Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

MORFOLOGI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Linguistik Umum

Dosen Pengampu
Dr. Muhammad Siddiq

Disusun Oleh:
Hasna Salsabila 11220130000044
Muhamad Raffi Fadliansyah 11220130000047
Putri Nadiarahma 11220130000055

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Morfologi. Adapun tujuan
dari penulisan makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Linguistik
Umum, dalam program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang turut
memberikan konstribusinya dalam penyusunan makalah ini. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada Bapak Dr. Muhamad Siddiq selaku dosen pengampu Mata Kuliah Linguistik
Umum yang telah memberikan tugas ini, sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang ditekuni.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan terdapat
kekurangan didalamnya baik dari penyusunan maupun tata bahasa penyampaian yang
digunakan. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca agar dapat
menjadi acuan dalam membuat makalah yang lebih baik di masa mendatang. Akhir kata
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan juga inspirasi bagi para pembaca serta
seluruh pihak lainnya.

Jakarta, 27 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Morfologi
B. Pengertian Morfem Beserta Jenis-Jenisnya
C. Pengertian Proses Morfologi
D. Macam-Macam Proses Morfologi
E. Kaitan Morfologi Dengan Ilmu Kebahasaan Lain

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer, produktif, dinamis,
beragam, dan manusiawi (Abdul Chaer, 1995: 14-18). Sebagai sebuah sistem, bahasa
pada dasarnya memberi kendala pada penuturnya. Dengan demikian, bahasa pada
gilirannya pantas diteliti, karena kendala-kendala yang dihadapi oleh penutur suatu
bahasa memerlukaan sebuah pengkajian.
Salah satu bidang pengkajian bahasa Indonesia yang cukup menarik adalah
bidang tata bentukan atau morfologi. Bidang ini menarik untuk dikaji karena
perkembangan kata-kata baru yang muncul dalam pemakaian bahasa sering
berbenturan dengan kaidah-kaidah yang ada pada bidang tata bentukan ini. Oleh
karena itu perlu dikaji ruang lingkup tata bentukan ini agar ketidaksesuaian antara
kata-kata yang digunakan oleh para pemakai bahasa dengan kaidah tersebut tidak
menimbulkan kesalahan sampai pada tataran makna. Jika terjadi kesalahan sampai
pada tataran makna, hal itu akan mengganggu komunikasi yang berlangsung. Bila
terjadi gangguan pada kegiatan komunikasi maka gugurlah fungsi utama bahasa yaitu
sebagai alat komunikasi. Hal ini tidak boleh terjadi.
Sering timbul pertanyaan dari pemakai bahasa, manakah bentukan kata yang
sesuai dengan kaidah morfologi. Dan, yang menarik adalah munculnya pendapat yang
berbeda dari ahli bahasa yang satu dengan ahli bahasa yang lain. Fenomena itulah
yang menarik bagi kami untuk melakukan pengkajian dan memaparkan masalah
tentang morfologi dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari morfologi?
2. Apa pengertian morfem beserta jenis-jenisnya?
3. Apa pengertian proses morfologi?
4. Apa saja macam-macam proses morfologi?
5. Apa kaitan morfologi dengan ilmu kebahasaan lain?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari morfologi.
2. Untuk mengetahui pengertian morfem beserta jenis-jenisnya.
3. Untuk mengetahui pengertian proses morfologi.
4. Untuk mengetahui macam-macam proses morfologi.
5. Untuk mengetahui kaitan morfologi dengan ilmu kebahasaan lain.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Morfologi
Morfologi (atau tata bentuk; Inggr.Morphology, dulu juga morphemics) adalah
bidang linguistik yang mempelajari susunan bagian-bagian kata secara gramatikal
(Verhaar, 1988: 52).Secara etimologi, kata morfologi berasal dari kata morf yang
berarti 'bentuk dan kata logi yang berarti 'ilmu. Secara harfiah kata morfologi berarti
'ilmu mengenai bentuk'. Di dalam kajian Linguistik, morfologi berarti 'ilmu mengenai
bentuk-bentuk dan pembentukan kata'; sedangkan di dalam kajian biologi morfologi
berarti 'ilmu mengenai bentuk-bentuk sel-sel tumbuhan atau jasad-jasad hidup'.
Memang selain bidang kajian linguistik, di dalam kajian biologi ada juga digunakan
istilah morfologi. Kesamaannya, sama-sama mengkaji tentang bentuk (Chaer, 2008:
3). Seperti pada uraian menurut para para ahli, ada juga pengertian morfologi menurut
Kamus Linguistik, yaitu: 1. bidang linguistik yang mempelajari morfem dan
kombinasi-kombinasinya; 2. Bagian dari struktur bahasa yang mencakup kata dan
bagian-bagian kata, yakni morfem (Kridalaksana, 2008: 159). Dari seluruh pendapat
para ahli mengenai pengertian morfologi, maka beberapa uraian yang telah dijabarkan
oleh paraa pakar dapat disimpulkan bahwa morfologi merupakan cabang dari
linguistik yang di dalamnya mempelajari atau mengkaji mengenai kata.
Morfologi mengkaji unsur dasar atau satuan terkecil dari suatu bahasa Satuan
terkecil, atau satuan gramatikal terkecil itu disebut morfem (Achmad dan Abdullah,
2013: 55). Karena morfem merupakan satuan gramatikal maka morfem memilki
makna. Istilah terkecil yang disebutkan sebelumnya memilki maksud, yaitu bahwa
satuan gramatikal atau morfem itu sendir tidak dapat dibagi lagi menjadi satuan yang
lebih kecil.1

