Anda di halaman 1dari 15

APRESIASI SASTRA ANAK

“ Pendekatan dalam Apresiasi Sastra ”

Disusun Oleh : Kelompok 4

Nama NIM

1. Agung Wijaya 2018143319


2. Anisa Korima 2018143333
3. Annisya Shabrina 2018143543
4. Aprilia Nurul Khasanah 2018143312
5. Eka Setiyawati 2018143309
6. M Juan Parestu 2018143337
7. Neni Ulandari 2018143338
8. Widia Kemilau 2018143506
Kelas : 6i PGSD
Mk : Apresiasi Sastra Anak

Dosen Pengampu : Mega Prasrihamni, M.Pd


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR UNIVERSITAS
PGRI PALEMBANG TAHUN AJARAN 2021/2022

2
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat dan karuniaNyalah makalah ini dapat terselesaikan dengan baik, tepat pada
waktunya. Adapun tujuan penulisan Makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Apresiasi Sastra Anak pada semester 6 ditahun akademik 2021/2022 dengan
judul “ Pendekatan dalam Apresiasi Sastra ”.

Dengan membuat tugas ini kami diharapkan untuk mampu memahami tentang
Pendekatan dalam Apresiasi Sastra dalam penyelesaian makalah ini, kami banyak
mengalami kesulitan, terutama disebabkan kurangnya ilmu pengetahuan yang
menunjang. Namun, berkat bimbingan dan bantuan dari Dosen Pengampu mata kuliah
Apresiasi Sastra Anak yang telah memberikan pengarahan guna penyusunan makalah
ini, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan cukup baik.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang
bersifat positif, guna penyusunan makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan
dating. Harapan kami, semoga makalah yang sederhana ini, dapat memberikan
informasi kepada pembaca tentang Pendekatan dalam Apresiasi Sastra.

Palembang, 13 Maret 2021

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

A. Latar Belakang ................................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 1
C. Tujuan .............................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 2

A. Pendekatan Struktual ....................................................................................... 2


B. Pendekatan Semiotik ....................................................................................... 4
C. Pendekatan Respons Pembaca ......................................................................... 4
D. Pendekatan Moral dan Psikologis .................................................................... 6
E. Pendekatan Feminisme .................................................................................... 8

