Anda di halaman 1dari 34

MEMBACA DAN SASTRA ANAK

1. Pengertian Membaca dan Sastra

Secara keseluruhan mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD berfungsi untuk mengembangkan


kemampuan bernalar, berkomunikasi, dan menggunakan pikiran juga perasaan, serta
membina persatuan dan kesatuan bangsa. Di SD, khususnya di kelas 1 dan 2 diutamakan
pengembangan kemampuan berbahasa Indonesia sederhana melalui membaca, menulis,
mengarang dan imla (dikte) dengan menggunakan bahasa Indonesia baku. Untuk
mengembangkan kemampuan dan keterampilan dasar menggunakan bahasa, dalam kegiatan
kegiatan belajar di kelas 1 dan 2 diberikan pengetahuan sederhana tentang lingkungan alam
dan sosial.

Menurut Spodek dan Saracho, membeca merupakan proses mendapatkan makna dari barang
cetak. Ada dua cara yang ditempuh dalam membaca untuk memperoleh makna dari barang
cetak yaitu :

1. Langsung, yakni menghubungkan ciri penanda visual dari tulisan dengan maknanya.
2. Tidak langsung, yakni mengidentifikasi bunyi dalam kata dan menghubungkannya
dengan makna.
3. Kaitan Membaca dan Sastra

Sartra berfungsi menghibur dan sekaligus mendidik, sehingga paling sedikit yang diperoleh
dari sastra yaitu memahami kebutuhan akan kepuasan pribadi dan pengembangan
kemampuan bahasa. Kepuasan pribadi anak-anak setelah membaca karya sastra sangat
penting, artinya selain mereka diminta menguasai keterampilan membaca selanjutnya karya
sastra juga berfungsi mengembangkan wawasan.

Dalam fungsi karya sastra dalam mengembangkan kemampuan berbahasa dapat disebut
sebagai nilai pendidikan. Banyak hasil pendidikan yang menunjukan keefektipan karya sastra
dalam mengembangkan kemahiran berbahasan. Misalnya: Sorolski dkk, menemukan bahwa
buku bergambar yang baik dapat merangsang peningkatan pikiran dan perasaan anak secara
lisan.

1. Sastra anak-anak dan pengembangan keberwacanaan

Kebewaraan adalah kemampuan membaca dan menulis dalam menunaikan tugas-tugas yang
berkaitan dengan dunia kerja dan kehidupan diluar sekolah (Tompkins, 1991:81).
Pengembangan membaca dan menulis telah diamanatkan di dalam kurikulum Pendidikan
Dasar khususnya pendiikan dasar yang diselenggarakan di SD.

Pelajaran Bahasa Indonesia berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi,


mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui kegiatan membeca dan menulis (Kurikulum
Pendidikan Tahun 1994). Pengembangan keberwacanaan dapat dilaksanakan melalui
pemanpaatan ini anak-anak sebagai media pembelajaran membaca dan menulis. Pemanpaatan
ini didasarkan pada asumsi bahwa sastra dapat mengembangkan bahasa, sastra dapat
mengembangkan bahasa anak (Huck, 1987: Ellis, 1989)

Istilah keberwacanaan merupakan terjemahan “Literacy” dari bahasa Inggris. Semula,


literacy diartikan sebagai pengetahuan tentang cara membaca (keberaksaraan) tetapi
kemudian karena tujuan yang diharapkan bukan sekedar mengenal aksara atau tulisan. Para
guru memperkrnalkan komputer pada anak SD dan mengembangkan keberwacanaan
komputer (computer literacy).

Bagaimanapun, keberwacanaan adalah suatu alat atau sarana yang dipakai untuk belajar
tentang dunia dan untuk berperan penuh dalam masyarakat.

2. Awal keberwacaan

Keberwacanaan adalah proses yang dimulai sebelum pendidikan dasar berlanjut kemasa
dewasa. Keberwacanaan dilakukan pada anak berumur 5 tahun atau pada saat memasuki
taman kanak-kanak. Sebagai “persiapan” untuk pembelajaran membaca dan menulis yang
akan dimulai secara formal pada tingkat pertama.

Imflikasi dari hal ini adalah bahwa dalam perkembangan anak-anak ada saat-saat yang tepat
untuk mengajari mereka membaca. Persfektif tentang cara anak menjadi anak itulah yang
disebut awal keberwacanaan (emergency literacy).

Berdasarkan keberwacanaan ditentukan oleh 4 komponen, atau 4 elemen umum yaitu:

1. Pesan tekstual (textual intent)


2. Daya tawar (negotiability)
3. Bahasa digunakan untuk meningkatkan bahasa (language use to tinetune language)
4. Pengambilan risik (risk takinag)
5. Fungsi sastra anak-anak dalam pengembangan keberwacanaan

Pada bagian awal tulisan ini dikemikakan bahwa keberwacanaan mnengacu pada kemampuan
membaca dan menulis. Terkait dengan dua kemampuan inilah fungsi sastra anak-anak dalam
pengembangan keberwacanaan dijelaskan dengan memanfaatkan informasi (Huck, 1987: 15-
16) menyimak cerita dapat memperkenalkan anak pada pola-pola bahasa dan
mengembangkan kosakata serta maknanya, peran membaca juga cukup signifikan dalam
pengembangan menulis.

Smith mengetakan pengembangan komposisi dalam menulis tidak dapat dikembangkan


dalam menulis saja tetapi menuntut aktifitas membaca dan kegemaran membaca. Hanya dari
bahasa tulis orang lain anak-anak dapat mengamati dan memahami konvesi serta gagasan
secara bersama-sama (Huck, 1987).

1. Sastra Sebagai Landasan Pengembangan Membaca

Program pembelajaran sastra yang berlandaskan sastra menggunakan berbagai endekatan dan
strategi untuk membentu keterampilan berbahasa. Pembelajaran bersifat terpadu yang sudah
diterapkan dalam situasi kelas yang bagaimanapun. Jadwal membaca tiap hari dapat
digabarkan dengan cara, yaitu waktu dua jam dipandang sudah sesuai karena keterampilan
berkomunikasi dalam bidang membaca, menulis, menyimak dan berbicara diajarkan secara
terpadu.

1. Kegiatan membaca sastra dapat dilakukan dengan cara:


2. Kegiatan terarah
Guru memerlukan waktu khusus untuk mengajarkan keterampilan-keterampilan tertentu
kepada kelompok anak atau seluruh anak di kelas. Dalam keseluruhan program pembelajaran
bahasa kegiatan terarah kadang-kadang berwujud pembelajaran strategi membaca. Misalnya
murid menanggapi ilustrasi cerita, membuat ilustrasi hasil karya sastra sendiri,
mendemonstrasikan peristiwa dan sebagainya.

1. Kegiatan bebas

Anak-anak perlu sekali diberikan kesempatan untuk memprakarsai kegiatan-kegiatan mereka


sendiri dan bertanggung jawab untuk melaksanakannya. Memberikan kesempatan kepada
anak-anak untuk membuat keputusan, mengatasi masalah, dan bertanggung jawab atas
kegiatan belajar, mereka sendiri dapat mempersiapkan anak-anak menghadapi tuntutan dunia
kerja dalam kehidupan yang sebenarnya.

1. Kegiatan murid-guru

Diadakan diskusi antara murid dan guru untuk menolng anak-anak yang memerlukan
peningkatan dalam hal keterampilan khusus atau pemahaman. Melalui diskusi-diskusi, murid
dengan guru dapat mengumpulkan informasi penting mengenai minat anak, sikap terhadap
kegiatan membaca dan perkembangan dalam keterampilan membaca dan keterampilan
berpikir.

Diskusi murid dan guru tersebut hendaknya mengandung hal-hal berikut:

1. Diskusi dapat difokuskan pada unsur-unsur bacaan, konsep atau permasalahan yang
ada dalam bacaan pengarang atau jenis karya sastra.
2. Ajukan pertanyaan-pertanyaan yang menuju pada hal-hal tertentu sehingga murid
yang bersangkutan terlihat dalam kegiatan berpikir tingkat tinggi (menganalisis,
mensintesa dan mengevaluasi).
3. Membaca nyaring bagian bacaannya dipilih sendiri oleh murid yaitu bagian yang dia
sukai.
4. Diskusi difokuskan pada proses pemilihan kegiatan, rencana untuk mengatasi
hambatan penyelesaian tugas.
5. Saran untuk kegiatan membaca selanjutnga dan petunjuk mengenai pengembangan
ketermpilan.
6. Karakteristik sastra sebagai bahan ajar kemampuan berbahasa

Sebagai bahasa ajar, sastra memiliki ciri khas yang tidak dimiliki oleh bahan bahasa ajar yang
lain, yaitu bahasa, struktur teks, isi pesan, asfek kejiwaan yang ditumbuhkembangkan dan
strategi perangkapan isi teks yang diperlikan.

