Anda di halaman 1dari 16

HERMENEUTIKA AL-QURAN FAZLUR RAHMAN

Oleh : Ichwan M. Anshori

A. PENDAHULUAN
Al-Quran merupakan petunjuk dan rahmat bagi sekalian alam, serta
mampu membimbing umat Islam dimanapun dan kapanpun.1 Namun
kenyataannya, untuk mendapatkan petunjuk dan rahmat alquran bukan
pekerjaan mudah dan membutuhkan segala upaya intelektual dan metodologi
penafsiran yang cocok. Dengan metodologi yang sesuai alquran baru dapat
diajak berdialog dalam suasana bagaimanapun dan di manapun.
Metodologi2 adalah bagian epistemologi yang mengkaji perihal urutan
langah-langkah yang ditempuh supaya pengetahuan yang diperoleh
memenuhi ciri-ciri ilmiah. Prinsip metodologi dalam hal ini bukan maksud
sekedar

langkah-langkah

melatarbelakangi

metodis,

munculnya

melainkan

sebuah

metode.3

asumsi-asumsi
Dalam

yang

pembahasan

epistemologi tafsir, hendaknya kita memahami mengenai konteks metodologi


tafsir (metode penafsiran alquran).4
Pada dasarnya metodologi penafsiran telah dibentuk oleh ulamaulama salaf sebagai upaya mereka mendialogkan alquran dengan konteks
mereka. Ketika metodologi itu dibawa ke konteks yang berbeda, maka tidak
mampu lagi mendialogkan alquran sebagaimana kebutuhan konteks yang
baru. Jadi untuk menjadikan alquran terus berbicara maka membutuhkan

Kurdi, dkk. Hermeneutika Al-Quran dan Hadis. (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2010), hlm. 59
Metodologi berasal dari kata method dan logos. Dalam bahasa indonesia, method, dikenal dengan
metode yang artinya, cara yang teratur dan terpikirkan baik-baik untuk mencapai maksud (dalam
ilmu pengetahuan dsb); cara kerja yan bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan
guna mencapai tujuan yang ditentukan. Dalam bahasa Arab istilah metode dikenal sebagai manhaj.
Sedangkan logos diartikan sebagai ilmu pengetahuan. (lihat M. Alfatih Suryadilaga, dkk,
Metodologi Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Teras, 2005) hlm. 37
3
Muhammad Shahrur, al-Kitab wa al-Quran: Qiraah Muashirah/Prinsip dan Dasar
Hermeneutika Al-Quran Kontemporer. Diterjemahkan oleh Sahiron Syamsuddin dan Burhanudin
Dzikri (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2008) hlm. xvii
4
Muhammad Amin Suma, Ulumul Quran, (Jakarta: Rajawali Press, 2013) hlm. 379
2

Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman| 1

metodologi baru yang bisa mengakomodasi perkembangan zaman sehingga


alquran menjadi elastis dan fleksibel.5
Munculnya tafsir kontemporer dengan epistem yang berbeda dari
tafsir-tafsir sebelumnya, merupakan keniscayaan sejarah. Kemunculannya
tidak bisa dilepaskan dari perkembangan problem sosial keagamaan
masyarakat kontemporer yang semakin kompleks dan juga perkembangan
ilmu pengetahuan yang semakin pesat. Ia muncul untuk memberikan solusi
alternatif bagi problem sosial keagamaan yang dihadapi masyarakat
kontemporer.6
Fazlur

Rahman

merupakan

seorang

intelektual

muslim,

ia

menawarkan sebuah metodologi hermeneutika double movement, yakni upaya


membaca al-quran sebagai teks masa lalu dengan memperhatikan konteks
sosio-historis untuk mencari nilai-nilai ideal moral, dan kemudian kembali ke
masa sekarang untuk melakukan kontekstualisasi terhadap pesan-pesan
eternal-universal alquran yang hendak diaplikasikan di era kekinian.7 Dengan
metodologi tersebut alquran yang rasional, sistematis dan komprehensif
sehingga bisa terwujud alquran shalih li kulli zaman wa makan. Metodologi
tersebut bisa dikatakan sebagai upaya menjadikan alquran untuk mampu
menjawab persoalan-persoalan kekinian dan mampu mengakomodasi
perubahan dan perkembangan zaman.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana metodologi yang ditawarkan oleh Fazlur Rahman?
2. Apakah metodologi tersebut original dari pemikiran Fazlur Rahman?
C. PEMBAHASAN
Sebelum melangkah pada ide-ide Rahman tentang metodologi
penafsiran dalam model hermeneutika, pengertian tentang hermeneutika
secara sederhana dirasa penting untuk dijelaskan. Bagi sebagian besar
masyarakat Muslim, khususnya di Indonesia, istilah hermeneutika mungkin