B. Pengertian Morfem Beserta Jenis-Jenisnya


Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang memiliki makna (Chaer, 2008: 13).
Istilah terkecil mengisyaratkan bahwa satuan gramatika (morfem) itu tidak dapat
dibagi lagi menjadi satuan yang lebih kecil. B Misalnya bentuk membaca dapat
dianalisis menjadi dua bentuk terkecil yaitu (me-) dan (baca). Bentuk (me-)
merupakan sebuah morfem, yaitu morfem afiks yang secara gramatikal memiliki
1
Farida Ariyani Megaria, Morfologi Bahasa Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2018), h.
sebuah makna; dan bentuk (baca ) juga sebuah morfem, yaitu morfem dasar yang
secara leksikal memilik makna. Jika bentuk baca dianalisis menjadi lebih kecil lagi
menjadi ba- dar ca-, keduanya jelas tidak memiliki makna apa-apa. Jadi, keduanya
bukan morfem. Contoh lain, bentuk berkenalan dapat dianalisis ke dalam satuan
satuan terkecil. Menjadi (ber-), (kenal), dan (-an). Ketiganya adalah morfem di mana
(ber-) adalah morfem prefiks, (kenal) adalah morfem dasar, dan (-an) adalah morfem
sufiks. Ketiganya juga memiliki makna. Morfem (ber-) dan morfem (-an) memiliki
makna gramatikal, sedangkan morfem (kenal) memiliki makna leksikal.
1. Identifikasi Morfem
Satuan bahasa merupakan komposit antara bentuk dan makna. Oleh karena itu,
untuk menetapkan sebuah bentuk adalah morfem atau bukan didasarkan pada
kriteria bentuk dan makna itu. Hal-hal berikut dapat dipedomi untuk
menentukan morfem dan bukan morfem itu. Dua bentuk yang sama atau lebih
memiliki makna yang sama merupakan sebuah morfem. Umpamanya kata
bulan pada ketiga kalimat berikut adalah sebuah morfem yang sama. Bulan
depan dia akan tunangan. Sudah dua bulan dia tidak bekerja. Satu tahun sama
dengan 12 bulan.
a. Dua bentuk yang sama atau lebih bila memiliki makna yang berbeda
merupakan dua morfem yang berbeda. Misalnya kata bunga pada
kedua kalimat berikut merupakan dua morfem yang berbeda. Bank
Indonesia member bunga 5 persen per tahun. Dia datang membaca
seikat bunga.
b. Dua buah bentuk yang berbeda, tetapi memiliki makna yang sama,
merupakan dua morfem yang berbeda. Misalnya, kata ayah dan kata
bapak pada kedua kalimat berikut adalah dua morfem yang berbeda.
Ayah pergi ke Surabaya. Bapak baru pulang dari Surabaya.
c. Bentuk-bentuk yang mirip tetapi maknanya sama adalah sebuah
morfem yang sama, asal perbedaan bentuk itu dapat dijelaskan secara
fonologis. Misalnya, bentuk-bentuk me-, mem-, men-, meny-, meng-,
dan menge pada kata-kata berikut adalah sebuah morfem yang sama.
Merajut membaca mendesak menyusul mengambil mengebor
d. Bentuk yang hanya muncul dengan pasangan satu-satunya adalah jug
morfem. Misalnya bentuk renta pada konstruksi tua renta, dan bentuk
kuyup pada konstruksi basah kuyup adalah juga morfem. Contoh lain
bentuk bugar pada segar bugar, dan bentuk mersik pada kering mersik
e. Bentuk yang muncul berulang-ulang pada satuan yang lebih besa
apabila memiliki makna yang sama adalah juga merupakan morfer
yang sama. Misalnya bentuk baca pada kata-kata berikut adalah sebuah
morfem yang sama. Membaca pembaca pembacaan bacaan terbaca
keterbacaan
f. Bentuk yang muncul berulang-ulang pada satuan bahasa yang lebih
besar (kalusa, kalimat) apabila maknanya berbeda secara polisema
adalah juga merupakan morfem yang sama. Misalnya, kata kepala pada
kalimat-kalimat berikut memiliki makna yang berbeda secara polisemi
tetapi juga merupakan morfem yang sama. Ibunya menjadi kepala
sekolah di sana. Kepala jarum itu terbuat dari plastik. Tubuhnya
memang besar tapi sayang kepalanya kosong (Chaer, de 2008: 14).