Bahasa teks sastra berciri kontatif atau kiasan, dilihat dari aspek semantis yang
dikandungnya, bersifat informal bila dilihat dari segi bahasanya, banyak mengandumg majas,
dan menonjolkan ciri wacana narasi dan deskrifsi. Dilihat dari isi, teks sastra mengandung
pesan-pesan kemanusiaan, pesan-pesan ini bersifat tidak langsung.

Dilihat dari struktur teksnya, teks sastra mengandung karakter/tokoh, alur, peristiwa, setting,
dan sudut penceritaan. Aspek kejiwaan meliputi daya nalar, kepekaan emosi, daya imajinasi,
perluasan wawasan dan daya kreasi. Daya nalar ditumbuh kembangkan melalui pemahaman
dan penghayatan terhadap permasalahan kemanusiaan dan lingkungan hidup. Emosi
ditumbuh kembangkan melalui penghayatan karakter tokoh dan peristiwa-peristiwa
kehidupan. Daya imajinasi ditumbuh kembangkan melalui kegiatan berpikir asosiatif yakni
mengasasikan peristiwa yang disuguhkan dalam teks sastra yang dibacanya dengan peristiwa
sehari-hari. Daya kreasi ditumbuh kembangkan melalui kegiatan berpikir divergen (yang
diarahkan untuk menumbuh kembangkan kebersamaan dan kemampuan anak mengemukakan
pendapat), kegiatan berpikir rekreatif, dan kegiatan kreatif. Wawasan yang dimaksudkan
disini adalah berkembangnya wawasan anak yang diakibatkan oleh aktifitas belajar yang
telah dilakukannya.

Pembaca sastra memerlukan strategi baca yang berbeda dengan strategi membaca teks-teks
nonsastra, itu disebabkan oleh bahasa sastra bersifat konotatif/kias, yang berarti pesan
disajikan oleh pengarang secara terselubung. Nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra,
yaitu nilai keindahan dan nilai moral akan meresap dan berkembang dalam diri anak secara
alami.

Karya sastra dapat menolong anak-anak memahami dunia mereka, membentuk sikap-sikap
yang positif, dan menyadari hubungan dengan manusia. Lewat karya sastra anak-anak dapat
mempelajari dan memaknai dunia mereka misalnya dengan membaca karya sastra yang
melukiskan seorang anak yang sering menolong sehingga disayang oleh gurunya dan teman-
temanya, anak akan mengerti bahwa mereka harus bersukap seperti itu agar banyak yang
sayang.

3. Pemanfaatan Bahan Ajar Sastra Bagi Penumbuhkembangan Kemampuan Berbahasa

Pengajaran bahasa Indonesia dimaksudkan untuk menyiapkan agar anak mampu


berkomunikasi dengan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Pengajaran yang demikian
pada hakekatnya adalah pengajaran yang dimaksudkan untuk membentuk kompetensi
komunikasi. Kompetensi ini memiliki empat unsur pokok yaitu pengetahuan dan penguasaan
kaidah tatabahasa baik fonologi, morfologi, sintaksis maupun sematik. Pengajaran apresiasi
sastra dengan bahan bahan ajar sastranya, berfungsi sebagai wahana penbentukan kompetensi
komunikasi khusus kepada anak. Kompetensi yang dimaksud disini adalah kompetensi
komunikasi sastra dan kompetensi komunikasi bahasa yang lain yang berarah emotif-
imajinatif.

Pengajaran bahasa dengan bahan ajar sastra mengajak anak untuk memahami karakteristik
bahasa sastra sebagai salah satu ragam bahasa Indonesia, dan karakteristik komunikasi sastra
sebagai salah satu bentuk komunikasi tulis bahasa Indonesia. Karakteristik komunikasi astra
antara lain:

1. Komunikasi ini bersifat tidak langsung


2. Kehadiran penulis tidak dapat menggantikan kedudukan teks sastra yang ditulisnya
3. Konteks komunikasi sastra berdimensi ganda
4. Ada jarak antara realitas dalam teks dalam realitas kehidupan nyata dan antara teks
sastra dengan penulisnya.

Pengajaran sastra dewasa ini dibagi dua golongan besar yaitu:

1. Pengajaran tentang sastra, pengajaran tentang sastra berisi teori-teori sastra.


2. Pengajaran sastra beranggapan bahwa untuk mengapresiasi karya sastra siswa harus
langsung dikenalkan dan diakrabkan dengan karya sastra.
Kegiatan mengenal meliputi melihat, mendengar, menyimak, dan membaca. Kegiatan
memahami meliputi kegiatan menafsirkan, mengartikan, memproposikan, mencari hubungan,
menemukan pola, menarik kesimpulan dan menggeneralisasi.

4. Kedudukan pengajaran sastra dalam kurikulum 1994, dalam kurikulum 1994, tujuan
dibagi atas:
5. Tujuan umum pengajaran, yakni tujuan yang harus dicapai oleh pengajaran bahasa
dan sastra Indonesia.
6. Tujuan khusus pemahaman, yakni tujuan agarsiswa menguasai dan mengembangkan
kemampuan-kemampuan reseptif.
7. Tujuan khusus penggunaan, yakni tujuan agar siswa menguasai dan mengembangkan
kemampuan-kemampuan produktif.

Kemampuan apresiasi sastra tidak hanya untuk meningkatkan kemampuan apresiasi itu
sendiri, memahami dan dapat mengapresiasi karya sastra Indonesia serta dapat
mengkomunukasikan secara lisan dan tulisan. Tetapi juga pengajaran lewat sastra, pengajaran
sastra yang digunakan sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan berbahasa dan
mengembangkan kepribadian.

1. Pengembangan Pembelajaran Membaca Berdasarkan Karya Sastra


2. Pendekatan untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca

Menurut teori Schema, sering membaca buku dengan jumlah banyak memungkinkan anak
mengembangkan pengetahuan, selanjutnya memudahkan mereka juga dapat bervariasi
bacaannya. Mereka akan memiliki apresiasi terhadap karya sastra dan kemumgkinannya
mereka menjadi pembaca sepanjang hidupnya (North, 1989: 426). Murid-murid perlu diberi
kesempatan untuk membaca karya sastra yang mereka pilih sendiri, di samping kegiatan
membaca dengan pengarahan guru. Pendekatan-pendekatan yang dapat diterapkan antara lain
membaca dalam hati dalam waktu yang relatif lama tanpa diganggu, kelompok membaca.

2. Model Pegembangan Keberwacanaan Melalui Sastra


3. Model perencanaan pengembangan

Komponen-komponen pembelajaran yang perlu direncanakan meliputi tujuan pembelajaran,


bentuk dan sifat pembelajaran, bahan pembelajaran serta prosedur pembelajaran (Norton &
Norton, 1994:7). Untuk merumuskan tujuan pembelajaran dapat menemukannya dari tujuan
umum pengajaran. Bentuk prmbelajaran dibedakan atas pembelajaran klasikal kelompok dan
individu. Agar epektif dibutuhkan kerjasama antara murid dan guru meliputi kelompok kecil
dan individu. Aktivitas ini dibedakan menjadi aktivitas jangka pendek, jangka lama, dan
aktivitas pojok belajar. Bahan pembelajaran meliputi nama-nama buku, referensi, gambar-
gambar pendukung media.

1. Strategi pengembangan

Beberapa strategi pengembangan dengan teknik utama latihan yang didasarkan pada uraian
Johnson (1987) dalam Literacy Through Literature, untuk mendukung agar penerapan
strategi bisa dilakukan diperlukan buku-buku sederhana dan menarik agar anak mudah juga
tertantang membacanya. Dalam memilih dan mengembangkan latihan, peran guru adalah
menjamin tersedianya bahan, yaitu menyajikan cerita secara lisan dan melalui latihan
membimbing dan memberikan bimbingan individu pada siswa yang nerusaha menerapkan
latihan pada buku latihannya.

