Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH MORFOLOGI BAHASA INDONESIA

“Morfem dan perananya di dalam kajian Morfologi”

Oleh :

Nazwa S. Umagap

Nim : 201835096

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan yang Maha Esa atas limpahan kasihNya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah berjudul “Pendekatan Sosiologi sastra anak ” dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Morfologi Bahasa Indonesia.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak dan semua kesempatan untuk bisa
menyelesaikan makalah ini. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna.karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun agar di peroleh
perbaikan dalam pembuatan makalah selanjutnya.kami berharap dengan membaca makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
DAFTRA ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................1

DAFTAR ISI.......................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................3

A. Latar Belakang.................................................................................................3
B. Rumusan Masalah...........................................................................................3
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................4

A. Pengertian Morfologi dan Morfem................................................................4


B. Morfem dan perananya di dalam kajian Morfologi.....................................4

BAB III PENUTUP..........................................................................................................12

A. Kesimpulan.....................................................................................................12
B. Saran...............................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa sangat penting dalam kehidupan manusia, karena dengan bahasa, manusia dapat

menyampaikan pikiran dan perasaannya kepada orang lain. Karena demikian pentingnya arti

suatu bahasa, sehingga hampir setiap proses komunikasi manusia selalu menggunakan bahasa.

Kridalaksana (1984:19) mengatakan bahwa bahasa dipergunakan oleh para anggota masyarakat

untuk berinteraksi dan mengidentifikasi dirinya.

Ramlan (1980) mengemukakan bahwa Ilmu bahasa jika dilihat dari struktur interennya dapat

dibedakan menjadi fonetik, fonologi, sintaksis, semantik. Fonetik mempelajari bunyi bahasa

terlepas dari fungsinya sebagai pembeda arti ; morfologi mempelajari struktur frase, kalimat dan

wacana ; semantik mempelajari seluk beluk arti.Dewasa ini, kajian terhadap satuan-satuan

bahasa Indonesia terus dilakukan baik kajian terhadap bahasa Indonesia maupun kajian terhadap

bahasa daerah sebagai pendukung bahasa Indonesia. Kajian terhadap bahasa daerah dilakukan

dalam usaha pembinaan dan pengembangan bahasa daerah sebagai asset budaya nasional.

Menurut Basuki Suhardi (dalam Masinambow dan Haenen, 2002) menyatakan bahwa antara

bahasa Indonesia dengan bahasa daerah memiliki keterkaitan antarakeduanya. Keterkaitan

tersebut yakni bahasa Indonesia memperkaya dirinya dengan mengambil unsur-unsur bahasa

daerah begitu pula sebaliknya. Dengan demikian, keterkaitan bahasa Indonesia dengan bahasa

Makassar ini adalah bahasa Makassar menjadi penyumbang kosakata bahasa Indonesia.
B. Rumusan Masalah

1. Apa saja peranan Morfem di dalam kajian Morfologi ?

C. Tujuan

- Dari Latar belakang dan rumusan masalah diatas dapat kita lihat tujuannya

yaitu, agar dapat mengetahui tentang Morfem dan perananya di dalam kajian

Morfologi
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Morfologi dan Morfem

Dalam kajian linguistik atau ilmu kebahasaan, morfologi adalah ilmu mengenai bentuk-

bentuk dan pembentukan kata (Chaer, 2015, hlm. 3). Lebih lanjut, Ramlan (2009, hlm. 29)

menyatakan bahwa morfologi adalah bagian ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk bentuk

kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata.

Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk-

beluk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk tersebut, baik dalam fungsi gramatik (arti

kata berdasarkan konteks penggunaan) maupun fungsi semantik (arti kata berdasarkan makna

leksikal/kamus).

Dalam bahasa linguistik bahasa Arab, morfologi ini disebut tasrif, yaitu perubahan suatu

bentuk (asal) kata menjadi bermacam-macam bentuk untuk mendapatkan makna yang berbeda

(baru). Tanpa perubahan bentuk ini, maka yang berbeda tidak akan terbentuk (Alwasilah, 1985,

hlm. 101).