Kurdi, dkk. Hermeneutika Al-Quran dan Hadis. (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2010), hlm. 59
Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer. (Yogyakarta: LkiS, 2010) hlm. ix
7
Ibid, hlm. xi
6

Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman| 2

masih asing. Hal itu disebabkan hermeneutika merupakan barang impor yang
bukan milik asli keilmuan Islam.
1. Pengertian dan Sejarah Hermeneutika
Kata hermeneutika (hermeneutic) berasal dari kata Yunani,
hermeneuein, yang berarti menerjemahkan atau menafsirkan.8 Integrasi
hermeneutika (hermeneutic) yang dalam arti luas mencakup hermeneuse
(praktik penafsiran), hermeneutics (hermeneutika dalam arti sempit,
yakni ilmu tentang metode-metode penafsiran).9 Pada awalnya
hermeneutika digunakan oleh kalangan agamawan. Melihat hermeneutika
dapat menyuguhkan makna dalam teks klasik, maka pada abad ke-17
kalangan gereja menerapkan telaah hermeneutis untuk membongkar
makna teks Injil. Ketika menemukan kesulitan dalam memahami bahasa
dan pesan kitab suci iru, mereka berkesimpulan bahwa kesulitan itu akan
terbantu pemecahannya oleh hermeneutika. Fakta ini dinisbatkan sebagai
langkah awal pertumbuhan hermeneutika menjadi sebuah gerakan
interpretasi atau eksegesis di awal perkembangannya.
Memasuki abad ke-20, kajian hermeneutika semakin berkembang.
Sebagai metode interpretasi, hermeneutika sangat besar artinya bagi
keilmuan dan bisa diadopsi oleh semua kalangan. Selanjutnya hingga
abad ke-20, paling tidak hermeneutika dapat dipilah dalam tiga kategori:
sebagai filsafat, sebagai kritik, dan sebagai teori.10
2. Hermeneutika, Ilmu Tafsir dan Alquran
Hermeneutika tidak hanya berkembang di dunia Barat, ia meluas
dan menembus sekat-sekat agama dan budaya. Islam yang selama ini
memiliki cara penafsiran tersendiri, yang disebut ilmu tafsir, juga
ditembus hermeneutika.11 Beberapa pakar Muslim modern melihat
signifikansi hermeneutika, khususnya untuk memahami alquran. Mereka
menilai bahwa ilmu tafsir yang selama ini dijadikan acuan dalam
8

Sibawaihi, Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman. (Yogyakarta: Jalasutra, 2007) hlm. 6


Kurdi, dkk. Hermeneutika Al-Quran dan Hadis. (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2010), hlm. i
10
Sibawaihi, Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman. (Yogyakarta: Jalasutra, 2007) hlm. 7
11
Ibid, hlm 11
9

Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman| 3

memahami alquran ternyata memiliki berbagai keterbatasan.12 Akibat


dari keterbatasan itu, implikasinya, teks akan diperlakukan hanya sebagai
teks pasif yang semata-mata digunakan sebagai postulat bagi pembenaran
ide-ide penafsir tanpa memperhatikan konteks. Aspek keutuhan dan
integralitas pesan yang disampaikan menjadi sulit untuk dilihat, bahkan
sering melahirkan distorsi. Ini terlihat jelas terutama dalam metode tafsir
ijmali (global), tahlili (analitis), dan muqarin (komparatif), bahkan dalam
metode mutakhirnya maudhui (tematis).13
Para

pemikir

kontemporer

kemudian

melihat

bahwa

jika

keterbatasan-keterbatasan ini dibiarkan terus-menerus, selamanya umat


Islam tidak akan mampu menembus lautan makna yang dibentangkan di
balik ayat-ayat alquran.14 Umat Islam akan selamanya terjebak dalam
pagar intelektualitas tafsir dengan batas-batasnya yang sempit. Karena
itu, harus diusahakan sebuah rekonstruksi atas metodologi penafsiran.
Tidak heran, hermeneutika kemudian menjadi alternatif baru dalam
upaya rekonstruksi keilmuan tafsir itu.
Dengan asumsi bahwa teks apapun dapat ditafsirkan dalam
hermeneutika, alquran diperlakukan sebagai sebuah teks yang bisa
dipahami pesan-pesannya dengan cara menelusuri tidak hanya teks itu
sendiri, tetapi menjelaskan secara rinci tentang proses penerimaan wahyu
sejak dari tingkat perkataan sampai ke tingkat dunia.15 Hermeneutika
merupakan suatu perangkat disiplin yang netral, elastis dan berkembang,
dimana pemahaman orang terhadapnya tidak harus mengikuti alur yang
dimiliki orang lain, tak heran jika semua disiplin ilmu merasa
memerlukannya. Tak terkecuali keilmuan Islam. Kesadaran hermeneutis
ini telah mengakar di benak pemikir-pemikir kontemporer, khususnya
12