Jenis strategi diantaranya yaitu:

 Teknik Cloze
1. Ringkasan Model Burgs (RBM)

RBM dikembangkan dari prosedur klos yang sudah lajim melalui dua cara; pertama siswa
belajar melalui ringkasan bukan dengan teks asli, kedua kata-kata terpilih digantikan kata
kosong awal kata, RBM juga disajikan sebagai permainan.

 Tangga cerita (story ladders)

Tangga cerita dibciptakan dengan membuat ringkasan cerita yang bagian akhir kalimatnya
dihapus. Anak ditugaskan mengkreasikan sendiri lanjutannya tapi bukan kalimat aslinya.
Anak akan senang memprediksi cerita sebelum membaca dan merevisinya setelah membaca.

 Teknik skala

Skala penilaian dikembanngkan dengan daftar pasangan kata yang berlawanan seperti,
baik/jahat, hangat/dingin, cepat/lambat dan berat/ringan. Selanjutnya anak diminta menilai
tokoh cerita dengan skala yang dibuat oleh guru. Latihan ini dapat membantu siswa yang
berekspresi dalam tulisan.

1. Pengajaran Sastra Indonesia

Pengajaran sastra Indonesia merupakan suatu sistem yang didalamnya mengandung beberapa
komponen, maka problematik yang ada dalam pembelajaran sastra di SD dapat bersumber
pada komponen-komponen berikut ini:

 Tujuan

Sejak kurikulum SD 1975, kurikulum SD 1984, maupun kurikulum SD 1994 seperti


sekarang. Pelajaran sastra Indonesia selalu dimasukan kedalam pengajaran bahasa Indonesia,
khususnya di SD. Fungsi pelajaran bahasa Indonesia adalah:

1. sarana pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa


2. sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan bahasa Indonesia
dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya
3. sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan bahasa Indoneia
untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetehuan teknologi dan
eni.

Tujuam megenai sastra yaitu:

 Siswa mampu mengenal dan mampu membedakan bentuk-bentuk puisi, prosa dan
drama.
 Siswa mampu membedakan ragam bahasa sastra dan ragam bahasa lainnya.
 Isi materi pelajaran

 materi pelajaran harus relevan terhadap tujuan intruksional yang jarus


dipakai
 materi pelakaran haru sesuai taraf kesulitannya dengan kemampuan
siswa
 materi pelajaran harus dapat menunjang motivasi siswa
 materi pelajaran harus membantu untuk melihat diri secara aktif, baik
dengan berpikir atau dengan mengadakan kegiatan
 msteri pelajaran harus sesuai dngan prosedur didaktik yang diikuti
 materi pelajaran harus sesuai dengan media pengajaran yang tersedia

Dengan demikian apabila peran guru dan penilaian isi materi pelajaran itu menyediakan
bacaan yang bermutu, memberi kebenasan kepada anak untuk memilih bacaan yang
disukainya.

 Guru

Guru memiliki peran yang sangat penting dalam keseluruhan proses pengajaran satra di kelas,
guru dituntut mempu melaksanakan tugasnya secara propesional. Guru harus memiliki 10
kopetensi yaitu:

1. Kemampuan menguasai bahan materi bidang study.


2. Kemampuan mengelola program belajar mengajar.
3. Kemampuan mengelola kelas.
4. Kemampuan menggunakan media dan sumber.
5. Penguasaan landasan-landasan pendidikan.
6. Kemampuan mengelola interaksi belajar megajar.
7. Kemampuan menilai kemampuan siswa.
8. Pengenalan fungsi dan program layanan dan bimbingan dan konseling
di sekolah.
9. Pengenalan dan penyelenggaraan admisistrasi sekolah.
10. Pemahaman prinsip-prinsip dan penafsiran hasil-hasil penelitian guna
keperluan pengajaran.

 Siswa

Siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam pembelajaran sastra. Dalam
pengajaran siswa di SD, problem yang berkaitan dengan siswa yang dapat di identifikasi
antara lain motivasi minat belajar sastra, serta lingkungan belajar siswa. Timbulnya motivasi
dan minat siswa belajar yang rendah tidak terlepas dari faktor lingkungan siswa, karena
lingkungan merupakan sarana yang sangat mempengaruhi dalam belajar sastra. Tujuan utama
pengajaran sastra hendaknya memberikan kesempatan pada siswa untuk memperoleh
pengalaman bersastra baik secara reseptif maupun secara produktif. Siswa juga diberi
pengetahuan tentang lukisan, lagu, melukis, selanjutnya bersastra.

 Bentuk kegiatan belajar mengajar

Kean & Personke (1976:341) mengarahkan bahwa sebaiknya disekolah dasar, sastra jangan
dipandang sebagai suatu subjek yang harus di ajak terapi sebagai suatu wahana untuk
mendapatkan pengalaman, yang menyenangkan, menyedihkan, lucu, menakutkan dan
lainnya. Dalam kegiatan belajar ada 2 pendekatan; pertama bertitik tolak pada pandangan
bahwa sastra mempunyai kedudukan yang sama dengan bidang study yang lainnya; kedua
bertitik tolak pada pandangan bahwa sastra sebagai suatu yang kehadirannya untuk dinikmati
dan memberikan kesenangan. Karena kedua pendekatan itu bertentangan untuk itu yang lebih
sesuai adalah menggabungkan kedua pendekatan tersebut karena muara terakhir pengajaran
sastra adalah terbunanya apresiasi & kegemaran terhadap sastra yang disadari oleh
pengetahuan sastra dan keterampilan bersastra.

 Sarana dan prasarana

Sarana dan prasarana merupakan komponen pengajaran yang tak kalah penting. Perpustakaan
dan kelengkapan koleksi buku-buku sastra sangat menunjang kelancaran pengajaran sastra.
Demikian pula media dan alat-alat pengajaran yang lengkap sangat menentukan keberhasilan
pembelajaran sastra. Problem yang dapat di identifikasi adalah sarana dan prasarana yang
dimiliki sekolah-sekolah SD.

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
mempunyai arti yang cukup penting. Poin yamg lebih penting ladi di dalam pengajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia terutama adalah membaca. Karena ketika kita duduk dibangku
SD, hal pertama yang harus kita pelajari adalah membaca, kemudian kita akan dapat menulis
juga menghitung serta merangkai berbagai macam kalimat. Jika begitu kita akan dapat
membacakan karya-karya sastra. Sastra juga sarana yng diberikan untuk mengembangkan
kreatifitas anak di dalam pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.

MEMBACA SASTRA

Membaca sastra adalah salah satu pembelajaran yang ada di sekolah dasar. Salah satu

cara untuk meningkatkan minat membaca pada usia anak sekolah dasar yaitu dengan cara

menggunakan sebuah karya sastra seperti puisi, cerpen, dongeng, dan lain-lain. Selain karena

sastra bersifat serta berfungsi menghibur dan mendidik, dalam sastra juga terdapat kata-kata,

gambar-gambar, simbol-simbol serta lambang-lambang yang menarik yang tentunya juga

dapat meningkatkan minat membaca pada anak. Selain itu, sastra juga berfungsi untuk

mengembangkan imajinasi serta wawasan anak.


Berdasarkan pemaparan diatas, tentunya kita menyadari bahwa betapa besar

manfaatnya kegiatan pembelajaran membaca karya sastra di sekolah dasar. Maka dari itu,

pemahaman yang benar mengenai pembelajaran membaca sastra baik itu pengertian

membaca, pengertian sastra, jenis-jenis sastra, serta segala sesuatu yang berkaitan dengan

membaca sastra harus dikuasai benar oleh para pendidik khususnya oleh para guru.

A.    Pengertian dan Jenis-Jenis Membaca

“Menurut KBBI baca atau membaca adalah melihat serta memahami isi dari apa yang

tertulis dengan melisankan atau hanya dilihat dari dalam hati.”

“Menurut Tampubolon (1993) menjelaskan pada hakekatnya membaca adalah kegiatan

fisik dan mental untuk menemukan makna dari tulisan, walaupun dalam kegiatan itu terjadi

proses pengenalan hurf-huruf”.

