Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bahasa

Bahasa merupakan suatu ungkapan yang mengandung maksud untuk menyampaikan


sesuatu kepada orang lain. Sesuatu yang dimaksudkan oleh pembicara agar bisa dipahami dan
dimengerti oleh pendengar atau lawan bicara melalui bahasa yang diungkapkan. Dari masa ke
masa berbagai pengertian tentang bahasa telah dkemukakan oleh para ahli. Bloom & Lahey
mengungkapkan bahasa adalah suatu kode di mana gagasan / ide tentang dunia / lingkungan
diwakili oleh seperangkat lambang yang telah disepakati bersama untuk melangsungkan
komunikasi. Bahasa merupakan sarana dimana seseorang dapat mengungkapkan ide, konsep atau
perasaannya dengan menggunakan seperangkat lambang yang telah disepekati bersama.

Menurut Leutke – Stahlman & Luckner , bahasa merupakan suatu perpaduan atau
pertemuan antara fungsi (use), isi (content) dan bentuk (form). Tokoh ini mengungkapkan aspek
atau bentuk dalam bahasa yang diperlukan untuk berbahasa, yaitu isi yang merupakan topik yang
dipercakapkan seseorang yang sedang berkomunikasi, kemudian bentuk yang dapat diartikan
dengan struktur bahasa sedangkan fungsi (use) adalah suatu alasan atau maksud dari percakapan
tersebut.

Menurut Owens yang dikutip oleh Mulyono Abdurrahman, bahasa merupakan kode atau
sistem konvensional yang disepekati secara sosial untuk menyajikan berbagai pengertian melalui
berbagai pengertian melalui berbagai simbol sembarang (arbritrary symbol) dan tersusun
bedasarkan aturan yang ditentukan.

Dari beberapa pengertian ahli di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah suatu kode
yang digunakan untuk mewakili atau mengekspresikan gagasan / ide, pikiran, konsep dan
perasaan seseorang yang disampaikan dengan seperangkat lambang atau aturan yang telah
disepekati bersama. Melalui bahasa, orang dapat mengungkapkan isi hatinya kepada orang lain,
sehingga orang lain akan lebih mudah memahaminya dan terjadilah proses komunikasi.

B. pengertian kata

Kata atau ayat merupakan satuan bahasa yang mempunyai arti atau satu pengertian. Dalam
bahasa Indonesia kata adalah satuan bahasa terkecil yang mengisi salah satu fungsi sintaksis
(subjek, predikat, objek, atau keterangan) dalam suatu kalimat. Kata "kata" dalam bahasa Melayu
dan Indonesia diambil dari bahasa Ngapak kathā. Dalam bahasa Sanskerta, kathā sebenarnya
bermakna "konversasi", "bahasa", "cerita" atau "dongeng". Dalam bahasa Melayu dan Indonesia
terjadi penyempitan arti semantis menjadi "kata".

Berdasarkan bentuknya, kata bisa digolongkan menjadi empat: kata dasar, kata turunan,
kata ulang, dan kata majemuk. Kata dasar adalah kata yang merupakan dasar pembentukan kata
turunan atau kata berimbuhan. Perubahan pada kata turunan disebabkan karena adanya afiks atau
imbuhan baik di awal (prefiks atau awalan), tengah (infiks atau sisipan), maupun akhir (sufiks
atau akhiran) kata. Kata ulang adalah kata dasar atau bentuk dasar yang mengalami perulangan
baik seluruh maupun sebagian sedangkan kata majemuk adalah gabungan beberapa kata dasar
yang berbeda membentuk suatu arti baru. Dalam tata bahasa baku bahasa Indonesia, kelas kata
terbagi menjadi tujuh kategori, yaitu:

1. Nomina (kata benda); nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang
dibendakan, misalnya buku, kuda.

2. Verba (kata kerja); kata yang menyatakan suatu tindakan atau pengertian dinamis, misalnya
baca, lari. Verba transitif (membunuh), Verba kerja intransitif (meninggal), Pelengkap (berumah)

