Anda di halaman 1dari 15

KLASIFIKASI MAKNA

Diajukan untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Semantik Al-Qur’an

Dosen Pengampu : Syamsuni, MA

Oleh :

Irma Suryani Dewi (200103020127)


Fitri Handayani (200103020128)
Maulana (200103020130)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
BANJARMASIN
2022
A. Pendahuluan
Bahasa merupakan sistem komunikasi yang amat penting bagi manusia.
Bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang tidak terlepas dari arti atau
makna pada setiap perkataan yang diucapkan. Sebagai suatu unsur yang
dinamik, bahasa senantiasa dianalisis dan dikaji dengan menggunakan berbagai
pendekatan untuk mengkajinya. Antara lain pendekatan yang dapat digunakan
untuk mengkaji bahasa ialah pendekatan makna. Semantik merupakan salah
satu bidang linguistik yang mempelajari tentang makna.
Makna merupakan inti dari komunikasi. Setiap orang yang menggunakan
bahasa, siapa pun dan menggunakan bahasa apa pun harus memiliki kesamaan
dalam memahami makna kata-kata yang ada di dalamnya. Jika tidak demikian,
maka akan terjadi sesuatu yang disebut “kegagalan dalam berkomunikasi”,
karena dalam proses komunikasi di antara mereka akan sulit dipahami, bahkan
mungkin akan mustahil dapat dipahami.
Bahasa merupakan media komunikasi yang paling efektif yang
dipergunakan oleh manusia untuk berinteraksi dengan individu lainnya. Bahasa
yang digunakan dalam berinteraksi pada keseharian kita sangat bervariasi
bentuknya, baik dilihat dari fungsi maupun bentuknya. Tataran penggunaan
bahasa yang dipergunakan oleh masyarakat dalam berinteraksi tentunya tidak
lepas dari penggunaan kata atau kalimat yang bermuara pada makna, yang
merupakan ruang lingkup dari semantik.
B. Pembahasan
1. Makna Leksikal (Lexical Meaning)
Makna leksikal adalah makna kata secara lepas, tanpa ada kaitan dengan
kata lain dalam suatu konstruksi. Sedangkan menurut Djajasudarma, makna
leksikal adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa,
dan lain-lain.1 Pengertian ini mengarah pada makna-makna kata yang ada di
dalam kamus, karena itu Djajasudarma mengatakan bahwa makna leksikal ini
juga sering disebut makna kamus. Sedangkan menurut Chaer, makna leksikal

1
T. Fatimah Djajasudarma, Semantik I, Makna Leksikal Dan Makna Gramatikal (Bandung:
Refika Aditama, 2009), 16.

Klasifikasi Makna | 1
adalah makna yang sesuai dengan acuan atau referennya, atau makna yang
sesuai dengan hasil observasi alat indera.2
Tiga definisi di atas dapat membantu kita dalam memahami konsep makna
leksikal. Paling tidak kita bisa mendeteksi bahwa makna-makna leksikal itu
memiliki karakteristik yang dapat membedakannya dari makna-makna
selainnya:
1) Makna leksikal melekat pada kata-kata yang berapa di dalam kamus,
atau makna kata-kata pada waktu berdiri, baik dalam bentuk tuturan
maupun dalam bentuk dasar.
2) Makna kata yang sesuai dengan referen (acuannya), meskipun kata
tersebut berada dalam konteks kalimat.
3) Makna leksikal bisa saja berada dalam struktur atau dalam konteks
kalimat, bisa juga di luar struktur dan konteks (di dalam kamus)3
Contoh dari makna leksikal diantaranya adalah
a. Rumah : bangunan untuk tempat tinggal manusia.
b. Makan : mengunyah dan menelan sesuatu.
c. Dosen : tenaga pengajar pada perguruan tinggi.
d. Buku pelajaran : lembaran-lembaran kertas yang dijilid yang
biasa digunakan oleh siswa atau mahasiswa
untuk mencatat pelajaran atau materi kuliah.
Contoh kalimat yang menggunakan makna leksikal diantaranya adalah
a) Seorang petani membangun rumah di daerah pegunungan.
b) Rizal sedang makan nasi goreng.
c) Pak Agus adalah seorang dosen di UIN Antasari Banjarmasin.
d) Mahasiswa mencatat hasil pembelajaran di buku pelajaran.
Jika diamati, maka setiap kata yang bergaris bawah pada contoh-contoh di
atas mengacu pada referennya. Kata rumah misalnya, mengacu pada bangunan
yang digunakan untuk tempat tinggal manusia. Kata makan mengacu pada