Keterbatasan yang dimaksud bahwa penafsiran selama ini hanya menekankan pada pemahaman
teks semata tanpa mau mendialogkannya dengan realitas yang tumbuh ketika teks itu dikeluarkan
dan dipahami oleh pembacanya.
13
Abd al-Hayyi al-Farmawi, Al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhuiy, (Dirasah Manhajiyyah
Maudhuiyyah: Mathbaah al-Hadarah al-Arabiyyah, 1997), hlm 21
14
Sibawaihi, Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman. (Yogyakarta: Jalasutra, 2007) hlm. 13
15
Ibid, hlm. 14
Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman| 4

Fazlur Rahman dari Pakistan yang menerapkan hermeneutika dalam


kerangka interpretasi sistematis dan sintetis-logis. Teori hermeneutika
alquran inilah yang ingin diuraikan dalam pembahasan selanjutnya.
3. Biografi Fazlur Rahman
Fazlur Rahman lahir di Hazara -kini menjadi bagian dari Pakistanpada 21 September 1919. Situasi ketika ia dilahirkan memberi pengaruh
bagi perkembangan pemikirannya di kemudian hari. Perdebatan publik16
di antara berbagai golongan Muslim yang terjadi sebelum kelahirannya
mewarnai kehidupan sosial negerinya. Perdebatan ini mulai menanjak
ketika Pakistan dinyatakan berpisah dari India dan menjadi sebuah
negara yang berdaulat dan merdeka pada tanggal 14 Agustus 1947.17 Di
tengah perdebatan inilah yang menjadi pemicu baginya untuk mendalami
seluk-beluk keilmuan Islam dan menguasai berbagai arus metodologi
pemikiran.
Rahman lahir dan dibesarkan dari keluarga yang mementingkan
pendidikan. Ayahnya, Maulana Syahab al-Din adalah seorang ulama
tradisional yang bermazhab Hanafi.18 Meskipun ayahnya seorang
tradisionalis, namun ia tak seperti kebanyakan ulama di zamannya yang
menentang dan menganggap pendidikan modern dapat meracuni
keimanan dan moral. Menurutnya, Islam harus menghadapi realitas
kehidupan modern, tidak hanya sebagai sebuah tantangan (challenge)
tetapi juga merupakan kesempatan (opportunity).19 Keyakinan sang ayah
inilah yang kelak dipatrikan pada Fazlur Rahman.
Sekolah modern dimasukinya di Lahore tahun 1933. Pendidikan
tingginya ditempuh di Punjab University jurusan Bahasa Arab, dan
16

Ada tiga kubu yang berseteru: kaum modernis, kaum tradisionalis, dan kaum funamentalis.
Kaum modernis merumuskan konsep kenegaraan Islam dalam bingkai term ideologi modern,
kaum tradisionalis menawarkan konsep kenegaraan yang didasarkan atas teori-teori politik
tradisionalis Islam: khalifah dan imamah, sedangkan kaum fundamentais mengusulkan konsep
kenegaraan kerajaan Tuhan.
17
Sibawaihi, Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman. (Yogyakarta: Jalasutra, 2007) hlm. 17
18
Sebuah mazhab Sunni yang lebih rasionalis dibanding mazhab lain (Syafii, Maliki, dan
Hanbali).
19
Kurdi, dkk. Hermeneutika Al-Quran dan Hadis. (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2010), hlm. 61
Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman| 5

selesai dengan gelar BA tahun 1940. Gelar Master untuk jurusan


ketimuran juga diraihnya di universitas yang sama tahun 1942.20
Menyadari bahwa mutu pendidikan di India saat itu masih rendah,
Rahman memutuskan untuk memperdalam ilmunya di Inggris.21 Pada
tahun 1946, ia masuk Oxford University dan kemudian menyandang
gelar doktor di bidang sastra pada tahun 1950.
Setamat dari Oxford University, Rahman tidak langsung pulang ke
Pakistan, selama beberapa tahun, ia memilih mengajar di Eropa. Hingga
tiga tahun kemudian, semangat patriotik kenegaraannya mengalahkan
segalanya. Hal itu karena, setelah pemerintahan Pakistan bergulir di
tangan Ayyub Khan yang berpikiran modern, Rahman terpanggil untuk
membenahi negeri asalnya dan rela meninggalkan karier akademiknya
demi sebuah tantangan yang menghadang di negeri sendiri. Ia lalu
ditunjuk menjadi direktur Pusat Lembaga Riset Islam selama satu periode
(1961-1968).22 Di masa ini, ia tercatat memprakarsai terbitnya Journal of
Islamic Studies, tempat ia menampungkan gagasan-gagasannya.
Rahman bekerja sangat serius, langkah yang diambilnya adalah
strategi ganda, yakni mengangkat orang tamatan madrasah yang memiliki
pengetahuan bahasa inggris dan memberikan pelatihan teknik-teknik riset
modern juga mengirim beberapa orang ke luar negeri untuk memperoleh
pelatihan dan gelar dalam kajian-kajian Islam. Akan tetapi, usaha ini
tidak berlangsung lama. Penunjukan dirinya sebagai direktur sebenarnya
tidak direstui oleh kalangan ulama tradisionalis.23 Karenanya, wajar bila
selama kepemimpinannya lembaga riset kerap menuai kecaman dan
serangan dari kaum tradisionalis dan fundamentalis. Puncaknya meletus
ketika dua bab pertama dari bukunya, Islam, dipublikasikan Fikr-u-Nazr.
Masalah sentralnya adalah seputar hakikat wahyu alquran. Rahman
20