BAB III PENUTUP ................................................................................................. 10

A. Kesimpulan ...................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah apresiasi, digunakan dalam berbagai hal. Umpamanya, dalam
pembicaraan film, lukisan, dan perdagangan. Dalam hubungannya dengan
perdagangan, apresiasi berarti kenaikan nilai barang karena harga pasarnya naik atau
permintaan akan barang itu bertambah. Apresiasi merupakan istilah yang berasal dari
bahasa Latin apreciatio yang berarti “mengindahkan” atau “menghargai”.
Apresiasi dapat diartikan suatu langkah untuk mengenal, memahami, dan
menghayati suatu karya sastra yang berakhir dengan timbulnya pencelupan atau rasa
menikmati karya tersebut dan berakibat subjekapresiator dapat menghargai karya
sastra yang dinikmatinya secara sadar. Karya sastra dapat dikenal atau dipahami
melalui unsur-unsur yang membangunnya atau disebut dengan unsur intrinsic.
Pembelajaran apresiasi sastra adalah suatu proses interaksi antara guru dan
murid tentang sastra apapun bentuknya, apakah itu puisi, prosa fiksi/cerita rekaan,
dan drama. Terdapat Beberapa Pendekatan dalam Apresiasi Sastra yaitu Pendekatan
structural, Pendekatan Semiotik, Pendekatan Respons Pembaca, Pendekatan Moral
dan Psikologis, dan Pendekatan Feminisme.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pendekatan Struktual ?
2. Bagaimana Pendekatan Semiotik ?
3. Bagaimana Pendekatan Respons Pembaca ?
4. Bagaimana Pendekatan Moral dan Psikologis ?
5. Bagaimana Pendekatan Feminisme ?
C. Tujuan
1. Menjelaskan tentang Pendekatan Struktual.
2. Menjelaskan tentang Pendekatan Semiotik.
3. Menjelaskan tentang Pendekatan Respons Pembaca.
4. Menjelaskan tentang Pendekatan Moral dan Psikologis.
5. Menjelaskan tentang Pendekatan Feminisme.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendekatan Struktual
Pendekatan struktural yaitu suatu pendekatan yang objeknya bukan kumpulan
unsur yang terpisah-pisah melainkan keterikatan unsur satu dengan unsur yang lain.
Analisis struktur terhadap sebuah karya bertujuan untuk membongkar dan
memaparkan secermat, seteliti, semendetail, dan sedalam mungkin keterkaitan dan
keterjalinan semua analisis dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan
makna yang menyeluruh (Aminuddin, 1990: 180 –181).
Nurgiyantoro (1998: 36-37) berpendapat bahwa pendekatan strukturalisme
dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan (penelitian) kesastraan yang
menekankan kajian hubungan antar unsur pembangun karya yang bersangkutan.
Analisis struktural karya sastra yang bersangkutan dapat dilakukan dengan
mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur
instrinsik yang bersangkutan. Mula-mula diidentifikasikan dan dideskripsikan
misalnya, bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar,
sudut pandang dan lain-lain.
Suatu wujud karya sastra memiliki struktur, tetapi juga merupakan struktur
baru dalam pembentukannya tidak terpisahkan dari struktur-struktur yang ada
sebelumnya. Konsep pemahaman yang demikianlah yang kemudian dikenal sebagai
strukturalisme dinamik (Teeuw, 1984: 266). Munculnya struktur baru dari konvensi
menurut Teeuw (1984: 266) menimbulkan atau memberikan efek kejutan, sedangkan
bagi Holdman (dalam Imron, 1995: 25) merupakan hasil usaha manusia untuk
mengubah dunia agar diperoleh keseimbangan yang lebih baik dalam hubungannya
dengan alam, sehingga analisis strukturalisme dalam penelitian ini mengacu pada
teori-teori strukturalisme dinamik. Pengkajian karya sastra berdasarkan
strukturalisme dinamik merupakan
1. Pendekatan Struktural Terhadap Karya Sastra
Pendekatan struktural ini memandang dan memahami karya sastra dari segi
struktur karya sastra itu sendiri. Karya sastra dipandang sebagai sesuatu yang
otonom, berdiri sendiri, bebas dari pengarang, realitas maupun pembaca (Teeuw,
1984). Dalam penerapannya pendekatan ini memahami karya sastra secara close
reading. Atau mengkaji tanpa melihat pengarang dan hubungan dengan
realitasnya. Analisis terfokus pada unsur intrinsik karya sastra. Dalam hal ini
setiap unsur dianalisis dalam hubungannya dengan unsur yang lain. Pendekatan
struktural merupakan pendekatan yang digunakan untukmenganalisis sebuah
karya sastra berdasarkan struktur unsur-unsurnya. Jadi, dalam analisis dengan
menggunakan pendekatan struktural, unsur dalam struktur karya sastra tidak
memiliki makna dengan sendirinya, akan tetapi maknanya ditentukan oleh
hubungannya dengan semua unsur lainnya yang terkandung dalam struktur
tersebut (Hawkes dalam Pradopo, 1997:120). Ada tiga bentuk strukturalisme yaitu
strukturalisme klasik,strukturalisme genetik dan strukturalisme dinamik.
a. Strukturalisme Klasik.

