Sastra berfungsi menghibur dan sekaligus juga mendidik, sehingga paling sedikit ada dua
nilai yang diperoleh dari sastra yaitu memahami kebutuhan akan kepuasan pribadi dan
pengembangan kemampuan berbahasa. Kepuasan pribadi yang diperoleh oleh anak-anak setelah
membaca karya sastra sangat penting artinya, sebelum mereka diminta untuk menguasai
keterampilan membaca. Keberhasilan kegiatan membaca tidak mungkin dapat dicapai apabila
anak-anak tidak tertarik pada bacaan yang mereka baca karena tidak memberikan pengalaman
yang menyenangkan. Selanjutnya karya sastra juga berfungsi memberikan penguatan pada
kemampuan berpikir naratif, karena pada umumnya karya sastra berbentuk cerita bersifat naratif.
B. Keterampilan Membaca
Membaca adalah komunikasi interaktif yang meliputi latar belakang pengalaman, bahasa
dan suatu organisasi gagasan gagasan (Harjasujana 1987:34). Pengertian tersebut
mengisyaratkan bahwa membaca itu bukan kgiatan pasif, karena pada saat membaca terjadi
proses saling mempengaruhi antara latar belakang pengalaman pembaca, bahasa, dan organisasi
gagasan yang dikemukakan penulis.
Mengenal kosakata.
Mengenal kelas kata gramatikal, kata benda, kata sifat, dan sebagainya.
C. Keterampilan Menulis
Keterampilan menulis adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam bidang tulis
menulis sehingga tenaga potensial dalam menulis. Menulis adalah keterampilan produktif
dengan menggunakan tulisan. Menulis dapat dikatakan suatu keterampilan berbahasa yang
paling rumit di antara jenis-jenis keterampilan berbahasa lainnya. Ini karena menulis bukanlah
sekedar menyalin kata-kata dan kalimat-kalimat, melainkan juga mengembangkan dan
menuangkan pikiran-pikiran dalam suatu struktur tulisan yang teratur.
Seperti diketahui, menulis itu adalah sebuah keterampilan sehingga dapat dilatih
sedemikia rupa meningkatkan kemampuan tersebut. Dalam dunia penulisan, pengetian
keterampilan menulis seringkali menjadi sesuatu yang bias sehingga banyak yang tidak
memahami pengertian yang sesungguhnya. Hal ini banyak dibuktikan dari kenyataan banyak
yang menganggap bahwa menulis itu ditentukan karena bakat.
Sebenarnya pengertian keterampilan menulis itu adalah keterampilan itu sendiri. Artinya,
seseorang mempunyai kemampuan menulis karena dia terampil. Sementara untuk dapat terampil
dalam menulis, maka dia harus melakukannya secara langsung atau melatih dirinya sehingga
terampil. Dengan demikian pengertian keterampilan menulis adalah kemampuan yang didapat
dan dimiliki oleh seseorang setelah melalui proses pelatihan secara itens, khusus dalam bidang
menulis. Dengan mengikuti pelatihan atau berlatih secara itens, maka seseorang dapat terampil
menulis.
Pemberian bekal kewacanaan sangat penting artiya bila dikaitka dengan tuntutan
pemilikan kemahirwacanaan dalam abad informasi. Kemahirwacanaan akan terbentuk melalui
pengembangan keberwacanaan, melalui proses pengenalan berhadap wacana tulis, dan
pembentukan kebiasaan atau kegemaran berwacana secara intens yang dimulai secara formal
sejak uduk di kelas satu SD.
Istilah keberwacanaan telah digunakan dalam berbagai cara. Para guru memperkenalkan
komputer pada anak SD dan mengembangkan keberwacanaan komputer . Hirsch menyebut jenis
keberwacanaan lain, yaitu keberwacanaan budaya sebagai cara memperkenalkan anak pada
gagasan-gagasan ideal dari budaya lama yang berpengaruh dan membentuk masyarakat saat ini.
Bagaimanapun, keberwacanaan adalah suatu alat atau sarana yang dipakai untuk belajar tentang
dunia dan untuk berperan serta secara penuh dalam masyarakat.
Menurut Oemar Jati (1987) pengajaran sastra sekurang kurangnya mengandung empat
manfaat yaitu:
4. Membina watak siswa yakni mengasah kepekaan terhadap nilai nilai hidup dalam
masyarakat.
