Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS KESALAHAN BAHASA MANDARIN

Analisis Kontrastif Makrolinguistik

Kelompok 4 :

Kelly Novera (1213617020)

Yoshi Paulina (1213617013)

Program Studi Pendidikan Bahasa Mandarin

Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Jakarta


Analisis Kontrastif Makrolinguistik

A. Pengertian Makrolinguistik

Makrolinguistik dalam KBBI memiliki artian sebagai cabang linguistik tentang hubungan antara
bahasa dan faktor di luar bahasa serta penerapan linguistik untuk tujuan praktis. James
(1986:100) mengemukakan bahwa makrolinguistik adalah sejenis linguistik yang bertugas
menelaah atau mengkaji “tuturan berdasarkan situasi” atau “situated speech”. Ahli bahasa
lainnya, Yngve (1975) dalam Tarigan (1989) menyebut makrolinguistik sebagai linguistik
“besar” atau linguistik “manusia” yang bertujuan “untuk mencapai suatu pengertian ilmiah
mengenai bagaimana (cara) insan-insan manusia berkomunikasi.” Singkatnya, Makrolinguistik
adalah cabang linguistik yang menekankan hubungan antara bahasa dan faktor di luar bahasa
untuk melihat bahasa sebagai sarana komunikasi.

Anakon makrolinguistik adalah suatu kegiatan menganalisa perbedaan antara dua bahasa melalui
aspek makrolinguistik meliputi, analisis teks, analisis teks kontrastif, dan analisis wacana dengan
tujuan mengetahui bagaimana manusia berkomunikasi dengan manusia lainnya, serta hubungan
antara bahasa dan faktor di luar bahasa.

Hymes (1972) dalam Tarigan (1989) mengemukakan bahwa untuk berkomunikasi, manusia
haruslah memiliki kompetensi komunikatif. Ia juga memperkenalkan 6 variabel kompetensi
komunikatif yang harus dimiliki manusia dalam berkomunikasi, antara lain:

1. Setting (latar): Waktu dan tempat menentukan apa yang diucapkan. Misalnya, pertanyaan
seorang dosen kepada mahasiswanya setelah selesai kuliah, tentu berbeda dengan pertanyaan
yang ia ajukan di kelas.

2. Participants (partisipan): Partisipan terdiri atas addressor (pengarah), speaker (pembicara),


addresse (sialamat), dan audience (pemirsa atau pendengar).

3. Purpose (maksud atau tujuan): Setiap perkataan tentu memiliki maksud atau tujuan. Beberapa
maksud/tujuan nyata tindak tutur adalah: persuasi/meyakinkan, menyuruh, menyarankan,
menyapa, dll.
4. Key (kunci): Key atau kunci di sini merupakan “nada, cara atau semangat/jiwa” tindak tutur
itu dinyatakan. Misalnya, perkataan dapat dikatakan secara halus, kasar, atau bahkan akrab.

Contohnya: Kalimat “Sebaiknya kalian menabung sedikit demi sedikit untuk hari tua”, dengan
“Kalau kalian tidak berhemat, rasakan nanti akibatnya di hari tua!”

5. Content (isi): Topik yang sedang dibicarakan atau apa yang dibicarakan turut menentukan
pemilihan bahasa.

6. Channel (saluran): Pada komunikasi verbal, ada dua saluran utama, yaitu tuturan atau tulisan.
Bentuk bahasa lisan/tuturan tentu berbeda dengan bentuk bahasa tulisan.

Sederhananya, keenam variabel ini dapat diekspresikan dengan: Siapa berkata apa kepada
siapa, di mana dan apabila, bagaimana dan mengapa. Ini mirip seperti 5W + 1H.

B. Ranah Makrolinguistik

Parera (1997: 112) mengatakan bahwa ada tiga bidang telaah bahasa yang menjadi liputan
anakon Makrolinguistik, yakni: 1) bidang yang berhubungan dengan kemampuan komunikasi, 2)
bidang yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa linguistik dalam seting ekstralinguistik,
dan 3) bidang yang berhubungan dengan penataan kebahasaan yang melampaui satuan kalimat.
Perluasan bidang ini bertujuan untuk memasukkan aspek sosiokultural dalam analisis kontrastif.
Pada akhirnya, analisis kontrastif makrolinguistik meliputi penataan kalimat dalam satuan yang
lebih tinggi (analisis teks), dan tata cara orang menggunakan bahasa (analisis wacana).