3. Adjektiva (kata sifat); kata yang menjelaskan kata benda, misalnya keras, cepat.

4. Adverbia (kata keterangan); kata yang memberikan keterangan pada kata yang bukan kata
benda, misalnya sekarang, agak.

5. Pronomina (kata ganti); kata pengganti kata benda, misalnya ia, itu. Orang pertama (kami),
Orang kedua (engkau), Orang ketiga (mereka), Kata ganti kepunyaan (-nya), Kata ganti
penunjuk (ini, itu).

6. Numeralia (kata bilangan); kata yang menyatakan jumlah benda atau hal atau menunjukkan
urutannya dalam suatu deretan, misalnya satu, kedua. Angka kardinal (duabelas), Angka ordinal
(keduabelas).

7. Kata tugas atau partikel adalah jenis kata di luar kata-kata di atas yang berdasarkan
peranannya dapat dibagi menjadi lima subkelompok: preposisi (kata depan) (contoh: dari),
konjungsi (kata sambung) - Konjungsi berkoordinasi (dan), Konjungsi subordinat (karena),
artikula (kata sandang) (contoh: sang, si) - Umum dalam bahasa Eropa (misalnya the), interjeksi
(kata seru) (contoh: wow, wah), dan partikel penegas.

C. Pengertian Pernyataan

Arti kata pernyataan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah per.nya.ta.an
[n] (1) hal menyatakan; tindakan menyatakan: Presiden mengirimkan ~ belasungkawa kpd
keluarga korban gempa bumi di daerah itu; (2) permakluman; pemberitahuan: ~ pemutusan
hubungan diplomatik antarkedua negara itu dikeluarkan tiga hari setelah peringatan terakhir
tidak diindahkan

D. Pengertian Teks

Beberapa ahli bahasa seringkali menggunakan istilah wacana dan teks secara bersamaan. Ada
juga yang beranggapan bahwa kata wacana dan teks merupakan istilah yang berbeda. Menurut
Stubbs (1983: 9) mengakatan bahwa teks dan wacana merupakan tuturan dua hal yang berbeda.
Teks merupakan suatu tuturan yang monolog non-interaktif, sedangkan wacana merupakan
tuturan yang bersifat interaktif. Dengan demikian, perbedaan antara teks dan wacana terletak
pada segi pemakaiannya saja.

Nababan (1987: 64) berpendapat bahwa teks merupakan esensi wujud bahasa. Artinya,
teks direalisasikan atau diwujudkan dalam bentuk wacana dan lebih bersifat konseptual. Ketika
menyusun teks untuk tujuan tertentu, berarti kita melakukan pemilihan bentuk dan struktur teks
yang akan digunakan agar pesan yang diinginkan dapat tersampaikan secara tepat. Pemilihan
struktur teks oleh penutur untuk mencapai tujuan ditentukan oleh konteks situasi yang dihadapi.
Tindakan komunikasi yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu diwujudkan dalam
bentuk yang konkrit berupa teks. Begitu pula dengan pendapat dari Beaugrande dan Dressler
(1981: 3) bahwa teks mengacu pada suatu peristiwa komunikatif. Teks ditransmisikan melalui
saluran atau media yang sesuai dan (idealnya) akan memiliki fungsi yang memenuhi tujuan
komunikatif yang 10 dimaksudkan. Tindakan dalam situasi komunikatif memberikan kerangka
kerja di mana teks dengan fungsinya memiliki tempatnya sendiri dan teks hanya dapat dipahami
dan dianalisis lebih dalam dan dalam kaitannya dengan kerangka tindakan dalam situasi
komunikatif tersebut (Nord, 1991: 12). Definisi tersebut juga dikatakan oleh Kallmeyer et al.
yang diterjemahkan oleh Nord (1991: 14) bahwa sebuah teks sepenuhnya merupakan sinyal
komunikatif yang digunakan di dalam sebuah interaksi komunikatif.