Menurut Tarigan (1984 : 11 ) jenis membaca adalah sebagai berikut :


1.  Membaca nyaring sering kali disebut membaca bersuara atau membaca teknik. Disebut
demikian karena pembaca mengeluarkan suara secara nyaring pada saat membaca.
2.      Membaca dalam hati yang terdiri atas membaca ekstensif dan membaca intensif.
a.   Membaca ekstensif merupakan proses membaca yang dilakukan secara luas. Luas berarti:
bahan bacaan beraneka dan banyak ragamnya, waktu yang digunakan cepat dan singkat.
Tujuan membaca ekstensif adalah sekedar memahami isi yang penting dari bahan bacaan
dengan waktu yang cepat dan singkat.
b. Membaca intensif adalah kegiatan membaca yang dilakukan secara seksama dan merupakan
salah satu upaya untuk menumbuhkan dan mengasah kemampuan membaca secara kritis.
B.     Pengertian dan Jenis-Jenis Sastra

Berdasarkan pemaparan mengenai membaca diatas, salah satu cara yang dapat

dilakukan oleh seorang guru sekolah dasar dalam upaya meningkatkan minat membaca pada

anak yaitu dapat dengan cara menggunakan sebuah karya sastra. Selain karena sastra bersifat

serta berfungsi menghibur dan mendidik, dalam sastra juga terdapat kata-kata, gambar-

gambar, simbol-simbol serta lambang-lambang yang menarik yang tentunya juga dapat

meningkatkan minat membaca pada anak. Selain itu, sastra juga berfungsi untuk

mengembangkan imajinasi serta wawasan anak. Dengan demikian anak akan merasa senang

serta antusias dalam mengikuti pembelajaran membaca di sekolah dasar.


Sastra berasal dari bahasa sansekerta “shastra” merupakan kata serapan dari bahasa
sansekerta yang berarti teks yang mengandung instruksi atau pedoman. Cikal bakal lahirnya
sastra adalah ketika filosof Yunani, Aristoteles, menulis karyanya yang berjudul “Poetika”
yang mengemukakan teori sastra mengenai drama tragedi yang dalam sastra Yunani Klasik
ditulis dalam bentuk puisi lebih dari 2000 tahun yang lalu.
Istilah “sastra” dalam bahasa Indonesia mempunyai pengertian “sas” yang berarti
mengajar, mengarahkan, member petunjuk dan “tra” berarti sarana, alat. Maka sastra dapat
berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran. (Teeuw. 1984:
23)

Di dalam karya sastra dilukiskan keadaan dan kehidupan social suatu masyarakat,

peristiwa-peristiwa, ide dan gagasan serta nilai-nilai yang diamanatkan pencipta lewat tokoh-

tokoh cerita. Sastra mempersoalkan manusia dalam berbagai aspek kehidupannya, sehingga

berguna untuk mengenal manusia, kebudayaan serta zamannya.

Secara singkat dan sederhana dapatlah dikatakan bahwa “ sastra adalah pembayangan
atau pelukisan kehidupan dan pikiran imajinatif kedalam bentuk-bentuk dan struktur-struktur
bahasa “. Wilayah sastra meliputi kondisi insani atau manusia, yaitu kehidupan dengan segala
perasaan, pikiran, dan wawasannya. Selanjutnya dapat pula kita katakan bahwa “ sastra
menerangi serta memperjelas kondisi insani dengan cara membayangkan atau melukiskan
wawasan-wawasan kita ”. ( Tarigan, H., G., 1995 : 3 ).

Dalam pembelajaran membaca sastra di sekolah dasar, tentunya karya sastra yang

digunakannya pun merupakan jenis karya sastra anak-anak yang mana di dalamnya terdapat

kata-kata yang mudah untuk dimengerti dan dipahami serta gambar-gambar yang menarik

yang tentunya dapat membuat anak benar-benar merasakan kesenangan serta kenikmatan

ketika sedang belajar membaca karya sastra tersebut. Jenis-jenis sastra secara umum yaitu

sastra anak dan sastra dewasa.

“Sastra anak adalah sastra yang mencerminkan perasaan dan pengalaman anak-anak

masa kini, yang dapat dilihat dan dipahami melalui mata anak-anak through the eyes of a

child “. ( Tarigan, H., G., 1995 : 5 ).

Sedangkan sastra dewasa adalah sastra yang mencerminkan perasaan dan pengalaman

orang dewasa.
“ Adapun jenis-jenis sastra lainnya yaitu sastra imajinatif ( puisi, novel, cerpen,

drama ) dan sastra non imajinatif ( esai, kritik, biografi, otobiografi, catatan harian ) “.

( Suyoto, A. 2007 )

Sastra imajinatif adalah sastra yang isinya bersifat khayalan serta menggunakan bahasa

yang konotatif. Sedangkan sastra non imajinatif adalah sastra yang isinya lebih menekankan

pada unsur faktual atau fakta, serta menggunakan bahasa yang cenderung denotatif.

C.    Pengertian Membaca Sastra

Berdasrkan pemaparan mengenai membaca dan sastra yakni “ Menurut KBBI baca

atau membaca adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis dengan melisankan

atau hanya dilihat dari dalam hati “.

Sedangkan sastra adalah karya atau tulisan yang sifatnya mendidik sekaligus

menghibur. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa membaca sastra adalah kegiatan

membaca sebuah karya sastra.

D.    Cara Meningkatkan Minat dan Keterampilan Membaca Sastra di Sekolah Dasar

Cara atau upaya yang dapat dilakukan oleh guru untuk meningkatkan minat membaca

sastra pada siswa sekolah dasar yaitu dengan :

1.      Memilih karya sastra sederhana yang kata-katanya mudah dimengerti dan dipahami oleh

siswa.

2.  Gambar-gambar dan symbol-simbol yang beraneka ragam bentuk dan warna sangat

berpengaruh sekali untuk meningkatkan minat membaca siswa.

3.      Berikan karya sastra pada siswa yang mencerminkan perasaan dan pengalaman anak-anak,

yang dapat dilihat serta dipahami melalui mata anak-anak.

Sedangkan cara untuk meningkatkan keterampilan membaca sastra pada siswa


sekolah dasar menurut Livestrong yaitu dengan :
1.  Menyediakan berbagai barang yang membantu, seperti buku-buku yang menarik (buku
bergambar).
2.   Mengajak anak ke perpustakaan. Di tempat ini anak-anak memiliki pilihan buku yang lebih
banyak, sehingga lebih memotivasi dirinya untuk membaca. Selain itu suasana di
perpustakaan juga turut mendorong anak untuk ikut serta membaca.
3.    Membacakan buku untuk anak. Membacakan buku untuk anak dengan suara keras bias
menjadi salah satu cara paling efektif untuk membantu meningkatkan membaca siswa. Hal
ini juga memungkinkan untuk anak mencoba membaca sendiri, karena baginya hal ini cukup
menyenangkan.
4.  Menjadikan suatu permainan. Dengan demikian suasana membaca lebih menyenangkan dan
menarik bagi anak.
5.    Menyanyikan lagu-lagu. Dengan cara ini anak akan belajar untuk menghubungkan antar huruf
dan suara yang dibuatnya. Bernyanyi sambil bertepuk tangan mengikuti irama lagu juga
dapat mendorong pemahaman kata-kata tersebut.
6.      Menyediakan tempat khusus untuk membaca.
7.    Biarkan anak untuk mencoba menulis. Menulis juga bisa meningkatkan mmembaca anak,
karena sambil belajar untuk menggabungkan antar huruf untuk membentuk suatu kata atau
kalimat. Kegiatan ini juga membantu meningkatkan keterampilan menulis anak.
8.   Mengajak anak untuk membaca bersama. Kondisi ini akan semakin memotivasi anak untuk
belajar membaca.
E.     Tujuan Membaca Sastra di Sekolah Dasar

Kegiatan membaca sastra di sekolah dasar tentunya memiliki tujuan, adapun tujuan

membaca sastra di sekolah dasar tersebut yaitu untuk :