Perbandingan B1 dan B2 pada analisis teks meliputi komponen sarana leksikal dan gramatikal,
sedangkan perbandingan B1 dan B2 pada analisis wacana meliputi fungsi wacana, baik wacana
lisan ataupun tulis.

C. Analisis Teks

Dalam teks, kalimat-kalimat tersusun secara rapi, namun, di atas susunan itu, ada sarana-sarana
formal yang menandai hakikat nyata hubungan yang terjalin antara urutan kalimat, yaitu: (a)
Sarana Leksikal dan (b) Sarana Gramatikal.
Sebelum mempelajari sarana leksikal dan gramatikal, ada baiknya kita mengetahui terlebih
dahulu ukuran apa saja yang menentukan sebuah teks itu adalah teks yang baik. Beaugrande &
Dressler (1986) dalam Tarigan (1989:156) menguraikan 7 standar tekstualitas, yaitu: 1)
Kohesi /keterikatan antar unsur , 2) Koherensi/keselarasan, 3) Intensionalitas, 4) Akseptabilitas,
5) Informativitas, 6) Situasionalitas, 7) Intertekstualitas.

a) Sarana Leksikal

Kohesi leksikal menurut Tarigan (1987) ada sinonim, antonim, hiponim, repetisi, kolokasi, dan
ekuivalensi

1) Sinonim/persamaan kata, contohnya dalam bahasa Indonesia misalkan kata “mati” bersinonim
dengan meninggal dunia. Dalam bahasa Mandarin, kata yang berarti mati “ 死 ” , juga
bersinonim dengan kata yang berarti pergi dari dunia/meninggal dunia “去世”

2) Antonim/lawan kata, contohnya dalam bahasa Indonesia kata “Bagus” berantonim dengan
“Buruk/rusak”, dalam bahasa Mandarin juga seperti itu, “好” berantonim dengan “坏”.

3) Hiponim/kata yang terlibat dalam makna dari kata yang lebih umum, contohnya: anjing,
kucing dan kambing disebut hiponim dari hewan. 红色,蓝色,黑色 disebut hiponim dari 颜
色.

4) Repetisi/pengulangan kata, contohnya: Kamu tidak boleh melupakan orang yang membantu
kamu.

5) Kolokasi/asosiasi antara kata dan kata lain dalam lingkungan yang sama, contohnya: Dokter
hewan, tidak disebut Dokter binatang, meskipun kata hewan dan binatang memiliki arti yang
sama.

6) Ekuivalensi/makna yang berdekatan, contohnya : 没 dan 不 ,猛然 dan 突然.

b) Sarana Gramatikal

Halliday dan Hasan (1976) memperkenalkan adanya empat sarana gramatikal utama untuk
menganalisis teks, yaitu referensi, substitusi, elipsis, dan konjungsi.
1) Referensi: Referensi merupakan hubungan antara referen dan lambang (bentuk bahasa) yang
dipakai untuk mewakilinya. Bahasa dapat mengacu atau membuat acuan dengan dua cara, yaitu
eksoforik dan endoforik.

Contohnya: Sarah tidak suka Sayur. Dia selalu menghindarinya. “Sarah” dan “Sayur” adalah
dua nomina dengan referensi eksoforik. Sedangkan “Dia” dan “-nya” adalah referensi endoforik
yang mengacu pada “Sarah” dan “Sayur”. Kata-kata seperti ini secara tradisional digolongkan
sebagai pronomina.

Dalam bahasa Mandarin kata yang dapat menjadi refrensi adalah 他 (untuk pria) , 她 (untuk
wanita),它(untuk binatang atau benda).

2) Substitusi: Proses atau pergantian unsur bahasa oleh unsur lain dalam satuan yang lebih besar
untuk memperoleh unsur pembeda atau menjelaskan suatu struktur tertentu.

Contohnya :

我喜欢唱歌。 Saya suka menyanyi.

我常常唱歌。 Saya sering menyanyi.

3) Elipsis: Peniadaan kata atau satuan lain yang wujudnya dapat diperkirakan dari konteks
bahasa atau luar bahasa.

Contoh dalam bahasa Mandarin:

A: 你已经学完了这个部分吗?

B: (我)学完了(这个部分)。

Contoh dalam bahasa Indonesia:

A: Pernahkah Anda pergi ke Bogor?

B: (Saya) tidak pernah (pergi ke Bogor).

