A. PENDAHULUAN
Al-Quran merupakan petunjuk dan rahmat bagi sekalian alam, serta
mampu membimbing umat Islam dimanapun dan kapanpun.1 Namun
kenyataannya, untuk mendapatkan petunjuk dan rahmat alquran bukan
pekerjaan mudah dan membutuhkan segala upaya intelektual dan metodologi
penafsiran yang cocok. Dengan metodologi yang sesuai alquran baru dapat
diajak berdialog dalam suasana bagaimanapun dan di manapun.
Metodologi2 adalah bagian epistemologi yang mengkaji perihal urutan
langah-langkah yang ditempuh supaya pengetahuan yang diperoleh
memenuhi ciri-ciri ilmiah. Prinsip metodologi dalam hal ini bukan maksud
sekedar
langkah-langkah
melatarbelakangi
metodis,
munculnya
melainkan
sebuah
metode.3
asumsi-asumsi
Dalam
yang
pembahasan
Kurdi, dkk. Hermeneutika Al-Quran dan Hadis. (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2010), hlm. 59
Metodologi berasal dari kata method dan logos. Dalam bahasa indonesia, method, dikenal dengan
metode yang artinya, cara yang teratur dan terpikirkan baik-baik untuk mencapai maksud (dalam
ilmu pengetahuan dsb); cara kerja yan bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan
guna mencapai tujuan yang ditentukan. Dalam bahasa Arab istilah metode dikenal sebagai manhaj.
Sedangkan logos diartikan sebagai ilmu pengetahuan. (lihat M. Alfatih Suryadilaga, dkk,
Metodologi Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Teras, 2005) hlm. 37
3
Muhammad Shahrur, al-Kitab wa al-Quran: Qiraah Muashirah/Prinsip dan Dasar
Hermeneutika Al-Quran Kontemporer. Diterjemahkan oleh Sahiron Syamsuddin dan Burhanudin
Dzikri (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2008) hlm. xvii
4
Muhammad Amin Suma, Ulumul Quran, (Jakarta: Rajawali Press, 2013) hlm. 379
2
Rahman
merupakan
seorang
intelektual
muslim,
ia
Kurdi, dkk. Hermeneutika Al-Quran dan Hadis. (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2010), hlm. 59
Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer. (Yogyakarta: LkiS, 2010) hlm. ix
7
Ibid, hlm. xi
6
masih asing. Hal itu disebabkan hermeneutika merupakan barang impor yang
bukan milik asli keilmuan Islam.
1. Pengertian dan Sejarah Hermeneutika
Kata hermeneutika (hermeneutic) berasal dari kata Yunani,
hermeneuein, yang berarti menerjemahkan atau menafsirkan.8 Integrasi
hermeneutika (hermeneutic) yang dalam arti luas mencakup hermeneuse
(praktik penafsiran), hermeneutics (hermeneutika dalam arti sempit,
yakni ilmu tentang metode-metode penafsiran).9 Pada awalnya
hermeneutika digunakan oleh kalangan agamawan. Melihat hermeneutika
dapat menyuguhkan makna dalam teks klasik, maka pada abad ke-17
kalangan gereja menerapkan telaah hermeneutis untuk membongkar
makna teks Injil. Ketika menemukan kesulitan dalam memahami bahasa
dan pesan kitab suci iru, mereka berkesimpulan bahwa kesulitan itu akan
terbantu pemecahannya oleh hermeneutika. Fakta ini dinisbatkan sebagai
langkah awal pertumbuhan hermeneutika menjadi sebuah gerakan
interpretasi atau eksegesis di awal perkembangannya.
Memasuki abad ke-20, kajian hermeneutika semakin berkembang.
Sebagai metode interpretasi, hermeneutika sangat besar artinya bagi
keilmuan dan bisa diadopsi oleh semua kalangan. Selanjutnya hingga
abad ke-20, paling tidak hermeneutika dapat dipilah dalam tiga kategori:
sebagai filsafat, sebagai kritik, dan sebagai teori.10
2. Hermeneutika, Ilmu Tafsir dan Alquran
Hermeneutika tidak hanya berkembang di dunia Barat, ia meluas
dan menembus sekat-sekat agama dan budaya. Islam yang selama ini
memiliki cara penafsiran tersendiri, yang disebut ilmu tafsir, juga
ditembus hermeneutika.11 Beberapa pakar Muslim modern melihat
signifikansi hermeneutika, khususnya untuk memahami alquran. Mereka
menilai bahwa ilmu tafsir yang selama ini dijadikan acuan dalam
8
pemikir
kontemporer
kemudian
melihat
bahwa
jika
Keterbatasan yang dimaksud bahwa penafsiran selama ini hanya menekankan pada pemahaman
teks semata tanpa mau mendialogkannya dengan realitas yang tumbuh ketika teks itu dikeluarkan
dan dipahami oleh pembacanya.
13
Abd al-Hayyi al-Farmawi, Al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhuiy, (Dirasah Manhajiyyah
Maudhuiyyah: Mathbaah al-Hadarah al-Arabiyyah, 1997), hlm 21
14
Sibawaihi, Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman. (Yogyakarta: Jalasutra, 2007) hlm. 13
15
Ibid, hlm. 14
Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman| 4
Ada tiga kubu yang berseteru: kaum modernis, kaum tradisionalis, dan kaum funamentalis.
Kaum modernis merumuskan konsep kenegaraan Islam dalam bingkai term ideologi modern,
kaum tradisionalis menawarkan konsep kenegaraan yang didasarkan atas teori-teori politik
tradisionalis Islam: khalifah dan imamah, sedangkan kaum fundamentais mengusulkan konsep
kenegaraan kerajaan Tuhan.
17
Sibawaihi, Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman. (Yogyakarta: Jalasutra, 2007) hlm. 17
18
Sebuah mazhab Sunni yang lebih rasionalis dibanding mazhab lain (Syafii, Maliki, dan
Hanbali).
19
Kurdi, dkk. Hermeneutika Al-Quran dan Hadis. (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2010), hlm. 61
Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman| 5
Ibid, hlm. 20
Kurdi, dkk. Hermeneutika Al-Quran dan Hadis. (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2010), hlm. 64
26
Fazlur Rahman, Islam, terj. Sinoaji Saleh (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hlm. 315
25
Neomodernis adalah penamaan aliran/gerakan. Istilah ini secara sederhana dapat diartikan
dengan paham modernisme baru, Neomodernisme digunakan untuk memberi identitas pada
kecenderungan pemikir Islam yang muncul dalam dekade terakhir yang berusaha menjembatani
bahkan mengatasi pemikiran tradisionalisme dan modernisme. Artinya, jika modernisme sangat
perhatian terhadap rasionalisme, modernisme mencoba mengambil apa yang ditinggal oleh
gerakan modernisme. di samping kemunculan Neomodernis karena tuntutan zaman yang kurang
mendapat antisipasi oleh pemikiran keislaman yang sudah mapan secara historis. Lihat Ahmad
Amir Aziz, Neo-Modernisme Islam di Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 1999) hlm. 15-16
28
Sibawaihi, Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman. (Yogyakarta: Jalasutra, 2007) hlm. 25
29
Ibid, hlm. 25
30
Kurdi, dkk. Hermeneutika Al-Quran dan Hadis. (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2010), hlm. 68
31
Fazlur Rahman, Islam. hlm. 32-35
Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman| 8
mekanisme
hermeneutika
doble
movement
yang
Ibid, hlm. 6
Ali Shodiqin, Antropologi al-Quran; Model Dialektika Wahyu dan Realitas (Yogyakarta: arRuzz Media, 2008), hlm. 116-117
38
Fazlur Rahman, Islam and Modernitas, hlm. 7
37
ke
pandangan
khusus
yang
harus
dirumuskan
dan
sosio-historis
konkret
sekarang.
Dengan
demikian,
39
Ibid, hlm. 7
Kurdi, dkk. Hermeneutika Al-Quran dan Hadis. (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2010), hlm. 72
41
Ibid
42
Muhammad Abdul Azim al-Zarqani, Manahil al-Irfan fi Ulum al-Quran (Beirut: Dar alKutub al-Ilmiah, 2003), hlm. 63
40
43
Abd Ala, Dari Neomodernisme ke Islam Liberal (Jakarta: Paramadina, 2003), hlm. 71
Fazlur Rahman, Major Themes of The al-Quran (Chicago: Minneapolis-Bibliotheca Islamica,
1980), hlm. xi
45
Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer. (Yogyakarta: LkiS, 2010), hlm. 175
44
46
Situasi Historis
Respon al-Quran
Situasi kontemporer
Nilai-nilai al-Quran
Masyarakat Islam
Gambar 1. Struktur hermeneutika Double Movement
harta
kekayaan
mereka.50
Kemudian
alquran
50
Abdul Fatah Abdul Ghani al-Qadhi, Asbab al-Nuzul an al Shahabah wa al-Mufassirin (Mesir:
Dar al-Salam, 2005), hlm. 64
Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman| 14
diantara mereka, asalkan mereka dapat berlaku adil. Seruan ini juga
didukung oleh QS. An-Nisa (4): 127.51
Pernyataan diatas dengan melihat asbab al-nuzul-nya menunjukkan
bahwa masalah ini muncul dalam konteks perempuan perempuan yatim.
Tapi kemudian alquran memperingatkan bahwa betapapun mereka (para
wali) itu berupaya (berkeinginan mengawini sampai empat), namun
kalian, kata Allah, tidak akan dapat berlaku adil kepada perempuanperempuan tersebut. (QS. An-Nisa (4): 129).
Pandangan-pandangan alquran diatas, menurut Fazlur Rahman
terdapat distingsi (antara aspek legal dan ajaran moral alquran), yaitu:
izin untuk beristri empat orang, dan keharusan untuk berlaku adil kepada
mereka. Berdasarkan atas distingsi ini, Rahman kemudian berkesimpulan
bahwa:
Yang benar nampaknya bahwa diizinkan poligami adalah pada
taraf legal, sementara sanksi-sanksi yang diberikan kepadanya
pada hakekatnya adalah sebuah cita-cita moral yang mana
masyarakat diharapkan bergerak kearahnya, karena tidak mungkin
untuk menghapuskan poligami secara legal sekaligus.52
Dari alasan tersebut dapat disimpulkan bahwa, kebolehan
berpoligami pada dasarnya lahir sebagai jawaban bagi wali yang tidak
berlaku adil bagi anak yatim, baik laki-laki maupun perempuan. Dan
alquran membolehkan mereka (para wali) mengawini perempuan yatim
itu dijadikan istri sampai batas empat orang. Tujuan alquran disini adalah
untuk menguatkan bagian-bagian masyarakat yang lemah (seperti orangorang miskin, anak yatim kaum wanita, budak-budak, dan orang yang
terjerat hutang)53 sehingga tercipta sebuah tatanan masyarakat yang etis
dan legaliter. Karena sebab turunnya ayat ini berkaitan dengan
51
Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah: Allah memberi fatwa
kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam al-Quran (juga
memfatwakan) tentang para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa yang
ditetapkan untk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka dan tentang anak-anak yang masih
dipandah lemah. Dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara
adil, dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan. Maka sesungguhnya Allah maha Mengetahuinya.
(QS. An-Nisa (4): 129)
52
Fazlur Rahman, Major Themes of The Quran, hlm. 70
53
Ibid, hlm. 68
Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman| 15
54
Ibid, hlm. 71
Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman| 16