5. Tujuan pokok strategi adalah memberi kemudahan belajar sehingga terdapat perhatian
atau penekanan khusus kepada pihak pembelajar.
Fungsi karya sastra dalam mengembangkan kemampuan berbahasa dapat disebut sebagai
nilai pendidikan. Banyak hasil pendidikan yang menunjukkan keefektifan karya sastra dalam
mengembangkan kemahiran berbahasa. Misalnya Sokolski, dkk., menemukan bahwa buku
bergambar yang baik dapat merangsang pengungkapan pikiran dan perasaan anak secara lisan.
Lehman juga menemukan bahwa pembelajaran berdasarkan karya sastra membina hubungan
sosial antarmurid dan antarmurid dan guru.
Menyimak cerita juga dapat memotivasi anak untuk mulai belajar membaca. Anak-anak
dapat belajar bahwa membaca memberikan kesenangan dan mereka akan belajar sendiri.
Menyimak cerita dapat memperkenalkan anak pada pola-pola bahasa dan mengembangkan
kosakata serta maknanya.
Pengetahuan tentang struktur cerita dan kemampuan mengantisipasi apa yang aka
dilakukan tokoh dapat membantu anak memprediksi melakukan dan menentukan makna cerita
yang dibacanya. Lebih banyak pengalaman anak dengan sastra, lebih besar pula kemampuan
anak dalam menangkap makna cerita dan memprediksi apa yang akan terjadi.
Penelitian Hepler terhadap perilaku membaca anak dalam program pengajaran dengan
sastra sebagai landas tumpu di kelas 5 dan 6 selama satu tahun menghasilkan temuan bahwa
anak-anak tersebut membaca sekitar 45 buku dengan rentangan 25-122 buku. Temuan tersebut
dapat membandingkan dengan program membaca dasariah yang hanya memungkinkan membaca
buku bacaan tidak lebihdari 10 buku per anak per tahun. Hanya dengan membaca buku dalam
jumlah cukup banyak kelancaran membaca dapat terwujud.
Melalui penelitian longitudinal selama empat tahun. Milis melaporkan temuan bahwa
anak kelas 4 yang membaca atau menyimak kemudian mendiskusikan sastra anak-anak sebagai
landas tumpu, secara signifikan memiliki skor lebih tinggi dalam menulis bebas daripada anak
dalam kelompok kontrol yang tidak menggunakan sastra dengan cara tersebut. Anak
mempelajari cara menulis dan mendengarkan, dan mendiskusikan sastra bermutu.
Diane DeFord yang telah meneliti tulisan anak kelas 1-3 menunjukkan pengaruh metode
dan teks pada tulisan anak-anak. Dalam kelompok sastra, anak menghasilkan bentuk-bentuk
keragaman sastra yang lebih luas, melibatkan cerita, buku informasi, lagu, puisi, dan laporan
surat kabar.
Isi cerita anak juga merefleksikan sastra yang telah mereka dengar. Secara sadar atau
tidak, anak memungt kata-kata frase-frase, unsur plot, bahkan pola-pola (intonasi) dialog dari
buku-buku yang mereka kenal.
Peran membaca juga cukup signifikan dalam pengembangan menulis. Smith menyatakan
pengembangan komposisi dalam menulis tidak dapat dikembangkan dalam menulis saja tetapi
menuntut aktivitas membaca dan kegemaran membaca. Hanya dari bahasa tulis orang lain, anak-
anak dapat mengamati dan memahami konvensi serta gagasan secara bersama-sama.
Kemampuan siswa dalam mengapresiasi karya sastra diharapkan dapat terwujud dalam
berbagai bentuk, antara lain kegemarannya dalam membaca karya sastra,Kemampuannya dalam
membaca dan menulis puisi, keterampilannya dalam memerankan karakter tokoh dalam drama,
kegemarannya dalam menonton pentas drama, dan keterampilannya dalam menganalisis atau
menilai karya sastra. Untuk dapat terlibat langsung dengan karya sastra.
Hendaknya keterampilan berbahasa anak dapat di ajarkan dan dikembangkan sejak dini
yaitu pada usia SD. Agar kemampuan keterampilan berbahasa anak mendapatkan hasil yang
maksimal. Sehingga anak dapat menguasai dan mengembangkannya dengan keterampilan
bahasanya. Dengan harapan, dapat di kembangkan melalui karya satra. Keterampilan berbahasa
dapat dengan mudah di mengerti, dipahami, dan dipelajari.