Teks didefinisikan sebagai ungkapan bahasa yang menurut isi, sintaksis dan pragmatik
merupakan suatu kesatuan (Luxemburg, et al., 1992: 86). Menurut definisi di atas, setidaknya
terdapat tiga hal yang harus ada dalam sebuah teks. Tiga hal itu adalah isi, sintaksis, dan
pragmatik. Isi dalam suatu teks sangatlah berkaitan dengan konten dari suatu teks tersebut. Isi
dalam suatu teks berkaitan dengan semantik. Pendapat lain dari

Bell (1991: 163), istilah teks merupakan suatu hasil rangkaian ekspresi linguistik
terstruktur yang membentuk kesatuan utuh dan suatu produk formal pilihan dari sistem tema tata
bahasa yang membawa arti semantik dari preposisi melalui kalimat yang dihubungkan dengan
cara kohesi. Definisi lain yang diterima secara luas dari teks adalah suatu kejadian komunikatif
yang memenuhi tujuh standar tekstualitas. Jika salah satu dari standar ini dianggap belum
dipenuhi, teks tidak dapat dikatakan komunikatif. Karenanya, teks non-komunikatif diperlakukan
sebagai non-teks (Bell, 1991: 164). Pendapat tersebut hampir sama seperti yang dikemukakan
oleh Brown and Yule (dalam Mona Baker, 1992: 111) dan Beaugrande and Dressler (1981: 63)
teks didefinisikan sebagai catatan verbal 11 dan terjadi secara alami dari suatu peristiwa
komunikatif, peristiwa tersebut merupakan sebuah contoh bahasa yang digunakan daripada
bahasa sebagai sistem abstrak makna dan relasi.

Pada sebuah teks Halliday and Hasan (1976: 1-2) menggunakan sebuah satuan bahasa,
namun bukan satuan gramatikal seperti klausa atau kalimat dan tidak ditentukan oleh ukurannya.
Melainkan jika menggunakan satuan bahasa yang lengkap secara tertulis seperti buku, surat,
dokumen tertulis dan lain sebagainya dapat disebut dengan wacana, yang berbeda dengan
pengertian teks seperti yang telah dijelaskan pada awal pembahasan. Contoh-contoh tersebut di
atas juga bisa dikatakan sebagai salah satu jenis teks.

Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut di atas, dapat diketahu bahwa teks dalam
realisasinya selalu berupa kumpulan kalimat. Sebuah kalimat merupakan kumpulan beberapa
kata-kata dan kata merupakan kumpulan suku kata serta kata merupakan kumpulan dari beberapa
huruf yang tersusun sesuai dengan kaidah dari suatu bahasa. Singkat kata, teks dibentuk dari
rentetan kalimat ataupun kata yang harus bersifat kontinuitas, kohesi dan koheren sesuai dengan
konteks situasi. Teks memiliki struktur yag berbeda-beda sesuai dengan jenis-jenisnya. Struktur
teks merupakan cara teks yang aka disusun.

Tujuan penuangan sebuah teks harus mampu menyampaikan informasi, menggugah


perasaan atau bahkan gabungan dari keduanya. Pendekatan teks yang digunakan harus sesuai
dengan tujuan dan fungsi dari jenis-jenis teks yang akan disampaikan. Tujuan menggugah
perasaan dapat menggunakan pendekatan yang 12 imajinatif atau fiksional. Sedangkan tujuan
informasi dan keduanya daoat menggunakan pendekatan faktual-imajinatif.

