Sistem lambang bunyi yang arbiter yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial
untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri’. Pada dasarnya bahasa berupa
ujaran sebagai alat komuniksi sosial juga untuk menyatakan emosi diri (gembira, kesal, seding,
dan sebagianya). (Kridalaksana 1983)
Fungsi Bahasa
Fungsi utama bahasa, seperti disebutkan di atas, adalah sebagai alat komunikasi, atau
sarana untuk menyampaikan informasi (fungsi informatif). Tetapi, bahasa pada dasarnya
lebih dari sekadar alat untuk menyampaikan informasi, atau mengutarakan pikiran,
perasaan, atau gagasan, karena bahasa juga berfungsi:
untuk tujuan artistik: manusia mengolah dan menggunakan bahasa dengan seindah-
indahnya guna pemuasan rasa estetis manusia.
untuk mempelajari naskah-naskah tua guna menyelidiki latar belakang sejarah manusia,
selama kebudayaan dan adat-istiadat, serta perkembangan bahasa itu sendiri (tujuan
filologis).
Linguistik
Linguistik adalah ilmu yang mengambil bahasa sebagai obyek kajiannya. Kata
“linguistik” berasal dari kata latin lingua ’bahasa’, bahasa Inggris memungut dari bahasa Prancis
(langue dan langage) menjadi language. Istilah linguistics dalam bahasa Inggris berkaitan dengan
kata language (Verhaar, 2001:3).
Dalam bahasa Prancis terdapat tiga kata yang mengandung pengertian bahasa, sehingga
dimanfaatkan oleh Soussure untuk mengungkapkan aspek bahasa. Kata itu yakni lague, parole,
dan language.
(Soussure, 1988:6-7).
Linguistik
ilmu tentang bahasa atau menjadikan bahasa sebagai obyek kajiannya. Ilmu linguistik
sering disebut juga sebagai Linguistik Umum (general linguistics) karena ilmu linguistik tidak
hanya mengkaji sebuah bahasa saja, melainkan mengkajiseluk beluk bahasa pada umumnya
(Chaer,2003:1-3).
Kajian Linguistik
Bidang yang mendasari pengertian linguistic yang menyangkut struktur-struktur dasar
tertentu, yaitu: stuktur bunyi bahasa (fonetik dan fonologi), struktur kata (morfologi), struktur
antar kata dalam kalimat (sintaksis), masalah arti atau makna (semantik), pemakaian bahasa
(pragmatik) (Verhar, 2001:9).
Pertama, linguistik mendekati bahasa secara deskriptif dan tidak secara preskriptif. Yang
dipentingkan dalam linguistik ialah apa yang sebenarnya diungkapkan seseorang, dan bukannya
apa yang menurut si penyelidik seharusnya diungkapkan. Menyusun kaidah-kaidah yang
menjelaskan apa yang betul atau apa yang salah bukanlah tugas linguistik.
Kedua, linguistik tidak berusaha untuk memaksakan aturan-aturan suatu bahasa dalam kerangka
bahasa yang lain. Beberapa puluh tahun yang lalu banyak ahli bahasa yang meneliti bahasa-
bahasa di Indonesia dengan menerapkan kategori-kategori yang berasal dari bahasa Latin,
Yunani, atau Arab. Karena itu, kita sekarang mewarisi konsep-konsep yang tidak cocok untuk
bahasa-bahasa Indonesia, misalnya pembagian kelas kata pada bahasa lain, ciri semantis kata
majemuk, tekanan, serta pengacauan bunyi, fonem, dan huruf. Pendekatan terhadap bahasa
seperti diuraikan di atas tidak melihat bahwa tiap bahasa itu mempunyai sistem yang khas.
Memang, ada pula bahasa-bahasa yang mempunyai sistem yang bersamaan. Sistem yang
bersamaaninibarudapatdiakuibilatelahdibuktikanadanya.