2. Alomorf dan Morf


Morfem sebenarnya merupakan barang abstrak kerena ada dalam
konsep, sedangkan konkret yang ada dalam pertuturan adalah alomorf. Yang
tidak lain realisasi dari morfem itu. Jadi, sebagai realisasi dari morfem itu,
alomof ini bersifat nyata/ada (Chear, 2008: 15). Umpamanya morfem {kuda)
direalisasikan dalam bentuk unsur leksikal kuda, dan morfem (-kan
direalisasikan dalam bentuk sufiks -kan seperti terdapat pada meluruskan atau
membacakan. Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama
itu disebut alomorf. Alomorf adalah perwujudan konkret dalam ujaran, dari
sebuah morfem (Achmad dan Abdullah, 2013:57).
Pada umumnya sebuah morfem hanya memiliki sebuah alomorf.
Namun, ada juga morfem yang direalisasikan dalam beberapa bentuk alomorf.
Misalnya, morfem (ber-) memiliki tiga bentuk alomorf, yaitu ber-, be-, bel-,
seperti terdapat pada bagan berikut. Morf adalah bentuk yang belum diketahui
statusnya, apakah sebagi morfem atau sebagai alomorf. Jadi, sebenarnya
wujud fisik morf adalah sama a kosong dengan wujud fisik alomorf.
Sedangkan morfem merupakan “abstraksi” dari alomorf atau alomorf-alomorf
yang ada (Chear, 2008: 16).
Morfem Alomorf Contoh (pada kata)
ber- bertemu, berdoa
ber- be- beternak, bekerja
bel- belajar

Morfem (me-) memiliki enam buah almorf, seperti tamapak pada bagan.
Morfem Alomorf Contoh (pada kata)
me- melihat, merawat
mem- membaca, membawa
me- men- menduga, mendengar
meny- menyisir, menyusul
meng- menggali, mengebor
menge- mengecat, mengetik

Morfem adalah bentuk yang belum diketahui statusnya statusnya, apakah


sebagai morfem atau sebagai alomorf. Jadi, sebenernya wujud fisik morf adalah sama
dengan wujud fisik alomorf. Sedangkan morfem merupakan “abstraksi” dari alomorf
atau alomorf-alomorf yang ada.

3. Pembagian Morfem
Morfem-morfem dalam setiap bahasa dapat digolongkan berdasarkan
beberapa kriteria tertentu. Antara lain berdasarkan kebebasannya,
keutuhannya, maknanya dan sebagainya.
a. Berdasarkan kebebasannya, morfem dibedakan menjadi dua yaitu,
morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem yang
tanpa keterkaitannya dengan morfem lain dapat langsung digunakan
dalam pertuturan (Chaer, 2008:17). Morfem bebas adalah morfem
yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam ujaran
(Achmad dan Abdullah, 2013:57). Dalam bahasa Indonesia, misalnya,
morfem (pulang) pukull, Jambill, dan (pergi). Morfem bebas ini
tentuny Moclem-morfem tersebut dapat digunakan tapa morfem lain.
Sedangk berupa mortem dasar. morfem terikat adalah morfem yang
harus terlebih dahulu bergabun dengan morfem lain untuk dapat
digunakan dalam pertuturan (Cha 2008: 17) Semua imbuhan (afiks)
dalam bahasa Indonesia adalah morfem terika (Achmad dan Abdullah,
2013:57). Di samping itu banyak juga morien terikat yang berupa
morfem dasar, seperti (henti), (juang), dan (geletak Untuk dapat
digunakan ketiga morfem ini harus terlebih dahulu diber afiks atau
digabung dengan morfem lain. Misalnya juang meniag berjuang,
pejuang, dan daya juang; begitupun yang lainnya. Berkenaan dengan
bentuk dasar terikat, perlu dikemukakan catata sebagai
berikut:Pertama, bentuk dasar seperti gaul, juang, dan henti jug
termasuk morfem terikat. bentuk-bentuk tersebut meskipun bukan afiks
tidak dapat muncul dalam ujaran tanpa mengalami proses morfolog
terlebih dahulu, seperti afiksasi, reduplikasi, dan atau komposis
(Achmad dan Abdullah, 2013: 57), bentuk-bentuk seperti ini lazim
juga disebut bentuk prakategorial, karena bentuk-bentuk tersebut
belum memiliki kategori sehingga tidak dapat digunakan dalam
pertutura (Chaer, 2008:17).