E. Pengertian Konteks,

Konteks adalah kondisi ketika suatu keadaan terjadi. Konteks secara penggunaan bahasa
merupakan kendala relevan dari situasi komunikatif yang mempengaruhi penggunaan bahasa,
variasi bahasa, dan ringkasan wacana. Konteks adalah bagian suatu uraian atau kalimat yang
dapat mendukung atau menambah kejelasan makna situasi yang ada hubungannya dengan suatu
kejadian. Ada beberapa jenis konteks. Konteks fisik meliputi ruangan, objek nyata,
pemandangan, dan lain sebagainya. Konteks menurut faktor sosio-psikologis menyangkut faktor-
faktor seperti status orang-orang yang terlibat dalam hubungan komunikasi, peran mereka, dan
tingkat kesungguhannya. Dimensi pemilihan waktu atau tempo suatu konteks meliputi hari dan
rentetan peristiwa yang dirasakan terjadi sebelum peristiwa komunikasi.

Kata "konteks" dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa Inggris yaitu context. Kata
tersebut sebenarnya berasal dari bahasa Latin yaitu contextus dan merupakan bentuk lampau dari
contexere. Kata ini berasal dari kombinasi dua kata dalam bahasa yang sama, yaitu con- yaitu
"bersama" dan texere yang berarti "menenun".

Konteks terbagi menjadi dua, yaitu Konteks verbal dan konteks situasional. Konteks
verbal merupakan konteks yang terkandung dalam sebuah kalimat yang mana sebenarnya makna
dari kalimat tersebut masih ditentukan oleh teks sebelumnya, baik yang bersifat lisan maupun
yang tertulis.[5] Konteks verbal dapat ditemui dalam beberapa penggalan paragraf atau kalimat
yang biasanya hanya menampilkan satu atau dua kalimat atau kata yang hal tersebut masih
bersifat ambigu dan dapat dijelaskan dengan rantaian kalimat yang ada pada berikutnya atau
sebelumnya. Konteks verbal dalam berbagai literatur juga sering disebut sebagai "koteks".
Konteks verbal pada umumnya berguna dalam mengetahui suatu kutipan yang sulit dimengerti
atau menghasilkan penafsiran yang bermacam-macam dan konteks tersebut terdapat dalam
kalimat sebelum maupun sesudahnya. Seperti contoh dalam berikut ini: "Kupukul kepalanya
dengan palu sampai hancur" Untuk memahami kalimat dengan benar, maka diperlukan konteks
yang jelas. Dalam kasus tersebut, konteksnya adalah ada seorang yang bernama Budi dan Joko
sedang memburu tikus yang mengganggu rumah mereka. Joko pun menemukan tikus itu dan
Budi menanyai Joko dengan pertanyaan "Apa yang kau lakukan terhadap tikus itu?" dan Joko
menjawabnya dengan kalimat yang ada di atas. Maka, kalimat pertanyaan yang Budi buat untuk
ditujukan kepada Joko adalah konteks verbal dari jawaban Joko. Tanpa konteks verbal, maka
kalimat tersebut sangat berpotensi untuk ditafsirkan dalam makna lain, misalnya kata
"kepalanya" ditafsirkan sebagai kepala manusia sehingga Joko dianggap telah melakukan
pembunuhan.

Konteks situasional adalah situasi atau keadaan lingkungan yang menjadi tempat lahirnya
sebuah teks, sedangkan Kalman dan Tron mendefinisikan konteks situasional sebagai situasi
komunikasi berarti keseluruhan keadaan di mana suatu komunikasi berlangsung.[9] Konteks
situasional menurut Mulyana dianggap sebagai sebab terjadinya suatu dialog atau pembicaraan
itu sendiri. Konteks situasional biasanya dianggap sebagai jenis konteks yang sesungguhnya
sesuai definisi. Konteks situasional bisa sangat kompleks dalam hal komponennya. Menurut
Coșeriu, komponen tersebut bisa terdiri atas komponen fisik, empiris, alami, praktis, historis,
budaya. Di antara komponen konteks situasional seperti status sosial, peran sosial, tradisi,
pengalaman, keakraban, umur, jenis kelamin, pengetahuan yang dimiliki, dan tujuan
pembicaraan umumnya dapat menentukan laras bahasa yang digunakan oleh pembicara, laras
yang memanifestasikan dirinya melalui kosakata dan juga melalui fitur-fitur kebahasaan lainnya.
Dalam latar belakang sosial budaya yang tinggi, komunikasi yang sangat sopan, pidato, dll., ada
kemungkinan seseorang akan mengadopsi ragam bahasa yang bersifat formal. Antara orang-
orang yang tidak saling kenal, mereka yang terjadi kontak dalam kehidupan sehari-hari (kontak
dengan administrasi, hubungan profesional, dll), atau antara orang-orang yang saling mengenal
tetapi tidak dekat satu sama lain, baik mereka berada atau tidak di tingkat hierarki yang sama,
mereka memilih ragam bahasa formal sebagai gantinya.