2
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009),
60.
3
Mohammad Kholison, Semantik Bahasa Arab: Tinjauan Historis Teoritik & Aplikatif
(Sidoarjo: CV. Lisan Arabi, 2016), 191.

Klasifikasi Makna | 2
kegiatan mengunyah dan menelan sesuatu. Kata dosen mengacu pada tenaga
pengajar yang ada di perguruan tinggi. Dan kata buku pelajaran mengacu
kepada lembaran-lembaran kertas yang digunakan oleh mahasiswa untuk
mencatat materi kuliah.
2. Makna Gramatikal (Gramatical Meaning)
Makna gramatikal adalah makna yang menyangkut hubungan intra bahasa,
atau makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata dalam
kalimat.4 Gramatikal juga dapat dikatakan makna yang muncul sebagai akibat
digabungkannya sebuah kata dalam suatu kalimat. Dan dapat juga timbul
sebagai akibat dari proses gramatikal seperti afiksasi (penambahan prefiks,
infiks, konfiks, sufiks pada kata dasar), reduplikasi (perulangan kata) dan
komposisi (penggabungan makna dasar dengan makna dasar lainnya). Dan
juga munculnya makna gramatikal ini adalah sebagai akibat berfungsinya
sebuah kata dalam konstruksi tertentu. Misalnya melalui proses afiksasi,
reduplikasi, dan komposisi sebagai berikut.
a. Berumah : mempunyai rumah (afiksasi)
b. Rumah-rumah : banyak rumah (reduplikasi)
c. Rumah makan : rumah tempat makan (komposisi)
d. Rumah nenek : rumah milik nenek (komposisi)
Nah dari contoh diatas, kata “berumah” akar katanya adalah “rumah” yang
mana makna asalnya adalah tempat tinggal, namun saat ditambahkan prefiks
be-, maka makna nya berubah, menjadi “mempunyai rumah”. Kata rumah-
rumah juga asal katanya adalah “rumah”, setelah diubah dalam bentuk
reduplikasi, maka maknanya pun berubah, yang awalnya rumahnya hanya satu
menjadi banyak rumah. Dan kata “rumah makan” merupakan gabungan dari 2
kata dasar, yaitu “rumah” dan “makan”. Kedua kata ini tentunya memiliki
makna yang berbeda, namun saat digabungkan menjadi “rumah makan”, maka
akan menghasilkan suatu makna yang baru, yaitu “rumah tempat makan”.