1.      Melatih serta meningkatkan kemampuan dan keterampilan berbahasa anak.

2.      Melatih serta maningkatkan kemampuan dan keterampilan membaca anak.

3.      Menambah pengetahuan serta pemahaman anak mengenai kosakata yang mereka baca.

4.      Mengenalkan kepada anak pengertian serta jenis-jenis sastra.

5.      Memberikan pendidikan sekaligus hiburan kepada anak.

Selain itu, tujuan membaca sastra di SD yaitu agar siswa mampu menikmati dan
memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan
kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. ( Rofi’uddin, A.,
dan Zuhdi, D., 1998/1999 : 92 ).
Membaca karya sastra di SD dapat meningkatkan pengembangan keberwacanaan pada
anak-anak. Menurut Huck, 1987; Ellis, 1989 ( Rofi’uddin, A., dan Zuhdi, D., 1998/1999 :
92 ), Pengembangan keberwacanaan dapat dilaksanakan melalui pemanfaatan sastra anak-
anak sebagai media pembelajaran membaca dan menulis. Pemanfaatan ini didasarkan pada
asumsi bahwa sastra dapat mengembangkan bahasa anak.
F.     Manfaat Membaca Sastra di Sekolah Dasar

Manfaat membaca sastra bagi anak-anak ( Tarigan, H., G., 1995 : 8 ) :


1.      Sastra memberi kesenangan, kegembiraan, dan kenikmatan kepada anak-anak.
2.      Sastra dapat mengembangkan imajinasi anak-anak dan membantu mereka
mempertimbangkan dan memikirkan alam, insan, pengalaman, atau gagasan dengan/dalam
berbagai cara.
3.   Sastra dapat memberikan pengalaman-pengalaman aneh yang seolah-olah dialami sendiri oleh
sang anak.
4.      Sastra dapat mengembangkan wawasan sang anak menjadi perilaku insani.
5.  Sastra dapat menyajikan serta memperkenalkan kesemestaan pengalaman atau unuversalia
pengalaman kepada sang anak. Huck, Hepler & Hickman 1987 : 6-10  ( Tarigan, H., G., 1995
: 8 ).
6.    Sastra merupakan sumber utama bagi penerusan atau penyebaran warisan sastra kita dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Norton 1988 : 5 ( Tarigan, H., G., 1995 : 8 ).

1.    Membaca Sastra


Menurut Tarigan suatu karya sastra dapat dikatakan indah apabila baik dari
segi bentuknya maupun dari segi isinya terdapat keserasian,keharmonisan yang
satu dengan yang lainnya. Apabila seseorang dapat mengerti seluk-beluk bahasa
dalam suatu karya sastra maka seakin mudah dia memahami isinya serta menikmati
keindahannya.
A.   Norma-norma Karya Sastra
Agar suatu karya itu dapat dikatakan indah maka haruslah mematuhi norma-
norma yang ada antara lain:
1). Norma-norma kritis
Norma ini merupakan norma yang digunakan untuk membuktikan bahwa karya
sastra itu mempunyai norma atau standar-standar tertentu yang dapat digunakan
untuk menyaksikan bahwa ide-ide yang digunakan dalam karya sastra itu bukanlah
ide yang merugikan.
2). Norma-norma estetis
      Apresiasi terhadap suatu karya sastra bukan saja sikap intelek manusia saja
tetapi juga spirit serta emosi diri sendiri atau norma-norma tersebut dapat membantu
kita dalam menentukan kualitas-kualitas yang membuatnya menjadi suatu karya
sastra yang bermanfaat serta dapat menarik perhatian.
      Suatu karya sastra dikatakan dapat memenuhi tuntutan estetis kalau karya
sastra itu:
a). Karya itu dapat menghidupkan ilmu pengetahuan kita.
b). Karya itu dapat membuat kita dapat hidup lebih lama dan kaya akan pengetahuan.
c). Karya itu membaca kita untuk lebih akrab dengan kebudayaan.

3). Norma-norma sastra


      Karya-karya kreatif agung dunia mengandung kualitas tertentu. Suatu karya
kreatif dapat dianggap dan diakui sebagai suatu karya seni kalau:
a). Karya itu membuat kita merealisasi beberapa kebenaran mengenai dunia sekitar
kita.
b). Karya itu bebas dan tidak terikat pada waktu dan tempat.
c). Karya itu memberikan sumbangan pada kenikmatan kita.
d). Karya itu merupakan suatu yang indah.
4). Norma-norma moral
      Suatu karya menampilkan tokoh yang bermoral sangat menusuk hati dan
menyerang kesopanan manusia yang normal, maka karya itu tidak berhak masuk
pada pandangan dan fisik kita.

B.   Bahasa Indah dan Bahasa Sastra


Perbedaan antara bahasa ilmiah dengan bahasa sastra adalah:
a ilmiah            : Bahasa yang pada umunya bersifat denotatif, biasanya digunakan untuk laporan-
laporan penelitian, dalam bidang kimia  dan fisika , karena itu merupakan fakta,
bukan perasaan.
a sastra            : Bahasa yang pada umumnya bersifat konotatif , biasanya terdapat pada cerpen,
puisi dan pidato karena tulisan-tulisan seperti itu biasanya mengharapkan hal-hal
yang berhubungan dengan emosi.

C.   Gaya Bahasa


Gaya bahasa yang terdapat dalam suatu karya sastra mencakup tiga hal
yaitu:
1). Gaya bahasa yang sama-sama membuat komperasi atau pertandingan tetapi
dengan cara berbeda.
      a). Jenis gaya bahasa yang pertandingannya paling singkat ,padat dan tersusun
rapi.
      Contoh:
                        Jinak-jinak merpati
                        Memburu untung
                        Ditimpa celaka
            Gaya bahasa kesamaan adalah suatu komperasi antara dua hal yang pada
dasarnya tidak sama, mungkin saja secara menyolok sama dalam beberapa hal,
yang menjelaskan maksud utama penulis.
      Contoh:
      Pendiam
      Mereka terlihat bak batu negeri yang tandus
      Pendek
      Para gembala sadeni adalah orang-orang yang asli
2). Hubungan
            Sinekdone dan metonomia merupakan gaya bahasa yang saling berhubungan.
Sinekdone memberi nama pada suatu bagian apabila yang dimaksud adalah
keseluruhan. Metonomia adalah keseluruhan pengganti sebagian.
      Contoh:
                        Berjuta-juta
                        Tangan-tangan
                        ABRI
3). Pernyataan
      Pernyataan mencakup tiga bagian:
a). Pernyataan yang berlebihan (hiperbola)
                  Gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebihan dengan
maksud memberikan penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk
memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruh.
b). Di kecilkan (litotes)
                  Gaya bahasa yang mengandung pertanyaan yang dikecilkan, dikarangkan
dari pernyataan sebenarnya.
      Contoh:
      H.B. jasin bukan kritikus jalanan
      Mohamed Ali bukanlah petinju yang jelek
c). Ironi
                  gaya Bahasa yang mengaplikasikan sesuatu yang berbeda bahkan ada
yang bertentangan dari hal yang sebenarnya.

2.    Standar kesastraan


Standar kesastraan menurut Tarigan
      Pemilihan kata dalam suatu karya memang merupakan hal yang sangat penting.
Pilihan kata yang tepat, dapat mendorong pembaca untuk berfikir kontruktif, sebagai
seniman yang kreatif maka pengarang sangat sensitive terhadap kekuatan dan
keindahan kata-kata. Kesastraan dapat diklarifikasikan dalam berbagai cara yaitu:
a.    Puisi atau prosa
b.    Fakta atau fiksi
c.    Klasik modern
d.    Subjek dan objektif
e.    Eksposisi dan normative
Adapun kemungkinan seseorang kritikus sastra menyanjung dan menghidupkan
suatu buku. Kalau sebuah buku dapat diresensi jelek dari kritikus maka harapanpun
akan pudar. Tetapi kalau pendapat resensi yang baik dari kritikus,maka hakikinya
pun akan melonjak tinggi pula.

3.    Resensi Buku


Resensi kritis menurut Tarigan
      Agar dapat informasi mengenai apa yang difikirkan serta apa yang dituliskan
oleh pengarang dalam kehidupan, maka seseorang dapat membaca melalui resensi
kritis mengenai fiksi maupun nonfiksi. Membaca resensi kritis akan dapat membantu
kita untuk mempelajari secara cepat standar-standar sastra yang bermutu tinggi.
     

Kegunaan resensi kritis.


a.    Mengetengahkan komentar-komentar mengenai kesegaran eksposis atau cerita,
memberikan pertimbangan serta penilaian betapa baiknya tugas itu dilaksanakan,
dipandang dari segi maksud dan tujuan sang pengarang.
b.    Mengutamakan komentar-komentar mengenai gaya, bentuk serta nilai dan manfaat
kesastraan umum.
c.    Memberikan suatu rangkuman pandangan, pendirian, atau point of
d.    Mengemukakan fakta-fakta untuk menunjang pertimbangan da penilaiannya serta
analisis isi dengan jalan mengutip atau menunjukan secara langsung pada halaman-
halaman tertentu dalam buku atau artikel-artikel.