F. Kalimat, Kalimat Ambigu, Kalimat Subjektif dan Non Subjektif

1. Pengertian kalimat

Kalimat adalah satuan bahasa berupa kata atau gagasan yang dapat berdiri sendiri dan
mampu menyampaikan makna yang tepat. Kalimat memiliki unsur penyusun kalimat yang
membentuk suatu kalimat mengandung arti, unsur inti suatu kalimat antara lain: subjek (S),
Predikat (P), Objek (O), Pelengkap (Pel) dan Keterangan (K).

a. Subjek (s), bagian kalimat yang menunjukkan pelaku, benda atau masalah yang menjadi pokok
pembicaraan. Subjek biasanya berisi kata, frasa atau klausa.
b. Predikat (P), bagian kalimat yang menyatakan keadaan yang dilakukan oleh S, predikat ini
juga merupakan penghubung antara S, O dan K. Predikat dapat berupa frasa, adjektifa, numeralia
(kata bilangan) dan nomina ( benda).

c. Objek (O), bagian kalimat yang melengkapi predikat yang biasanya diisi oleh nomina, frasa
nominal, atau klausa. Letak Objek selalu dibelakang Predikat yang berupa verba transitif ( verba
yang memerlukan objek).

d. Pelengkap (Pel), bagian kalimat yang melengkapi predikat yang umumnya letaknya
dibelakang predikat yang berupa verba. Pelengkap tidak dapat subjek jika dipasifkan.Pelengkap
dapat diisi oleh frasa adjektiva dan frasa preposisional.

e. Keterangan (K), bagian kalimat yang menerangkan bagian kalimat yang lainnya. Posisi
keterangan itu bisa saja diawal, tengah dan akhir kalimat. Keterangan ini memiliki beberapa
macam yaitu tempat, waktu, alat, tujuan, cara, penyerta, similiatif, penyebab dan kesalingan.
Kalimat merupakan satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri dan memiliki pola
intonasi final yang terdiri atas klausa yang digunakan sebagai sarana untuk menuangkan dan
menyusun gagasan secara terbuka agar dapat dikomunikasikan kepada orang lain. Kalimat tidak
akan pernah terlepas dari kehidupan sehari-hari dalam berkomunikasi maupun untuk
menyampaikan suatu maksud dan makna. Kalimat dapat dipahami sebagai satuan kebahasaan
yang secara relatif dapat berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi akhir, dan terdiri dari beberapa
klausa.” Selanjutnya Chaer (2007:239) mengatakan, “Kalimat merupakan satuan bahasa yang
langsung digunakan sebagai satuan ujaran di dalam komunikasi verbal yang hanya dilakukan
oleh manusia. Kalimat adalah satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang
disertai nada akhir turun atau naik.” Kalimat dipandang sebagai suatu kontruksi yang disusun
dari konstituen dasar yang biasanya berupa klausa yang disertai intonasi final dan bila diperlukan
dilengkapi dengan konjungsi. Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau
tulisan yang mengungkapkan pikiran yang utuh.”