Sibawaihi, Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman. (Yogyakarta: Jalasutra, 2007) hlm. 18


Keputusan yang dinilai berani, sebab terdapat anggapan bahwa sangat aneh jika seorang Muslim
belajar Islam di Eropa. Kalaupun berhasil, orang tersebut sangat sulit diterima kembali oleh
masyarakatnya, tak jarang juga mereka mengalami penindasan.
22
Sibawaihi, Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman. (Yogyakarta: Jalasutra, 2007) hlm. 19
23
Ibid, hlm. 20
21

Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman| 6

menulis bahwa Alquran secara keseluruhannya adalah Kalam Allah, dan


dalam pengertian biasa, juga seluruhnya adalah perkataan Muhammad.24
Fenomena tersebut memaksa Rahman untuk kembali meninggalkan
tanah kelahirannya. Ia melihat negaranya belum siap menyediakan
lingkungan akademik yang bebas dan bertanggung jawab. Pada tahun
1970 Rahman berangkat ke Chicago, dan langsung dinobatkan menjadi
guru besar untuk pemikiran Islam di Universitas Chicago. Universitas
tersebut merupakan tempatnya menelurkan banyak karyanya. Tempat ini
pula yang menjadi tempat persinggahan terakhirnya, hingga wafatnya
pada 26 Juli 1988. Selama 8 tahun terakhirnya, selain mengajar di
Universitas Chicago, ia kerap diminta memberikan kuliah di universitas
lain. Rahman menjadi Muslim pertama penerima medali Giorgio Levi
della Vida, yang melambangkan puncak prestasidalam bidang studi
peradaban Islam dari UCLA.25
4. Respon Rahman terhadap Gerakan-gerakan Pembaharuan
Kepindahan Rahman ke Chicago adalah akibat dari fakta bahwa
negaranya belum siap menampung ide-ide pembaharuannya. Sekalipun
di India atau Pakistan telah terjadi pembaharuan, namun sifatnya masih
dalam lingkup yang sangat terbatas. Seperti pembaharuan yang
berkembang pada abad pertengahan, mereka mendesakkan pembebasan
ijtihad (kebebasan berpikir) dan menyingkirkan segala bentuk taqlid
kepada ulama-ulama abad pertengahan dengan mengambil posisi dari
yang keras sejauh mereka menerima alquran dan hadis sebagai sumber
materi agama. Bahkan menolak qiyas, metode alasan analogis, untuk
menafsirkan alquran dan sunnah. Implikasinya mereka terjebak dalam
penafsiran menurut yang tertulis dalam alquran dan sunnah.26 Rahman
belum melihat perkembangan signifikan yang benar-benar selaras dengan
harapannya. Fenomena tersebut sebagai salah satu alasan yang membuat
kegelisahan Rahman untuk mendefinisikan kembali Islam dalam konteks
24

Ibid, hlm. 20
Kurdi, dkk. Hermeneutika Al-Quran dan Hadis. (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2010), hlm. 64
26
Fazlur Rahman, Islam, terj. Sinoaji Saleh (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hlm. 315
25

Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman| 7

modernitas dalam gerakan neo-modernis.27 Pembaharuan ini memiliki


tingkatan dan perkembangan. Rahman membagi sifat pembaharuan ini
secara umum menjadi empat kelompok gerakan, yaitu: pertama,
revivalisme pramodernis; kedua, modernisme klasik; ketiga, neorevivalisme; dan keempat, neo-modernisme.28
Kelompok neo-modernisme. Pada posisi inilah Rahman berdiri,
bahkan mengklaim dirinya sebagai juru bicaranya.29 Karenanya, dalam
konteks ini, Rahman mencanangkan suatu penyusunan metodologi yang
tepat dan logis untuk mengkaji alquran, yaitu -hermeneutika alquransebuah metode yang mengkaji alquran secara komprehensif dan mampu
menjawab persoalan-persoalan umat di zaman sekarang.30 Metodologi ini
diharapkan dapat melakukan rekonstruksi sistematis atas Islam namun
tetap berpegang pada akar-akar spiritualnya.
5. Alquran dalam Perspektif Rahman
Sebelum membicarakan tentang hermeneutika alquran Fazlur
Rahman, menarik untuk dieksplorasi konsep Rahman tentang alquran.
Konsep Rahman tentang alquran, sebagaimana yang dapat disimpulkan
dalam bukunya Islam, adalah:
Alquran secara keseluruhan adalah kata-kata (kalam) Allah, dan
dalam pengertian biasa, juga keseluruhannya merupakan kata-kata
Muhammad. Jadi, alquran murni kata-kata Ilahi, namun tentu saja,
ia sama-sama secara intim berkaitan dengan personalitas paling
dalam Nabi Muhammad yang hubungannya dengan kata-kata
(kalam) Ilahi itu tidak dapat dipahami secara mekanis seperti
hubungan sebuah rekaman. Kata-kata (kalam) Ilahi mengalir
melalui hati Nabi.31
27

Neomodernis adalah penamaan aliran/gerakan. Istilah ini secara sederhana dapat diartikan
dengan paham modernisme baru, Neomodernisme digunakan untuk memberi identitas pada
kecenderungan pemikir Islam yang muncul dalam dekade terakhir yang berusaha menjembatani
bahkan mengatasi pemikiran tradisionalisme dan modernisme. Artinya, jika modernisme sangat
perhatian terhadap rasionalisme, modernisme mencoba mengambil apa yang ditinggal oleh
gerakan modernisme. di samping kemunculan Neomodernis karena tuntutan zaman yang kurang
mendapat antisipasi oleh pemikiran keislaman yang sudah mapan secara historis. Lihat Ahmad
Amir Aziz, Neo-Modernisme Islam di Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 1999) hlm. 15-16
28
Sibawaihi, Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman. (Yogyakarta: Jalasutra, 2007) hlm. 25
29
Ibid, hlm. 25
30
Kurdi, dkk. Hermeneutika Al-Quran dan Hadis. (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2010), hlm. 68
31
Fazlur Rahman, Islam. hlm. 32-35
Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman| 8

Definisi Rahman di atas, mengasumsikan bahwa pola hubungan


atau model pewahyuan yang dibangun antara alquran (sebagai sebuah
teks; The Text), Allah adalah pengarang (The Author) dan Muhammad
(The Reader and the author). Pengasumsian Muhammad sebagai
penerima sekaligus pembicara ini menegaskan bahwa secara psikologi
Muhammad berpartisipasi baik mental maupun intelektual dalam
penerimaan wahyu itu.32 Oleh karena itu, alquran harus dipahami dalam
konteks yang tepat yakni perjuangan Nabi dan latar belakang dari
perjuangan tersebut.33
6. Gagasan Hermeneutika dalam Menginterpretasikan al-Quran
Gagasan untuk menjadikan alquran universalitas dan fleksibilitas,
alquran tidak bisa dipahami secara atomistik, melainkan harus sebagai
kesatupaduan yang terjalin sehingga menghasilkan suatu weltanschauung
yang pasti.34 Pemahaman seperti ini yang tidak didapatkan dalam
penafsiran-penafsiran klasik, mereka terlalu asyik bermain dengan katakata yang menyebabkan mereka terjebak dalam penafsiran literaltekstual. Bagi Rahman fenomena ini terjadi dikarenakan ketidaktepatan
dan ketidaksempurnaan alat-alat yang disebabkan kegersangan metode
penafsiran.
Untuk mengantisipasi persoalan tersebut, Rahman menawarkan
suatu metode yang logis, kritis, dan komprehensif, yaitu hermeneutika
doble movement (gerak ganda interpretasi).35 Metode ini memberikan
pemahaman yang sistematis dan kontekstualis, sehingga menghasilkan
suatu penafsiran yang tidak atomistik, literalis dan tekstualis, melainkan
penafsiran yang mampu menjawab persoalan-persoalan kekinian.
Persoalan mengapa harus mengetahui masa alquran diturunkan,
sedangkan masa dahulu dengan masa sekarang tidak mempunyai
32

Ibid, hlm. 32-33


Fazlur Rahman, Interpreting the al-Quran, Inquiri, May (1998), hlm. 46
34
Kurdi, dkk. Hermeneutika Al-Quran dan Hadis. (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2010), hlm. 70
35
Adapun yang dimaksud gerakan ganda adalah: dimulai dari situasi sekarang ke masa alquran
diturunkan dan kembali lagi ke masa kini. Lihat Fazlur Rahman, Islam and Modernitas;
Transformation of an Intellectual Tradition (Chicago and London: University Press, 1982), hlm. 6
33

Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman| 9

kesamaan, Rahman mengatakan: alquran adalah respon Ilahi melalui


pikiran dan ingatan Nabi, kepada situasi moral-sosial masyarakat Arab
pada masa Nabi.36 Artinya, signifikansi pemahaman setting-social Arab
pada masa alquran diturunkan disebabkan adanya proses dialektika
antara alquran dengan realitas, baik itu dalam bentuk tahmil (menerima
dan melanjutkan), tahrim (melarang keberadaannya), dan taghiyyur
(menerima dan merekonstruksi tradisi).37
Adapun

mekanisme

hermeneutika

doble

movement

yang

ditawarkan Fazlur Rahman dalam menginterpretasi alquran adalah:


a. Gerak Pertama
Gerakan pertama, yakni dari situasi sekarang ke masa alquran
diturunkan, terdiri dari dua langkah:
Langkah Pertama, merupakan tahap pemahaman arti atau makna dari
suatu pernyataan dengan mengkaji situasi atau problem historis
dimana pernyataan alquran tersebut merupakan jawabannya. Tentu
saja, sebelum mengkaji ayat-ayat spesifik dalam sinaran situasi-situasi
spesifiknya, suatu kajian mengenai situasi makro dalam batasanbatasan masyarakat agama, adat-istiadat, lembaga-lembaga bahkan
mengenai kehidupan secara menyeluruh di Arabia pada saat turunnya
Islam dan khususnya di Makkah akan dilakukan. Jadi, langkah
pertama dari gerakan yang pertama adalah memahami makna alquran
sebagai suatu keseluruhan di samping dalam batas-batas ajaran yang
khusus yang merupakan respon terhadap situasi-situasi khusus.38
Langkah Kedua, menggeneralisasikan jawaban-jawaban spesifik itu
dan menyatakan sebagai pernyataan-pernyataan yang memiliki tujuantujuan moral-sosial umum yang dapat disaring dari teks-teks
spesifik dalam sinaran latarbelakang sosio-historis dan ratio-legis
(illat hokum) yang sering dinyatakan. Sesungguhnya langkah pertama
36

Ibid, hlm. 6
Ali Shodiqin, Antropologi al-Quran; Model Dialektika Wahyu dan Realitas (Yogyakarta: arRuzz Media, 2008), hlm. 116-117
38
Fazlur Rahman, Islam and Modernitas, hlm. 7
37

Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman| 10

itu -pemahaman teks spesifik- sendiri mengimplikasikan langkah


kedua dan akan mengantar ke arah itu.39
b. Gerak Kedua
Gerakan kedua merupakan proses yang berangkat dari pandangan
umum

ke

pandangan

khusus

yang

harus

dirumuskan

dan

direalisasikan sekarang, yakni yang umum harus diwujudkan dalam


konteks

sosio-historis

konkret

sekarang.

Dengan

demikian,

metodologi yang diintrodusir oleh Rahman adalah metode berpikir


yang bersifat reflektif, mondar-mandir antara deduksi dan induksi
secara timbal balik.40
Jika dicermati teori doble movement Fazlur Rahman, tampaknya
mencoba mendialektikakan text, author, dan reader.41 Sebagai author,
Rahman tidak memaksa teks berbicara sesuai dengan keinginan
author, melainkan membiarkan teks berbicara sendiri. Untuk
mengajak teks berbicara, Rahman menelaah historisitas teks. Historis
yang dimaksudkan disini bukanlah semata-mata asbab al-nuzul
sebagaimana yang dipahami oleh ulama konvensional, yaitu peristiwa
yang menyebabkan alquran diturunkan,42 melainkan lebih luas dari
itu, yaitu setting-sosial masyarakat Arab dimana alquran diturunkan
atau lebih tepat disebut qiraah al-tarikhiyyah.
Di samping itu, menurut Birt sebagaimana yang dikutip Abd Ala,
historisisme Rahman terdiri dari tiga tahap yang saling berhubungan.
Pertama, pemahaman terhadap proses sejarah yang dengan itu Islam
mengambil bentuknya. Kedua, analisis terhadap proses tersebut untuk
membedakan prinsip-prinsipnya yang esensial dari formasi-formasi
umat Islam yang bersifat partikular sebagai hasil kebutuhan mereka
yang bersifat khusus. Ketiga, pertimbangan terhadap cara yang terbaik

39

Ibid, hlm. 7
Kurdi, dkk. Hermeneutika Al-Quran dan Hadis. (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2010), hlm. 72
41
Ibid
42
Muhammad Abdul Azim al-Zarqani, Manahil al-Irfan fi Ulum al-Quran (Beirut: Dar alKutub al-Ilmiah, 2003), hlm. 63
40

Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman| 11

untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip esensial tersebut.43 Berkaitan


dengan ketiga tahapan historisisme Rahman, penulis berasumsi bahwa
itulah yang disebut dengan origin, change, dan development.
Selain teori doble movement, Rahman juga menggunakan teori lain
dalam menginterpretasikan alquran, khususnya ayat-ayat metafisika.
Metode tersebut adalah metode sintetis-logis. Hal ini sebagaimana
disebutkan oleh Rahman sendiri:
Kecuali dalam penggarapan beberapa tema penting semisal aneka
ragam komunitas agama, kemungkinan dan aktualitas mujizat, serta
jihad, yang kesemuanya menunjukkan evolusi melalui alquran,
prosedur yang digunakan dalam mensintetis-kan tema-tema, lebih
bersifat logis ketimbang kronologis.44
7. Melacak Akar Teori Double Movement
Sebagai sebuah teori dan sistem interpretasi, hermeneutika jelas
sangat diperlukan dalam memahami alquran, yakni dalam rangka
memberi makna dan memproduksi makna sehingga teks menjadi hidup
dalam konteks apa pun. Terkait dengan hermeneutika ini, paling tidak
ada dua aliran utama, yakni aliran objektivis dan aliran subjektivis.
Dalam hal ini, Rahman dapat dikategorikan sebagai pemikir aliran
objektivis. Ia tampaknya terpengaruh oleh hermeneutika model Emelio
Betti yang masih mengakui original meaning (makna otentik), ketimbang
hermeneutika Hans-Georg Gadamer (penganut aliran subjektivis) yang
sudah tidak percaya lagi pada original meaning.45
Meskipun Fazlur Rahman sealiran dengan Betti yang masih
percaya pada makna objektif dan juga masih mengakui adanya original
meaning, namun ada perbedaan mengenai konsep the original meaning
antara Betti dan Rahman. Jika Betti berkeyakinan bahwa makna asli
suatu teks terletak pada akal pengarang, di mana dalam proses

43

Abd Ala, Dari Neomodernisme ke Islam Liberal (Jakarta: Paramadina, 2003), hlm. 71
Fazlur Rahman, Major Themes of The al-Quran (Chicago: Minneapolis-Bibliotheca Islamica,
1980), hlm. xi
45
Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer. (Yogyakarta: LkiS, 2010), hlm. 175
44

Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman| 12

interpretasinya, teks harus dibawa kepada pikiran pengarang,46 maka


tidak demikian halnya dengan Rahman yang menganggap makna asli
teks dapat dipahami melalui konteks sejarah ketika teks itu ditulis atau
diturunkan.47
Menurut Rahman, alquran adalah respon Tuhan terhadap realitas
yang muncul sehingga setiap ayat yang turun bukanlah kalimat yang
berdiri sendiri, melainkan ia terkait dengan konteks sosio-historis,
budaya, dan problem yang dihadapi saat itu. Dengan kata lain, alquran
dan asal-usul komunitas Islam muncul dalam sinaran sejarah dan
berhadapan dengan latar belakang sosio-historis.48
Langkah pertama dari gerakan ganda adalah upaya sungguhsungguh memahami konteks mikro dan makro di saat alquran diturunkan.
Setelah itu, mufassir mencoba menangkap makna asli (original meaning)
dari ayat alquran dalam konteks sosio-historis era kenabian. Dari situ
maka akan ditemukan ajaran universal alquran yang melandasi berbagai
perintah normatif alquran. Kedua, melakukan generalisasi jawabanjawaban spesifik tersebut dan menyatakannya sebagai pernyataanpernyataan yang memiliki tujuan moral-sosial yang disaring dari ayatayat spesifik dalam sinaran latar belakang sosio-historis dan ratio legis
yang sering dinyatakan.49
Struktur hermeneutika double movement secara skematis dapat
diilustrasikan sebagai berikut:

46

Hans-Georg Gadamer, Truth and Method, hlm. 465


Fazlur Rahman, Islam and Modernity, hlm. 8-9
48
Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer. (Yogyakarta: LkiS, 2010), hlm. 179
49
Ibid, hlm. 181
47

Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman| 13

Situasi Historis

Respon al-Quran

Generalisasi jawaban-jawaban spesifik

Menentukan tujuan moral-sosial al-Quran

Situasi kontemporer

Nilai-nilai al-Quran

Masyarakat Islam
Gambar 1. Struktur hermeneutika Double Movement

8. Hermeneutika al-Quran dan Persoalan Kontemporer


Gagasan hermeneutika alquran Rahman merupakan suatu tawaran
yang menarik, ketika kita mencoba mencermati dan mengaitkannya
dengan persoalan kontemporer. Sebagai contohnya adalah ayat yang
membicarakan tentang poligami.
QS. An-Nisa (4): 3
Ayat tersebut turun sebagai respon terhadap perilaku para wali dari
anak-anak yatim, baik laki-laki maupun perempuan yang sering
menyelewengkan

harta

kekayaan

mereka.50

Kemudian

alquran

menyerukan agar mereka (para wali) tidak menyelewengkan harta itu,


dan mereka boleh mengawini (perempuan yatim) sampai empat orang

50

Abdul Fatah Abdul Ghani al-Qadhi, Asbab al-Nuzul an al Shahabah wa al-Mufassirin (Mesir:
Dar al-Salam, 2005), hlm. 64
Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman| 14

diantara mereka, asalkan mereka dapat berlaku adil. Seruan ini juga
didukung oleh QS. An-Nisa (4): 127.51
Pernyataan diatas dengan melihat asbab al-nuzul-nya menunjukkan
bahwa masalah ini muncul dalam konteks perempuan perempuan yatim.
Tapi kemudian alquran memperingatkan bahwa betapapun mereka (para
wali) itu berupaya (berkeinginan mengawini sampai empat), namun
kalian, kata Allah, tidak akan dapat berlaku adil kepada perempuanperempuan tersebut. (QS. An-Nisa (4): 129).
Pandangan-pandangan alquran diatas, menurut Fazlur Rahman
terdapat distingsi (antara aspek legal dan ajaran moral alquran), yaitu:
izin untuk beristri empat orang, dan keharusan untuk berlaku adil kepada
mereka. Berdasarkan atas distingsi ini, Rahman kemudian berkesimpulan
bahwa:
Yang benar nampaknya bahwa diizinkan poligami adalah pada
taraf legal, sementara sanksi-sanksi yang diberikan kepadanya
pada hakekatnya adalah sebuah cita-cita moral yang mana
masyarakat diharapkan bergerak kearahnya, karena tidak mungkin
untuk menghapuskan poligami secara legal sekaligus.52
Dari alasan tersebut dapat disimpulkan bahwa, kebolehan
berpoligami pada dasarnya lahir sebagai jawaban bagi wali yang tidak
berlaku adil bagi anak yatim, baik laki-laki maupun perempuan. Dan
alquran membolehkan mereka (para wali) mengawini perempuan yatim
itu dijadikan istri sampai batas empat orang. Tujuan alquran disini adalah
untuk menguatkan bagian-bagian masyarakat yang lemah (seperti orangorang miskin, anak yatim kaum wanita, budak-budak, dan orang yang
terjerat hutang)53 sehingga tercipta sebuah tatanan masyarakat yang etis
dan legaliter. Karena sebab turunnya ayat ini berkaitan dengan
51

Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah: Allah memberi fatwa
kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam al-Quran (juga
memfatwakan) tentang para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa yang
ditetapkan untk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka dan tentang anak-anak yang masih
dipandah lemah. Dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara
adil, dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan. Maka sesungguhnya Allah maha Mengetahuinya.
(QS. An-Nisa (4): 129)
52
Fazlur Rahman, Major Themes of The Quran, hlm. 70
53
Ibid, hlm. 68
Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman| 15

perempuan yatim, dan kebutuhan berpoligami dengan syarat berleku adil


tidak mungkin (mustahil), maka proses poligami ke monogami ini
membutuhkan pentahapan-pentahapn perubahan legislasi Islam seperti
fenomena yang sama terjadi dalam kasus perbudakan. Jadi monogami
lebih kontekstual dalam legislasi Islam.54
D. PENUTUP
Teori double movement Fazlur Rahman merupakan teori yang terdiri
dari dua gerakan. Pertama, dari yang khusus (partikular) kepada yang umum
(general). Artinya, sebelum seorang mufassir mengambil kesimpulan hukum,
ia harus mengetahui terlebih dahulu arti yang dikehendaki secara tekstual
dalam suatu ayat dengan meneliti alasan-alasan hukumnya (ratio legis-illat),
baik yang disebutkan secara eksplisit maupun implisit. Gambaran setting
sosial masyarakat Arab baik yang berkenaan dengan adat kebiasaan, pranata
sosial, maupun kehidupan keagamaan saat alquran diturunkan, juga harus
diperhatikan secara serius oleh seorang mufassir. Baru setelah itu, dilakukan
generalisasi terhadap pesan yang ingin disampaikan oleh alquran.
Adapun mengenai ayat-ayat telogis-metafisis, Rahman menawarkan
pendekatan sintetis logis, yaitu pendekatan dengan cara mengevaluasi ayatayat yang berhubungan dengan tema yang akan dibahas dan yang
berhubungan tidak harus berbicara tentang tema yang sama.

54

Ibid, hlm. 71
Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman| 16

Anda mungkin juga menyukai