Ketiga, linguistik juga memperlakukan bahasa sebagai suatu sistem dan bukan hanya sebagai
kumpulan dari unsur-unsur yang terlepas. Cara pendekatan ini disebut pendekatan struktural,
sedangkan pendekatan bahasa yang menganggapnya sebagai kumpulan unsur-unsur yang tidak
berhubungan satu sama lain disebut pendekatan atomistis. Pendekatan terakhir ini menandai ilmu
bahasaabadke-19dansebelumnya.
Seperti yang disebutkan pada bagian-bagian sebelumnya, dalam linguistik, bunyi merupakan
hal primer, sedangkan tulisan hanyalah turunan belaka dari bunyi. Karena itu, objek primer
penelitian linguistik adalah bunyi, bukan tulisan.
Linguistik dibuat melalui kriteria tertentu.
Pembidangan
Linguistik umum: linguistik yang teorinya mengkaji kaedah bahasa dan pernyataannya secara
umum.Linguistik khusus: linguistic yang mengkaji kaedah bahasa yang berlaku pada bahasa
tertentu, atau rumpun bahasa tertentu.Kedua-dua pendekatan linguistik ini dapat digunakan
terhadap keseluruhan system bahasa atau satu bahagian daripada system bahasa itu.
Linguistik terapan (applied linguistics) adalah ilmu yang berusaha menerapkan hasil
penelitian dalam bidang linguistik untuk keperluan praktis. Linguistik terapan dapat juga
dimanfaatkan untuk memecahkan persoalan-persoalan praktis yang banyak sangkut-pautnya
dengan bahasa. Jadi, linguistik hanya dipakai sebagai alat. Misalnya: dalam pengajaran bahasa
Indonesia, linguistik dapat dimanfaatkan untuk mengajarkan bahasa agar perolehan anak
akan bahasa lebih meningkat. Linguistik terapan menganalisis dan mempelajari teori-teori yang
umum tentang bahasa dan berusaha menerapkannya pada bahasa-bahasa tertentu demi
kepentingan pengajaran bahasa, penulisan tata bahasa sebuah bahasa, demi kepentingan
terjemahan ataupun menteknologikan bahasa.
Linguistik teoritis adalah subdisiplin linguistik yang mengutamakan penelitian bahasa dari
segi internal. Jadi, meneropong bahasa dari kegiatan-kegiatan yang dijumpai dalam bahasa.
Linguistik teoritis tidak melihat bahasa sebagai alat, tetapi bahasa sebagai bahasa. Istilah
linguistik hendaknya dibedakan dengan istilah teori linguistik. Sebab, teori linguistik adalah ilmu
yang berusaha menguraikan bagaimana cara yang seharusnya dipakai kalau orang hendak
mengadakan penelitian dalam bidang bahasa. Linguistik teoritis dapat dibedakan dengan
linguistik terapan, karena dalam linguistik terapan, orang melihat bahasa sebagai alat atau dapat
dikatakan linguistik sebagai alat untuk kepentingan yang lain
Sifat Kajian
linguistik dibagi menjadi dua macam, yaitu mikrolinguistik dan makrolinguistik.Berikut akan
dijelaskan tentang kedua macam pembidangan atau ruang lingkup linguistik yang telah penulis
simpulkan dari beberapa literatur sebagai tugas Matakuliah Linguistik Umum.
2). Linguis membagi fonetik manjadi tiga bagian, yakni sebagai berikut.
a) Fonetik akustis yakni melukiskan bagaimana bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat
bicara, yang kemudian berwujud gelombang-gelombang bunyi melewati udara sampai ke
telinga pendengar. Pendekatan seperti ini berhubungan dengan ilmu fisika, diperlukan
alat-alat elektronis untuk membantunya, namun alat-alat tersebut cukup terbilang mahal,
sehingga pendekatan ini sulit dillaksanakan sehingga kurang diperhatikan orang.
