Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENGANTAR
A. Latar Belakang Studi
Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi bertujuan untuk menyampaikan gagasan secara
efisien dan efektif. Salah satu keterampilan yang harus dimiliki untuk dapat menggunakannya
dengan baik dan benar adalah kemampuan membentuk kata. Bahasa memiliki peranan penting
dalam kehidupan manusia, terutama sebagai alat komunikasi antara manusia yang satu dengan
yang lainnya. Masalah pembentukan kata menjadi objek kajian morfologi. Dalam bahasa ada dua
bentuk kata, yaitu kata dasar dan kata bentukan. Proses pembentukan kata tentu saja afiksasi.
Menurut Ramlan (2001), morfologi adalah bagian dari linguistik yang membahas atau
mempelajari seluk-beluk kata, serta pengaruh perubahan bentuk kata terhadap kelompok kata,
atau dengan kata lain morfologi mempelajari seluk-beluk kata. kata, dan fungsi pengubahan kata
itu sendiri, baik dari fungsi gramatikal maupun semantik.
Melalui bahasa, kehidupan suatu bangsa yang saling berinteraksi dapat dibentuk, dibina dan
dikembangkan serta dapat diwariskan kepada generasi yang akan datang. Dengan bahasa sebagai
alat komunikasi, segala sesuatu yang ada di sekitar manusia dapat disesuaikan dan diungkapkan
kembali kepada orang lain sebagai bahan komunikasi (Craff, 1987: 1).
Secara garis besar bahasa dapat dilihat dari tiga sudut pandang, yaitu: dari segi bentuk, fungsi,
dan makna. Bentuk bahasa berkaitan dengan keadaan yang mendukung perannya sebagai alat
komunikasi. Berbagai kepentingan komunikasi pemakai bahasa dan hubungannya dengan aspek
nilai dan aspek makna merupakan peran-peran yang terkandung dalam bentuk bahasa yang
berfungsi sebagai alat komunikasi. Menurut Verhaar (1995:72) setiap fungsi dalam kalimat
konkret adalah tempat kosong yang harus diisi oleh dua pengisi, yaitu pengisi kategoris (menurut
bentuk) dan pengisi semantik (menurut bantuan). Jadi, fungsi itu sendiri tidak memiliki bentuk
dan makna tertentu, tetapi harus diisi oleh bentuk tertentu yaitu kategori dan harus diisi oleh
makna tertentu yaitu peran. Makna adalah penghubung yang terjalin antara unsur-unsur bahasa
itu sendiri (khususnya kata) (Djajasudarma, 2012:7). Ketiganya tidak dimiliki oleh semua bahasa
di dunia. Salah satunya adalah bahasa Sasak yang selanjutnya disebut BS yang digunakan oleh
masyarakat Sasak yang tinggal di pulau Lombok.
Pertama-tama perlu kita ketahui bahwa kata “linguistik” berasal dari kata latin lingua
yang berarti bahasa. Linguistik berarti ilmu yang mempelajari bahasa. Bahasa Inggris mengambil
dari bahasa Prancis kata yang sekarang menjadi bahasa. Istilah linguistik dalam bahasa Inggris
berhubungan dengan kata language, seperti dalam bahasa Prancis istilah linguistique
berhubungan dengan bahasa. Secara umum, linguistik sering digunakan untuk mengungkapkan
linguistik. Istilah kebahasaan biasa juga diungkapkan dengan berbagai istilah atau nama. Ada
yang menyebutnya linguistik, pengantar linguistik, linguistik umum atau pengetahuan linguistik
umum. Namun dengan nama yang berbeda, substansi kajiannya sama yaitu pembelajaran bahasa.
Oleh karena itu, linguistik disebut linguistik atau ilmu yang mempelajari bahasa.
Menurut pendapat Kridalaksana (1983) yang menyatakan bahwa linguistik adalah ilmu
yang mempelajari, mengkaji sifat dan seluk-beluk bahasa, yaitu bahasa pada umumnya yang
dimiliki oleh manusia sebagai alat komunikasi atau linguistik adalah ilmu bahasa atau ilmu. yang
menyelidiki bahasa secara ilmiah. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan, dapat disimpulkan
bahwa objek kajian linguistik adalah bahasa. Sehubungan dengan objek kajian linguistik ini,
bahasa yang dimaksud tidak terfokus pada bahasa tertentu, melainkan bahasa pada umumnya
yang digunakan untuk berkomunikasi antar penutur bahasa tersebut, dalam arti bahasa yang
bersangkutan dapat berada dalam berupa bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa asing.
Oleh karena itu, linguistik sering disebut sebagai linguistik umum. Pengetahuan kebahasaan
yang luas tentunya akan sangat membantu dalam menyelesaikan dan melaksanakan tugas bagi
yang ingin mengembangkan pengetahuan kebahasaannya.
Masalah pembentukan kata menjadi objek kajian morfologi. Dalam bahasa kita yaitu
bahasa Indonesia, ada dua bentuk kata, yaitu kata dasar dan kata bentukan. Proses pembentukan
kata tentu saja adalah afiksasi. Menurut Ramlan (2001:21) ia mengatakan bahwa morfologi
adalah bagian dari ilmu bahasa yang membahas atau mempelajari seluk-beluk kata, serta
pengaruh perubahan bentuk kata terhadap kelompok kata, atau dengan kata lain morfologi
mempelajari seluk-beluk kata. kata, dan fungsi pengubahan kata itu sendiri, baik dari fungsi
gramatikal maupun semantik.
Berbicara tentang morfologi, ketika membahas masalah bentuk dan pembentukan kata,
semua satuan bentuk sebelum menjadi kata, yaitu morfem dengan segala macam bentuk, perlu
dibahas. Pembentukan kata akan melibatkan pembicaraan tentang komponen atau unsur
pembentuk kata, yaitu morfem dasar dan morfem imbuhan, dengan berbagai proses
pembentukan kata. Dalam proses pembentukan kata melalui proses afiksasi, reduplikasi atau
yang disebut dengan pengulangan kata melalui proses reduplikasi, penggabungan dalam proses
pembentukan kata melalui komposisi, dan sebagainya. Menurut Chaer (2015:3) mengatakan
bahwa penerimaan atau ketidaksetujuan bisa juga karena alasan sosial.
Morfologi memiliki hubungan yang sangat erat dengan bentuk kata atau yang biasa kita
sebut dengan struktur kata. Perlu kita ketahui bahwa perubahan struktur kata dapat
mempengaruhi perubahan makna. Morfologi merupakan salah satu cabang ilmu linguistik. Unsur
bahasa sangat penting sehingga sangat berpengaruh dalam ilmu ini. Ketika kita ingin
berkomunikasi dengan orang-orang di sekitar kita, penggunaan kalimat yang baik dan benar
dapat memberikan pemahaman yang tepat atau baik sehingga dapat memudahkan lawan bicara
untuk memahami apa yang dimaksud dalam dialog dengan lawan bicara tersebut. Secara
morfologis memiliki proses morfologi, bentuk terkecil adalah morfem dan bentuk terbesar adalah
kata. Morfologi adalah proses pembentukan kata dari satuan lain yang merupakan bentuk
dasarnya. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa proses morfologis
adalah proses pembentukan kata dari bentuk dasar menjadi kata baru melalui suatu proses, yaitu
proses afiksasi, repetisi, dan penggabungan. Dalam pembentukan verba, proses morfologis yang
terjadi adalah afiksasi dan reduplikasi. Sedangkan proses compounding tidak dapat membentuk
kata kerja.
Reduplikasi adalah pengulangan kata untuk mendapatkan arti atau bentuk yang berbeda.
Setiap bentuk kata dapat dikembalikan ke bentuk yang lebih sederhana yang disebut basa.
Selanjutnya, kata yang menjadi dasar dapat juga dikatakan dalam bentuk yang lebih sederhana,
yaitu dasar. Proses yang menghasilkan kata-kata tersebut disebut reduplikasi (Munirah, 2009:
24). Jadi dalam morfologi ada yang disebut reduplikasi yang artinya pengulangan kata.
Reduplikasi dapat terjadi dalam bentuk dasar akar, dalam bentuk imbuhan, dan dalam
bentuk komposisi. Proses tersebut dapat berupa repetisi lengkap, repetisi suara, repetisi sebagian,
dan repetisi berulang. Suatu kata dapat disebut reduplikasi atau pengulangan jika bentuk
dasarnya dapat ditentukan. Bentuk dasarnya harus menggunakan bahasa Indonesia. Jika akar
kata tidak dapat ditentukan, maka jelas kata-kata itu bukan kata-kata yang diulang.
Setelah dibandingkan dengan data kebahasaan di daerah penelitian, dialek [aa] memang
memiliki korespondensi vokal akhir [aa], misalnya bentuk pada [pada] 'sama' 'sama' dan mata
[mata] 'mata' mata '. Dalam situasi dan pentingnya penggunaan bahasa, bahasa Sasak identik
dengan masyarakat Sasak di Pulau Lombok pada khususnya. Hal ini dikarenakan mayoritas
masyarakat Lombok adalah Suku Sasak. Bahasa Sasak telah menjadi sarana komunikasi
masyarakat dalam berbagai kepentingan, terutama kepentingan nonformal. Selain itu, tidak
jarang bahasa Sasak digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pengajaran bahasa Indonesia,
khususnya di sekolah dasar kelas bawah. Selain itu, keberadaan bahasa Sasak telah dijadikan
sebagai materi pembelajaran muatan lokal di sekolah dasar. Belakangan ini bahasa Sasak mulai
terpinggirkan seiring dengan perkembangan zaman. Masyarakat Sasak, khususnya generasi
muda, enggan menggunakan bahasa daerahnya sendiri. Hal ini dapat dilihat terutama di kota.
Dalam kehidupan sehari-hari, anak muda yang memiliki bahasa Sasak sebagai bahasa ibunya
malu menggunakan bahasa daerahnya sendiri saat berinteraksi dengan sesama penutur bahasa
Sasak. Jika fenomena ini dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan bahasa Sasak lama kelamaan
akan mengalami kepunahan. Hal inilah yang mendasari pentingnya penelitian ini.

B. Batasan Masalah
Dalam melakukan suatu penelitian, perlu adanya pembatasan masalah yang akan diteliti.
Pembatasan masalah dilakukan agar ruang lingkupnya tidak terlalu luas sehingga penelitian
dilakukan secara sistematis dan rinci. Hal ini dapat membantu dan memudahkan penelitian.
Adapun batasan masalah yang menjadi objek penelitian yang akan diselesaikan adalah :
E. Signifikansi Penelitian
Dalam hal demikian, pembahasan karya ilmiah harus memuat peristiwa ilmiah yang
mampu memberikan manfaat teoritis dan praktis. Signifikansi yang dapat diberikan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara teoritis
penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi mahasiswa
khususnya mahasiswa pendidikan bahasa dalam memahami reduplikasi dalam karya sastra
khususnya dalam novel.
2. Praktis
sebuah. Bagi mahasiswa khususnya mahasiswa pendidikan bahasa, penelitian ini
diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya tentang reduplikasi dalam
bahasa
B. Penelitian ini menambah pengetahuan baru tentang reduplikasi, khususnya pada
bahasa atau karya sastra yang mengandung bahasa yang dikaji oleh peneliti.
C. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan yang lebih luas
tentang teori reduplikasi dalam sebuah karya sastra maupun dalam pengetahuan bahasa.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA TERKAIT

A. Reduplikasi
Kata ulangi memiliki bentuk dasar yang diulang-ulang. Bentuk dasar adalah bentuk
kebahasaan yang merupakan bentuk dasar dari setiap pengulangan kata, karena bentuk dasar dari
pengulangan kata merupakan bentuk kebahasaan, bentuk dasar tersebut harus dapat digunakan
dalam penggunaan bahasa sehari-hari dalam berbagai bentuk kata atau kalimat lainnya. .
Secara sederhana, Chaer (2012:182). mengatakan bahwa refrase adalah proses morfemik
yang mengulang bentuk dasarnya, baik secara keseluruhan, sebagian (partial), atau dengan
perubahan bunyi.
Dengan demikian, dapat didefinisikan bahwa pengulangan kata (reduplikasi) adalah
proses pengulangan kata, baik secara keseluruhan maupun sebagian, dengan fonem yang
bervariasi atau tidak, dikombinasikan dengan imbuhan atau tidak, dan menjadi satu kesatuan
bahasa sebagai alat fonologis dan gramatikal. sekaligus sebagai studi morfologi.
sebuah. Jenis Pengulangan Kata (Reduplikasi)
Berdasarkan cara mengulang bentuk dasarnya, pengulangan dapat diklasifikasikan
menjadi empat kelompok, (Ramlan, 2017: 60-66):
B. Fungsi dan Arti Pengulangan Kata (Reduplikasi)
Menentukan fungsi refrase disini akan sangat sulit, karena fungsi dan makna saling
berkaitan erat, tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Tetapi jika kita hanya melihat fungsinya
sebagai alat untuk membentuk jenis kata, maka dapat dikatakan bahwa pengulangan suatu kata
akan mengurangi jenis kata yang sama seperti jika kata itu tidak diulang: mainan (mainan), sama
ketik sebagai main-main (main-main), atc (Keraf, 1984:121). Secara lebih spesifik dijelaskan
bahwa seluruh fungsi reduplikasi telah membentuk reword dari perbuatan dasar (membentuk
kelas kata baru) yang maknanya mungkin masih berkaitan dengan makna kata yang diulang atau
bahkan mencerminkan makna kata yang diulang. atau membentuk makna baru. Keraf (1984:121)
menggabungkan arti (makna) kata-kata yang diulang dalam tujuh kelompok:
1. Kata-kata yang mengandung banyak arti dalam jumlah yang tidak terbatas

2. Kata-kata dengan banyak arti


3. Kata-kata yang diulang dengan makna yang mirip dengan kata-kata yang diulang.
4. Kata-kata yang mengandung makna melemah (sedikit)
5. Pengulangan menyatakan intensitas
6. Kata-kata dengan makna timbal balik atau kerja timbal balik
7. Kata-kata yang mengandung makna korelatif
C. Kerangka Konseptual
Yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah terkait dengan ilmu morfologi dimana isi
yang dimaksud adalah seluk beluk kata. Proses morfologis mengacu pada kata-kata yang dapat
dimodifikasi dengan menambahkan bahan baru atau bahan yang sudah ada. Proses morfologis
dibagi menjadi tiga, yang pertama adalah Concantenative, yang kedua adalah Non-
Concantenative, dan yang terakhir adalah Reduplication. Concantenative adalah proses
pembentukan kata dengan dua morfem, yang kedua non concantenative adalah kebalikan dari
concantenative, yang terakhir adalah reduplication, dimana peneliti memfokuskan penelitian ini
pada jenis morfologi yang terakhir. Reduplikasi adalah kata yang diulang-ulang sehingga
menimbulkan makna baru. Hal ini dapat dilihat melalui kerangka berikut:

B. Sumber Data
Sumber data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data tersebut
dapat diperoleh. Sumber data dalam penelitian ini adalah bahasa Sasak desa Malaka. Data
penelitian ini diperoleh dari penuturan asli Desa Malaka, penelitian yang dipilih adalah informan.
Berdasarkan. Subroto (2007:41) mengemukakan bahwa informan adalah penutur asli yang
mampu memberikan informasi kebahasaan kepada peneliti, terutama yang menyangkut aspek
kebahasaan tertentu.
Peneliti mengambil lima belas informan karena kelima belas orang tersebut mampu dan
cukup mewakili populasi sebagai sampel penelitian. Pemilihan sampel informan mengikuti
beberapa persyaratan (Mahsun, 2005: 141) sebagai berikut:
1) Laki-laki atau perempuan.
2) Usia antara 11-80 tahun.
3) Informan yang lahir dan tumbuh di desa jarang atau tidak pernah sama sekali
meninggalkan desanya.
4) Pendidikan minimal tamat SD.
5) Memiliki kebanggaan dalam isoleknya
6) Bisa berbahasa Indonesia.
7) Sehat jasmani dan rohani.
C. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan tiga metode. Ketiga metode tersebut, yaitu metode
introspeksi, menyimak, dan berbicara. Peneliti memperoleh data melalui percakapan peneliti
sebagai penutur asli bahasa Sasak dialek Kuto-Kute di Desa Malaka dalam kehidupan sehari-hari
dan mendengarkan percakapan langsung antar warga Desa Malaka.
1. Metode Introspeksi
Metode pertama yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode introspeksi.
Menurut Mahsun (2005:104), metode introspeksi adalah metode penyediaan data dengan
memanfaatkan intuisi linguistik peneliti yang mengkaji bahasa yang dikuasainya (bahasa ibu)
untuk menyediakan data yang diperlukan untuk analisis sesuai dengan tujuan penelitian. Metode
ini sangat relevan digunakan karena peneliti adalah pengguna bahasa Sasak dialek Kuto-Kute.
2. Pengamatan
Metode observasi adalah metode yang digunakan untuk memperoleh data dengan
mendengarkan penggunaan bahasa. metode ini memiliki teknik dasar berupa teknik sadap yang
diikuti dengan teknik lanjutan, yaitu teknik menyimak-keterlibatan, teknik menyimak-bebas-
bicara-melibatkan, dan teknik mencatat (Mahsun, 2005: 92-93).
sebuah. Teknik mendengarkan-keterlibatan
Dalam teknik ini, peneliti melakukan penyadapan dengan berpartisipasi sambil
mendengarkan, berpartisipasi dalam percakapan dan mendengarkan informan. Dalam hal ini
peneliti terlibat langsung dalam dialog (Mahsun, 2005:
B. Teknik catatan
Teknik mencatat ini merupakan teknik lanjutan yang digunakan saat menerapkan metode
menonton. Teknik mencatat ini digunakan ketika mendapatkan data yang diperoleh dari
informan.
3. Wawancara
Mahsun (2005: 95) menyebutkan penamaan metode penyediaan data dengan metode
mahir karena cara pengumpulan datanya berupa percakapan antara peneliti dan informan.
Metode mahir memiliki teknik dasar berupa joran yang dilanjutkan dengan teknik lanjutan yaitu
teknik tatap muka. Dalam penerapan teknik tatap muka ini peneliti langsung melakukan
percakapan dengan menggunakan bahasa sebagai informan.
D. Analisis Data
. Data penelitian yang diperoleh kemudian diidentifikasi menurut kelas kata dan
dianalisis menurut bentuk, fungsi dan maknanya. Proses ini disebut analisis deskriptif. Jadi
teknik yang digunakan dalam analisis data adalah analisis deskriptif.
Langkah-langkah dalam analisis data adalah sebagai berikut:
sebuah. Memilih data reduplikasi.
B. Menentukan jenis, fungsi, dan makna.
C. Menganalisis data berdasarkan jenis, fungsi dan artinya.
D. Mendeskripsikan jenis, fungsi, dan makna reduplikasi dalam dialek kuto-kute.
BAB IV
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
SEBUAH PENEMUAN
Agar sistematis dan konkrit, dalam menyajikan analisis data, penulis memaparkan fokus
penelitian pada proses reduplikasi morfologis, yaitu repetisi lengkap, repetisi sebagian, repetisi
kombinasi dengan proses pembubuhan imbuhan, dan repetisi dengan perubahan fonem.
digunakan oleh pengarang dalam bahasa Sasak di desa Malaka. Pengulangan keseluruhan adalah
pengulangan bentuk dasar secara utuh, tanpa digabung dengan pembubuhan afiks dan tanpa
pembubuhan fonem. Pengulangan sebagian adalah pengulangan bentuk dasar sebagian, tanpa
mengubah fonem. Pengulangan gabungan afiks dengan afiks adalah pengulangan bentuk dasar
yang disertai dengan penambahan afiks secara bersama-sama atau bersamaan dan bersama-sama
juga mendukung satu makna. Pengulangan dengan perubahan fonem adalah pengulangan bentuk
dasar yang disertai dengan perubahan fonem.
Dalam mendeskripsikan hasil penelitian ini, penulis mendeskripsikan secara sistematis
sesuai dengan fokus penelitian yaitu repetisi utuh, repetisi sebagian, repetisi yang dipadukan
dengan proses pembubuhan imbuhan, dan repetisi dengan perubahan fonem yang digunakan
dalam bahasa Sasak di desa Malaka. .
Deskripsi dialek Kuto-kute Sasak di desa Malaka

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Sebuah kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah diuraikan pada bab IV, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan.
1. Bentuk repetisi bahasa Sasak dialek Kuto Kute di desa Malaka memunculkan kata-kata
baru yang berbeda dengan bentuk dasarnya. Kata baru yang dimaksud berkaitan dengan bentuk
atau jumlah kata, misalnya “bale” dengan pengulangan menjadi “bale-bale” yang berupa kata
berubah dari satu kata menjadi dua kata.
2. Reduplikasi dalam bahasa Sasak Desa Malaka juga memunculkan makna baru,
misalnya kata “mobil” dengan makna sebagai alat transportasi. Bila diulang sebagai "Mobil"
berarti dasar yang sama (alat transportasi) tetapi dengan lebih dari satu nomor. Namun berbeda
dengan kasus dimana kata “mobil” diulang menjadi “montoran” yang artinya bukan sebagai alat
transportasi, melainkan menunjukkan suatu benda yang menyerupai mobil.
3. Reduplikasi di Malacca Village juga mengubah kelas kata. Misalnya, kata benda
menjadi kelas kata sifat seperti paruh(kata benda) hingga "Bebeak-beakan"(kata sifat)
Jenis reduplikasi yang paling sering digunakan pengarang dalam bahasa Sasak yang
menggunakan dialek keto-kete di desa Malaka adalah jenis reduplikasi, pengulangan keseluruhan
hampir setiap komunikasi menggunakan pengulangan kata utuh dan jarang digunakan adalah
pengulangan perubahan fonem.
Di era baru ini anak-anak milenial diajari sejak kecil untuk menggunakan bahasa
Indonesia, banyak dari anak-anak zaman sekarang yang tidak mengerti bahasa ibu mereka,
sehingga penelitian ini harus dilakukan.
B. SARAN
Dalam penelitian ini, penulis memberikan saran sebagai berikut:
1. Untuk memperoleh hasil yang memuaskan, seorang peneliti harus sabar dan teliti
dalam menganalisis suatu bahasa sebagai sumber penelitian.
2. Mengenai reduplikasi atau pengulangan, seorang peneliti harus dapat menentukan kata
dasar dari kata yang diulang, tentunya dengan memahami materi apa yang menjadi fokus
penelitian.
3. Kedepannya para peneliti khususnya di bidang pendidikan bahasa dan sastra dapat
menggunakan penelitian ini sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian lainnya.

Anda mungkin juga menyukai