2
Struktulalisme klasik adalah strukturalisme yang paling awal. Penerapan
strukturalisme klasik dalam karya sastra dilakukan dengan cara memadukan
fakta sastra dengan tema sehingga makna sastra dapat dipahami dengan jelas.
Akan tetapi perlu dicatat bahwa pemahaman dan pengkajian antar
struktur fakta sastra tersebut harus ditopang oleh pengetahuan yang mendalam
tentang pengertian, peran, fungsi, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan
unsur tersebut.
b. Strukturalisme Genetik.
Strukturalisme genetik adalah Strukturalisme yang tidak hanya
melibatkan struktur sastra melainkan juga kehidupan pengarang dan kondisi
sosial masyarakat yang mendorong karya itu lahir. Arti genetik itu sendiri
adalah “asal usul karya sastra” yang berarti diri pengarang dan kenyataan
sejarah yang turut mengkondisikan karya sastra saat ia diciptakan. Adapun
penerapan terhadap pendekatan strukturalisme genetik ini, dapat dilakukan
dengan dimulai dari kajian unsur-unsur intrinsik sastra, baik secara parsial
maupun kajian keseluruhan. Kemudian mengkaji latar belakang kehidupan
sosial kelompok pengarang karena ia merupakan bagian dari komunitas
masyarakat tertentu. Di samping itu tidak luput juga untuk mengkaji latar
belakang sosial dan sejarah yang turut mengkondisikan karya sastra saat ia
diciptakan oleh pengarang.
c. Strukturalisme Dinamik.
Maksud “dinamik” di sini mengacu pada dinamika yang diakibatkan
pembacaan kreatif dan pembaca yang dibekali konsiliasi yang selalu berubah,
ia dianggap sebagai homo significan, makhluk yang membacadan menciptakan
tanda. Jadi dapat dikatakan bahwa strukturalisme dinamik adalah kajian
strukturalisme dalam rangka semiotik. Artinya, karya sastra dikaitkan dengan
sistem tanda. Tanda mempunyai dua fungsi: otonom, yakni tidak menunjuk di
luar dirinya dan informasional, yakni menyampaikan pikiran, perasaan dan
gagasan. Adapun penerapannya dapat dilakukan dengan pertama-tama
menjelaskan struktur karya sastra yang diteliti. Kemudian menjelaskan kaitan
pengarang, realitas, karya sastra dan pembaca.
2. Impilikasi Strukturalisme Dalam Pembelajaran Sastra
Dalam strukturalisme bahwa sastra merupakan suatu konstruk yang dapat
dianalisis dan bukannya produk inspirasi yang keramat. Strukturalis memembuat
sebuah mekanisme sastra yang aksesibel bagi semuanya, termasuk bagi para
siswa. Konvensi literer atau kode dapat dibuat eksplisit dan dapat dipikirkan.
Semua siswa sudah dapat menginternalisasikan banyak kode dan oleh tanda itu,
mereka memiliki kompetensi literer yang potensial. Akan tetapi, yang mereka
miliki sering tidak dimanfaatkan karena mereka tidak tahu bahwa mereka
memilikinya, atau tidak tahu cara menggunakanya. Sebab sebagai guru, kita
bertanggung jawab untuk membantunya agar mereka menyadari hal itu. Di
samping itu, kita juga bertanggung jawab untuk mengajari mereka sesuatu yang
lain, sehingga mereka dapat mengendalikandan menggunakanya guna mencapai
tujuan-tujuan mereka dalam membacadan menulis. Pengajaran kita seharusnya
bertujuan memberikan kepada siswa suatu penguasaan keterampilan dan

3
konvensi-konvensi membaca dan menulis, dan bukanya mengajarkan eksplisikasi
teks khusus secara autoritatif.
Penyusun cerita dan puisi sendiri, membuat siswa lebih sadar bahwa puisi
dan cerita orang lain merupakan konstruk, produk pilihan dan mekanisme
linguistik yang dimanipulasikan untuk mencapai tujuan-tujuan penulisnya. Dalam
strukturalisme bahwa realitas bukanlah sesuatu yang diberikan melalui refleksi
bahasa, melainkan dihasilkan oleh bahasa, strukturalis memenghancurkan mitos
mengenai teks sastra kaum realis-ekspresif, yaitu mitos bahawa teks sastra
merupakan jendela kebenaran. Walaupun demikian ,penolakan terhadap realitas
dan intensi-intensi manusia di luar bahasa merupakan sesuatu yang bersifat
reduktif dan over-deterministic.
B. Pendekatan Semiotik
Semiotik atau semiology berarti tanda-tanda (sign) secara sistematis. Semiotic
menunjukkan bidang kajian khusus, yaitu sistem yang secara umum dipandang
sebagai tanda seperti puisi, rambu-rambu lalu lintas dan nyanyian burung, dalam
inplementasinya, semiotic biasanya juga menggunakan metode stuktur (Eagleton,
1987:100). Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa
fenomena sosial masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semotik
mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang
memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.
Pendekatan Semiotik adalah pendekatan yang bertolak dari pandangan bahwa
semua yang terdapat dalam karya sastra merupakan lambang atau kode yang
mempunyai arti atau makna tertentu. Arti atau makna ini berkaitan dengan sistem
yang dianut oleh karena itu, pengetahuan tentang kehidupan masyarakat tidak dapat
diabaikan dalam menganalisis karya satra dengan pendekatan semiotik ini.
Semiotik mengenal tiga kelompok pendekatan yaitu semiotik komunikasi atau
semiotik denotasu, semiotik konotasi, semiotik ekspansionis. Pendekatan smiotik
denotasi didasarkan teori-teori yang mementingkan tanda-tanda yang digunakan
secara sadar oleh pengirim kepada penerima. Pendekatan semiotic konotasi
menonjolkan pentingnya perantanda-tanda yang dihasilkan oleh pengeriman tanpa
disadarinya. Yang diteliti bukan makna primer tetapi juga makna sekunder. Semiotic
ekspansionis menggunakan konsep-konsep psikonalisis, sosiologis dan lain-lain.
Mereka cenderung mengganggap semiotic sebagai cabang ilmu yang luas,
membawahi disiplin lainnya. Semiotik atau semiology adalah ilmu mempelajari
tanda secara sistematik. Dalam hal demikian terdapat dua hal yang berhubungan
denga itu yakni menandai/penanda, dan yang ditandai/petanda arti tanda.
Ada tiga jenis tanda yaitu ikonik, indeksial, dan simbolik. Ikonik adalah tanda
yang menyerupai objek seperti foto seseorang. Indeksial adalah tanda yang memiliki
hubungan dengan objek seperti asap dan api. Simbolik adalah tanda yang secara
arbiter atau konvesional dikaitkan dengan rujukan.
Jadi semiotik mempelajari segala sesuatu yang berbentuk symbol atau hal-hal
yang tidak dapat diterangkan secara ilmiah. Misal orang menangis mendengar lagu
sedih tidak termasuk kajian semiotik. Orang yang menangis mendengar lagu
gembira, baru termasuk kajian semiotik.
C. Pendekatan Respons Pembaca