b. Kedua, Verhaar (1978) juga memasukkan bentuk-bentuk seperti beli


baca, dan tulis ke dalam kelas kelompok prakategorial, karena untuk
digunakan di dalam kalimat harus terlebih dahulu diberi prefiks me
prefiks pe-, atau prefiks ter-. Dalam kalimat imperatif memang tanpa
imbuhan bentuk-bentuk tersebut dapat digunakan. Namun, kalimat
imperatif adalah hasil transformasi dari kalimat aktif transitif (yang
memerlukan imbuhan).
c. Ketiga, bentuk-bentuk seperti (renta) (yang hanya muncul dalam tua
renta), dan (kerontang) (yang hanya muncul dalam kering kerontang
termasuk morfem terikat, karena hanya muncul dalam pasangan
tertentu, maka disebut morfem unik. Morfem unik adalah morfem yang
hanya mampu berkombinasi dengan satu satuan tertentu. Contoh
morfem (gulita) pada kombinasi gelap gulita, morfem (kuyup)pada
kombinasi basah kuyup, morfem (siyur) pada kombinasi simpang
syiur.
d. Keempat, bentuk-bentuk yang disebut klitika merupakan morfem yang
agak sukar ditentukan statusnya, apakah morfem bebas atau morfem
terikat. Kemunculannya dalam pertuturan selalu terikat dengan bentuk
lain, tetapi dapat dipisahkan. Umpamanya klitika -ku dalam konstruksi
bukuku dapat dipisahkan sehingga menjadi buku baruku. Dilihat dari
posisi tempatnya dibedakan adanya proklitika, yaitu klitika yang
berposisi di muka kata yang yang diikuti seperti klitika ku- dalam
bentu kubawa dan kauambil. Sedangkan yang disebut enklitika adalah
klitika yang berposisi di belakang kata yang diletaki, seperti klitika -
mu dan -nya pada bentuk nasibmu dan duduknya. Kelima, bentuk-
bentuk yang termasuk preposisi dan konjungsi seperti dan, oleh, di,
dan karena secara morfologis termasuk morfem bebas, tetapi secara
sintaksis merupakan bentuk terikat (dalam satuan sintaksisinya).
Keenam, bentuk-bentuk yang oleh Kridalaksana (1989) disebut
proleksem, seperti a (pada asusila), dwi (pada dwibahasa), dan ko
(pada kopilot) juga termasuk morfem terikat.

e. Berdasarkan keutuhan bentuknya, morfem dibedakan menjadi dua,


yaitu morfem utuh dan morfem terbagi. Morfem utuh secara fisik
merupakan satu-kesatuan yang utuh. Semua morfem dasar, baik bebas
maupun terikat, serta prefiks, infiks, dan sufiks termasuk morfem utuh.
sedangkan yang dimaksud morfem terbagi adalah morfem yang
fisiknya terbagi atau disisipi morfem lain. karenanya semua konfiks
(seperti pe an, ke-an, dan per-an) adalah termasuk morfem terbagi.
Sehubungan dengan morfem terbagi ini, untuk bahasa Indonesia, ada
catatan yang perlu diperhatikan, yaitu: Pertama, semua afiks yang
disebut konfiks seperti (ke-/-an}, {ber-/-an), (pe-/-an), dan (per-/-an)
termasuk morfem terbagi. Namun, bentuk (ber-/-an) bisa merupakan
konfiks, seperti pada bermunculan 'banyak yang tiba-tiba muncul', dan
bersalaman 'saling menyalami', tetapi bisa juga bukan konfiks, seperti
pada beraturan 'mempunyai aturan', dan berpakaian 'mengenakan
pakaian'. Untuk menentukan apakah bentuk (ber-/-an) konfiks atau
bukan konfiks, harus diperhatikan makna gramatikal yang
disandangnya.
f. Dalam bahasa Indonesia ada afiks yang disebut inliks yan disisipkan
ditengah morfem dasar. Misalnya, afiks 1-er- pada kat kerelip, infiks (-
el-pada kata pelatuk, dan infiks (-em-) pada ka gemilang. Dengan
demikian infiks tersebut telah mengubah morfem utuh (kelip) menjadi
morfem terbagi (ke-lip), morfem utuh (gembung menjadi morfem
terbagi (g-embung), dan mengubah morfem u (getar) menjadi morfem
terbagi (g-etar).

g. Berdasarkan kemungkinan menjadi dasar dalam pembentukan kata


yang dibedakan menjadi morfem dasar dan morfem afiks. Morfem das
adalah morfem yang dapat menjadi dasar dalam suatu proses morfolog
Misalnya, morfem (beli),(makan), dan (merah). Namun, perlu dicata
bentuk dasar yang termasuk dalam kategori preposisi dan konjung
tidak pernah mengalami proses afiksasi. Sedangkan, yang tidak dapa
menjadi dasar, melainkan hanya sebagai pembentuk disebut morfe
afiks, seperti morfem (mi), (-kan), dan (pe-an).