4) Konjungsi: Konjungsi merupakan kata penghubung.


Contohnya: 我喜欢喝茶。我妹妹喜欢喝牛奶。——》 我喜欢喝茶,但是我妹妹喜欢喝牛
奶。

D. Analisis Teks Kontrastif

Setelah mempelajari mengenai analisis teks bacaan melalui sarana leksikal dan sarana
gramatikal, kita telah memasuki anakon tesktual. Menurut Carl James (1986) dalam Tarigan
(1989:162), terdapat pendekatan yang dapat dimanfaatkan untuk memahami anakon tekstual,
yakni : (a) karakterisasi tekstual, (b)tipe teks, dan (c)teks-teks terjemahan.

(a) Karakterisasi tekstual


Karakterisasi tekstual mengacu pada prefensi/pilihan kata yang digunakan oleh pasangan
bahasa untuk mencapai kohesi tekstual. Sebelumnya kita telah membahas mengenai
sarana leksikal dan sarana gramatikal yang meliputi 1)sinonim, 2)antonim, 3)hiponim,
4)repetisi, 5) kolokasi, 6)ekuivalen, 7)refrensi, 8)subtitusi, dan 9)ellipsis. Sarana-sarana
inilah yang disebut sebagai prefensi/pilihan yang digunakan untuk mencapai kohesi
tekstual. Setiap bahasa mempunyai prefensi atau pilihan sarana dan dapat mengabaikan
sarana lainnya.
Contohnya :
Bahasa Mandarin
(i) 我有一个中国朋友叫邓穆弘,他在美国学习。
(ii) 有一次他的妻子从中国来看他,我陪他去机场接人。等他的妻子的时候,他
不停得告诉他的妻子,他说他的妻子喜欢唱歌,他的妻子常常唱歌什么的。
他们已经分别近两年了,可是他们见面的时候竟是很平淡,没有亲吻,没有
拥抱,真没有亲热。我心里真是纳闷儿。

Jika kita analisis teks bahasa Mandarin di atas, kita dapat menemukan :

Refrensi : kita melihat beberapa contoh pronomina, yaitu “ 他 ” pada klausa kedua,
“他” ini mengacu pada “邓穆弘” pada bagian (i), pada bagian (ii) terdapat “他们”
pada klausa ke delapan yang mengacu pada “他(邓穆弘)dan 妻子”.

Subtitusi : pada bagian (ii) kita dapat menemukan “他的妻子喜欢唱歌” dan “他的妻
子常常唱歌”.
Antonim : kita melihat adanya “平淡” dan “亲热” pada bagian (ii).

(b) Tipologi teks


Terdapat berbagai kebudayaan yang berbeda, bahasa yang merupakan salah satu unsur
budaya pun juga berbeda-beda, namun, bahasa tetap menampilkan fungsi yang sama.
Reiss(1997) dalam Tarigan (1987: 165) mengatakan terdapat 3 tipe teks berdasarkan
letak penekanannya, yaitu pada “isi”, “bentuk”, dan “daya tarik”. Nida (1975) dalam
Tarigan pun turut berpendapat, membedakan tipe teks berdasarkan fungsi ekspresif,
fungsi informatif, dan fungsi imperatif. Terlepas dari ketaksaan yang potensial, jarang
sekali kita menemui teks-teks yang “murni”, karena kebanyakan teks hanya mendukung
salah satu dari fungsi yang dikemukakan sebelumnya oleh Nida. Hal tersebutlah yang
mendorong seseorang penerjemah agar dapat menurunkan fungsi teks yang tepat dari B1
ke B2 sesuai dengan fungsi teks tersebut. Misalnya, jika teks tersebut memiliki tipe
ekspresif, maka penurunannya pun harus tetap pada fungsi ekspresif tersebut.