Dari berbagai pendapat ahli mengenai pengertian morfologi di atas dapat disimpulkan

morfologi adalah cabang linguistik yang mengkaji tentang seluk-beluk bentuk dan pembentukan

kata hingga berbagai fungsi perubahan-perubahan bentuk kata tersebut untuk mendapatkan

makna yang berbeda.


Morfem adalah satuan terkecil bahasa yang memiliki pengertian dalam suatu ujaran. Seperti

yang dikemukakan oleh Hocket (1958, hlm. 123 dalam Tarigan 1987, hlm. 6) morfem adalah

unsur terkecil yang secara individual mengandung pengertian dalam ujaran suatu bahasa.

Lalu seperti apa morfem itu? Dapat berupa imbuhan atau kata, misalnya: ber-, di-, juang. Keraf

(1987, hlm. 51) membedakan morfem menjadi dua, yaitu:

1. Morfem bebas yang dapat langsung membentuk sebuah kalimat atau morfem yang dapat

berdiri sendiri

2. Morfem terikat yang tidak dapat langsung membina sebuah kalimat, tetapi selalu terikat

dengan morfem lain.

Ya, kata adalah morfem juga atau lebih tepatnya merupakan morfem bebas karena kata

dapat berdiri sendiri tanpa morfem lain. Sementara itu, afiks (imbuhan) di- dan ber- merupakan

morfem terikat karena harus digabungkan dengan morfem lain.

Contoh analisis sederhana morfem adalah sebagai berikut:

1. Bersepeda -> ber- dan sepeda (dua morfem)

2. Bersepeda ke luar kota -> ber-, sepeda, ke, luar, kota (lima morfem).
B. Morfem dan perananya dalam morfologi

Objek kajian morfologi adalah satuan-satuan morfologi, proses-proses morfologi, dan alat-

alat dalam proses morfologi itu. Satuan morfologi adalah morfem (akar atau afiks) dan kata.

Proses morfologi melibatkan komponen, antara lain: komponen dasar atau bentuk dasar, alat

pembentuk (afiks, duplikasi, komposisi), dan makna gramatikal (Chaer, 2008: 7). Berikut

penjelasan mengenai satuan morfologi dan proses morfologi

Satuan morfologi berupa morfem (bebas dan afiks) dan kata. Morfem adalah satuan

gramatikal terkecil yang bermakna, dapat berupa akar (dasar) dan dapat berupa afiks. Bedanya,

akar dapat menjadi dasar dalam pembentukan kata, sedangkan afiks tidak dapat; akar memiliki

makna leksikal sedangkan afiks hanya menjadi penyebab terjadinya makna gramatikal. Contoh

satuan morfologi yang berupa morfem dasar yaitu pasah, undhuk, emal, dll. Adapun contoh

morfem yang berupa afiks yaitu N-, di-, na-, dll. Kata adalah satuan gramatikal yang terjadi

sebagai hasil dari proses morfologis. Apabila dalam tataran morfologi, kata merupakan satuan

terbesar, akan tetapi dalam tataran sintaksis merupakan satuan terkecil. Contoh kata pada istilah

pertukangan kayu antara lain: dirancap, ambal, tondhan, dll.

Dasar atau bentuk dasar merupakan bentuk yang mengalami proses morfologis. Bentuk dasar

tersebut dapat berupa monomorfemis maupun polimorfemis. Alat pembentuk kata dapat berupa

afiks dalam proses afiksasi, pengulangan dalam proses reduplikasi, dan berupa penggabungan

yang berupa frase. Makna gramatikal merupakan makna yang muncul dalam proses gramatikal.

Berbeda dengan makna gramatikal, makna leksikal yaitu makna yang dimiliki oleh sebuah
leksem. Makna gramatikal memiliki hubungan dengan komponenmakna leksikal pada setiap

bentuk dasar atau akar.

