Kelompok 4 :
A. Pengertian Makrolinguistik
Makrolinguistik dalam KBBI memiliki artian sebagai cabang linguistik tentang hubungan antara
bahasa dan faktor di luar bahasa serta penerapan linguistik untuk tujuan praktis. James
(1986:100) mengemukakan bahwa makrolinguistik adalah sejenis linguistik yang bertugas
menelaah atau mengkaji “tuturan berdasarkan situasi” atau “situated speech”. Ahli bahasa
lainnya, Yngve (1975) dalam Tarigan (1989) menyebut makrolinguistik sebagai linguistik
“besar” atau linguistik “manusia” yang bertujuan “untuk mencapai suatu pengertian ilmiah
mengenai bagaimana (cara) insan-insan manusia berkomunikasi.” Singkatnya, Makrolinguistik
adalah cabang linguistik yang menekankan hubungan antara bahasa dan faktor di luar bahasa
untuk melihat bahasa sebagai sarana komunikasi.
Anakon makrolinguistik adalah suatu kegiatan menganalisa perbedaan antara dua bahasa melalui
aspek makrolinguistik meliputi, analisis teks, analisis teks kontrastif, dan analisis wacana dengan
tujuan mengetahui bagaimana manusia berkomunikasi dengan manusia lainnya, serta hubungan
antara bahasa dan faktor di luar bahasa.
Hymes (1972) dalam Tarigan (1989) mengemukakan bahwa untuk berkomunikasi, manusia
haruslah memiliki kompetensi komunikatif. Ia juga memperkenalkan 6 variabel kompetensi
komunikatif yang harus dimiliki manusia dalam berkomunikasi, antara lain:
1. Setting (latar): Waktu dan tempat menentukan apa yang diucapkan. Misalnya, pertanyaan
seorang dosen kepada mahasiswanya setelah selesai kuliah, tentu berbeda dengan pertanyaan
yang ia ajukan di kelas.
3. Purpose (maksud atau tujuan): Setiap perkataan tentu memiliki maksud atau tujuan. Beberapa
maksud/tujuan nyata tindak tutur adalah: persuasi/meyakinkan, menyuruh, menyarankan,
menyapa, dll.
4. Key (kunci): Key atau kunci di sini merupakan “nada, cara atau semangat/jiwa” tindak tutur
itu dinyatakan. Misalnya, perkataan dapat dikatakan secara halus, kasar, atau bahkan akrab.
Contohnya: Kalimat “Sebaiknya kalian menabung sedikit demi sedikit untuk hari tua”, dengan
“Kalau kalian tidak berhemat, rasakan nanti akibatnya di hari tua!”
5. Content (isi): Topik yang sedang dibicarakan atau apa yang dibicarakan turut menentukan
pemilihan bahasa.
6. Channel (saluran): Pada komunikasi verbal, ada dua saluran utama, yaitu tuturan atau tulisan.
Bentuk bahasa lisan/tuturan tentu berbeda dengan bentuk bahasa tulisan.
Sederhananya, keenam variabel ini dapat diekspresikan dengan: Siapa berkata apa kepada
siapa, di mana dan apabila, bagaimana dan mengapa. Ini mirip seperti 5W + 1H.
B. Ranah Makrolinguistik
Parera (1997: 112) mengatakan bahwa ada tiga bidang telaah bahasa yang menjadi liputan
anakon Makrolinguistik, yakni: 1) bidang yang berhubungan dengan kemampuan komunikasi, 2)
bidang yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa linguistik dalam seting ekstralinguistik,
dan 3) bidang yang berhubungan dengan penataan kebahasaan yang melampaui satuan kalimat.
Perluasan bidang ini bertujuan untuk memasukkan aspek sosiokultural dalam analisis kontrastif.
Pada akhirnya, analisis kontrastif makrolinguistik meliputi penataan kalimat dalam satuan yang
lebih tinggi (analisis teks), dan tata cara orang menggunakan bahasa (analisis wacana).