h. Berdasarkan jenis morfem yang membentuknya dapat dibedakan


menjadi morfem segmental dan morfem suprasegmental atau morfem
nonsegmental. Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh
fonem-fonem segmental, yakni morfem yang berupa bunyi dan dapat
disegmentasikan. Misalnya morfem (lihat), (ter-), (sikat), dan (-lah
Sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem yang terbentuk
morfem dasar maka leksikal, dan ha dari nada, tekanan, durasi, dan
intonasi. Dalam bahasa indonesia tida ditemukan morfem
suprasegmental ini: tetapi dalam bahasa cona thang terbatas. Mes dan
burma morfem tersebut kita dapati (lebih jauh, untuk contoh Char
2003).

i. Berdasarkan kehadirannya secara konkrit dibedakan adanya morfem


wujud dan morfem tan wujud. Yang dimaksud morfem wujud adalah
morfem yang secara nyata ada; sedangkan yang tan wujud
kehadirannya tidak nyata. Morfem yang wujud ini tidak ada dalam
bahasa indonesia tetapi ada dalam bahasa inggris (lihat contoh pada
Chaer 2003).

j. Berdasarkan ciri semantik dibedakan adanya morfem bermakna


leksika, dan morfem tak bermakna leksikal. Sebuah morfem disebut
bermakna morfologi leksikal karena di dalam dirinya, secera inheren,
telah memiliki makna. Semua morfem dasar bebas, seperti (makan),
{pulang), dan (pergi termasuk morfem bermakna leksikal. Sebaliknya,
morfem afiks seperti [ber-), (ke), dan (ter-) termasuk morfem tak
bermakna leksikal kalau morfem bermakna leksikal dapat langsung
menjadi unsur dalam pertuturan, maka morfem tidak bermakna
leksikal tidak dapat. Dikotomi morfem bermakna leksikal dan tidak
bermakna leksikal ini, untuk bahasa indonesia timbul masalah.
Morfem-morfem seperti (juang), [henti), dan (gaul) memiliki makna
leksikal atau tidak. Jika dikatakan memiliki makna leksikal, pada
kenyataannya morfem-morfem itu belum dapat digunakan dalam
pertuturan sebelum mengalami proses morfologi. Jika dikatan tidak
bermakna leksikal pada kenyataannya morfem-morfem tersebut bukan
afiks. Dalam hal ini barangkali perlu dibedakan antara konsep atau
kategori gramatika dengan kategori semantik. Secara gramatikal
bentuk bentuk tersebut memang tidak dapat langsung digunakan dalam
sebuah pertuturan. Namun, secara semantik bentuk-bentuk tersebut
tetap memiliki makna leksikal. Ada satu masalah lagi berkenaan
dengan morfem bermakna leksikal ini, yaitu morfem-morfem
berkategori gramatikal sebagai preposisi dan konjungsi. Banyak pakar
(seperti Keraf 1986 dan Parera 1988) yang menyatakan bahwa kelas-
kelas preposisi dan konjungsi tidak memiliki makna leksikal, dan
hanya mempunyai fungsi gramatikal. Sebenarnya sebagai morfem
dasar, dan bukan afiks, semua morfem preposisi dan Honest konjungsi
memiliki makna leksikal. Namun, kebebasannya dalam pertuturan
memang terbatas. Meskipun keterbatasannya tidak seketat morfem
afiks. Dalam morfologi morfem-morfem yang termasuk preposisi dan
konjungsi memiliki kebebasan seperti morfem bebas lainnya; hanya
secara sintaksis keduannya terikat pada satuan sintaksisnya.
4. Morfem Dasar, Bentuk Dasar, Pangkal (Stem), Akar, dan Leksem
Morfem dasar, bentuk dasar (lebih lazim dasar (base) saja), pangkal
(stem), akar, dan leksem adalah lima istilah yang lazim digunakan dalam
kajian morfologi. Namun, seringkali digunakan secara kurang cermat, malah
seringkali berbeda. Oleh karena itu, sejalan dengan usaha yang dilakukan
Lyons dalam Chaer (2008: 21) ada baiknya istilah istilah tersebut kita
bicarakan dahulu sebelum pembicaraan mengenai proses-proses morfologi.
Sebuah morfem dasar dapat menjadi bentuk dasar atau dasar (bas
dalam suatu proses morfologi. Artinya, dapat diberi afiks tertentu dalam
proses afiksasi, dapat diulang dalam proses reduplikasi, atau dapat
digabungkan dengan morfem yang lain dalam suatu proses komposisi atau
pemajemukan Istilah bentuk dasar atau dasar (Base) biasanya digunakan untuk
menyebut sebuah bentuk yang menjadi dasar dalam suatu proses morfologi
Bentuk dasar ini dapat berupa morfem tunggal, tetapi dapat juga beru