4
Djajasudarma, Semantik I, Makna Leksikal Dan Makna Gramatikal, 16.

Klasifikasi Makna | 3
3. Antara Makna Leksikal dan Gramatikal
Pada tingkat kalimat, makna kalimat terkonstruk dari makna-makna
leksikal yang kemudian masing-masing membentuk makna gramatikal secara
utuh. Dalam hal ini, Al-Khūli memberikan contoh kalimat: Qatala al-Rajulu
al-Asadu (seseorang membunuh singa). Makna kalimat ini terkonstruk dari
beberapa unsur berikut:
1) Makna-makna Leksikal
Jika kata qatala diganti menggunakan kata lain, misal rakaba
(mengendarai), maka makna kalimat tersebut berubah. Ini menjadi bukti
bahwa makna leksikal memiliki peran penting dalam mengkonstruk
makna kalimat.
2) Makna-makna Morfologi
Kata al-Rajulu adalah bentuk mufrad, bukan jamak (al-rijāl),
demikian pula kata al-asad yang juga berbentuk mufrad, bukan jamak
(al-usūd). Kata al-rajulu tergolong ma’rifat, hal ini beda dengan rajulun,
demikian juga kata al-asad. Bentuk mufrad, tasniyah, jama’, ma’rifah
dan nakirah adalah memiliki makna morfologis yang dapat membantu
membentuk makna kalimat secara utuh.
3) Makna-makna Sintaksis
Ungkapan al-Rajulu al-Asad tidak sama dengan al-Asadu al-Rajulu.
Rutbah (kedudukan) dari masing-masing ungkapan ini termasuk faktor
sintaksis yang mengubah makna. Tata urut pada lafad pertama
menjadikan kata al-rajulu (laki-laki) sebagai “orang yang membunuh”
(subjek), sedangkan tata urut pada ungkapan kedua menjadikan kata al-
rajulu sebagai “orang yang terbunuh” (objek).5
4. Makna Analisis (Analytical Meaning) dan Makna Gramatikal
(Grammatical Meaning)
Didasarkan pada hubungan-hubungan antar kata di dalam kalimat, yang
dapat berimplikasi pada benar atau tidaknya informasi dan makna yang

5
Kholison, Semantik Bahasa Arab: Tinjauan Historis Teoritik & Aplikatif, 193–194.

Klasifikasi Makna | 4
disandang oleh kalimat tersebut, maka makna dibedakan menjadi makna
analisis dan makna gramatikal. Perhatikan contoh berikut.
1) Gajah itu hewan.
2) Bujang itu adalah laki-laki yang belum menikah.
3) Janda adalah wanita yang ditinggal mati suaminya.
4) Ibu guru itu wanita.
5) Pintu itu tempat masuk suatu tempat.
6) Umur Adnan 40 tahun.
7) Jarak antara bumi dan matahari adalah 93 juta mil.
8) Diperkirakan ada 3 ribu bahasa di dunia.
9) Ayahnya bekerja di kantor pengacara.
10) Hingga sekarang rata-rata (nilai) akumulasi Salman 78.6
Jika contoh-contoh di atas dipahami dengan cermat, maka dapat diketahui
bahwa enam kalimat pertama (1-6) berbeda dengan kalimat berikutnya (7-10).
Misalnya pada contoh kalimat ke-1 (gajah adalah hewan). Kalimat ini, dilihat
dari subtansi dan isinya valid dan benar, karena sesuai dengan pengertian kata
gajah itu sendiri, karena tidak mungkin ada kata gajah mengacu pada selain
hewan, karena itu subtansi kalimat tersebut sudah pasti benar. Kebenarannya
itu dapat diukur melalui hubungan-hubungan makna dari masing-masing kata
dalam kalimat. Jenis kalimat ini dinamakan makna taḥlily (makna analisis).
Perhatikan ke 1-6, semuanya tergolong kalimat analisis. Karena semua kalimat
yang termaktub itu benar, kebenarannya bersumber dari dalam kalimat itu
sendiri, dan tidak membutuhkan aspek-aspek eksternal untuk menetapkan
kebenarannya. Benar yang dimaksud di sini adalah kesesuaikan makna
kalimat dengan realita, atau kesesuaian makna dengan hakikat.
Setelah memperhatikan kalimat 1-6, amatilah kalimat 7-10. Jika sudah
mencermatinya dengan seksama, maka apakah mungkin dikatakan bahwa
kalimat 6-10 itu adalah kalimat yang benar secara dzat-nya? Tentu saja tidak.
Jika diuji kebenaran kalimat ke-7 misalnya, maka harus bertanya langsung