4.    Fiksi dan Nonfiksi


A.   Fiksi
Menurut Tarigan
            Pengertian fiksi adalah suatu istilah yang digunakan untuk memberikan
uraian yang bersifat historis dari uraian yang bersifat historis. Dengan penunjuk
khusus dan penekanan pada segi sastra.
            Tujuan dari penulisan fiksi adalah untuk membuat para pembaca kritis dan
cermat serta teliti terhadap bagian-bagian pengalaman manusia yang terpilih dan
terkontrol, sehingga dia dapat menemukan ide dan perasaan yang dimiliki oleh sang
pengenal kehidupan pada umumnya, menentukan serta faham yang dapat disebut
sebagai “visi” sang penulis.
            Dalam cerita fiksi perlu diperhatikan prinsip-prinsip teknis:
a.    Permulaan dan eksposisis
b.    Pemberian dan latar
c.    Suasana
Dari segi cara pembuatan fiksi, hal yang perlu diperhatikan adalah:
a.    Kemampuan penelitian menyaring
b.    Focus pusat
c.    Sudut pandang
d.    Gaya
e.    Eksposisi, awal, penjelasan
f.     Gerakan
g.    Konflik dan pertentangan
Jenis-jenis fiksi, cara mengklarifikasikannya adalah:
a.    Berdasarkan bentuk
Fiksi dapat dibagi kepada empat golongan:
         Roman
         Cerita pendek
         Novel
         Cerita yang lebih pendek lagi
b.    Berdasarkan isi
Fiksi dapat dibagi atas delapan jenis:
         Imperasional
         Romantic
         Sosialisasi
         Naturalis
         Ekspresional
         Simbolisme
         Realism

B.   Nonfiksi
Nonfiksi adalah cerita atau kisah dimana kemungkinan mengandung bagian-
bagian yang justru berlebih-lebihan, karena pandangan yang berat sebelah.

5.    Membaca Novel


Menurut Harjasujana
      Yang dimaksud dengan membaca novel adalah suatu kisah yang terjadi pada
tempat tertentu, dimana pada tokoh di dalam sebuah novel sesuai dengan pola
lingkungan yang telah ditentukan.

Tujuan membaca novel:


a.    Untuk melukiskan tempat orang yang berperan.
b.    Untuk menunjukan kepada anda keadaan para pelaku sebagaimana tempat dalam
suasana perorangan dan suasana yang saling berhubungan.
Langkah-langkah membaca novel:
a.    Mengamati pelaku
Dalam novel selalu ada pelaku, setiap pelaku merupakan individu yang
mempunyai kepribadian yang khusus. Jika kita mengamati dengan seksama, maka
dapat memahami tujuan yang disampaikan oleh si pengarang.
b.    Menyadap
Menyadap dalam pengertian membaca novel adalah menampung atau
mendengarkan pembicaraan secara diam-diam setiap pembaca mesti melakukan
penyadapan terhadap novel yang dibacanya.
c.    Memperhatikan adegan cerita
Tidak semua atau tidak seorangpun dapat mengingat semua yang disajikan
dalam sebuah novel. Karena kesan umum biasanya lebih menarik daripada efek
yang diberikan oleh detail yang sangat terperinci. Namun tidak berate perincian
sebuah novel tidak penting.
d.    Menyadari interprestasi simbolik
Diantara novel yang tergolong baik ada yang memerlukan interpemetaforis
agar pembaca memahami dengan baik. Tidak sedikit novel yang memerlukan
pengetahuan tentang berbagai hasil penelitian yang dapat memberikan petunjuk
untuk memahami maknanya.
e.    Membaca ulang novel
Sehabis membaca novel masih ada yang perlu dilakukan yakni membaca
ulang sebuah novel yang berjam-jam lamanya. Dengan membaca kembali novel itu
pembaca mendapat kesempatan melihat buku itu lewat sorotan yang mungkin
sangat berbeda.

Kirimkan Ini lewat Email

A. Membaca

1.Pengertian Membaca

Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk

memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa

tulis (Tarigan, 1979:7).

Membaca pada hakikatnya adalah suatu kegiatan yang melibatkan banyak hal, tidak

hanya sekedar melafalkan tulisan tetapi juga melibatkanaktivitas visual, berpikir,

psikolinguistik, dan metakognitif (Djuanda, 2008:112).

2. Tujuan Membaca

Secara umum tujuan membaca menurut Akhadiah (dalam Djuanda, 2008) adalah

sebagai berikut:

a. Salah satu tujuan membaca ialah untuk mendapatkan informasi. Informasi yang dimaksud di

sini mencakup informasi tentang fakta dan kejadian sehari-hari sampai informasi tentang
teori serta penemuan ilmiah yang canggih.Tujuan ini terkait dengan keinginan pembaca untuk

mengembangkan diri.

b. Meningkatkan citra diri. Pembaca seperti ini mungkin membaca penulis kenamaan bukan

karena berminat pada karya sastra tersebut tetapi lebih pada tujuan meningkatkan gengsinya.

Kegiatan membaca bagi orang seperti ini sama sekali bukan merupakan kebiasaan, hanya

sesekali saja.

c. Melepaskan diri dari kenyataan. Pada saat seseorang merasa jenuh, sedih, atau putus asa,

mereka berusaha untuk mencari hiburan. Dengan demikian, membaca merupakan sublimasi

atau penyaluran yang positif. apalagi jika yang dibacanya bacaan yang bermanfaat.

d. Membaca untuk tujuan rekreatif. Seseorang membaca untuk tujuan kesenangan atau

hiburan.Tentu saja bacaan yang dipilih untuk tujuan ini bacaan ringan yang disenanginya.

e. Mencari nilai-nilai keindahan atau pengalaman estetis. Tujuan inilah yang paling

tinggi.Biasanya buku-buku yang dipilih untuk tujuan membaca seperti ini buku yang bernilai

sastra.

3. Teknik Membaca

a. Membaca nyaring

Membaca nyaring adalah suatu aktivitas/kegiatan yang merupakan alat bagi guru, murid,

ataupun pembaca bersama-sama dengan orang lain atau pendengar untuk menangkap serta

memahami informasi, pikiran, dan perasaan seseorang pengarang (Tarigan, 1979)

b. Membaca dalam hati

Membaca dalam hati melibatkan pengaktifan mata dan ingatan.Tujuannya adalah untuk

memperoleh informasi. Membaca dalam hati meliputi: (1) Membaca ekstensif, artinya

membaca secara luas, meliputi sebanyak mungkin teks dalam waktu yang singkat, (2)

membaca intensif, adalah studi schemata, telaah teliti, dan penanganan terperinci yang

dilaksanakan di dalam kelas kira-kira dua sampai empat halaman setiap hari (Tarigan. 1979).
B. Sastra Anak

1. Pengertian Sastra Anak

Pengertian sastra anak sebaenarnya tidak terlalu berbeda dengan sastra orang

dewasa.Keduanya sama-sama berada pada wilayah sastra yang mencakup kehidupan dengan

segala perasaan, pikiran dan wawasan kehidupan, yang berbeda hanya fokusnya saja

(Djuanda, 2008:254).

Sebagaimana dinyatakan oleh Stewig (dalam Supriyadi, 2006) bahwa pengertian

sastra anak sulit didefinisikan, karena sastra anak sabgat bervariasi, baik dari segi

genre/kategori (fiksi, biografi, puisi, cerita rakyat, dll.), format, dan masalah pokok/topic

(missal tentang persahabatan).Sastra orang dewasa juga dapat digunakan sebagai sastra anak

untuk menanamkan moral, kepercayaan agama, dan hal positif lainnya (Supriyadi, 2006).

Seperti halnya sastra orang dewasa, sastra anak juga sama jenisnya, yakni: prosa

(dongeng, cerita bergambar, cerita pendek, dll.), puisi, dan drama.