Perbandingan B1 dan B2 pada analisis teks meliputi komponen sarana leksikal dan gramatikal,
sedangkan perbandingan B1 dan B2 pada analisis wacana meliputi fungsi wacana, baik wacana
lisan ataupun tulis.
C. Analisis Teks
Dalam teks, kalimat-kalimat tersusun secara rapi, namun, di atas susunan itu, ada sarana-sarana
formal yang menandai hakikat nyata hubungan yang terjalin antara urutan kalimat, yaitu: (a)
Sarana Leksikal dan (b) Sarana Gramatikal.
Sebelum mempelajari sarana leksikal dan gramatikal, ada baiknya kita mengetahui terlebih
dahulu ukuran apa saja yang menentukan sebuah teks itu adalah teks yang baik. Beaugrande &
Dressler (1986) dalam Tarigan (1989:156) menguraikan 7 standar tekstualitas, yaitu: 1)
Kohesi /keterikatan antar unsur , 2) Koherensi/keselarasan, 3) Intensionalitas, 4) Akseptabilitas,
5) Informativitas, 6) Situasionalitas, 7) Intertekstualitas.
a) Sarana Leksikal
Kohesi leksikal menurut Tarigan (1987) ada sinonim, antonim, hiponim, repetisi, kolokasi, dan
ekuivalensi
1) Sinonim/persamaan kata, contohnya dalam bahasa Indonesia misalkan kata “mati” bersinonim
dengan meninggal dunia. Dalam bahasa Mandarin, kata yang berarti mati “ 死 ” , juga
bersinonim dengan kata yang berarti pergi dari dunia/meninggal dunia “去世”
2) Antonim/lawan kata, contohnya dalam bahasa Indonesia kata “Bagus” berantonim dengan
“Buruk/rusak”, dalam bahasa Mandarin juga seperti itu, “好” berantonim dengan “坏”.
3) Hiponim/kata yang terlibat dalam makna dari kata yang lebih umum, contohnya: anjing,
kucing dan kambing disebut hiponim dari hewan. 红色,蓝色,黑色 disebut hiponim dari 颜
色.
4) Repetisi/pengulangan kata, contohnya: Kamu tidak boleh melupakan orang yang membantu
kamu.
5) Kolokasi/asosiasi antara kata dan kata lain dalam lingkungan yang sama, contohnya: Dokter
hewan, tidak disebut Dokter binatang, meskipun kata hewan dan binatang memiliki arti yang
sama.
b) Sarana Gramatikal
Halliday dan Hasan (1976) memperkenalkan adanya empat sarana gramatikal utama untuk
menganalisis teks, yaitu referensi, substitusi, elipsis, dan konjungsi.
1) Referensi: Referensi merupakan hubungan antara referen dan lambang (bentuk bahasa) yang
dipakai untuk mewakilinya. Bahasa dapat mengacu atau membuat acuan dengan dua cara, yaitu
eksoforik dan endoforik.
Contohnya: Sarah tidak suka Sayur. Dia selalu menghindarinya. “Sarah” dan “Sayur” adalah
dua nomina dengan referensi eksoforik. Sedangkan “Dia” dan “-nya” adalah referensi endoforik
yang mengacu pada “Sarah” dan “Sayur”. Kata-kata seperti ini secara tradisional digolongkan
sebagai pronomina.
Dalam bahasa Mandarin kata yang dapat menjadi refrensi adalah 他 (untuk pria) , 她 (untuk
wanita),它(untuk binatang atau benda).
2) Substitusi: Proses atau pergantian unsur bahasa oleh unsur lain dalam satuan yang lebih besar
untuk memperoleh unsur pembeda atau menjelaskan suatu struktur tertentu.
Contohnya :
3) Elipsis: Peniadaan kata atau satuan lain yang wujudnya dapat diperkirakan dari konteks
bahasa atau luar bahasa.