6
Muhammad Ali Al-Khuli, Ilmu Ad-Dilalah Wa Ilmu al-Ma’na (Yordan: Dar Al-Fallah,
2001), 65.

Klasifikasi Makna | 5
kepada Adnan, berapa umurnya, atau meminta agar Adnan menunjukkan akta
kelahiran, KTP atau ijazahnya, dengan begitu, akan diketahui kebenaran
kalimat tersebut. Kebenaran fakta atau tidaknya kalimat tersebut tidak
bersumber dari kalimat itu sendiri, melainkan dari luar bahasa. Kalimat ke 7-
10 itulah yang oleh Al-Khūli dinamakan kalimat gramatikal.7
Masih menurut al-khūli, (makna yang dikandung) oleh kalimat analisis
selalu dan sudah pasti benar. Kebenarannya itu bersumber dari hubungan-
hubungan antar kata dalam kalimat. Misalnya: bujangan itu adalah lelaki yang
belum menikah. Apakah diragukan kebenaran makna kalimat ini? Tentu tidak.
Apakah ada seorang yang menyandang status bujang disaat yang sama juga
menyandang status menikah? Jawabannya pun tentu tidak. Apakah untuk
mengetahui kebenaran dan tidaknya makna kalimat tersebut dibutuhkan
klarifikasi dulu? Tentu saja tidak perlu, karena kebenaran makna kalimat
tersebut disebabkan oleh dzatiyahnya, dan juga oleh hubungan-hubungan
internalnya, yakni hubungan-hubungan antar kata di dalam kalimat itu sendiri.
Sedangkan kalimat gramatikal, terkadang makna yang dikandungnya
benar (valid), dan adakalanya tidak, hal ini tergantung pada kesesuaian kalimat
dengan aspek eksternal dan hakikatnya. Kesesuaian kalimat dengan realita
dapat menyandang ‘kebenaran’, dan tidak sesuaian kalimat dengan aspek
eksternal menyebabkan kalimat tersebut tidak valid.
5. Makna Dasar (Basic Meaning) Dan Makna Tambahan (Secondary
Meaning)
Setiap kata memiliki makna dasar, yaitu makna kamus. Makna ini menjadi
konvensi bagi penutur asli suatu bahasa. Nama lain dari makna ini adalah
makna mafhūmiy (makna konseptual) dan makna idrākiy (makna kognitif).
Disebut kognitif, karena maknanya memiliki acuan dan konsep tentang
sesuatu yang telah disepakati masyarakat bahasa.
Disamping memiliki makna dasar, banyak kata yang memiliki makna
tambahan. Makna inilah yang disebut denagn makna idāfiy atau makna

7
Kholison, Semantik Bahasa Arab: Tinjauan Historis Teoritik & Aplikatif, 195–196.

Klasifikasi Makna | 6
thānawiy. Makna-makna idāfy ini dapat terlihat ketika dituangkan dalam
tasybīh, utamanya ketika membuang wajah syibih-nya. Berikut ini beberapa
contoh kata yang memiliki makna tambahan yang didiringi dengan kata-kata
tertentu, seperti yang dicontohkan oleh al-khuli.8
1) Mereka pergi seperti kambing (dalam hal ketundukan).
2) Dia bagaikan tikus (dalam hal kepenakutan)
3) Mereka bagaikan singa (dalam hal keberanian)
4) Dia bagaikan lebah (dalam hal kesungguhan)
5) Dia bagaikan jagal (dalam hal kerasnya)
6) Dia bagaikan bunga (dalam hal keindahan)
Makna dasar (basic meaning) disebut juga makna denotatif (denotative
meaning), yaitu makna dasar atau makna asli yang dimiliki oleh sebuah kata.
Pengertian ini mirip dengan makna leksikal, yaitu makna yang mengacu pada
referen yang sebenarnya.
Sedangkan makna tambahan (secondary meaning) disebut juga makna
konotatif adalah makna tambahan terhadap makna dasarnya berupa nilai, rasa,
atau gambaran tertentu. Untuk membedakan kedua makna tersebut alangkah
baiknya pembaca mengamati contoh-contoh berikut:
Kata Makna dasar / denotatif Makna tambahan / konotatif