gabungan morfem. Misalnya pada kata berbicara yang terdiri dari morfem
{ber-) dan morfem (bicara}; maka morfem (bicara) adalah menjadi bentuk
kumpulan dasar dari kata berbicara itu, yang kebetulan juga berupa morfem
dasa Pada kata dimengerti bentuk dasarnya adalah mengerti, dan pada kata
keanekaragaman bentuk dasarnya adalah aneka ragam. Jadi, bentuk dasa 23.5
Morfem adalah bentuk yang langsung menjadi dasar dalam suatu proses
morfologi Wujudnya dapat berupa morfem tunggal, dapat juga berupa bentuk
polimorfemis.
Istilah pangkal atau stem digunakan untuk menyebut bentuk
dasatoriem, dalam proses pembentukan kata inflektif, atau pembubuhan afiks
inflekt Hal ini terjadi pada bahasa-bahasa fleksi seperti bahasa arab, bahas
itali, bahasa jerman, dan bahasa prancis. Dalam bahasa indonesia proses
pembentukan kata inflektif hanya terjadi pada proses pembentukan verbe
transitif, yakni verba yang berprefiks me- (yang dapat diganti dengan di
prefiks ter-, dan prefiks Zero). Misalnya, pada kata membeli pangkalnya
adalah beli, pada kata mendaratkan pangkalnya adalah daratkan, pada kata
menangisi pangkalnya adalah bentuk tangisi.
Istilah akar (root) digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat
dianalisis lebih jauh lagi. Artinya, akar adalah bentuk yang tersisa setelah
semua afiksnya ditinggalkan. Misalkan pada kata memberlakukan setelah
semua afiksnya ditinggalkan (yaitu prefiks me-, prefiks ber-, dan surfiks –
kan) dengan cara tertentu, maka yang tersisa adalah akar laku. Akar laku ini
tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi tanpa merusak makna akar tersebut.
Contoh lain, kata keberterimaan kalau semua afiksnya ditinggalkan akan
tersisa akarnya yaitu bentuk terima. Bentuk terima ini pun tidak dapat
dianalisis lebih jauh lagi. Istilah leksem digunakan dalam dua bidang kajian
linguistik, yaitu bidang morfologi dan bidang semantik. Dalam kajian
morfologi, leksem digunakan untuk meadahi konsep “bentuk yang akan
menjadi kata” melalui proses morfologi umpamanya bentuk PUKUL (dalam
konvensi ‘morfologi’ leksem ditulis dengan huruf kapital semua) adalah
sebuah leksem yang akan menurunkan kata-kaata yang seperti memukul,
dipukul, terpukul, pukulan, pemukul, dan pemukulan. Sedangkan dalam kajian
semantik leksem adalah satuan bahasa yang memiliki sebuah makna. Jadi,
bentuk bentuk seperti kucing, membaca, matahari, membanting tulang, dan
sumpah serapah adalah leksem. Dari bentuk leksem ada bentuk-bentuk
turunannya, vaitu leksikon, leksikal, leksikologi, dan leksikografi. Istilah
leksikon dalam arti ‘kumpulan leksem’ dapat dipadankan dengan istilah
kosakata atau pembendaharaan kata.

5. Morfem Afiks
Sudah disebutkan diatas bahwa morfem afiks adalah morfem yang
tidak dapat menjadi dasar dalam pembentukan kata, tetapi hanya menjadi
unsur pembentukan dalam peroses afiksasi. Dalam bahasa indonesia morfem
afiks dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Prefiks, yaitu afiks yang dibubuhkan dikiri bentuk dasar, yaitu prefiks
ber-, prefiks me-, prefiks per-, prefiks di-, prefiks ter-, prefiks se-, dan
prefiks ke-.
b. Infiks, yaitu afiks yang dibubuhkan di tengah kata, biasanya pada suku
awal kata, yaitu infiks-el-, infiks-em-, dan infiks-er-.
c. Sufiks, adalah afiks yang dibubuhkan di kanan bentuk dasar, yaitu
sufiks-kan, sufiks -i, sufiks -an, dan sufiks-nya.
d. Konfiks, adalah afiks yang dibubuhkan di kiri dan di kanan b dasar
secara bersamaan karena konfiks ini merupakan satu kes afiks. Konfiks
yang ada dalam bahasa indonesia adalah konfiksk konfiks ber-an,
konfiks per-an, dan konfiks se-nya.
e. Dalam bahasa indonesia ada bentuk kata yang berklofiks, yaitu yang
dibubuhi afiks pada kiri dan kanannya; tetapi pembubuhannya tidak
sekaligus, melainkan bertahap. Kata-kata berklofiks dalam bahasa
indonesia adalah yang berbentuk me-kan, me-i, memper, memper
memper-i, ber-kan, di-kan, di-i, diper-, diper-kan, diper-i, ter-i, ter
teper-kan, teper-i.