A: 你已经学完了这个部分吗?
B: (我)学完了(这个部分)。
Setelah mempelajari mengenai analisis teks bacaan melalui sarana leksikal dan sarana
gramatikal, kita telah memasuki anakon tesktual. Menurut Carl James (1986) dalam Tarigan
(1989:162), terdapat pendekatan yang dapat dimanfaatkan untuk memahami anakon tekstual,
yakni : (a) karakterisasi tekstual, (b)tipe teks, dan (c)teks-teks terjemahan.
Jika kita analisis teks bahasa Mandarin di atas, kita dapat menemukan :
Refrensi : kita melihat beberapa contoh pronomina, yaitu “ 他 ” pada klausa kedua,
“他” ini mengacu pada “邓穆弘” pada bagian (i), pada bagian (ii) terdapat “他们”
pada klausa ke delapan yang mengacu pada “他(邓穆弘)dan 妻子”.
Subtitusi : pada bagian (ii) kita dapat menemukan “他的妻子喜欢唱歌” dan “他的妻
子常常唱歌”.
Antonim : kita melihat adanya “平淡” dan “亲热” pada bagian (ii).
E. Analisis Wacana
Analisis wacana menganalisis bahasa dengan menekankan pada fungsinya. Hal ini membuktikan
bahwa hal yang dibahas dalam anakon tidak hanya selalu mengenai bentuk tetapi juga
menganalisis penggunaan/pemakaiannya. Melalui bahasa kita mengenali/menemukan hal yang
dapat kita lakukan, yakni : a)membuat pernyataan-pernyataan, b)mengeluarkan perintah-
perintah, dan c)mengajukan pertanyaan-pertanyaan.Berdasarkan ketiga fungsi ini, Wilkins
(1976: 42) mengatakan bahwa “pernyataan” atau (“laporan”) mendapat perhatian khusus dengan
mengobarkan yang dua lagi (yaitu “perintah” dan “pernyataan”).Hal-hal yang dilakukan melalui
bahasa oleh Austin (1962) dalam Tarigan (1987: 167) disebutkan sebagai “tindak tutur” atau
“speech acts”. Austin pun mengemukakan bahwa tindak tutur merupakan teori penggunaan
bahasa.
Jika analisis teks selalu ditandai dengan berbagai sarana dengan jelas, maka fungsi-fungsi dalam
wacana hanya ditandai dengan cara tertentu atau secara implisit. Perhatikan contoh dibawah ini :
Pada kalimat 1, tindak tutur “saya” ditandai oleh leksikal “mengusulkan”, sedangkan pada
kalimat 2, tindak tutur ditandai secara implisit atau tersirat. Hal ini menandakan bahwa wacana
memiliki “penanda wacana” atau “discourse markers” yang dapat dimanfaatkan untuk
menentukan jenis tindak tutur kata. Salah satu upaya yang dilakukan oleh para peneliti untuk
mengklasifikasikan penanda wacana ialah “connectives”. Winter (1971) dalam Tarigan (1987:
169) memperkenalkan 5 kategori “connectives” atau “kata-kata penghubung”, yakni :
Menurut Winter kata-kata penghubung atau “connectives” ini digunakan oleh penulis untuk
mengkomunikasikan kepada pembaca mengenai apa yang dirasakan oleh penulis.
DAFTAR PUSTAKA
Beaugrande, Robert de & Wolfgang Dresser. 1986. Introduction to Text Linguistics. London:
Longman
Parera, Jos Daniel. 1997. Linguistik Edukasional: Metodologi Pembelajaran Bahasa Analisis
Kontrastif Antarbahasa Analisis Kesalahan Bahasa. Jakarta: Penerbit Erlangga
Tarigan, Henry Guntur. 1989. Pengajaran Analisis Kontrastif Bahasa. Jakarta: Depdikbud
Dirjen Perguruan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.