َ‫أَسد‬ ‫ان‬
َ ‫( احلي و‬binatang) َ‫( الشُّجَاع‬pemberani)
َ‫وْردة‬ Bunga َ‫(الَمال‬kecantikan)
َ‫أ ْْحر‬ ‫( الل ْو َن‬warna) َ‫( الشجَاعة‬keberanian)
‫ي َد‬ ‫( أ ْعضاءَالس َد‬anggota badan) Kekuasaan

َ‫رأْس‬ ‫( أ ْعضاءَالس َد‬anggota badan) Jabatan/pangkat

6. Makna Stilistika (Stylistic meaning)


Banyak sekali kata-kata memiiki makna yang signifikasinya menunjukkan
tingkat penggunaan tertentu dalam tuturan. Apakah tingkat penggunaan kata

8
Al-Khuli, Ilmu Ad-Dilalah Wa Ilmu al-Ma’na, 76.

Klasifikasi Makna | 7
itu berada pada bahasa tulisan, percakapan atau pidato? Misalnya , kata ini
cocok digunakan untuk level pidato? Misalnya Yā ayyuhannās, kata ini cocok
digunakan untuk pidato, bukan untuk level percakapan. Apakah suatu kata
memiliki tingkat resmi, tingkat penasaran, atau tingkat rendah. Kata-kata yang
berlevel rendah sangat tidak layak digunakan dalam situasi resmi. Jadi pada
intinya makna stilistika adalah makna kata yang digunankan berdasarkan
keadaan atau situasi dan lingkungan masyarakat pemakai bahasa.
7. Makna Bunyi (Phonetic Meaning)
Sebagian bunyi kata memiliki kemiripan dengan makna yang disandang
oleh kata tersebut. Jadi, makna bunyi adalah makna yang lahir dari peniruan
manusia pada bunyi-bunyi yang didengarnya dari alam sekitar, baik dari bunyi
hewan, bunyi kejadian, dan lain-lain. Dalam bahasa Indonesia misalnya,
binatang sejenis reptil kecil yang melata di dinding disebut cicak karena
bunyinya “cak, cak, cak”. Begitu juga dengan tokek diberi nama seperti itu
karena bunyinya “tokek, tokek”. Contoh lain meong nama untuk kucing,
gukguk nama untuk anjing, menurut bahasa kanak-kanak karena bunyinya
begitu.
Kata-kata yang dibentuk berdasarkan tiruan bunyi ini disebut kata peniru
bunyi atau onomatope. Kata-kata yang dibentuk berdasarkan tiruan bunyi ini
tidak semuanya sama persis hanya mirip saja, mengapa? Pertama, karena
benda atau binatang yang mengeluarkan bunyi tidak memiliki alat fisiologis
seperti manusia. Kedua, kareana fonologi setiap bahasa tidak sama. Itulah
sebabnya, mengapa orang sunda menirukan kokok ayam jantan sebagai
kongkorongok, orang Melayu Jakarta sebagai kukuruyuk, sedangkan orang
Belanda sebagai kukeleku.
Misalnya dalam bahasa Arab kata-kata berikut:
Sumber
No Kata Makna Bunyi Makna
Bunyi