(c) Teks Terjemahan


Teks terjemahan merupakan hal dasar dalam anakon tekstual. Penyimpangan terjemahan
adalah kesalahan dengan potensial tertinggi dalam teks terjemahan. Penyimpangan
terjemahan memperlihatkan adanya interferensi dari bahasa sumber ke bahasa sasaran.
Kebiasaan ini harus diubah oleh penerjemah, sebab hal ini akan berpengaruh pada bahasa
sasaran. Dalam bahasa sasaran teks terjemahan tersebut menjadi tidak otentik, karena
susunan gramatikal dan leksikal yang kurang tepat. Dalam bukunya Tarigan menuliskan
bahwa tidak dapat melarang penerjemah untuk menggunakan ciri-ciri gramatikal dan
leksikal tertentu di dalam versi sasaran hanya karena semua itu terdapat dalam teks
sumber, karena semua itu mungkin sama otentiknya di dalam kedua versi tersebut.
Dalam masyarakat dwibahasa atau masyarakat yang menggunakan dua bahasa, seringkali
menemukan adanya teks-teks yang berpasangan, teks A dan teks B secara fungsional
disamakan. Contohnya :
Surat undangan dua bahasa merupakan salah satu contoh dari teks berpasangan yang
seringkali ditemui di Indonesia, karena orang-orang yang berbahasa di Indonesia rata-rata
menguasai dua bahasa, yaitu bahasa daerah dan bahasa Indonesia.

E. Analisis Wacana

Analisis wacana menganalisis bahasa dengan menekankan pada fungsinya. Hal ini membuktikan
bahwa hal yang dibahas dalam anakon tidak hanya selalu mengenai bentuk tetapi juga
menganalisis penggunaan/pemakaiannya. Melalui bahasa kita mengenali/menemukan hal yang
dapat kita lakukan, yakni : a)membuat pernyataan-pernyataan, b)mengeluarkan perintah-
perintah, dan c)mengajukan pertanyaan-pertanyaan.Berdasarkan ketiga fungsi ini, Wilkins
(1976: 42) mengatakan bahwa “pernyataan” atau (“laporan”) mendapat perhatian khusus dengan
mengobarkan yang dua lagi (yaitu “perintah” dan “pernyataan”).Hal-hal yang dilakukan melalui
bahasa oleh Austin (1962) dalam Tarigan (1987: 167) disebutkan sebagai “tindak tutur” atau
“speech acts”. Austin pun mengemukakan bahwa tindak tutur merupakan teori penggunaan
bahasa.
Jika analisis teks selalu ditandai dengan berbagai sarana dengan jelas, maka fungsi-fungsi dalam
wacana hanya ditandai dengan cara tertentu atau secara implisit. Perhatikan contoh dibawah ini :

1. Saya mengusulkan kamu untuk segera melakukan tes Covid-19.


2. Jika saya adalah kamu, saya akan segera melakukan tes Covid-19.

Pada kalimat 1, tindak tutur “saya” ditandai oleh leksikal “mengusulkan”, sedangkan pada
kalimat 2, tindak tutur ditandai secara implisit atau tersirat. Hal ini menandakan bahwa wacana
memiliki “penanda wacana” atau “discourse markers” yang dapat dimanfaatkan untuk
menentukan jenis tindak tutur kata. Salah satu upaya yang dilakukan oleh para peneliti untuk
mengklasifikasikan penanda wacana ialah “connectives”. Winter (1971) dalam Tarigan (1987:
169) memperkenalkan 5 kategori “connectives” atau “kata-kata penghubung”, yakni :

(a) Logical Sequence : thus, therefore, then, thence, consequencetly, so


(b) Contrast : however, in fact, conversly
(c) Doubt and Certainly : probably, possibly, indubitably
(d) No-contrast : moreover, likewise, similiarly
(e) Expansion : for example, in particular

Menurut Winter kata-kata penghubung atau “connectives” ini digunakan oleh penulis untuk
mengkomunikasikan kepada pembaca mengenai apa yang dirasakan oleh penulis.
DAFTAR PUSTAKA

Beaugrande, Robert de & Wolfgang Dresser. 1986. Introduction to Text Linguistics. London:
Longman

Hymes, D. 1972. On Communicative Competence. New York: Penguin

James, Carl. 1986. Contrastive Analysis, London: Longman

Yngve, V.H.1975. “Connection in science material”. Dalam Science and Technology in a


Second Language. London: CILT

Parera, Jos Daniel. 1997. Linguistik Edukasional: Metodologi Pembelajaran Bahasa Analisis
Kontrastif Antarbahasa Analisis Kesalahan Bahasa. Jakarta: Penerbit Erlangga

Tarigan, Henry Guntur. 1987. Pengajaran Wacana. Bandung: Penerbit Angkasa

Tarigan, Henry Guntur. 1989. Pengajaran Analisis Kontrastif Bahasa. Jakarta: Depdikbud
Dirjen Perguruan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Anda mungkin juga menyukai