rasulullah Saw. dan sahabat. Tafsir
yang berasal dari ketiga sumber tersebut ditransmisikan melalui jalur
riwayat yang jelas. Sementara itu bible dianggap bermasalah dengan
persoalan otentisitas, sehingga penggunaan hermeneutika dari tradisi
Yunani dianggap untuk mempertahankan status Bibel sebagai kitab suci.
Bagi kalangan yang pro terhadap hermeneutik, mereka melihat hermeneutik
sebagai jawaban atas keterpurukan umat muslim karena persoalan dan kemunduran
yang terjadi dalam masyarakat muslim saat ini persoalan terhadap penafsiran baik
terhadap al-Qur’an maupun hadis. Sehingga diperlukan perangkat-perangkat dan
metode-metode baru dalam menafsirkan al-Qur’an.
Lebih lanjut ketakutan para penolak hermeneutik yang menganggap
penggunaannya (baca hermeneutik) akan menyamakan al-Qur’an dengan teks-teks
yang lain termasuk kitab suci agama lain tidak perlu terjadi. Hal ini karena setiap
umat beragama memiliki hermeneutika sendiri sebagaimana masing-masing
memiliki kitab sucinya sendiri. Diantara yang berpengaruh dalam penentuan

6
perbedaan antara masing-masing hermeneutika kitab suci adalah hakekat teks atau
kitab suci itu sendiri, baik secara historis, teologis, dan linguistik.
Selain itu hermeneutika dalam penafsiran al-Qur’an ini baru berfungsi
setelah Nabi Saw menyampaikan wahyu tersebut. Hermeneutika tidak berurusan
dengan sifat hubungan antara Tuhan dan Rasul-Nya dan bagaimana Nabi menerima
wahyu tersebut, melainkan dengan kata-kata yang diturunkan dalam sejarah dan
disampaikan dari satu manusia kepada manusia lain. Dengan demikian
hermeneutika melihat kata-kata tersebut bukan dalam dimensi vertikalnya, tetapi
dalam dimensi horizontalnya.
2. Contoh penerapan hermeneutika dalam al qur,an

‫َس َوِد ِم َن الْ َف ْج ِر‬ ِ ْ ‫ط ْاْلَب يض ِمن‬


ْ ‫اْلَْيط ْاْل‬ َ ُ َْ ُ ‫اْلَْي‬ َ ‫و ُكلُوا َوا ْشَربُوا َح ىَّت يَتَ بَ ى‬
ْ ‫َّي لَ ُك ُم‬

Artinya : dan makan dan minumlah sampai nampak jelas bagi kalian mana benang
yang putih dan mana benang yang hitam ,( al baqoroh 187)1
Secara tekstual makna al khoitu al abyadhu adalah benang putih , dan makna al
khoitu al aswadu adalah benang putih sehingga salah seorang sahabat bernama adi
bin hatim menaruh benang putih dan benang hitam di bawah bantal dan selalu di
lihat apakah berubah warnanya 2
Dalam tafsir aisaru tafasir disebutkan bahwa maknanaya adalah gelapnya malam
dan putihnya fajar shodiq3

1
Al qur’anul karim.
2
Al bukhori, Muhammad bin ismail , shohih bukhori maktabah syamilah, jilid 14 hal 460
3
Al jazairy, abu bakar , aisaru tafasir,maktabah syamilah, jilid 1 hal 84.

7
BAB III
PENUTUP

Hermeneutika berarti suatu ilmu yang mencoba menggambarkan bagaimana sebuah


kata atau suatu kejadian pada waktu dan budaya yang lalu dapat di fahami dan
menjadi bermakna secara eksistensial dalam situasi sekarang. Objek kajian
utamanya adalah pemahaman makna pesan yang terkandung dalam teks dengan
variabelnya. Tugas utama hermeneutika adalah mencari dinamika internal yang
mengatur struktur kerja suatu teks untuk memproyeksikan diri ke luar dan
memungkinkan makna itu muncul
Term khusus yang digunakan untuk menunjuk kegiatan interpretasi dalam wacana
keilmuan Islam adalah tafsir. Kata yang dalam asalnya dalam bahasa Arab fassara
atau fasara ini digunakan secara teknis dalam pengertian eksegesis di kalangan
orang Islam dari abad ke-5 hingga sekarang. Sementara itu, istilah hermeneutika
sendiri dalam sejarah keilmuan Islam, khususnya tafsir Al-Qur’an klasik, tidak
ditemukan. Istilah hermeneutika ini- kalau melihat sejarah perkembangan
hermeneutika modern- mulai popular beberapa dekade terakhir, khususnya dengan
perkembangan pesat teknologi informasi dan juga the rise of education yang
melahirkan banyak intelektual muslim kontemporer.
Model hermenetika adalah pertama, hermeneutika Objektif, kedua, hermeneutika
subjektif, dan ketiga, hermeneutika pembebasan. Selain model, ada juga beberapa
pendekatan yaitu horizon teks, horizon pengarang, dan horizon pembaca.
Pandangan hermeneutika dalam tafsir al-Qur’an setiap tokoh berbeda-beda. Dalam
menafsirkan teks,.

8
DAFTAR PUSTAKA

Muzir, Inyiak Ridwan. 2010.Hermeneutika Filosofis Hans Georg Gadamer.


Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
Faiz, Fakhruddin. 2002. Hermeneutika Qur’ani: antara teks, konteks, dan
kontekstualisasi.Yogyakarta: PT Qalam.
Faiz, Fakhruddin. 2005. Hermeneutika Al-Qur’an: tema-tema kontroversial.
Yogyakarta: Elsaq Press.
Wijaya, Aksin. 2009.Teori Interpretasi Al-Qur’an Ibnu Rusyd: kritikideologis
hermeneutis. Yogyakarta: LKiS.
Rahardjo, Mudjia. 2008. Dasar-dasar Hermeneutika: antara intensionalisme &
Gadamerian. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Rahardjo, Mudjia. 2010. Hermeneutika Gadamerian: kuasa bahasa dalam wacana
politik Gus Dur. Malang: UIN Maliki Press.
Husaini Adian & Abdurrahman Al-Baghdadi. 2007. Hermeneutika & Tafsir Al-
Qur’an. Jakarta: Gema Insani.
Richard E. Palmer. 2005. Interpretation Theory in Schleirmacher, Dilthey,
Heidegger, and Gadamer. Terj Musnur Hery & Damanhuri Muhammed.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kurdi dkk. 2010. HermeneutikaAl-Qur’an dan Hadis. Yogyakarta: eLSAQ Press.
Al qur’anul karim.
Al bukhori, Muhammad bin ismail , shohih bukhori maktabah syamilah, jilid 14
hal 460
Al jazairy, abu bakar , aisaru tafasir,maktabah syamilah, jilid 1 hal 84.

9
ii

Anda mungkin juga menyukai