2. Manfaat Sastra Anak

Ada beberapa manfaat sastra untuk anak, diantaranya menimbulkan kesenangan yang

berimplikasi pada pengembangan kemampuan imajinatif, mendapatkan pengalaman dan

pemahaman baru tentang berbagai hal. Melalui sastra, perkembangan bahasa anak dapat

berkembang lebih cepat, anak dapat mengembangkan kemampuan lintas kurikulum,

maksudnya dengan membaca sastra, anak dapat mempelajari bidang studi, termasuk bahasa,

pengetahuan sosial budaya, sains, dan kewarganegaraan.

Djuanda (2008) mengungkapkan bahwa nilai pendidikan yang dapat diserap anak-

anak dari bacaan sastra: (1) membantu perkembangan bahasa, (2) mengembangkan

kemampuan membaca, (3) mengembangkan kepekaan terhadap cerita, (4)meningkatkan

kelancaran membaca, dan (5) meningkatkan kemampuan menulis.


C. Tujuan Pembelajaran Bahasa dan Sastra di SD
Diungkapkan dalan Kurikulum Berbasis Kompetensi (Depdiknas dalam Djuanda,

2006) bahwa dalam kegiatan pembelajaran di kelas, siswa harus dilatih lebih banyak

menggunakan bahasa ubtuk berkomukikasi, bukan dituntut lebih banyak menguasai tentang

bahasa.Sedangkan pengajaran sastra ditujukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam

menikmati, menghayati, dan memahami karya sastra.

Huck dkk. (dalam Djuanda, 2006) berpendapat bahwa pembelajaran sastra di SD

harus memberipengalaman pada murid yang akan berkontribusi pada empat tujuan, yakni (1)

menumbuhkan kesenangan pada buku, (2) menginterpretasi bacaan sastra, (3)

mengembangkan kesadaran bersastra, (4) mengembangkan apresiasi.

D. Kaitan Membaca dengan Sastra Anak

Seperti dikemukakan pada sub bab sebelumnya, sastra dapat berfungsi memberikan

kesenangan dan juga mendidik. Dengan kesenangan yang dimiliki anak-anak terhadap sastra

sangat dimungkinkan kemampuan membaca anak akan lebih meningkat. Selanjutnya

membaca sastra dapat mengembangkan anak dalam berpikir naratif, karena banyak sastra

yang berbentuk cerita naratif.

Rofiudin (1999) menyatakan banyak penelitian mengenai pembelajaran membaca

dengan menggunakan karya sastra.Ditemukan bahwa anak-anak memperoleh nilai yang lebih

tinggi dalam kosa kata dan pemahaman membaca dibandingkan dengan anak-anak yang

memperoleh pembelajaran membaca yang tidak menggunakan karya sastra.

E. Pemilihan Bahan Sastra untuk Pembelajaran Bahasa di SD

Buku sastra anak tidak dibatasi oleh siapa pengarangnya, anak-anak atau

dewasa.Dengan demikian orang dewasa atau guru dapat memilah-milah buku sastra untuk
anak bukan mengacu pada siapa pengarangnya, melainkan pada isi sastra itu sendiri.Jadi

bekal yang wajibdiketahui bila mengevaluasi buku sastra anak-anak adalah seperangkat nilai

ekstrinsik dan intrinsik sastra yang sesuai dengan kemampuan melihat dan memahami dunia

anak-anak (Djuanda, 2006).

Tugas guru dan orang tua atau pustakawan dalam memilih buku sastra anak adalah

melakukan penelitian lebih rinci terhadap unsur-unsur yang lazimada dalam setiap bacaan

cerita (fiksi). Unsure-unsur itu meliputi (1) alur, (2) latar, (3) tema, (4) tokoh, (5) gaya,(6)

sudut pandang, dan (7) format buku cerita (Huck dalam Djuanda, 2006).

1. Alur

Buku sastra anak memerlukan alur yang rapi yang saling berkaitan, yang membuat anak

penasaran untuk terus membacanya sampai akhir.

2. Latar Cerita

Dalam cerita biasanya terjadi pada masa lalu, masa sekarang, ataupun masa yang akan dating.

Latar tempat berkaitan dengan lokasi geografis cerita terjadi.Latar juga harus dapat

menceritakan suasana yang mampu makna tertentu dan menggerakkan emosi pembaca.

3. Tema Cerita

Buku sastra untuk anak sebaiknya memiliki tema yang mengandung nilai-nilai moral yang

positif, misalnya kejujuran, kasih saying, keadilan, persahabatan, ketaqwaan, dan sebagainya

yang dapat memberikan nilai positif bagi kepribadian anak.

4. Tokoh Cerita

Kebanyakan anak-anak menyukai tokoh-tokoh yang memiliki sifat berani, cerdik, baik, dan

kepahlawanan.

5. Gaya Cerita

Dalam karya fiksi, gayaadalahg cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan

menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan
suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca (Aminudin dalam

Djuanda, 2006)

Gaya cerita hendaknya mencerminkan cerita dan latar belakang tokoh dengan bahasa yang

tepat yang mampu menarik perhatian anak sebagai pembaca.

6. Sudut Pandang

Sudut pandang orang ketiga biasanya lebih disukai anak-anak, karena pengarang bisa leluasa

mengeksploitasi apa saja yang menjadi obsesi kepengarangannya. Sedangkan suidut pandang

orang pertama yang mengguknakan tokoh ‘aku’, sering membuat anak-anak kurang puas,

karena jangkauan pengarang dalam bercerita menjadi terbatas (Huck dalam Djuanda, 2006).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Membaca adalah proses yang dilakukan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang

disampaikan oleh penulis melalui /bahasa tulis.

Pembelajaran memmbaca dengan menggunakan karya sastra dapat menimbulkan

kesenangan pada anak yang berimplikasi pada peningkatan kemampuan membaca dan

pemikiran yang naratif dan imajinatif.Seperti yang dinyatakan oleh Rofiudin (1999), banyak

penelitian mengenai pembelajaran membaca menggunakan karya sastra, ditemukan bahwa

anak-anak memperoleh nilai yang lebih tinggi dalam kosa kata dan pemahaman membaca

dibandingkan dengan anak-anak yang memperoleh pembelajaran membaca yang tidak

berdasarkan karya sastra.

Pemilihan buku sastra untuk anak tidak terpaku pada siapa pengarangnya, melainkan

pada isi sastranya, nilai ekstrinsik dan intrinsic yang sesuai dengan kemampuan melihat dann

memahami dunia anak.

B. Saran

Kebanyakan anak-anak menyukai sastra, dengan alasan ini, pembelajaran membaca

dapat dilakukan dengan menggunakan karya sastra agar minat baca dan kemampuan

membaca anak meningkat.Oleh karenanya, pembelajaran haruslah berlangsung

menyenangkan, jangan sampai menjadi beban bagi anak-anak.

Buku adalah gudangnya ilmu, maka orang dewasa atau pun guru sebaiknya

membiasakan anak untuk membaca sejak dini, dengan bacaan-bacaan yang disukainya (buku

sastra).Bila minat baca anak meningkat, dan mulai terbiasa membaca sebagai suatu

kesenangan, maka setidaknya telah membangun budaya membaca kepada mereka sebagai

tunas bangsa.
APRESIASI SASTRA
April 4, 2014 idi.darma Leave a comment

1.      Pengertian Apresiasi Sastra

Istilah apresiasi berasal dari bahasa Latin apreciatio yang berarti “mengindahkan” atau
“menghargai”. Konteks yang lebih luas dalam istilah apresiasi menurut Gove mengandung
makna (1) pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin dan (2) pemahaman dan
pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang. Pendapat lain, Squire
dan Taba menyimpulkan bahwa apresiasi sebagai suatu proses yang melibatkan tiga unsur
inti, yaitu (1) aspek kognitif, (2) aspek emotif, dan (3) aspek evaluatif.

Aspek kognitif berkaitan dengan keterlibatan intelek pembaca dalam upaya memahami
unsur-unsur kesastraan yang bersifat objektif. Unsur-unsur kesastraan yang bersifat objektif
tersebut selain dapat berhubungan dengan unsur-unsur yang secara internal terkandung dalam
suatu teks sastra atau unsur intrinsik, juga dapat berkaitan dengan unsur-unsur di luar teks
sastra itu sendiri atau unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik sastra yang bersifat objektif itu
misalnya tulisan serta aspek bahasa dan struktur wacana dalam hubungannya dengan
kehadiran makna yang tersurat. Sedangkan unsur ekstrinsik antara lain berupa biografi
pengarang, latar proses kreatif penciptaan maupun latar sosial-budaya yang menunjang
kehadiran teks sastra.