C. Pengertian Proses Morfologi


Proses morfologi ialah proses pembentukan kata – kata dari satuan lain yang
merupakan bentuk dasarnya. Dalam Bahasa Indonesia terdapat tiga proses
morfologik, ialah proses pembubuhan afiks (afiksasi), proses pengulangan
(reduplikasi), dan proses pemajemukan (pemajemukan). Disamping tiga proses
morfologik tersebut di atas, dalam bahasa Indonesia sebenarnya masih ada satu proses
lagi yang disini disebut zero. Proses ini hanya meliputi sejumlah kata tertentu, ialah
kata – kata makan, minum, minta, dan mohon, yang semuanya teramsuk golongan
kata verbal yang transitif.

D. Macam-Macam Proses Morfologi


1. Proses Pembubuhan Afiks
Afiksasi merupakan nama lain dari morfem terikat. Morfem terikat
merupakan kata yang tidak dapat berdiri sendiri. Sedangkan kata yang dapat
berdiri sendiri disebut sebagai morfem bebas. Morfem bebas merupakan kata
dasar yang dapat berdiri sendiri. Kata dasar dapat berupa kata benda, kata
sifat, kata kerja, dll. Penggabungan morfem bebas dan morfem terikat akan
membentuk kata jadian.
Afiksasi terdiri atas:

a. prefiks (ber-, me-, pe-, per-, di-, ter-, ke-, se-

b. sufiks (–kan, –an, –i),

c. infiks (–el-, -em-, -er-),

d. konfiks (ber-kan, ber-an, per-kan, per-an, per-i, pe-an, di-kan,


di-i, me-kan, me-i, ter-kan, ter-i, ke-an), dan
e. simulfiks (memper-kan, memper-i, diper-kan, diper-i).

2. Komposisi
Proses penggabungan bentuk kata dasar dengan kata dasar lain baik
berupa akar maupun bentuk berimbuhan untuk mewadahi suatu konsep yang
belum tertampung dalam sebuah kata atau proses pembentukan kata melalui
penggabungan morfem yang membentuk satu kesatuan hasil dari proses
morfologi.
Contohnya:
baca + tulis = baca tulis
kamar+mandi = kamar mandi
mata+pelajaran = mata pelajaran
3. Reduplikasi (Pengulangan)
Reduplikasi merupakan sebuah kata ulang. Kata ulang memiliki bentu
dasar yang diulang. Bentuk dasar tersebut merupakan bentuk linguistik yang
menjadi bentuk dasar dari setiap bentuk kata ulang, karena bentuk kata dasar
kata ulang merupakan bentuk linguistik maka bentuk dasar tersebut harus
dapat dipakai dalam penggunaan bahasa sehari-hari dalam bentuk kata atau
kalimat yang lain.

Macam – Macam Pengulangan

a. Pengulangan Seluruh

Pengulangan seluruh ialah pengulangan seluruh bentuk dasar,


tanapa perubahan fonem dan tidak berkombinasi dengan proses
perubahan afiks., misalnya sepeda sepeda – sepeda.
b. Pengulangan

sebagian ialah pengulangan sebagian dari bentuk dasarnya.


misalnya mengambil – ambil.
c. Pengulangan Yang Berkombinasi Dengan Proses Pembubuhan Afiks
Pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan
afiks yaitu, bentuk dasar diulang seluruhnya dan berkombinasi dengan
proses pembubuhan afiks, maksudnya pengulanag itu terjadi bersama –
sama dengan proses pembubuhan afiks dan bersama – sama pula
mendukung satu fungsi. Misalnya, kereta – keretaan.
d. Pengulangan Dengan Perubahan Fonem Kata ulang yang
pengulangannya termasuk golongan ini sebenarnya sangat sedikit
Disamping bolak – balik terdapat kata kebalikannya, sebaliknya,
dibalik, membalik, dari perbandingan itu dapat disimpulkan bahwa kata
bolak – balik dibentuk dari bentuk dasar balik yang diulang seluruhnya
dengan perubahan fonem, ialah dari /a/, menjadi /o/, dan dari /i/, menjadi
/a/.
4. Akronimisasi (Pemendekan)
Akronimisasi adalah proses pembentukan kata atau menghasilkan
sebuah bentuk kata baru dengan cara menyingkat. Proses ini juga dapat
menghasilkan sebuah kata yang disebut akronim.
Contoh:
pilkada : Pemilihan Kepala Daerah
jagorawi : Jakarta Bogor Ciawi
wagub : Wakil Gubernur
5. Konversi
Konversi adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar
berkategori tertentu menjadi kata berkategori lain, tanpa mengubah bentuk
dari dasar kata tersebut.
Contoh :
Petani membawa cangkul ke sawah.
Cangkul dulu tanah itu, setelah itu ditanami.
Dari kedua contoh diatas dapat dijelaskan bahwa, pada kalimat petani
membawa cangkul ke sawah, kata cangkul berkategori nomina. Sedangkan
pada kalimat cangkul dulu tanah itu, baru ditanami, kata cangkul berkategori
verba. Sebuah nomina tanpa ada berubahan bentuk katanya menjadi kategori
verba, walaupun dalam kalimat yang berbeda.