4
Dalam pendekatan reader response, dikenal beberapa istilah pembaca. Pembaca
yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Pembaca biasa, yaitu pembaca dalam arti sesungguhnya. Pembaca biasa adalah
orang yang membaca suatu karya sastra sebagai karya biasa, bukan dengan tujuan
penelitian.
2. Pembaca ideal, yaitu pembaca yang membaca karya sastra sebagai bahan
penelitian.
3. Pembaca implisit, yaitu peranan bacaan yang terletak di dalam teks itu sendiri,
yakni keseluruhan petunjuk tekstual bagi pembaca sebenarnya.
4. Pembaca eksplisit, yaitu dapat pembaca yang dapat disebut juga pembaca fiktif,
imajiner, atau imanen.
5. Pembaca terinformasi (informed readers), yaitu pembaca yang memiliki
kemampuan literasi yang cukup.
A. Jenis Penelitian
Penelitian reader response dibagi menjadi dua, yaitu penelitian sinkronis
dan diakronis. Penelitian sinkronis hanya melibatkan pembaca dalam kurun waktu
tertentu. Sedangkan, penelitian diakronis melibatkan pembaca sepanjang zaman.
Misalnya, penelitian sinkronis dilakukan untuk mengetahui tanggapan
pembaca terhadap novel-novel anak seri Kecil-Kecil Punya Karya dan
pengaruhnya terhadap gaya hidup anak-anak. Sedangkan penelitian diakronis
dilakukan untuk mengetahui unsur-unsur hedonisme dalam novel-novel anak seri
Kecil-Kecil Punya Karya sejak kemunculannya (2003) hingga kini (2012).
Kekuatan dan Kelemahan
1. Penelitian Sinkronis
Kekuatan penelitian sinkronis adalah sebagai berikut:
a. Reponden dapat ditentukan tanpa harus mencari artikel kritik sastranya
terlebih dahulu;
b. Penelitian resepsi sinkronis dapat dilakukan secara langsung tanpa
menunggu kemunculan kritik atau ulasan mengenai karya sastra; dan
c. Dapat dilakukan pada karya sastra populer.
Sedangkan, kelemahannya adalah sebagai berikut:
a. Karena tergolong penelitian eksperimental dapat mengalami beberapa
kendala saat pelaksaannya di lapangan, khususnya dalam pemilihan
responden, pemilihan teks sastra, dan penentuan teori; dan
b. Hanya dapat digunakan untuk mengetahui tanggapan pembaca pada satu
kurun waktu sehingga apabila diterapkan untuk karya sastra yang terbit
beberapa tahun yang lalu, akan sulit membedakan antara tanggapan yang
dulu dan masa sekarang.
2. Penelitian Diakronis
Kekuatan penelitian diakronis adalah sebagai berikut:
a. Peneliti dapat melakukan penelitian atas hasil-hasil intertekstual,
penyalinan, penyaduran, maupun penerjemahan, yang berupa karya sastra
turunan;

5
b. Peneliti juga dapat menerapkan teori lain, seperti teori intertekstualitas, teori
sastra bandingan, teori filologi, dan beberapa teori lain yang mendukung;
dan
c. Peneliti dengan mudah mencari data, yaitu tanggapan pembaca ideal
terhadap suatu karya sastra.
Sedangkan kelemahan penelitian diakronis adalah sebagai berikut:
a. Umumnya peneliti pemula akan mengalami kesulitan dalam menentukan
karya sastra yang dijadikan objek penelitian. Karena umumnya karya sastra
yang dikenal banyak orang telah diteliti resepsinya oleh peneliti-peneliti
terdahulu; dan
b. Selain itu, dalam penelitian terhadap karya sastra turunan, khususnya hasil
intertekstual, peneliti akan kesulitan dalam menemukan teks asal dari karya
sastra turunan tersebut.
B. Metode Penelitian
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam penelitian sinkronis adalah
sebagai berikut:
1. Penentuan sumber data penelitian, berupa teks yang akan diteliti dan
pembaca yang akan diminta tanggapannya;
2. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan teknik wawancara, maka peneliti
harus menentukan terlebih dahulu responden penelitian, jumlah populasi
dan sampel yang akan digunakan; dan
3. Pengolahan data (hasil wawancara) dengan cara mengurai dan
menganalisisnya sesuai dengan rumusan masalah.
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam penelitian diakronis adalah
sebagai berikut:
1. Penentuan sumber data penelitian, berupa teks yang akan diteliti dalam
rentang waktu tertentu;
2. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan dan
referensi yang mendukung penelitian, baik di perpustakaan atau media
massa; dan
3. Pengolahan data dengan cara mengurai dan menganalisisnya sesuai dengan
rumusan masalah.
D. Pendekatan Moral dan Psikologis
1. Pendekatan Moral
Sastra harus mampu menjadi wadah penyampaian ide-ide yang dipikirkan
dan dirasakan oleh sastrawan tentang kehidupan manusia. Karya sastra amat
penting bagi kehidupan rohani manusia. Oleh karena sastra adalah karya seni yang
bertulang punggung pada cerita, maka mau tidak mau karya sastra dapat
membawa pesan atau imbauan kepada pembaca (Djojosuroto, 2006:80).
Pesan ini dinamakan moral atau amanat. Dengan demikian, sastra dianggap
sebagai sarana pendidikan moral (Darma, 1984:47). Moral sendiri diartikan
sebagai suatu norma, suatu konsep tentang kehidupan yang dijunjung tinggi oleh
sebagian besar masyarakat tertentu (Semi,1993:49). Namun kepentingan moral
dalam sastra sering tidak sejalan dengan usaha untuk menciptakan keindahan
dalam karya sastra (Darma,1984:54). Pengalaman mental yang disampaikan

6
pengarang belum tentusejalan dengan kepentingan moral. Menurut Djojosuroto
(2006:81), meskimoral yang disampaikan pengarang dalam karya sastra biasanya
selalu menampilkan pengertian yang baik, tetapi jika terdapat tokoh-tokoh yang
mempunyai sikap dan tingkah laku yang kurang terpuji atau tokoh antagonis,
tidak berarti tingkah laku yang kita ambil harus seperti tokohtersebut.
Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa aspek moral
adalah ukuran yang digunakan untuk menentukan betul salahnya sikap dan
tindakan manusia dilihat dari segi baik buruknya berdasarkan pandangan hidup
masyarakat. Nilai-nilai moralis yang tercantum dalam karya sastra dapat
berbentuk tingkah laku yang sesuai dengan kesusilaan, budi pekerti, dan juga
akhlak.
Dalam hubungannya dengan pengajaran, maka dapat dikatakan bahwa
pendekatan moral adalah seperangkat asumsi yang paling berkaitan tentang sastra
dalam hubungannya dengan nilai-nilai moral dan pengajarannya. Aspek moral
disini merupakan aspek yang berkaitan dengan sikap, akhlak, budi pekerti, yang
dapat diambil dari suatu cerita tersebut.
2. Pendekatan Psikologis
Suatu karya sastra tidak akan dikenal jika tidak ada yang membacanya. Dari
sini, seorang pembaca tidak akan diam saja setelah membaca suatu karya.
Melainkan, mereka akan memberikan kritik terhadap karya tersebut. Maka suatu
karya sastra yang akan dikritik, terlebih dahulu harus dianalisis berdasarkan
pendekatan atau teori kritik sastra. Ada berbagai macam pendekatan dalam karya
sastra, dan di sini akan dibahas lebih mendalam tentang pendekatan psikologis
karya sastra.
Pendekatan adalah salah satu prinsip dasar yang digunakan sebagai alat
untuk mengapresiasi karya sastra. Salah satunya ditentukan oleh tujuan dan apa
yang hendak ditentukan lewat teks sastra. Pembaca dapat menggunakan beberapa
pendekatan, salah satunya adalah pendekatan psikologis.
Psikologi adalah sebuah cabang ilmu pengetahuan yang objek
pembahasannya adalah keadaan jiwa manusia. Ilmu ini berusaha memahami
perilaku manusia, alasan dan cara mereka melakukan sesuatu dan juga memahami
bagaimana makhluk tersebut berpikir dan berperasaan.
Karya sastra merupakan hasil ungkapan jiwa seorang pengarang yang di
dalamnya melukiskan suasana kejiwaan pengarang, baik suasana sakit maupun
emosi (Asrori, 2011). Di dalam karya sastra terdapat hasil kreatifitas dari
pengarang tersebut. Mungkin dari pengalaman pribadi pengarang atau bukan
pengalaman pribadi yang tentunya pernah disaksikan oleh pengarang.
Pendekatan psikologi sastra adalah suatu cara analisis berdasarkan sudut
pandang psikologi dan bertolak dari asumsi bahwa karya sastra selalu saja
membahas tentang peristiwa kehidupan manusia yang merupakan pancaran dalam
menghayati dan menyikapi kehidupan (Harjana dalam kutipan Sartika, 2011).
Jadi, pendekatan psikologi ini adalah analisis atau kritik terhadap suatu karya
sastra yang menitik beratkan pada keadaan jiwa manusia, baik terhadap
pengarang, karya sastra, maupun pembaca.
3. Metode Psikoanalisis

7
Ada tiga sasaran dalam menganalisis karya sastra menggunakan pendekatan
psikologi. Ketiga sasaran tersebut yaitu, analisis terhadap psikologi pengarang,
psikologi karya sastra dan efek karya sastra pada pembaca.
Psikologi pengarang lebih menekankan bagaimana keadaan kejiwaan
pengarang tersebut berbeda dengan orang yang bukan pengarang. Dalam hal ini,
ada dua cara untuk mengkaji psikologis pengarang.
1) Terlebih dahulu mempelajari karya sastra tertentu. Dari situ dapat ditarik
kesimpulan tentang kepribadian pengarang yang menciptakan karya tersebut.
Selanjutnya, kepribadian pengarang dapat dijadikan acuan untuk menganalisis
karya sastra lain dari pengarang tersebut.
2) Melacak riwayat hidup pengarang (perang batin, harapan, pertentangan jiwa,
kekecewaan). Kemudian, kesimpulannya dapat digunakan untuk menganalisis
karya sastra pengarang tersebut. Karena, keadaan batin pengarang banyak yang
dimasukkan dalam karya sastranya.
Suwignyo (2008:137) mengatakan bahwa dari hasil analisis psikologi
pengarang, muncul banyak anggapan tentang diri pengarang. Anggapan itu
misalnya sastrawan adalah orang jenius, kejeniusan dianggap disebabkan oleh
semacam kegilaan.
Analisis psikologi terhadap karya sastra didasarkan pada anggapan bahwa di
dalam karya sastra terdapat tokoh-tokoh atau pribadi-pribadi yang secara kejiwaan
memiliki karakteristik yang khas yang dapat dipahami melalui teori psikologi
(Suwignyo, 2008: 137). Karya sastra ini merupakan bahan analisis dari segi
instrinsik, karena menekankan pada penokohan, perwatakan, dan konflik yang
sangat cocok didekati dengan psikoanalisis.
Karya sastra tentunya memiliki daya tarik tersendiri bagi pembacanya. Hal
itulah yang menimbulkan efek bagi pembaca dan bagaimana respon pembaca
terhadap karya tersebut. Suwignyo (2008: 36) mengatakan bahwa kritikus
berusaha menemukan bagaimana caranya pengalaman pribadi pembawa dibawa
memasuki karya sastra. juga responsi serta bagaimana pengidentifikasian diri
pembaca terhadap karya sastra yang dibaca.
E. Pendekatan Feminisme
Feminisme adalah sebuah paham atau gerakan perempuan yang menuntut
emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak pria dengan wanita. Feminisme berasal
dari bahasa Latin, femina atau perempuan. Istilah ini mulai digunakan pada tahun
1890-an, mengacu pada teori kesetaraan laki-laki dan perempuan serta pergerakan
untuk memperoleh hak-hak perempuan. Sekarang ini kepustakaan internasional
mendefinisikannya sebagai pembedaan terhadap hak-hak perempuan yang
didasarkan pada kesetaraan perempuan dan laki- laki. Berangkat dari asumsi bahwa
kaum perempuan mengalami diskriminasi dan usaha untuk menghentikan
diskriminasi tersebut. Dalam pengertian seperti itu, sesungguhnya kaum feminis
tidak harus perempuan, dan boleh jadi seorang Muslim atau Muslimat.
Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (woman), berarti perempuan
yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai
kelas sosial. Tujuan feminis adalah keseimbangan, interelasi gender. Dalam
pengertian yang lebih luas, feminis adalah gerakan kaum wanita untuk menolak

8
segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh
kebudayaan dominan, baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan
sosial pada umumnya.
Teori feminis sebagai alat kaum wanita untuk memperjuangkan hak-haknya,
erat berkaitan dengan konflik kelas ras, khususnya konflik gender. Dalam teori sastra
kontemporer, feminis merupakan gerakan perempuan yang terjadi hampir di seluruh
dunia. Gerakan ini dipicu oleh adanya kesadaran bahwa hak-hak kaum perempuan
sama dengan kaum laki-laki. Keberagaman dan perbedaan objek dengan teori dan
metodenya merupakan ciri khas studi feminis. Dalam kaitannya dengan sastra,
bidang studi yang relevan, diantaranya: tradisi literer perempuan, pengarang
perempuan, pembaca perempuan, ciri-ciri khas bahasa perempuan, tokoh-tokoh
perempuan, dan sebagainya.
Dalam kaitannya dengan kajian budaya, permasalahan perempuan lebih banyak
berkaitan dengan kesetaraan gender. Feminis, khususnya masalah-masalah mengenai
wanita pada umumnya dikaitkan dengan emansipasi, gerakan kaum perempuan untuk
menuntut persamaan hak dengan kaum laki-laki, baik dalam bidang politik dan
ekonomi, maupun gerakan sosial budaya pada umumnya.
Karakteristik Pendekatan Feminis Dari segi bahasa (etimologi) feminis berasal
dari kata femme (woman, perempuan (tunggal) yang berjuang untuk
memperjuangkan hak-hak kaum perempuan sebagai kelas sosial. Istilah ini perlu
dibedakan antara male dan female (sebagai aspek perbedaan biologis), sebagai
hakikat alamiah, masculine dan feminine (sebagai aspek perbedaan psikologis
cultural). Dengan kata lain, male-female mengacu pada seks, sedangkan masculine-
feminine mengacu pada jenis kelamin atau gender, sebagai he dan she. Jadi tujuan
feminis adalah keseimbangan, interelasi gender. Dalam arti luas, feminis adalah
gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan,
disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam politik dan
ekonomi maupun kehidupan sosial pada umumnya. Dari ungkapkan teori di atas,
dapat ditarik kesimpulan bahwa gerakan feminisme dilakukan untuk mencari
keseimbangan gender (rasisme, stereotyping, seksisme, penindasan perempuan, dan
phalogosentrisme).Patriarkhi yang berpijak dari konsep superioritas laki-laki dewasa
atas perempuan dan anak-anak telah menjadi isu sentral dalam wacana feminisme.
Laki-laki sebagai patriarch menguasai anggota keluarga, harta dan sumber-sumber
ekonomi serta posisi pengambil keputusan. Dalam realitas sosial, superioritas laki-
laki juga mengendalikan norma dan hukum kepantasan secara sepihak. Dalam
catatan sejarah, perempuan dipandang sebagai makhluk inferior, emosional, serta
kurang akalnya. Kentalnya dominasi budaya patriarki seringkali tidak mampu
direntas secara tuntas oleh agamaagama yang dimaksudkan untuk membebaskan
manusia dari segala bentuk penindasan yang berbasis etnik, ras, agama.

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembelajaran apresiasi sastra adalah suatu proses interaksi antara guru dan
murid tentang sastra apapun bentuknya, apakah itu puisi, prosa fiksi/cerita rekaan,
dan drama. Terdapat Beberapa Pendekatan dalam Apresiasi Sastra yaitu Pendekatan
structural, Pendekatan Semiotik, Pendekatan Respons Pembaca, Pendekatan Moral
dan Psikologis, dan Pendekatan Feminisme.
Pendekatan struktural yaitu suatu pendekatan yang objeknya bukan kumpulan
unsur yang terpisah-pisah melainkan keterikatan unsur satu dengan unsur yang lain.
Analisis struktur terhadap sebuah karya bertujuan untuk membongkar dan
memaparkan secermat, seteliti, semendetail, dan sedalam mungkin keterkaitan dan
keterjalinan semua analisis dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan
makna yang menyeluruh (Aminuddin, 1990: 180 –181).
Pendekatan Semiotik adalah pendekatan yang bertolak dari pandangan bahwa
semua yang terdapat dalam karya sastra merupakan lambang atau kode yang
mempunyai arti atau makna tertentu. Arti atau makna ini berkaitan dengan sistem
yang dianut oleh karena itu, pengetahuan tentang kehidupan masyarakat tidak dapat
diabaikan dalam menganalisis karya satra dengan pendekatan semiotik ini.
Dalam pendekatan reader response, dikenal beberapa istilah pembaca. Pembaca
yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Pembaca biasa, yaitu pembaca dalam arti sesungguhnya. Pembaca biasa adalah
orang yang membaca suatu karya sastra sebagai karya biasa, bukan dengan tujuan
penelitian.
2. Pembaca ideal, yaitu pembaca yang membaca karya sastra sebagai bahan
penelitian.
3. Pembaca implisit, yaitu peranan bacaan yang terletak di dalam teks itu sendiri,
yakni keseluruhan petunjuk tekstual bagi pembaca sebenarnya.
4. Pembaca eksplisit, yaitu dapat pembaca yang dapat disebut juga pembaca fiktif,
imajiner, atau imanen.
5. Pembaca terinformasi (informed readers), yaitu pembaca yang memiliki
kemampuan literasi yang cukup.
Aspek moral adalah ukuran yang digunakan untuk menentukan betul salahnya
sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik buruknya berdasarkan pandangan
hidup masyarakat. Nilai-nilai moralis yang tercantum dalam karya sastra dapat
berbentuk tingkah laku yang sesuai dengan kesusilaan, budi pekerti, dan juga akhlak.
Pendekatan psikologi sastra adalah suatu cara analisis berdasarkan sudut
pandang psikologi dan bertolak dari asumsi bahwa karya sastra selalu saja membahas
tentang peristiwa kehidupan manusia yang merupakan pancaran dalam menghayati
dan menyikapi kehidupan (Harjana dalam kutipan Sartika, 2011).
Feminisme adalah sebuah paham atau gerakan perempuan yang menuntut
emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak pria dengan wanita.

10
DAFTAR PUSTAKA

Nurgiyantoro, B. 2013. Sastra Anak: Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Yogyakarta:


Gadjah Mada Universitiy Press.

Teuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT. Dunia
Pustaka Jaya.

Hawkes, Terence. 1978. Structuralism and Semiotics. London: Methuen & Co. Ltd.

Ardi Wina Saputra. 2018. ANALISIS STRUKTURAL UNTUK MENEMUKAN NILAI


MORAL DALAM SASTRA ANAK. (12)1, hlm. 38-48

Anselmus Atawolo. Pendekatan Struktualisme Karya Seni.


https://www.academia.edu/35969381/PENDEKATAN_STRUKTURALISME_K
ARYA_SASTRA_docx ( Diakses pada tgl 12 mater 2021, 09:42 WIB )

Black Star. 2012. Pendekatan Psikologi dalam Menganalisis Karya Sastra. http://under-
my-skin.blogspot.com/2012/05/pendekatan-psikologi-dalam-menganalisis.html?
m=1 ( Diakses pada tgl 12 Maret 2021, 16:09 WIB )

Dedik Baihaqi. 2015. Pendekatan Semiotik dan Pengertiannya.


http://dedikbaihaqi.blogspot.com/2015/12/pendekatan-semiotik-dan-
pengertiannya.html?m=1 ( Diakses pada tgl 12 maret 2021, 16:28 WIB )

Dinna Hayuningtyas. ISI PENDEKATAN ANALISIS SEMIOTIK PADA APRESIASI


PROSA FIKSI. https://id.scribd.com/document/457531372/ISI-PENDEKATAN-
ANALISIS-SEMIOTIK-PADA-APRESIASI-PROSA-FIKSI ( Diakses pada tgl
12 maret 2021, 19:28 WIB )

Sandiwira.2019. Wanita dalam Pendekatan Fiminisme. Journal Ilmiah Rinjani.


Universitas Gunung Rinjani (7)2.

Ismailmunir. 2019. Pendekatan Finimismes dalam studi islam kontempore. Jurnal Hawa
Vol. 1 No. 2

Iqbal Nurul Azhar. 2004. Kritik Sastra Finimisme


https://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/pesona-puisi/kritik-sastra-feminisme/
( Diakses pada tgl 12 maret 2021, 20:46 WIB )

11

Anda mungkin juga menyukai