Anda di halaman 1dari 9

RESUME

KAJIAN KEBAHASAAN

PRODI S1 PGSD – FIP

Skor Nilai:

Nama Mahasiswa : Sri Charina Putri Br Sebayang

NIM : 1223311160
Kelas : K Mandiri 2023
Dosen Pengampu: Faisal, S. Pd., M. Pd
Mata Kuliah : Kajian Kebahasaan
Materi :Objek Kajian dan Hakikat Morfologi

Pendidikan Guru Sekolah Dasar


Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Medan
Pengertian Morfologi Menurut Para Ahli
1. Ramlan (1987 : 21)
Menjelaskan morfologi sebagai bagian dari ilmu bahasa yang bidangnya
menyelidiki seluk-beluk bentuk kata, dan kemungkinan adanya perubahan
golongan dari arti kata yang timbul sebagai akibat perubahan bentuk kata.
Golongan kata sepeda tidak sama dengan golongan kata bersepeda.

2. Menurut Ralibi (dalam Mulyana, 2007: 5)


Secara etimologis istilah morfologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu berasal dari
gabungan kata morphe yang berarti ‘bentuk’, dan logos yang artinya ‘ilmu’.

3. Chaer (2008: 3)
Berpendapat bahwa morfologi merupakan ilmu mengenai bentuk-bentuk dan
pembentukannya.

4. Nurhayati dan Siti Mulyani (2006: 62)


Menyatakan morfologi adalah ilmu yang membicarakan kata dan proses
pengubahannya.

5. Menurut Verhaar (dalam Nurhayati, 2001 : 1)


Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar
bahasa sebagai satuan gramatikal.

6. Mulyana (2007 : 6).


Morfologi ialah cabang kajian linguistik (ilmu bahasa) yang mempelajari tentang
bentuk kata, perubahan kata, dan dampak dari perubahan itu terhadap arti dan
kelas kata.

7. Kridalaksana (2008: 159)


Morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari mengenai morfem dan
kombinasi-kombinasinya atau bagian dari struktur bahasa yang mencakup
kata dan bagian-bagian kata yaitu morfem.
Objek Kajian Morfologi
1. Chaer (2008)
Berpendapat, kajian morfologi setidaknya meliputi wilayah satuan-satuan
morfologi, proses-proses morfologis, dan alat-alat dalam proses morfologi itu.

2. Trask (2007: 178)


Crystal (2008: 315)
Pada umumnya para linguissepakat bahwa morfologi dibagi menjadi dua wilayah
studi, yaitu infleksi dan derivasi.

Berikut ini dikemukakan mengenai beberapa kriteria yang bisa digunakan untuk
membedakan (atau menyemakan) morfologi derivasional dengan morfologi
infleksional:
Stump (2005: 53)
1. Morfologi derivasional biasanya mengubah kategori sintaktis (atau kelas kata)
sebuah kata karena derivasi itu merupakan proses penciptaan butir leksikal baru.
Di sisi lain, morfologi infleksional pada umumnya tidak mengubah kategori
sintaktis. Jika sufiks derivasional -able, dalam bahasa Inggris, mengubah verba
believe menjadi adjektiva believable, bentuk believes dan believed masih
berstatus verba.
2. Morfologi derivasional cenderung memiliki kandungan semantis yang bersifat
leksikal, yaitu mengandung makna yang juga dimiliki oleh kata-bebasnya
(misalnya, dalam bahasa Inggris, konstruksi X-er memiliki makna ‘orang yang X-
es’ dan konstruksi X-able memiliki makna ‘bisa menjadi X-ed’; dan seterusnya).
Di sisi lain, morfologi infleksional sering hanya memiliki makna gramatikal
(misalnya, jamak, kala lampau, dan sebagainya).
3. Morfologi infleksional secara semantis bersifat teratur, sedangkan morfologi
derivasional memiliki konten semantis yang bervariasi, tergantung pada bentuk
dasarnya, misalnya sing-er adalah orang yang bernyanyi, cooker adalah alat untuk
memasak sesuatu, speak-er adalah orang yang berbicara atau alat untuk
mengeraskan suara, dan hang-er adalah sangkutan atau alat untuk menggantung
sesuatu.
4. Morfologi infleksional sering kali hanya bisa ditentukan secara sintaktis,
sedangkan ketentuan sintaktis seperti itu tidak berlaku bagi morfologi
derivasional. Dalam bahasa Inggris, persesuaian persona dan jumlah antara subjek
dan predikat merupakan urusan morfologi infleksional karena persesuaian itu
ditentukan secara sintaktis.
5. Morfologi infleksional biasanya sangat produktif. Artinya, infleksi tertentu itu
dapat diterapkan pada sebagian besar atau semua kata yang memiliki kategori
yang cocok. Morfologi derivasional, di sisi lain, sering diterapkan hanya pada kata
khusus dan afiks derivasional tertentu kadang lebih produktif daripada afiks yang
lain.
6. Morfologi infleksional sering diorganisasikan dalam paradigma, sedangkan
morfologi derivasional tidak seperti itu. Sebuah paradigma dapat didefinisikan
sebagai sejumlah bentuk yang mencakup semua nilai kemungkinan untuk fitur
gramatikal tertentu.
7. Morfologi infleksional sering ditandai oleh morfem portmanteau (yaitu, satu
afiks yang memarkahi dua atau lebih kategori gramatikal), sedangkan morfologi
derivasional jarang ditandai oleh bentuk portmanteau.
8. Afiks-afiks infleksional biasanya ditempelkan setelah affiks derivasional,
seperti sufiks -s pada kata class-ify-er-s dan sufiks -d pada kata national-ize-d.

Plag (2003: 17)


Kriteria di atas tidak jauh berbeda dengan kriteria yang dikemukakan oleh Plag
(2003: 17) berikut ini.
1. Morfologi derivasi menyatakan makna leksikal, sedangkan morfologi infleksi
menyatakan kategori gramatikal.
2 Morfologi derivasi tidak memiliki relevansi sintaktis, sedangkan morfologi
infleksi memiliki relevansi sintaktis.
3. Morfologi derivasi bisa berada di sisi dalam derivasi, sedangkan infleksi berada
di sisi luar semua derivasi.
4. Morfologi derivasi sering mengubah kelas kata, sedangkan infleksi tidak
mengubah kelas kata.
5. Morfologi derivasi secara semantis sering tidak jelas, sedangkan infleksi secara
semantis jarang tidak jelas.
6. Morfologi derivasi produktivitasnya sering terbatas, sedangkan infleksi
produktivitasnya penuh.
7. Morfologi tidak hanya sufiksasi, sedangkan infleksi selalu sufiksasi (dalam
bahasa Inggris).

Booij (2005: 71)


Sehubungan dengan fenomena ini, menggambarkan struktur kata kompleks
berdasarkan urutan penempelan afiks derivasional (disingkat ader) dan afiks
infleksionalnya (disingkat ain). Pada sebuah kata, proses derivasional mungkin
diterapkan dua kali, sedangkan setiap kategori infleksional hanya dimarahi satu
kali.

Tujuan Morfologi
Booij (2007: 23)
menyatakan bahwa dengan atau melalui morfologi, para ahli bahasa memiliki
beberapa tujuan. Pertama, menganalisis dan mendeskripsikan bahasabahasa di
dunia secara tepat dan mendalam. Karena harus berurusan dengan fenomena
morfologis bahasa-bahasa, linguis membutuhkan seperangkat alat morfologis
yang bisa digunakan untuk mendeskripsikannya. Kedua, linguis bertujuan untuk
menemukan tipologi bahasa-bahasa berdasarkan beberapa dimensinya dan
bertujuan untuk memberikan penjelasan semua hal yang terkait dengan tipologi
bahasa itu. Ketiga, mengungkap sifat alamiah sistem bahasa yang pada gilirannya
bisa mengungkap sifat alamiah manusia penggunanya. Pemahaman yang lebih
baik terhadap sifat dasar kaidah linguistis dan organisasi internal tata bahasa
bahasa-bahasa alamiah diharapkan dapat lebih baik memahami arsitektur
kemampuan bahasa manusia dan sifat dasar kreativitas kaidah yang mengatur
ranah bahasa. Keempat, morfologi dapat digunakan untuk mendapatkan wawasan
yang lebih baik mengenai bagaimana fungsi kaidah linguistis dalam produksi dan
persepsi bahasa serta bagaimana pengetahuan linguistis secara mental
direpresentasikan, baik secara psikologis maupun historis.
Fungsi Morfologi
Booij (2007: 13—14)
Di samping tujuan di atas, Booij (2007: 13—14) melengkapi penjelasannya bahwa
morfologi memiliki dua fungsi dasar. Di samping penciptaan kata baru (atau
leksem baru), morfologi juga bertugas memikirkan dan mencitakan bentuk leksem
yang paling tepat bagi konteks sintaktis tertentu.

Simpulan : Morfologi adalah cabang ilmu yang mempelajari bentuk variasi kata
terhadap pemakai bahasa melalui ciri bentuk dan korelasinya terhadap makna kata
dalam perspektif komunikatif. Tujuannya menganalisis dan mendeskripsikan
bahasabahasa di dunia secara tepat dan mendalam dan fungsi sebagai penciptaan kata-
kata.
Daftar Pustaka
Abdul Chaer. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta:
Rineka Cipta.

Booij, G. (2005). The grammar of words: An introduction to linguistic


morphology. Oxford: Oxford University Press.

Booij, G. (2007). The grammar of words: An introduction to linguistic


morphology (2nd edition). Oxford: Oxford University Press.

Crystal, D. (2008). A dictionary of linguistics and phonetics (6th edition). New


Jersey: Blackwell Publishing Ltd.

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama.

Mulyana.(2007). Morfologi Bahasa Jawa: Bentuk dan Struktur Bahasa


Jawa.Yogyakarta: Kanwa Publisher

Nurhayati, Endang dan Siti Mulyani. 2006. Linguistik Bahasa Jawa: Kajian
Fonologi, Morfologi, Sintaksis dan Semantik. Yogyakarta: Bagaskara.

Nurhayati, Endang. 2001. Morfologi Bahasa Jawa. Yogyakarta. FBS. UNY

Plag, I. (2003). Word-formation in English. Cambridge: Cambridge University


Press

Ramlan, M. 1987. Morfologi Satuan Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: CV.


Karyono.

Trask, R.L. (2007). Language and linguistics: The key concepts (2nd edition).
New York: Routledge.

Anda mungkin juga menyukai