Selanjutnya Alwi, dkk (1993:349) mengatakan, “Kalimat adalah satuan bahasa terkecil,
dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Merujuk pada pendapat
Cook, kalimat didefenisikan sebagai satuan bahasa yang secara relatif dapat berdiri sendiri, yang
memiliki pola intonasi akhir dan terdiri dari klausa.” Kalimat adalah kesatuan ujar yang
mengungkapkan suatu konsep pikiran atau perasaan.” Kalimat adalah satuan bahasa yang secara
relatif berdiri sendiri mempunyai pola intonasi final dan secara aktual ataupun potensial terdiri
atas klausa.” Kalimat merupakan satuan bahasa yang berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi
final dan secara aktual maupun potensial terdiri dari klausa.”

Dari beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa kalimat adalah
satuan bahasa yang mengandung arti dan dapat berdiri sendiri, diawali huruf kapital dan diakhiri
dengan tanda baca untuk mengungkapkan pikiran yang utuh.

2. Kalimat Ambigu
Menurut Markhamah dan Atiqa Sabardila dalam buku Analisis Kesalahan dan
Karakteristik Bentuk Pasif (2014), kalimat ambigu merupakan bentuk kalimat yang memiliki
makna ganda. Dalam hal ini, ambiguitas kalimat disebabkan oleh kata keterangan atau atribut
yang jumlahnya lebih dari satu. Dikutip dari buku Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
(2017) karya I Ketut Dibia dan I Putu Mas Dewantara, ambiguitas diambil dari bahasa Inggris,
yakni ambiguity, artinya sebuah konstruksi yang dapat ditafsirkan lebih dari satu arti. Dalam
bahasa Indonesia, kalimat ambigu sering juga dikenal sebagai kalimat taksa.

Ambiguitas dapat timbul dalam berbagai variasi tulisan atau tuturan. Kempson (1977: 38)
menyebutkan tiga bentuk utama ambiguitas (ketaksaan), yaitu yang berhubungan dengan fonetik,
gramatikal, dan leksikal. Ambiguitas Fonetik Ambiguitas pada tataran fonetik muncul akibat
berbaurnya bunyi - bunyi bahasa yang dilafalkan. Kata - kata yang membentuk kalimat jika
dilafalkan terlalu cepat dapat mengakibatkan keraguan maknanya. Misalnya kata ‘beruang’ yang
berarti ‘mempunyai uang’ atau ‘nama binatang’ ; ‘mengukur’ yang berarti mengukur panjang
atau ‘memarut kelapa. Ambiguitas fonetik terjadi pada waktu pembicara melafalkan ujarannya.
Oleh karena itu, untuk menghindari munculnya ambiguitas, si pendengar bisa memohon kepada
pembicara untuk mengulangi apa yang diujarkannya. Ambiguitas gramatikal muncul pada
tataran morfologi dan sintaksis. Pada tataran ini, ambiguitas dapat dilihat dari dua alternatif.
Alternatif pertama adalah ambiguitas yang disebabkan oleh peristiwa pembentukan kata secara
gramatikal. Pada tataran morfologi (profes morfemis) yang mengakibatkan perubahan makna.
Misalnya pada kata ‘pemukul’ dapat bermakna ganda ‘orang yang memukul’ atau alat untuk
memukul. Demikian pulakata ‘penidur’bisa bermakna obat yang menyebabkan tidur’ atau sifat.’
Alternatif kedua adalah ambiguitas pada frase yang mirip. Setiap kata yang membentuk frase
sebenarnya jelas tetapi kombinasinya mengakibatkan maknanya dapat diartikan lebih dari satu
pengertian. Dalam bahasa Indonesia, frase ‘orang tua’ dan ‘lampu hijau’ dapat bermakna ganda
‘orang yang tua’atau‘ibu bapak.Sedangkan pada frase ‘lampu hijau’ bisa diartikan ‘diijinkan’ /
‘disetujui’ atau ‘lampu yang berwarna hijau. Ambiguitas Leksikal Setiap kata dapat bermakna
lebih dari satu, dapat mengacu pada benda yang berbeda sesuai dengan lingkungan pemakainya.
Dalam tataran leksikal, ambiguitas dapat dilihat dari dua sisi. Segi pertama adanya gejala
polisemi. Misalnya kata haram dalam bahasa Indonesia dapat bermakna: 1. Terlarang, tidak halal
Haram hukumnya apabila makan daging babi. 2. Suci, tidak boleh dibuat sembarangan Tanah
haram atau Masjidilharam itu adalah semulia-mulia tempat di bumi.

3. Kalimat Subjektif dan Non Subjektif

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, subjektif adalah: mengenai atau menurut pandangan
(perasaan) sendiri, tidak langsung mengenai pokok atau halnya. Sedangkan non subjektif
(Objektif) artinya adalah pemikiran atau sebuah pernyataan yang berdasarkan fakta, tanpa
melibatkan pendapat pribadi.

Berikut ini adalah ciri-ciri dari kalimat subjektif.


1. Tidak Disertai Fakta, kalimat subjektif memiliki ciri yang utama yaitu tidak disertai fakta.
Kalimat serta pembicaraan biasanya hanya dilakukan dalam kehidupan sehari-hari dan tidak
bersifat formal. Kalimat ini tidak bisa digunakan dalam karya ilmiah ataupun sidang karena
harus objektif berdasarkan fakta. Kalimat ini juga seharusnya tidak digunakan dalam penulisan
pengetahuan mengenai sebuah sejarah.

2. Berdasarkan Dugaan, pembicaraan yang dilakukan hanya didasari oleh dugaan. Dugaan dari
masing-masing individu ini menjadikan sesuatu memiliki nilai yang beragam. Dugaan yang
positif tentu baik terhadap sesuatu yang dibicarakan. Namun, dugaan-dugaan negatif sebaiknya
dihilangkan dari pikiran karena mungkin akan berdampak buruk bagi topik ataupun lingkungan
di sekitarnya.

3. Perasaan Pribadi, perasaan pribadi inilah yang sering membuat sebuah topik menjadi hangat
diperbincangkan. Bahkan banyak perbincangan yang didasarkan pada pandangan pribadi
cenderung akan menjurus ke pembicaraan yang negatif. Hasilnya pun tidak konsisten karena
menggunakan emosi manusia sebagai alat ukur. Oleh karena itu, gunakanlah perasaan pribadi
hanya untuk sebuah perbincangan yang tidak formal saja.

4. Tidak Terdapat Dalam Berita, ciri kalimat paling umum dari subjektif adalah tidak terdapat
dalam sebuah berita. Tentu saja, karena berita diharuskan untuk memberikan informasi
berdasarkan fakta yang akurat atau bersifat objektif. Justru kalimat ini akan terdapat dalam
sebuah acara-acara televisi yang bersifat tidak formal seperti acara kuliner. Seseorang bisa
dengan bebas mengutarakan hasil masakan sesuai apa yang ia rasakan.

Sedangkan kalimat non subjektifa (objektif) berkebalikan dengan cirri-ciri yang dimiliki oleh
kelimat subjektif

G. Proporsi

Proporsi merupakan kata yang sangat biasa dipakai dalam kehidupan sehari-hari dan
sangat familiar di telinga kita, akan tetapi pertanyaannya adalah apakah kita sudah tahu apa arti
sebenarnya dari proporsi. Kita sering mengatakan "Wah, orang itu tinggi badan dan berat
badannya proporsional", atau dengan kata yang lain "Kalau berbuat sesuatu itu yang
proporsional, jangan berlebih-lebihan". Sebenarnya apakah arti dari proporsional. Menurut
Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Indrawan, 2000, p.409) proporsi adalah keseimbangan. Jadi
ungkapan yang di depan tadi “Wah, orang itu tinggi badan dan berat badannya proporsional"
berarti antara tinggi badan dan berat badan seimbang.

Anda mungkin juga menyukai