b) Fonetik auditoris yakni memerikan bunyi bahasa yang diterima oleh alat dengar
orang yang diajak bicara. Cara ini bersifat subjektif, karena banyak dipengaruhi oleh
orang yang mendengarkan bunyi itu. Pendekatan ini memperhatikan pengaruh bunyi
terhadap syaraf pendengaran. Pendekatan ini dipengaruhi oleh neurologi sebab proses
perolehan bunyi melewati syaraf pendengar sulit dianalisis, maka pendekatan ini pun
tidak diperhatikan orang.
c) Fonetik organis atau artikulator yakni memerikan bunyi bahasa yang dihasilkan oleh
alat bicara manusia. Alat bicara seperti bibir, mulut, lidah, ternyata dapat dilihat sehingga
pendekatan ini dianggap praktis dan mudah dilaksanakan.
Oleh karena pendekatan ini berhubungan dengan fisik, maka fonetik artikularis erat
hubungannya dengan fisiologis.
2) Stilistika adalah ilmu tentang penggunaan bahasa dan gaya bahasa di dalam karya sastra atau
hal lain yang berkaitan dengan faktor seni. Menurut Richard et al. (1992), kajian mengenai gaya
bahasa dapat menangkap gaya bahasa lisan, namun stilistika cenderung melakukan kajian bahasa
tulis termasuk karya sastra. Stilistika mencoba memahami mengapa si penulis menggunakan
kata-kata atau ungkapan tertentu. Adakalanya Stilistika digunakan untuk maksud yang lebih luas,
yaitu menandai bahasa berdasarkan variasi bahasa regional dan juga variasi bahasa sosial.
3) Filsafat bahasa merupakan suatu bentuk penggabungan dari penggunaan bahasa
dihubungkan dengan jelas pada berpikirnya manusia, hal sanggup dan hal dapatnya manusia dan
ini semua akan menjadi dasar studi filsafat itu. Pada dewasa ini filsafat bahasa berkembang
dalam pelbagai arah, sehingga banyak filsuf berpendapat bahwa soal-soal filosofis tradisional
pada akhirnya harus dikembalikan kepada cara bagaimana orang mempergunakan bahasanya.
Dalam pendapat umum ini yang perlu dibedakan yakni sebagai berikut.
a) Filsafat bahasa yang kritis, aliran ini berpendapat bahwa bahasa alamiah pada
dasarnya masih terlalu kosong dan berganda unutk menganalisis problem filsafat dengan
cara yang tepat. Mereka mencoba untuk menghubungkannya dengan keformalan dari
logika simbolis.
b) Aliran yang kedua berkembang di Inggris dan dikenal dengan nama analisis
filsafat yang mengatakan: penyelesaian dari soal-soal dan pertanyaan filsafat dapat
diketemukan dalam analisis secara teliti atas cara-cara penggunaan kata-kata, ungkapan-
ungkapan dalam bahasa pergaulan sehari-hari. Mereka sering mempergunakan
istilah ordinary language philosophy atau sering pula disebut linguistic analysis.
Linguistik sinkronik: pengkajian bahasa pada masa yang terbatas. Dikenali juga sebagai
linguistik deskriptif kerana keupayaannya memerikan bahasa seperti eeadanya.Linguistik
diakronik: pengkajian bahasa pada masa yang tidak terbatas, iaitu dari mula bahasa itu wujud
sehingga bahasa itu mati. Dikenali juga sebagai linguistik historis dan linguistik bandingan.
Hubungan sejarah dan kekerabatan bahasa itu diambil kira untuk mengenal pastiperbedaan
dan persamaan struktur. Jika tujuannya untuk mencarisahaja, maka subdisiplin ini dinamakan
linguistik konstrastif.
INSTRUMEN
Linguistik dilihat daripada alat yang digunakan untuk membantu dalam penganalisisan
bahasa.Komputer
dimanfaatkan oleh ahli bahasa untuki menganalisis bahasa, menyusun kamus, dan sebagainya.
ILMU LAIN
Psikologi: memanfaatkan psikologi untuk mengkaji pemerolehan bahasa dan penampilan bahasa
akibat gangguan psikologi.Sosiologi: mempelajari dan menyelesaikan konflik bahasa dan
perancangan bahasa di daerah tertentu.Antropologi: memanfaatkan antropologi untuk kajian
bahasa.Aljabar: ilmu yang berhubungan dengan sistem formal yang dapat digunakan oleh ahli
bahasa. Contohnya linguistik kuantitatif, linguistik komputer dan linguistik aljabar.
Ferdinand de Saussure membedakan adanya dua jenis hubungan atau relasi yang terdapat
antara satuan-satuan bahasa, yaitu relasi sintagmatik dan relasi asosiatif. Relasi sintagmatik
merupakan hubungan yang terdapat antara satuan bahasa di dalam kalimat yang konkret tertentu,
sedangkan relasi asosiatif adalah hubungan yang terdapat dalam bahasa, namun tidak tampak
dalam susunan satuan kalimat. Hubungan asosiatif ini baru tampak bila suatu kalimat
dibandingkan dengan kalimat lain. Misalnya dalam kalimat Dia mengikut ibunya terdapat 15
fonem yang berkaitan dengan cara tertentu; ada 3 buah kata dengan hubungan tertentu pula, dan
da 3 buah fungsi sintaksis, yaitu subjek, predikat, objek, yang mempunyai hubungan tertentu
pula.
Hubungan-hubungan yang terjadi di antara satuan-satuan bahasa itu, baik antara fonem
yang satu dengan fonem yang lain, maupun antara kata yang satu dengan kata yang lain, disebut
bersifat sintagmatis. Jadi hubungan sintagmatis ini bersifat linear, atau horisontal antara satuan
yang satu dengan satuan yang lain yang berada di kiri dan kanannya.
Firth menyebut hubungan yang bersifat sintagmatik itu dengan istilah struktur, dan
hubungan paradigmatik itu dengan istilah sistem. Menurut Verhaar istilah struktur dan sistem ini
lebih tepat untuk digunakan, sebab istilah tersebut dapat digunakan atau diterapkan pada semua
tataran bahasa, yaitu tataran fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon.
Sistem pada dasarnya menyangkut masalah distribusi, yaitu istilah utama dalam analisis
bahasa menurut model strukturalis Leonard Bloomfield, menyangkut ada tidaknya penggantian
suatu konstituen tertentu dalam kalimat tertentu dengan konstituen lainnya. Umpamanya
konsituen dia dalam kalimat di atas Dia mengikut ibunya dapat diganti atau disubstitusikan
dengan konstituen Ali, anak itu, atau mahasiswa itu. Konstituen mengikut dapat diganti dengan
konstituen menyapa, membawa, atau mengunjungi. Tetapi konstituen dia tidak dapat diganti
dengan konstituen berlari, marah, atau meja itu. Begitu juga konstituen mengikut tidak dapat
diganti dengan konstituen orang itu, sering, atau tetapi.
Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa ada substitusi fonemis, substitusi
morfemis, dan substitusi sintaksis. Substitusi fonemis menyangkut penggantian fonem dengan
fonem lain. Misalnya dalam pasangan minimal dari Vs lari, kuda Vs kura, dan tambal Vs tambat.
Distribusi morfemis menyangkut masalah penggantian sebuah morfem dengan morfem lain
misalnya mengikut Vs diikut Vs terikut; daya juang Vs medan juang. Distribusi sintaksis
menyangkut masalah penggantian kata dengan kata, frase dengan frase, atau klausa dengan
klausa lainnya.
Sumber: Linguistik Umum terbitan Rineka Cipta (Abdul Chaer)
Rangkuman Dasar-Dasar Linguistik File 5:
1. Pengertian Morfologi
Kata morfologi berasal dari kata morphologie. Kata morphologie berasal dari bahasa
Yunani. Morphologie terdiri dari dua kata yaitu, morphe yang berarti bentuk dan logos yang
berarti ilmu. Bunyi [o] yang terdapat diantara morphe dan logos ialah bunyi yang biasa muncul
diantara dua kata yang digabungkan. Jadi, berdasarkan makna unsur-unsur pembentukannya itu,
kata morfologi berarti ilmu tentang bentuk.
Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan
dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta
pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Atau dengan kata
lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi
perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik.
Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi ialah bentuk kata.
Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti) yang muncul serta perubahan kelas kata yang
disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga menjadi objek pembicaraan dalam morfologi.
Dengan kata lain, secara struktural objek pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada
tingkat terendah dan kata pada tingkat tertinggi.Itulah sebabnya, dikatakan bahwa morfologi
adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk kata (struktur kata) serta pengaruh perubahan-
perubahan bentuk kata terhadap makna (arti) dan kelas kata.
2. Morfem
Morfem adalah satuan bahasa yang turut serta dalam pembentukan kata dan dapat
dibedakan artinya. Morfem dapat juga dikatakan unsur terkecil dari pembentukan kata dan
disesuaikan dengan aturan suatu bahasa. Pada bahasa Indonesia morfem dapat berbentuk
imbuhan. Misalnya kata praduga memiliki dua morfem yaitu /pra/ dan /duga/.
Kata duga merupakan kata dasar penambahan morfem /pra/ menyebabkan perubahan arti pada
kata duga.
2.1 Klasifikasi Morfem
2.1.1 Morfem Bebas dan Morfem Terikat
a. Morfem bebas adalah morfem yang bersifat bebas dan tidak terikat dengan morfem lain.
Contoh : “saya”, “pulang”, “makan”, “rumah”, “bagus”, dsb.
b. Morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat berdiri sendiri sehingga harus digabung
dengan morfem lain.
Contoh : “ber-“, “kan“, “me-“, “juang”, “henti”, “gaul”, dsb.
3. Kata
3.1 Hakikat Kata
Kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian. Batasan kata yang umum kita
jumpai dalam berbagai buku linguistik Eropa adalah bahwa kata merupakan bentuk yang ke
dalam mempunyai susunan fonologis yang stabil dan tidak berubah dan keluar mempunyai
kemungkinan mobilitas di dalam kalimat. Batasan tersebut menyiratkan dua hal. Pertama, bahwa
setiap kata mempunyai susunan fonem yang urutannya tetap dan tidak dapat berubah serta tidak
dapat diselipi atau diselang oleh fonem lain. Kedua, setiap kata mempunyai kebebasan berpindah
tempat di dalam kalimat, atau tempatnya dapat diisi atau digantikan oleh kata lain; atau juga
dapat dipisahkan dari kata lainnya.
3.2 Klasifikasi Kata
Para tata bahasawan tradisional mengguaakan kriteria makna dan kriteria fungsi.
a. Kriteria makna digunakan untuk mengidentifikasikan kelas verba, nomina, dan ajektifa.
b. Kriteria fungsi digunakan untuk mengidentifikasikan preposisi, konjungsi, adverbia,
pronomina, dan lain-lainnya.
3.3 Pembentukan Kata
3.3.1 Inflektif
Kata-kata dalam bahasa-bahasa berfleksi, seprti bahasa arab, bahasa latin, bahasa sansekerta,
untuk dapat digunakan di dalam kalimat harus disesuaikan dulu bentuknya dengan kategori-
kategori gramatikal yang berlaku dalam bahasa itu.
3.3.2 Derifatif
Pembentukan kata secara derivatif adalah membentuk kata baru, kata yang identitas
leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya, contoh dalam bahasa indonesia dapat diberikan.
Contoh :
a. kata air yang berkelas nomina dibentuk menjadi mengairi yang berkelas verba
b. kata makan yang berkelas verba dibentuk kata makanan yang berkelas nomina.
4. Proses Morfemis
4.1 Afiksasi
4.1.2 Macam-macam Afiks
a. Ditinjau dari Letaknya
- Prefiks atau awalan ialah afiks atau imbuhan yang dilekatkan pada awal bentuk dasar.
Contoh: ber- dalam kata berjalan, berdiri, bekerja.
- Infiks atau sisipan yaitu afiks atau imbuhan yang dilekatkan di tengah-tengah bentuk
dasar.
Contoh : -er- dalam kata serabut, seruling, gerigi
- Sufiks atau akhiran yaitu afiks atau imbuhan yang dilekatkan sesudah bentuk dasar.
Contoh : -an dalam kata bacaan, makanan, tulisan
- Konfiks atau imbuhan gabungan yaitu afik atau imbuhan yang mengapit bentuk dasar
dengan cara melekat secara bersama-sama yang membentuk satu fungsi dari satu arti.
Contoh : -wi dalam kata duniawi, ragawi, manusiawi
4.2 Reduplikasi
Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan,
secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi.
a. Menurut bentuknya, reduplikasi nomina dapat dibagi menjadi empat kelompok :
· Perulangan utuh, contoh: rumah-rumah
· Perulangan salin suara, contoh: warna-warni
· Perulangan sebagian, contoh: surat-surat kabar
· Perulangan yang disertai pengafiksan, contoh: batu-batuan
4.3 Komposisi
Komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik
yang bebas maupun yang terikat sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas
leksikal yang berbeda, atau yang baru. Proses pembentukan kata dari dua morfem bermakna
leksikal.
Contoh : lalu + lintas : lalu lintas
rumah + sakit : rumah sakit
sapu + tangan : sapu tangan
4.4 Konversi, Modifikasi Internal, dan Suplesi
a. Konversi, sering juga disebut derivasi zero, transmutasi dan transposisi, adalah
proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsur segmental.
b. Modifikasi internal (sering disebut juga penam bahan internal atau perubahan internal)
adalah proses pembentukan kata dengan penambahan unsur-unsur (yang biasanya berupa vokal)
ke dalam morfem yang berkerangka tetap.
c. Suplesi adalah proses morfologis yang menyebabkan adanya bentuk sama sekali baru
4.5 Abreviasi
4.5.1 Pengertian Abreviasi
Abreviasi adalah proses penanggalan satu atau beberapa bagian kata atau kombinasi kata
sehingga jadilah bentuk baru. Kata lain abreviasi ialah pemendekan. Hasil proses abreviasi
disebut kependekan.
4.5.2 Klasifikasi bentuk-bentuk abreviasi (kependekan)
Dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, terdapat dua
klasifikasi bentuk pemendekan, yaitu:
- Singkatan
Singkatan ialah bentuk singkat yang terdiri atas satu huruf atau lebih. Singkatan terdiri dari:
a) Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat.
b) Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi serta
nama dokumen resmi.
c) Singkatan kata yang berupa gabungan huruf.
d) Singkatan gabungan kata yang terdiri atas dua
e) Lambang kimia
- Akronim
Akronim ialah singkatan dari dua kata atau lebih yang diperlakukan sebagai sebuah kata
a) Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal unsur-unsur nama diri ditulis
seluruhnya dengan huruf kapital tanpa tanda titik. Misalnya: SIM, LIPI.
b) Akronim nama diri yang berupa singkatan dari beberapa unsur ditulis dengan huruf awal
kapital. Misalnya: Bulog, Iwapi.
c) Akronim bukan nama diri yang berupa singkatan dari dua kata atau lebih ditulis dengan
huruf kecil. Misalnya: pemilu, rudal.
5. Morfofonemik
Morfofonemik, disebut juga morfonemik, morfofonologi, atau morfonologi, atau peristiwa
berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologis, baik afiksasi, reduplikasi maupun
komposisi.