Charles F. Hockett (dalam Mulyana, 2007: 11), menyatakan bahwa

morfem adalah satuan gramatik, terdiri atas unsur-unsur bermakna dalam suatu

bahasa. Sejalan dengan pernyataan di atas, morfem dapat disebut sebagai satuan

kebahasaan terkecil, tidak dapat lagi menjadi bagian yang lebih kecil, yang terdiri

atas deretan fonem, membentuk sebuah struktur dan makna gramatik tertentu.

Berdasarkan jenisnya, morfem terbagi dalam dua jenis yaitu morfem bebas dan

morfem terikat.

1. Morfem Bebas

Morfem bebas adalah morfem yang tanpa keterkaitannya dengan morfem lain dapat langsung

digunakan dalam pertuturan (Chaer, 2008: 17). Morfem bebas disebut juga dengan morfem akar,

yaitu morfem yang menjadi bentuk dasar dalam pembentukan kata. Disebut bentuk dasar karena

belum mengalami perubahan secara morfemis. Morfem ini dalam bahasa Jawa dikenal dengan

sebutan tembung ingga. Subalidinata (1994: 1), menyatakan bahwa tembung lingga yaitu kata

yang belum berubah dari bentuk asalnya.

2. Morfem Terikat

Morfem terikat adalah morfem yang harus terlebih dahulu bergabung dengan morfem lain

untuk dapat digunakan dalam pertuturan. Morfem ikat disebut juga morfem afiks. Berdasarkan

pengertian tersebut maka morfem terikat merupakan morfem yang tidak dapat berdiri sendiri

sebagai satuan yang utuh, karena morfem ini tidak memiliki kemampuan secara leksikal, akan

tetapi
merupakan penyebab terjadinya makna gramatikal. Contoh morfem ikat yang berupa afiks, yaitu:

N-, di-, -na, -ake, dan lain-lain.

Penjelasan mengenai jenis morfem tersebut sejalan dengan pendapat Verhaar (2004: 97), yang

menyatakan bahwa morfem bebas secara morfemis adalah bentuk yang dapat berdiri sendiri,

artinya tidak membutuhkan bentuk lain yang digabung maupun dipisah dalam tuturan. Morfem

tersebut telah memiliki makna leksikal. Berbeda dengan morfem ikat, morfem ini tidak dapat

berdiri sendiri dan hanya dapat meleburkan diri pada morfem lain.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan Penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa morfofonemik tidak

terlepas pada masalah proses morfemis, karena hubungan antara satu morfem dengan morfem

lain dapat menimbulkan perubahan fonem adalah munculnya fonem baru ketika penggabungan

antara morfem dasar dan morfem terikat fonem baru yang muncul itu sama tipenya dengan

fonem awal dalam morfem dasar, Proses penambahan fonem adalah munculnya fonem baru

sebagai akibat proses pengafiksasian dan proses reduplikasi, dan Proses penghilangan fonem

ialah hilangnya atau luluhnya suatu fonem akibat suatu proses afiksasi atau reduplikasi.

B. Saran

Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran para pembaca agar dapat

memperbaikinya menjadi lebih sempurna. Kepada para pembaca diharapkan agar lebih

memperhatikan pentingnya sosiologi sastra khususnya bagi mahasiswa Program Studi

pendidiakan Bahasa dan Sastra.


DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar. (1985). Beberapa Mazdhab dan Dikotomi Teori Linguistik. Bandung :

Angkasa.

Alwi, Hasan dkk. (2010). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Bloomfield, Leonard. (1995). Language. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Chaer, Abdul. (2015). Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: Rineka Cipta.

Dhanawaty, N.M., Satyawati, M.S., Widarsini, N.P.N. (2017). Pengantar linguistik umum.

Denpasar: Pustaka Larasan.

O’grady, William. (1997). Contemporary Linguistics an Introduction: Third Edition.

Anda mungkin juga menyukai