1. ‫خرىر‬ Bunyi gemercik air ‫املاء‬ Air

2. ‫مواء‬ Meong (suara kucing) َ‫القط‬ Kucing

Klasifikasi Makna | 8
3. ‫صليل‬ Bunyi benturan sesama besi ‫السيف‬ Pedang

Bunyi kata-kata di atas menyerupai acuannya yang ada di alam eksternal


(di luar bahasa). Kata-kata tersebut juga banyak dijumpai di sebagian besar
bahasa. Karena sebagian kata lahir dari peniruan manusia pada bunyi-bunyi
yang didengarnya di alam sekitar, baik dari bunyi hewan, bunyi kejadian, dan
lain-lain. Dan kata-kata jenis ini sangat jarang dijumpai, akan tetapi wujudnya
ada sampai sekarang.
8. Makna Referensial (Referential Meaning) dan Makna Non-Referensial
(Non-Referential Meaning)
Pembagian makna referensial dan non-referensial ini didasarkan pada ada
atau tidaknya referen atau acuan pada kata.9 Suatu kata yang memiliki acuan
yanga ada di luar bahasa, maka makna kata tersebut dinamakan makna
referensial. Sedangkan jika kata itu tidak memiliki acuan, maka makna kata
yang disandang olehnya tergolong makna non-referensial.
Kata-kata yang berkategori content word memiliki makna referensial,
misalnya: baju, buku/kitab, air, dan lain-lain. Di samping itu, ada beberapa
kategori kata yang memiliki makna referensial, misalnya kata ganti
(damir/pronomina), kata keterangan waktu (zarf al-zamān), dan kata
keterangan tempat (zarf al-makān), hanya saja acuan dari ketiga kategori kata
ini dapat berubah-ubah.
Adapun di antara kata-kata yang memiliki makna non-referensial adalah
kata-kata yang berkategori:
a. Kata tugas dan kata negasiَ.
b. Kata penghubung (harf al-‘atfiy), misalnya: َ‫( َواوََالعَطَف‬wawu ‘ataf).
c. Kata depan (ahruf al-jarri), misalnya: ‫َعَ َْن‬,َ‫َاَل‬,‫مَ َْن‬, dan seterusnya.

9. Makna Nisbi (Relative Meaning)


Dalam bahasa kita mengenal kalimat nisbi atau kalimat relatif yang juga
memiliki makna nisbi, misalnya: kata ‫( قريب‬dekat), ‫( بعيد‬jauh), ‫( صغري‬kecil), ‫كبري‬

9
Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, 64.

Klasifikasi Makna | 9
(besar), ‫( ثقيل‬berat), ‫( خفيف‬ringan), ‫( سهل‬mudah), ‫( صعيب‬sulit), ‫( كثري‬banyak), ‫قليل‬

(sedikit), َ‫( طويل‬panjang), dan sebagainya. Kenisbian suatu kata dapat diketahui

melalui beberapa hal berikut:


1) Adanya relativitas antara satu individu dengan yang lain dalam
memandang ukuran kata-kata nisbi, boleh jadi suatu tempat menurut
pandangan anda jauh, tetapi menurut orang lain dekat.
2) Adanya relativitas antara satu waktu ke waktu yang lain dalam kata-kata
nisbi, karena itu boleh jadi sesautu itu dekat menurut pandangan saya,
tetapi menurut anda justru terlihat jauh.
3) Adanya relativitas mengenai hal-hal yang disifati, misalnya: َ‫الفيلَالصغريَاكرب‬

‫( منَاألرنبَالكبري‬gajah kecil itu lebih besar daripada kelinci besar), kata

saghir menjadi lebih besar dari kata al-kabir disebabkan oleh makna-
makna nisbi pada kata-kata ini.

Umumnya kata-kata nisbi berkategori ajektif (kata sifat), tetap bisa juga
berupa verba (fi’il), misalnya: َ‫َقل‬,‫َكث ر‬,‫َق رب‬,‫ بعد‬biasanya kata-kata ini menunjukan

makna jarak, ukuran dan bilangan.10


10. Makna Psikologis (Psychological Meaning)
Dalam bahasa ada makna dasar yang oleh sebagian ahli dinamakan makna
dalāliy yaitu makna mu’jam atau makna kamus yang ditunjukkan oleh kata.
Para ahli bahasa sepakat, bahwa makna-makna kamus tersebut bersifat umum,
hanya saja ada sebagian kata yang memiliki makna emosional atau psikologis.
Sebagai makna tambahan dari makna dasarnya. Di anatara kata-kata yang sarat
dengan makna emosional atau psikologis adalah: ‫َأخَأَصديق‬,‫َابن‬,‫َصداقه‬,‫َأب‬,‫َأم‬,‫وطن‬.

Semua kata tersebut memiliki makna dasar yang tidak disertai aspek emotif.
Kata َ‫ أم‬misalnya, mengandung makna leksikal “ibu”, tetapi juga mengandung

makna psikologis, yaitu: keibuan, lemah lembut, berhati manis, dan

10
Al-Khuli, Ilmu Ad-Dilalah Wa Ilmu al-Ma’na, 73.

Klasifikasi Makna | 10
penyayang. Kata َ‫ وطن‬makna dasarnya adalah “tempat kelahiran” atau “tempat

tinggal dan tumbuh berkembangnya seseorang”, akan tetapi kata ini juga
memiliki makna tambahan, misalnya juga kata ََ‫( الذكرايت‬peringatan), َ‫األمن‬

(keamanan), ‫( موثلَاألهلَواألحباء‬sanak kerabat dan orang-orang terkasih).

11. Makna Idiomatis dan Makna Peribahasa


Idiom adalah satuan-satuan kebahasaan (kata, frasa, dan kalimat) yang
maknanya tidak diketahui dari makna leksikal unsur-unsurnya maupun dari
makna gramatikal satuan tersebut.
Sedangkan makna idiom adalah makna yang terdapat pada kelompok kata
tertentu yang tidak dapat ditelusuri asal-usul kemunculannya. Contoh dalam
bentuk kata: ‫( َفرح‬membahagiakan) dan ََ‫( َوسَع‬memperluas) yang berasal dari

bentuk ajektiva. Makna kedua kata tersebut tergolong transitif (menjadikan


sesuatu sebagaimana dinyatakan pada bentuk dasarnya). Tetapi makna
tersebut tidak terdapat pada kata َ‫ مرض‬yang juga berasal dari bentuk ajektiva

‫ض‬
َ ‫مري‬. Kata َ‫ مرض‬tidak lain bermakna ‘merawat hal yang ada pada bentuk dasar

atau berupaya menghilangkan sesuatu yang dinyatakan pada bentuk dasar’.


Contoh pada tingkat frasa dapat dikemukakan, misalnya: ‫شربَ السجارَة‬

tidaklah bermakna “meminum rokok” atau “memasukkan hal yang dinyatakan


pada kata kedua ke dalam perut melalui mulut”, sebagaimana pada frasa: َ‫شرب‬

ََ‫ احلليبَ شربَ الشاي‬dan contoh-contoh yang senada. Frasa ‫ شربَ السجارة‬berarti

‘mengisap rokok atau merokok’ (‫)يدخن‬. Jadi, makna yang terkandung pada kata

َ‫ مرض‬dan frasa َ‫ شربَالسجارة‬bukanlah makna leksikal atau gramatikal, melainkan

makna idiomatis. Termasuk dalam kategori idiom dalam bahasa Arab adalah
pasangan khas verba dengan huruf jar (preposisinya), misalnya َ‫‘ رغبَف‬senang’

dan ََ‫‘ رغبَ عن‬benci’. Jadi makna idiomatis adalah makna satuan kebahasaan

yang menyimpang dari makna leksikalnya ataupun dari makna gramatikal


unsur-unsur pembentuknya.