E. Kaitan Morfologi Dengan Ilmu Kebahasaan Lain


Sebagai ilmu yang mengambil salah satu bagian dari kebahasaan, tentu saja
morfologi mempunyai hubungan dengan ilmu kebahasaan lainnya, seperti: Hubungan
Morfologi dengan Leksikologi
1. Dari namanya jelas, bahwa morfologi ilmu tentang bentuk dan pembentukan
kata, sedangkan leksikologi adalah ilmu mengenai leksikon yang satuannya
disebut leksem. Morfologi lebih mengarah pada masalah proses pembentukan
kata; sedangkan leksikologi lebih mengarah pada kata yang sudah jadi, baik
yang terbentuk secara arbriter, maupun yang terbentuk sebagai hasil proses
morfologi. Dalam hal semantik, kalau morfologi membicarakan makna
gramatikal, maka leksikologi membicarakan makna leksikal dengan berbagai
aspek dan masalahnya. Maka kaitannya antara morfologi dengan leksikologi
adalah ilmu yang sama-sama berurusan dengan kata. Morfologi mempelajari
bentuk dan pembentukan kata sedangkan leksikologi lebih mengarah terhadap
kata yang sudah jadi, maka tanpa morfologi, leksikologi tidak dapat dipelajari
lebih dalam karena leksikologi harus melewati proses pembentukan kata
terlebih dahulu sebelum mengurusi kata yang sudah jadi.
2. Hubungan Morfologi dengan Leksikografi Sebenarnya leksikografi adalah
kelanjutan kerja dari leksikologi, dalam arti kalau hasil kerja leksikologi
dituliskan, maka proses kerja penulisan itu adalah disebut leksikografi; dan
hasilnya adalah sebuah kamus. Jelas dalam proses penyusunan kamus bidang
morfologi ini memegang peran yang penting. Sebagian besar proses
penyusunan kamus "mengurusi" masalah bentuk dan pembentukan kata; dan
yang sebagian lagi adalah berkenaan dengan kerja penyusunan definisi, atau
penjelasan mengenai makna kata.
3. Hubungan Morfologi dengan Etimologi Morfologi membicarakan proses
pembentukan kata yang berlaku secara umum sebagai suatu sistem berkaidah.
Sedangkan etimologi membicarakan pembentukan atau terbentuknya kata atau
asal usul yang tidak berkaidah misalnya, kata sinonimi berasal dari bahasa
Yunani syn yang artinya 'dengan' dan kata bahasa Yunani Onoma yang beran
nama. Contoh lain kata sekaten (dalam bahasa Jawa) berasal dari kat bahasa
Arab Syahadatain, yaitu ucapan dua kalimat syahadat.
4. Hubungan Morfologi dengan Filologi Morfologi membicarakan proses
pembentukan kata dari sebuah dasa melalui salah satu proses morfologi
sehingga terjadi kata, sedangka filologi membicarakan kata yang terdapat
dalam naskah dalam kaitannya dengan sejarah dan budaya (Chaer, 2008).
5. Hubungan Morfologi dengan Sintaksis Sintaksis merupakan penguasaan atas
suatu bahasa yang mencakup kemampuan untuk membangun frase atau
kalimat yang berasal dan kata. Sintaksis bersama-sama dengan morfologi
merupakan bagian da subsistem tata bahasa atau gramatika. Morfologi
menyelidiki struktur intern kata. Satuan yang paling keci (morfem) hingga
satuan yang paling besar (kata). Sintaksis menyelida struktur satuan bahasa
yang lebih besar dari kata, mulai dari frase hingga kalimat. Contoh: mata kaki,
rumah sakit, dst. Jika dilihat dari unsur-unsurnya yang berupa kata atau pokok
kata, kata majemuk seperti kata-kata tersebut termasuk dalam bidang sintaksis,
tetapi jika dilihat bahwa satuan-satuan itu mempunyai sifat sebagai kata maka
pembicaraannya termasuk morfologi.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai