Anda di halaman 1dari 18

WACANA BAHASA INDONESIA

A. PENGERTIAN WACANA
 Pengertian:
Wacana berasal dari bahasa Sansekerta yang bermakna ucapan atau tuturan.
Dalam bahasa Inggris wacana disebut discource.
Wacana adalah penggunaan bahasa untuk komunikasi.
Wacana adalam kumpulan paragraf yang membentuk satu kesatuan.

Wacana adalah salah satu bagian dari strata kebahasan yang menduduki posisi
tertinggi. Berdasarkan pernyataan itu, dapat dikatakan bahwa wacana merupakan
satuan bahasa terlengkap, yang dalam hirarki gramatikal merupakan satuan gramatikal
tertinggi atau terbesar.

Menurut Alwi, dkk (2003:42), wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan
sehingga membentuk makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. Menurut
Tarigan (dalam Djajasudarma, 1994:5), wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan
tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi
yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata.

Menurut Kinneavy (dalam Supardo 1988:54) wacana pada umumnya adalah teks yang
lengkap yang disampaikan baik secara lisan maupun tulisan yang tersusun oleh
kalimat yang berkaitan, tidak harus selalu menampilkan isi yang koheren secara
rasional. Wacana dapat diarahkan ke satu tujuan bahasa atau mengacu sejenis
kenyataan.

Wujud wacana: karangan, karya tulis, ceramah, khotbah, kuliah.

 Ciri-ciri wacana
1. satuan ide yang lebih besar dari paragraf
2. berupa rangkaian kalimat, memiliki satu ide
3. memiliki hubungan kesatuan, kepaduan dan berurutan, teratur, sistematis.
4. penggunaan bahasa yang utuh dalam komunikasi.
5. berhubungan dengan situasi dan mempunyai tujuan .

B. HAKIKAT WACANA
Wacana merupakan peristiwa komunikasi yang terstruktur, dimanivestasikan dalam
perilaku linguistik dan membentuk suatu keseluruhan yang padu.
Perilaku linguistik dimanivestasikan dalam bentuk ujaran yang berkesinambungan,
unsur-unsurnya berkaitan erat, dan secara gramatikal teratur rapi. Oleh karena itu
wacana dapat disebut rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi.
Komunikasi dapat menggunakan bahasa lisan maupun bahasa tulisan.
Wacana bersifat transaksional berupa pidato, ceramah, turturan, dakwah, deklamasi, dan
lain sebagainya.
Wacana lisan yang bersifat interaksional dapat berupa percakapan, debat, tanya jawab,
dan sebagainya.
Wacana tulis transaksional berupa iklan, surat, instruksi, memo, cerita, esei, makalah,
proposal, cerpen, novel, skripsi, thesis, disertasi, dan sebagainya.
Wacana tulis yang interaksional berupa surat menyurat antar dua orang, polemik, adu
gagasan secara tertulis, dan sebagainya.
Apapun bentuknya wacana mengasumsikan adanya penyapa dan pesapa.
Dalam wacana lisan, penyapa ialah pembicara sedangkan pesapa adalah pendengar.
Dalam wacana tulis, penyapa ialah penulis sedangkan pesapa adalah pembaca.
Berdasarkan konstruksinya, wacana merupakan satuan bahasa terlengkap dan tertinggi di
atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan
serta mempunyai awal dan akhir yang nyata dan disampaikan secara lisan atau tulisan
(Tarigan, 1987:27). Sebagai unsur teratas dan terlengkap, wacana dapat berbentuk
karangan yang utuh (contoh: novel, buku, artikel, puisi, dsb.) atau paragraf dengan
membawa amanat yang lengkap (Kridalaksana, 1982:179). Wacana merupakan rentetan
kalimat yang berkaitan dan menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang
lain untuk membentuk suatu kesatuan sesuai dengan konteks situasi (Deese, 1984:72).
Syamsuddin A.R. (1999:13) menjelaskan bahwa wacana merupakan rangkaian ujar atau
tindak tutur yang mengungkapkan suatu subjek secara teratur dalam satu kesatuan yang
koheren dan dibentuk oleh unsur segmental maupun non segmental bahasa.
Keimpulannya wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang dibentuk dari rentetan
kalimat yang kontinyu, kohesif, dan koheren sesuai dengan konteks situasi.

C. KOMPONEN WACANA
1. Struktur Proposisi
Wacana merupakan kesatuan yang utuh dari rentetan kalimat dan berkesinambungan
untuk menhubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya. Proposisi
merupakan konfigurasi semantis yang menjelaskan isi komunikasi tuturan, mengacu
ke makna klausa atau kalimat, dan dibentuk dari predikator dan argumen.
Hubungan antara predikator dengan argumen disebut peran/role/kasus.
Predikator berupa predikat.
Argumen berupa kata ganti, subjek, objek
Representasi semantis kalimat adalah struktur kognitif yang rentan disandikan dalam
bentuk bahasa melalui prinsip-prinsip sintaksis dan leksikal.
2. Perwujudan Wacana
a. Alat Kewacanaan
Sebagai satuan bahasa terlengkap, wacana tersusun dari untaian kalimat-kalimat
yang berkesinambungan, erat, dan kompak sesuai dengan konteks situasi.
Artinya untuk menganalisis wacana ada dua unsur pokok yang perlu diketahui,
yakni unsur internal bahasa (intralinguistik) yang berkaitan dengan kaidah
bahasa seperti: sintaksis, morfologi, fonologi, dan unsur eksternal bahasa
(ekstralinguistik) yang berkaitan dengan konteks situasi dihubungkan dengan
“alat kewacanaan” atau unsur-unsur pragmatik, seperti: deiksis, praduga,
implikatur, tindak ujar, dan struktur konversasi.
Deiksis merupakan unsur bahasa yang digunakan untuk menunjukkan acuan.
Praduga atau Praanggapan merupakan perkiraan yang berkaitan dengan
kemustahilan atau penonjolan hal-hal yang menegaskan sesuatu.
Implikatur merupakan isi kebenaran yang muncul dari untaian kata-kata dalam
kalimat.
Tindak Ujar merupakan perilaku ujaran yang digunakan oleh penutur ketika
melakukan komunikasi.
Struktur Konversasi merupakan pola komunikasi bahasa yang bersifat timbal
balik antara penyapa dan pesapa.
b. Unsur-unsur Wacana
Wacana berkaitan dengan unsur-unsur intralinguistik dan ekstralinguistik.
Unsur intralinguistik berkaitan dengan sintaksis (kalimat, klausa, dan frasa),
morfologi (kata dan morfem), dan fonologi (suku kata, fonem, titinada).
Unsur ekstralinguistik berkaitan dengan proses komunikasi seperti interaksi
sosial (konversasi, dan pertukaran) dan pengembangan tema (monolog dan
paragraf).
Unsur-unsur atau komponen wacana dapat dipandang dari segi makna atau
semantik, mulai dari paket leksikal, satuan, proposisi, pengembangan tema, dan
interaksi sosial. Proposisi mengacu ke tataran makna klasusa sebagai unit
minimum dan makna kalimat sebagai unit maksimum. Tataran makna yang lebih
luas ialah pengembangan tema yang mengacu ke paragraf atau gabungan kalimat
sebagai unit minimum dan monolog sebagai unit maksimumnya. Tataran makna
yang lebih luas lagi ialah interaksi sosial yang mengacu ke pertukaran sebagai
unit gramatikal tertinggi dan terlengkap bersangkutan dengan unsur-unsur
tersebut.
Wacana lazim dikaji atas dasar sistem atau kaidahnya, baik yang berkaitan
dengan penyapa dan pesapa maupun situasinya. Oleh karena itu, organisasi
wacana erat kaitannya dengan sistem fonologis, sistem gramatikal, dan sistem
nonlinguistik.
Menurut Coulthard & Brazil (1981:88) unsur-unsur wacana terdiri atas transaksi,
urutan, pertukaran, gerakan, dan tindakan.
Komponen wacana yang dapat dikaji melimuti 6 macam yaitu: konversasi,
pertukaran, monolog, paragraf, gerakan, dan tindakan.
Komponen wacana dalam tulisan ini diuraikan sebagai berikut:
c. Dialog
Dipandang dari segi interaksi sosial, dialog merupakan unsur wacana.
Dialog sangat mementingkan komunikasi timbal balik daripada isi komunikasi.
Ada dua jenis perwujudan dialog, yakni konversasi dan pertukaran.
Konversasi mengacu kepada unit tertinggi dalam kegiatan pemakaian bahasa oleh
dua orang penutur atau lebih, baik dalam ragam lisan maupun dalam ragam tulis.
Ukuran wacananya panjang dan waktu berkomunikasi relatif lama. Oleh karena
itu, konversasi bersifat interaksional karena termasuk unit interaksi bahasa
terluas, sekaligus gabungaan dari berbagai pertukaran.
Pertukaran merupakan unit minimum dari kegiatan pemakaian bahasa antara dua
orang penutur, baik ragam lisan maupun tulis. Ukuran wacananya relatif pendek
dan waktu berkomunikasi pun relatif singkat. Pertukaran bersifat interaksional,
merupakan gabungan dari ucapan yang lazim disebut kalimat.
Contoh:
X : Bagaimana kabarmu?
Y : Baik
X : Kapan reuni
Y : Cari waktu yang tepat

d. Monolog
Monolog adalah kegiatan bahasa yang bersifat transaksional dan diucapkan oleh
seorang penutur. Monolog sangat memetingkan isi komunikasi. Monolog
bersifat transaksional sedangkan konversi bersifat interaksional.
Pada dasarnya monolog merupakan perkembangan tema atau gagasan dari
seorang penutur. Strukturnya lebih luas dari pada paragraf. Oleh karena itu,
monolog memiliki lebih dari satu gagasan. Penyampaiannya dapat berupa
medium lisan seperti pidato, ceramah, khotbah, dakwah, deklamasi, dan
sebagainya. Bisa juga disampaikan menggunakan media tulis seperti: iklan,
brosur, surat, artikel, cerita, dan sebagainya.

e. Paragraf
Paragraf adalah unit minimum sebagai wadah pengembangan dari tema.
Paragraf bersifat transaksional dan hanya memiliki satu tema atau gagasan.
Unsur pembentuk dapat berupa kalimat maupun gabungan kalimat. Apabila
monolog sederajat dengan konversasi, paragraf sederajat dengan pertukaran.
Setiap paragraf memiliki pikiran utama dan pikiran penjelas. Pikiran utama
terdapat dalam kalimat utama sedangkan pikiran penjelas terdapat dalam kalimat
penjelas. Pikiran utama merupakan unsur yang menjiwai setiap paragraf
sedangkan pikiran penjelas merupakan pikiran yang lebih menjelaskan pikiran
utama.

f. Kalimat
Kaliamat merupakan unsur terkecil dalam wacana. Hal ini dapat dipahami karena
wacana secara konkret merujuk pada realitas penggunaan bahasa yang disebut
teks. Teks sebagai perwujudan konkret wacana terbentuk dari untaian kalimat-
kalimat yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi lainnya. Jika
dipandang dari segi proposisi, kalimat termasuk unit maksimum sedangkan
klausa sebagai unit minimum. Unsur kalimat dalam wacana sering disebut
gerakan. Gerakan adalah unit proporsional wacana yang berupa ucapan yang
disebut kalimat. Pada contoh berikut ini, ucapan dosen dan mahasiswa masing-
masing merupakan gerakan
DI KAMPUS PERGURUAN TINGGI
Dosen : “Jadi simpulannya, orang yang paling beruntung adalah orang yang hari
ini berbuat lebih baik, dibanding kemarin.”
MHS : benar pak
Dosen : Apakah kalian bisa melakukannya?
MHS : bisa pak
Dosen : Silahkan dilaksanakan!
MHS : ya pak

D. KEPRAGMATISAN WACANA
Sausure (1916) memandang bahasa sebagai sistem tanda (semiotik). Morris (1946)
semiotik mencakup bidang sintaksis, semantik, dan pragmatik.
Sintaksis menelaah kalimat-kalimat atau hubungan antara unsur-unsur bahasa.
Semantik menelaah proposisi-proposisi hubungan unsur bahasa dengan objeknya.
Pragmatik menelaah unsur bahasa dengan para pemakainya beserta konteks situasinya.
Pragmatik dan semantik menggunakan makna sebagai isi komunikasi. Semantik
berpusat pada pikiran, sedangkan pragmatik berpusat pada ujaran.
Semantik dan pragmatik memanfaatkan unsur-unsur bahasa. Semantik berpusat pada
kalimat sebagai objeknya, sedangkan Pragmatik berpusat pada teks sebagai proses
penggunaaan bahasa.
Menurut Nababan (1987) pragmatik berkenaan dengan penggunaan bahasa secara efektif
dan wajar untuk berkomunikasi dalam situasi tertentu.
Menurut Crystal (1989:83) pragmatik merupakan kajian yang menghubungkan struktur
bahasa san pemakaian bahasa.
TATARAN PRAGMATIK
Prakmatik menelaah hubungan tindak bahasa dengan konteks tempat, waktu, keadaan
pemakainya, dan hubungan makna dengan aneka situasi ujaran. Dapat pula dikatakan
bahwa pragmatik merupakan telaah mengenai kondisi-kondisi umum penggunaan
komunikasi bahasa. Pragmatik mencakup unsur-unsur isi komunikasi ujaran yang luas
tatarannya.
UNSUR-UNSUR PRAGMATIG
1. DEIKSIS
Deiksis adalah bentuk bahasa yang berfungsi sebagai penunjuk hal atau fungsi
tertentu di luar bahasa, contohnya: ini, itu, saya, kamu, dia.
Sesuatu yang diacu oleh deiksis disebut anteseden (acuan). Menurut Levinson
(1987:69-90) berdasar antesedennya deiksis dibedakan menjadi beberapa macam
yaitu:
a. Deiksis persona
b. Deiksis temporal
c. Deiksis lokatif
d. Deiksis wacana
e. Deiksis sosial
Berdasarkan posisinya, dieksis dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Deiksis luar tuturan (eksoforis) terdiri dari:
1) Persona
2) Temporal
3) Lokatif
4) sosial
b. Deiksis dalam (endoforis) terdiri dari:
1) Anaforis
2) Kataforis
DEIKSIS EKSOFORIS
Adalah deiksis yang mengacu pada sesuatu anteseden yang berada di luar wacana.
Deiksis eksoporis disebut juga deiksis ekstratekstual.
DEIKSIS PERSONA
Adalah pronomina persona yang bersifat ekstratekstual yang berfungsi menggantikan
suatu acuan di luar wacana.
Contoh pronomina persona: saya, aku, kamu, anda, dia, kita, kalian, mereka
DEIKSIS TEMPORAL
Adalah deiksis yang mengacu ke waktu berlangsungnya kejadian, baik masa lampau,
masa kini, maupun masa mendatang.
Contoh deiksis temporal: dulu, sekarang, akan datang, setiap minggu, setiap bulan.
DEIKSIS LOKATIF
Adalah deiksis yang mengacu tempat berlangsungnya kejadian, baik dekat, agak jauh,
maupun jauh. Sifatnya bisa statis maupun dinamis.
Contohnya: di sini, di situ, di sana, ke sini, ke situ, ke sana, dari sini, dari situ, dari
sana.
DEIKSIS SOSIAL
Adalah deiksis adalah deiksis yang erat kaitannya dengan unsur kalimat yang
mengekspresikan atau diekspresikan oleh kualitas tertentu dalam situasi sosial.
Deiksis sosial berkaitan dengan cara partisipan (penyapa, pesapa, acuan). Oleh
karena itu dalam deiksis sosial terlibat unsur sebutan penghormatam (honorifik) dan
etika bahasa.
DEIKSIS ENDOFORIS
Deiksis Endoforis, deiksis tekstual atau deiksis wacana adalah deiksis yang mengacu
pada acuan yang ada dalam wacana dan bersifat intratekstual. Seuatu yang diacu oleh
deiksis itu disebut antiseden. Berdasarkan posisinya antisedennya, deiksis endoforis
mencakup deiksis anaforis dan deiksis kataforis.
Deiksis anaforis mengacu anteseden yang berada sebelumnya.
Contoh: Ahmad adalah masasiswa saya. Kuliahnya di UIN Tulungagung
Deiksis kataforis mengacu anteseden yang berada di belakangnya.
Contoh: Dengan keterampilannya berbicara, Ahmad menjadi Mubaliq yang handal.

2. PRESUPOSISI (PRADUGA)
Presuposisi merupakan perkiraan atau sangkaan yang berkaitan dengan kemustahilan
sesuatu bisa terjadi, masalah proyeksi, atau penonjolan sesuatu hal serta berbagai
macam keterangan atau penjelas.
Contoh: pembeli di warung itu banyak sampai berdesak-desakan.
Praduganya: masakannya enak, harganya murah, dan pelayanannya memuaskan.
Contoh: Masa ada, orang yang sudah meninggal hidup kembali
Praduganya: pada kenyataannya orang yang sudah meninggal tidak bisa hidup lagi.
Presuposisi erat hubungannya dengan inferensi kewacanaan, yaitu proses yang
dilakukan oleh pesapa untuk memahami makna wacana yang diekspresikan langsung
dalam wacana. Inferensi kewacanaan diperlukan dalam memaknai wacana yang
implisit atau tidak langsung mengacu pada tujuan.
Contoh: Ingin pinjam motor
Sebenarnya saya datang kesini ini malu dan terpaksa, tetapi harus bagaimana lagi
saya harus segera menjemput anak saya yang lagi kuliah dan kehujanan di kampus
UIN Tulungagung, sedangkan hari mulai malam dan sudah tidak ada kendaraan yang
bisa ditumpangi. Motor yang di rumah dipakai semua, saya tidak tahu harus
bagaimana? Entahlah. Mau saya jemput tapi jauh. Karena itu saya datang kesini.

Buatlah contoh lain jika:


 Ingin mengutarakan cinta
 Ingin pinjam uang
 Ingin minta uang untuk meneruskan perjalanan

3. IMPLIKATUR
Implikatur merupakan isi kebenaran yang muncul dari untaian kata-kata dalam
kalimat.

4. TINDAK BAHASA
Tindak Bahasa/Tindak Ujar merupakan perilaku ujaran yang digunakan oleh
penutur ketika melakukan komunikasi.

5. STRUKTUR KONVERSASI
Struktur Konversasi merupakan pola komunikasi bahasa yang bersifat timbal balik
antara penyapa dan pesapa.

E. KONTEKS WACANA
Konteks wacana merupakan ciri-ciri alam di luar bahasa (konteks non linguistik) yang
menumbuhkan makna ujaran atau wacana.
Konteks adalah ruang dan waktu yang spsesifik yang dihadapi seseorang atau
sekelompok orang. Setiap wacana selalu lahir dalam konteks tertentu karena itu
pemahaman terhadapnya memerlukan tinjauan yang bersifat kontekstual.
Menurut Valdman(1966) konteks bersifat implisit dan eksplisit. Konteks implisit
meliputi situasi, psikis, dan sosial, sedangkan konteks eksplisit meliputi konteks
linguistik dan ekstralinguistik.
Halliday (1978) memandang bahasa sebagai alat dalam proses komunikasi atau sistem
semiotik. Dalam komunikasi bahasa terlibat adanya konteks, teks, dan sistem bahasa.
Teks sebagai sesuatu yang memiliki register. Register teks itu dipengaruhi oleh konteks.
Ada dua macam konteks yaitu
1. Konteks budaya
Melahirkan berbagai teks (genre) yang digunakan oleh masyarakat untuk berbagai
tujuan komunikasi.
2. Konteks situasi
Merupakan konteks yang mempengaruhi berbagai penutur bahasa antara lain:
a. Pokok bahan (field)
b. Hubungan penyapa dan pesapa (tenor)
c. Saluran komunikasi yang digunakan (mode)
Menurut Fowler (1986:88) konteks budaya menyangkut keutuhan latar belakang
kehidupan sosial budaya sebagai jaringan konvensi sosial ekonomi, sementara referensi
menyangkut topik atau pokok pembicaraan.
Wacana berfungsi ideasional, yakni fungsi bahasa untuk mengungkapkan sesuatu
sebagaimana direpresentasikan penuturnya.
Konteks wacana yang mendukung pemaknaan ujaran, tuturan, atau wacana adalah situasi
kewacanaan. Situasi kewacanaan berkaitan erat dengan tindak tutur. Sejalan dengan
pandanan Dell Hymes (1972) yang menyebut komponen tutur dengan singkatan
WICARA yang fonem awalnya mengacu kepada:
W : waktu, tempat, suasana
I : instrumen yang digunakan
C : cara dan etika tutur
A : alur ujaran dan pelibat tutur
R : rasa, nada, dan ragam bahasa
A : amanat dan tujuan tutur

F. KEUTUHAN WACANA
Sebagai sebuah struktur, wacana merupakan satuan gramatikal yang terbentuk dari dua
wacana yaitu lapisan bentuk dan lapisan isi. Kepaduan makna (kohesi) dan kekompekan
bentuk (koherensi) merupakan dua unsur yang turut menentukan keutuhan wacana.
Kajian wacana bergayutan dengan empat hal yakni: kohesi dan koherensi, unsur
gramatikal, unsur leksikal, dan unsur semantis.
1. KOHESI DAN KOHERENSI
Kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam organisasi sintaksis, wadah kalimat-
kalimat disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan. Kohesi mengacu
pada hubungan antar kalimat dalam wacana, baik dalam tataran gramatikal maupun
dalam tataran leksikal. Agar wacana itu kohesif/padu. Pemakai bahasa dituntut untuk
memiliki pengetahuan tentang kaidah bahasa, realitas, penalaran. Oleh karena itu,
wacana dikatakan padu apabila terdapat kesesuaian bentuk bahasa, baik dengan ko-
teks (situasi dalam bahasa) maupun konteks (situasi luar bahasa).
Jenis-jenis kepaduan (kohesi) dalam wacana
A. Kohesi ENDOFORIS terdiri dari:
1. Endoforis Gramatikal terdiri dari:
a. Referensi
b. Sinstitusi
c. Elipsis
d. Parafelisme
e. konjungsi
2. Endoforis leksikal terdiri dari:
a. Sinonimi
b. Antonomi
c. Hiponimi
d. Kolokasi
e. Repetisi
f. ekuivalensi
B. Kohesi EKSOFORIS
Koherensi merupakan unsur isi dalam wacana, sebagai organisasi semantis, wadah
gagasan-gagasan disusun dalam urutan yang logis untuk mencapai maksud dan tuturan
dengan tepat.
Koherensi adalah kekompakan hubungan antarkalimat dalam wacana. Meskipun begitu
interpreasi wacana berdasarkan struktur sintaksis dan leksikal bukan satu-satunya cara.

2. UNSUR GRAMATIKAL
Keutuhan wacana dapat diungkapkan dengan unsur-unsur gramatikal seperti:
referensi, substitusi, elpsis, paralelisme, dan konjungai.
a. REFERENSI
Referensi atau pengacuan merupakan hubungan antara kata dengan acuannya.
Kata-kata yang berfungsi sebagai pengacu disebut deiksis, sedang unsur-unsur
yang mengacunya disebut anteseden.
Referensi dapat bersifat situasional apabila mengacu ke antiseden yang ada di
luar wacana, dan bersifat tekstual apabila yang diacunya terdapat di dalam
wacana.
Referensi dapat dinyatakan dengan pronomina, yaitu kata-kata yang berfungsi
untuk menggantikan nomina atau apa-apa yang dinominakan.
Pronomina dalam bahasa Indonesia dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Pronomina persona terdiri dari:
a. Persona pertama (penyapa): saya, aku, kita, kami
b. Persona kedua (pesapa): engkau, kamu, kau, anda, kalian
c. Persona ketiga (yang dibicarakan): ia, dia, mereka
2. Pronomina posesif-nya dan pronomina persona yang ditempatkan di belakang
nomina.
3. Pronomina demonstratif terdiri dari:
a. Petunjuk endotoris: ini, itu, begini, begitu, segini, segitu
b. Petunjuk eksoporis: sini, situ, sana
4. Pronomina interogatif: siapa, apa, mana, kapan, bagaimana, berapa, mengapa
5. Pronomina taktaktif: apa-apa, siapa-siapa, semua, setiap.

b. SUBSTITUSI
Substitusi mengacu ke penggantian kata-kata dengan kata lain. Substitusi mirip
dengan referensi. Perbedaannya, referensi merupakan hubungan makna,
sedangkan substitusi merupakan hubungan leksikal atau gramatikal. Selain itu
substitusi dapat berupa proverba, yaitu kata-kata yang digunakan untuk
menunjukkan tindakan, keadaan, hal atau isi bagian wacana yang sudah
disebutkan sebelum atau sesudahnya juga dapat berupa substitusi klausal.

c. ELIPSIS
Elipsis merupakan penghilangan satu bagian dari unsur kalimat. Sebenarnya
elipsis sama dengan substitusi, tetapi elipsis ini disubstitusi oleh sesuatu yang
kosong. Elipsis biasanya dilakukan dengan menghilangkan unsur-unsur wacana
yang telah disebutkan sebelumnya.
d. PARALELISME
Paralelisme merupakan pemakaian unsur-unsur gramatikal yang sederajad.
Hubungan antara unsur-unsur itu diurutkan langsung tanpa kunjungsi.
Contoh: saudara orang dikasihi, saudara sendiri dibiarkan, sok pengasih.

e. KONJUNGSI
Konjungsi merupakan kata-kata yang digunakan untuk menghubungkan unsur-
unsur sintaksis (frasa, klausa, kalimat) dalam satuan yang lebih besar. Sebagai
alat kohesi, berdasarkan perilaku sintaksisnya konjungsi dapat dibedakan sebagai
berikut:
1. Konjungsi koordinatif yang menghubungkan unsur-unsur sintaksis yang
sederajat seperti: dan, atau, tetapi
2. Konjungsi sub koordinatif yang menghubungkan unsur-unsur sintaksis yang
tidak sederajat seperti: waktu, meskipun, jika
3. Konjungsi korelatif yang posisinya terbelah, sebagian terletak di awal
kalimat, dan sebagian lagi di tengah kalimat seperti: baik...maupun
meskipun... tapi
4. Konjungsi antarkalimat yang menghubungkan kalimat-kalimat dalam sebuah
paragraf. Konjungsi ini selalu ada di depan kalimat seperti: karena itu, oleh
sebab itu, sebaiknya, kesimpulannya
3. UNSUR LEKSIKAL
Unsur leksikal yang menjadi pendukung keutuhan wacana yaitu reinterasi, kolokasi,
dan antonim,
a. REITERASI
Reiterasi atau pengulangan kembali unsur-unsur leksikal termasuk alat keutuhan
wacana. Reiterasi dapat dilakukan dengan repetisi, sinonim, hipermin, dan
ekuivalensi.
1. REPETISI
Adalah pengulangan leksem yang sama dalam sebuah wacana. Repetisi
digunakan untuk menegaskan maksud pembicara.
2. SINONIMI
Adalah kata-kata yang mempunyai makna sama dengan bentuk yang berbeda.
3. HIPERMINI
Adalah nama yang membawahi nama-nama atau ungkapan lain.
4. EKUIVALENSI
Adalah penggunaan kata-kata yang memiliki kemiripan makna
b. KOLOKASI
Kolokasi atau sanding kata adalah pemakaian kata-kata yang berada di
lingkungan yang sama.
Contoh: Sekarang ini dalam situasi pandemi. Orang-orang yang sakit melonjak.
Tak usah diceriterakan bagaimana berbagai penyakit menyerang. Untuk menjaga
kesehatan harus tetap olah raga, makan makanan yang bergizi seperti telur,
daging, susu, dan buah-buahan, tidak cukup itu saja melainkan harus memakai
masker, menjaga jarak, menjaga kebersihan, dan tidak boleh berkerumun..
c. ANTONIMI
Antonimi adalah kata-kata yang mempunyai arti berlawanan. Antonimi dapat
bersifat eksklusif jika mengemukakan kalimat dengan cara mempertentangkan
kata-kata tertentu, juga dapat bersifat inklusif jika kata-kata yang dipertentangkan
itu tercakup oleh kata lain. Hubungan kata-kata yang berantonim disebut
antonimi.
Contohnya: Saya membeli sebuah novel. Novel itu terdiri atas sepuluh episode.
Setiap episode terdiri atas sejumlah tema. Setiap tema tersusun dari beberapa
alinea. Seterusnya setiap alinea terdiri atas beberapa kalimat. Semua itu harus
dipahami dari sudut pandang yang sama sehinga menjadi suatu cerita yang utuh.

4. UNSUR SEMANTIS
a. HUBUNGAN SEMANTIS ANTARBAGIAN WACANA
Unsur semantis antarbagian wacana akan tampak dalam hubungan proposisi-
proposisi (klausa atau kalimat). Hubungan semantis antarbagian wacana sebagai
berikut:
1. Hubungan sebab akibat yang menunjukkan sebab dan akibat berlangsungnya
suatu peristiwa.
Contoh:...
2. Hubungan sarana hasil menunjukkan tercapainya suatu hasil dan bagaimana
cara menghasilkannya.
Contoh...
3. Hubungan sarana tujuan, menunjukkan berlangsungnya suatu peristiwa untuk
mencapai suatu tujuan meskipun tujuan itu belum tentu tercapai.
Contoh.....
4. Hubungan latar kesimpulan menunjukkan salah satu bagiannya merupakan
bukti sebagai dasar kesimpulan.
Contoh...
5. Hubungan kelonggaran hasil menunjukkan salah satu baiannya menyatakan
suatu usaha.
Contoh...
6. Hubungan syarat menunjukkan salah satu bagiannya menyatakan sesuatu
yang harus dilakukan atau keadaan yang ditimbulkan untuk memperoleh
hasil.
Contoh...
7. Hubungan perbandingan menunjukkan perbandingan suatu hal atau peristiwa
dengan hal atau peristiwa lainnya.
Contoh....
8. Hubungan parafrastis menunjukkan salah satu bagian wacana yang
mengungkapkan isi bagian lain dengan cara lain.
Contoh...
9. Hubungan aditif menunjukkan gabungan waktu, baik yang simultan maupun
yang berurutan.
Contoh...
10. Hubungan identifikasi antara bagian-bagian wacana yang dapat dikenal ahli
bahasa berdasarkan pengetahuannya.
Contoh...
11. Hubungan generik-spesifik menunjukkan hubungan antara bagian-bagian
wacana dari umum ke khusus.
Contoh...
12. Hubungan prumpamaan menunjukkan bahwa bagian wacana merupakan
ibarat bagian wacana lainnya.
Contoh...
b. KESATUAN LATAR BELAKANG SEMANTIS
Keutuhan wacana dapat berupa kesatuan latar belakang semantis, seperti:
kesatuan topik, hubungan sosial para partisipan, dan jenis medium penyampaian.
1. Kesatuan topik
Kesatuan topik merupakan gabungan berbagai topik menjadi topik utuh.
Penafsiran kesatuan topik dapat dilihat dengan menggabungkan berbagai
topik sehingga diperoleh topik yang utuh.
Contoh...
2. Hubungan sosial antarpartisipan
Hubungan sosial antarpartisipan dapat melahirkan makna ujaran. Ujaran
yang diungkapkan oleh pembicara dengan jawaban kawanan bicara secara
sekilas tampak tidak berhubungan. Akan tetapi karena adanya hubungan
sosial makna tersebut bisa muncul.
Contoh...
3. Jenis medium pembicaraan
Laporan pandangan mata pertandingan sepak bola, biarpun lepas-lepas dapat
kita pahami karena menggunaan jenis medium pembicaaan yang tepat.

C. TIPE-TIPE WACANA
Wacana dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan berdasarkan medium, cara,
pendekatan, dan bentuknya.
1. Tipe wacana berdasarkan mediumnya terdiri dari:
a. Wacana lisan
Adalah wacana yang disampaikan dengan medium bahasa lisan.
Contoh: ceramah, pidato, diskusi, obrolan, khotbah.
b. Wacana tulis
Adalah wacana yang disampaikan dengan medium bahasa tulis.
Contoh: buku, makalah, artikel, surat, novel, cerpen
2. Tipe wacana berdasarkan cara penyampaiannya
a. Wacana langsung
Adalah wacana yang menunjukkan ujaran langsung penyapanya.
b. Wacana tidak langsung
Adalah wacana yang menunjukkan ujaran tidak langsung penuturnya.
3. Tipe wacana berdasarkan pendekatannya
a. Wacana fiksi
Adalah wacana yang menyajikan objek dan menimbulkan daya khayal atau
pengalaman melalui kesan-kesan imajinatif (bukan kenyataan).
Contoh: prosa, puisi, drama
b. Wacana non fiksi
Adalah wacana yang menyajikan subjek untuk menambah pengalaman pesapa,
bersifat faktual, dan bentuk bahasanya lugas.
Contoh: artikel, makalah, skripsi, surat, riwayat hidup
4. Tipe wacana berdasarkan bentuknya
a. Wacana narasi
Adalah wacana yang isinya memaparkan terjadinya suatu peristiwa, baik
peristiwa rekaan maupun kenyataan. Dalam wacana ini diceriterakan secara
detail peristiwanya.
b. Wacana deskripsi
Adalah wacana yang isinya menggambarkan peinginderaan (penglihatan,
pendengaran, penciuman) perasaan, dan perilaku jiwa lainnya (harapan,
ketakutan, cinta, benci, rindu, dll.)
c. Wacana eksposisi
Adalah wacana yang isinya menjelaskan sesuatu.
Contoh: resep masakan, cara membuat obat, cara membuat mainan, dll.
d. Wacana argumentasi
Adalah wacana yang memberikan alasan terhadap kebenaran atau kesalahan
sesuatu hal dengan maksud agar pesapa dapat diyakinkan sehingga terdorong
untuk melakukan sesuatu.
SOAL-SOAL LATIHAN
1. Apa beda wacana dengan alinea?
2. Mengapa wacana dikatakan memiliki strata kebahasan tertinggi?
3. Salah satu ciri wacana adalah “penggunaan bahasa yang utuh dalam komunikasi” jelaskan
maksudnya!
4. Apa beda wacana yang bersifat transaksional dan bersifat interaksional?
5. Apa beda penyapa dan pesapa?
6. Apa yang dimaksud dengan: proposisi, predikator dan argumen?
7. Apa yang dimaksud dengan intralinguistik dan ekstralinguistik?
8. Apa beda ko-teks dengan konteks?
9. Buatlah contoh PRESUPOSISI (PRADUGA) untuk:
a. Mengutarakan cinta
b. Meminjam uang kepada teman
10. Buatlah contoh tipe-tipe wacana berdasarkan bentuknya
a. Wacana narasi
b. Wacana deskripsi
c. Wacana eksposisi
d. Wacana argumentasi

Anda mungkin juga menyukai