Klasifikasi Makna | 11
Jika idiom merupakan satuan kebahasaan yang maknanya ‘menyimpang’
dari makna unsur-unsur pembentuknya, maka tidak demikian dengan
peribahasa, peribahasa merupakan satuan kebahasaan yang digunakan sebagai
perbandingan, tetapi maknanya masih dapat dilacak dari makna leksikal dan
gramatikal unsur-unsur pembentuknya. Dalam bahasa Arab, Ainin dan Asrori
(2008) mengemukakan tiga contoh berikut:
Tidaklah akan kembali hari-hari
Nasi telah menjadi bubur.
yang telah berlalu.
Engkau tidak akan memetik
Barang siapa menanam menuai.
anggur dari durian.
Senda gurau itu melenyapkan Senda gurau memakan
kewibawaan, seperti api melahap kayu kewibawaan sebagaimana api
bakar. memakan kayu bakar.
Satuan (1) berpadanan dengan nasi telah menjadi bubur. Unsur-unsur pada
satuan (1) digunakan dengan makna leksikalnya masing-masing. Satuan
tersebut bermakna harfiah ‘tidaklah akan kembali hari-hari yang telah
berlalu’. Makna tersebut digunakan sebagai pembanding suatu hal yang ada
di luar atau yang tidak dinyatakan. Dalam hal ini yang dibandingkan adalah
kesempatan, waktu, atau kegiatan dan kehidupan yang telah lewat atau telah
dikerjakan. Kesempatan, waktu, kehidupan yang telah lewat atau telah
dikerjakan tidak datang lagi sebagaimana hari-hari yang telah berlalu tidak
akan datang lagi. Kalau pun hari-hari dalam seminggu terus datang berulang,
sesungguhnya hari-hari dalam minggu ini bukanlah hari-hari yang datang
minggu lalu.
Satuanََ‘engkau tidak memetik anggur dari durian’ digunakan sebagai
pembanding hal yang ada di luar satuan tersebut, yaitu hasil perbuatan yang
diperoleh seseorang itu sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya. Yang
menanam durian akan memetik durian, sebagaimana yang menanam anggur
akan memetik anggur. Berbuat baik akan memperoleh hasil yang baik. Jadi
satuan (2) mempunyai makna ’hasil perbuatan sesuai dengan perbuatannya’.
Makna tersebut dapat dilacak dari makna leksikal unsur-unsur dalam satuan.

Klasifikasi Makna | 12
Satuan (2) tampak berpadanan dengan satuan bahasa Indonesia barang siapa
menanam maka ia akan menuai.
Adapun satuan (3) terdiri atas dua klausa. Pertama, ‘senda gurau
memakan kewibawaan’. Dan keduaَ‘api memakan kayu bakar’. Klausa kedua
merupakan pembanding dari klausa pertama. Jadi makna peribahasa satuan
tersebut pada dasarnya sudah dinyatakan pada klausa pertama. Adapun
maksud dari satuan tersebut adalah ‘anjuran atau peringatan untuk tidak
banyak bersenda gurau’
C. PENUTUP
Bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang tidak terlepas dari arti
atau makna pada setiap perkataan yang diucapkan. Semantik merupakan salah
satu bidang linguistik yang mempelajari tentang makna. Pengertian dari
makna sendiri sangatlah beragam. Pada kajian semantik ini kita dapat
mengetahui tentang hakikat makna, jenis-jenis makna (makna leksikal, makna
gramatikal, makna analisis, makna dasar, makna stilistika, makna bunyi,
makna referensial dan non-referensial, makna konotatif dan denotatif, makna
Idiom dan Peribahasa.

Klasifikasi Makna | 13
DAFTAR PUSTAKA

Al-Khuli, Muhammad Ali. Ilmu Ad-Dilalah Wa Ilmu al-Ma’na. Yordan: Dar Al-
Fallah, 2001.

Chaer, Abdul. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2009.

Djajasudarma, T. Fatimah. Semantik I, Makna Leksikal Dan Makna Gramatikal.


Bandung: Refika Aditama, 2009.

Kholison, Mohammad. Semantik Bahasa Arab: Tinjauan Historis Teoritik &


Aplikatif. Sidoarjo: CV. Lisan Arabi, 2016.

Klasifikasi Makna | 14

Anda mungkin juga menyukai