Aspek emotif berkaitan dengan keterlibatan unsur emosi pembicara dalam upaya menghayati
unsur-unsur keindahan dalam teks sastra yang dibaca. Selain itu, unsur emosi juga sangat
berperanan dalam upaya memahami unsur-unsur yang bersifat subjektif. Unsur subjektif itu
dapat berupa bahasa paparan yang mengandung ketaksaan makna atau yang bersifat
konotatif-interpretatif serta dapat pula berupa unsur-unsur signifikan tertentu, misalnya
penampilan tokoh dan setting yang bersifat metaforis.

Aspek evaluatif berhubungan dengan kegiatan memberikan penilaian terhadap baik-buruk,


indah tidak indah, sesuai tidak sesuai serta sejumlah ragam penilaian lain yang tidak harus
hadir dalam sebuah karya kritik, tetapi secara personal cukup dimiliki oleh pembaca. Dengan
kata lain, keterlibatan unsur penilaian dalam hal ini masih bersifat umum sehingga setiap
apresiator yang telah mampu meresponsi teks sastra yang dibaca sampai pada tahapan
pemahaman dan penghayatan, sekaligus juga mampu melaksanakan penilaian.

Sejalan dengan rumusan pengertian apresiasi di atas, S. Effendi mengungkapkan bahwa


apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli karya sastra secara sungguh-sungguh sehingga
menumbuhkan pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang
baik terhadap karya sastra. Dari pendapat itu juga dapat disimpulkan bahwa kegiatan
apresiasi dapat tumbuh dengan baik apabila pembaca mampu menumbuhkan rasa akrab
dengan teks sastra yang diapresiasinya, menumbuhkan sikap sungguh-sungguh serta
melaksanakan kegiatan apresiasi itu sebagai bagian dari hidupnya, sebagai suatu kebutuhan
yang mampu memuaskan ruhaniahnya.

2.      Kegiatan Langsung dan Kegiatan Tidak Langsung  dalam Mengapresiasi Sastra
Apresiasi sastra sebenarnya bukan merupakan konsep abstrak yang tidak pernah terwujud
dalam tingkah laku, melainkan merupakan pengertian yang di dalamnya menyiratkan adanya
suatu kegiatan yang harus terwujud secara konkret. Perilaku tersebut dalam hal ini dapat
dibedakan antara perilaku kegiatan secara langsung dan kegiatan perilaku secara tidak
langsung.

Apresiasi sastra secara langsung adalah kegiatan membaca atau menikmati cipta sastra
berupa teks maupun performansi secara langsung. Kegiatan membaca suatu teks sastra secara
langsung dapat terwujud dalam perilaku membaca, memahami, menikmati, serta
mengevaluasi teks sastra, baik yang berupa cerpen, novel, roman, naskah drama, maupun teks
sastra berupa puisi.

Kegiatan langsung yang terwujud dalam kegiatan mengapresiasi sastra pada performansi,
misalnya saat Anda melihat, mengenal, memahami, menikmati, ataupun memberikan
penilaian pada kegiatan membaca puisi, cerpen, pementasan drama, baik di radio, televisi,
maupun pementasan di panggung terbuka. Kedua bentuk kegiatan itu dalam hal ini perlu
dilaksanakan secara sungguh-sungguh, berulang kali, sehingga dapat melatih dan
mengembangkan kepekaan pikiran dan perasaan dalam rangka mengapresiasi suatu cipta
sastra, baik yang dipaparkan lewat media tulisan, lisan, maupun visual.

Kegiatan apresiasi sastra secara tidak langsung dapat ditempuh dengan cara mempelajari teori
sastra, membaca artikel yang berhubungan dengan kesastraan, baik di majalah maupun koran,
mempelajari buku-buku maupun esai yang membahas dan memberikan penilaian terhadap
suatu karya sastra serta mempelajari sejarah sastra. Kegiatan itu disebut sebagai kegiatan
apresiasi secara tidak langsung karena kegiatan tersebut nilai akhirnya bukan hanya
mengembangkan pengetahuan seseorang tentang sastra, melainkan juga akan meningkatkan
kemampuan dalam rangka mengapresiasi suatu cipta sastra.

Dengan demikian, kegiatan apresiasi sastra secara tidak langsung itu pada gilirannya akan
ikut berperan dalam mengembangkan kemampuan apresiasi sastra jika bahan bacaan tentang
sastra yang telah ditelaahnya itu memiliki relevansi dengan kegiatan apresiasi sastra.
Misalnya membaca masalah minat baca sastra murid, kemampuan apresiasi sastra masyarakat
Indonesia atau mungkin artikel tentang pengajaran sastra di sekolah. Meskipun pembahasan
itu sangat penting untuk mengembangkan kemampuan dan pengetahuan, pembahasan itu
sedikit sekali peranannya atau bahkan tidak berperan dalam mengembangkan kemampuan
apresiasi. Dalam hal demikian, pembaca tidak melaksanakan kegiatan apresiasi secara
langsung maupun tidak langsung.

3.      Bekal Awal Mengapresiasi Sastra

Menurut pendapat E.E. Kellet pada saat membaca karya sastra selalu berusaha menciptakan
sikap serius, tetapi dengan suasana batin riang. Penumbuhan sikap serius dalam membaca
cipta sastra itu terjadi karena sastra lahir dari daya kontemplasi batin pengarang sehingga
untuk memahaminya juga membutuhkan pemilikan daya kontemplatif pembacanya.
Sementara pada sisi lain, sastra merupakan bagian dari seni yang berusaha menampilkan
nilai-nilai keindahan yang bersifat aktual dan imajinatif sehingga mampu memberikan
hiburan dan kepuasan rohaniah pembacanya.

Sebab itu tidak berlebihan jika Boulton mengungkapkan bahwa cipta sastra, selain
menyajikan nilai-nilai keindahan serta paparan peristiwa yang mampu memberikan kepuasan
batin pembacanya, juga mengandung pandangan yang berhubungan dengan renungan atau
kontemplasi batin, baik berhubungan dengan masalah keagamaan, filsafat, politik, maupun
berbagai macamproblema yang berhubungan dengan kompleksitas hidup. Kandungan makna
yang begitu kompleks serta berbagai macam nilai keindahan tersebut dalam hal ini akan
mewujudkan atau tergambar lewat media kebahasaan, media tulisan, dan struktur wacana.

Sastra, dengan demikian sebagai salah satu cabang seni sebagai bacaan. Sastra tidak cukup
dipahami lewat analisis kebahasaannya, melalui studi yang disebut text grammar atau text
linguistics, tetapi juga harus melalui studi khusus yang berhubungan dengan literary text
karena teks sastra bagaimanapun memiliki ciri-ciri khusus teks sastra itu salah satunya
ditandai oleh adanya unsur-unsur intrinsik karya sastra yang berbeda dengan unsur-unsur
yang membangun bahan bacaan lainnya.

Berdasarkan keseluruhan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa cipta sastra sebenarnya
mengandung berbagai macam unsur yang sangat kompleks, antara lain:

1. unsur keindahan,
2. unsur kontemplatif yang berhubungan dengan nilai-nilai atau renungan tentang
keagamaan, filsafat, politik, serta berbagai macam kompleksitas permasalahan
kehidupan,
3. media pemaparan, baik berupa media kebahasaan maupun struktur wacana,
4. unsur-unsur intrinsik yang berhubungan dengan ciri karakteristik cipta sastra itu
sendiri sebagai suatu teks.

Sejalan dengan kandungan keempat aspek di atas, mengimplikasikan bahwa untuk


mengapresiasi cipta sastra, pembaca pada dasarnya dipersaayaratkan memiliki bekal-bekal
tertentu. Bekal awal yang harus dimiliki seorang calon apresiator antara lain:

1. kepekaan emosi atau perasaan sehingga pembaca mampu memahami dan menikmati
unsur-unsur keindahan yang terdapat dalam cipta sastra,
2. pemilikan pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan dengan masalah
kehidupan ini secara intensif-kontemplatif  maupun dengan membaca buku-buku yang
berhubungan dengan masalah humanitas, misalnya buku filsafat dan psikologi,
3. pemahaman terhadap aspek kebahasaan, dan
4. pemahaman terhadap unsur-unsur intrinsik cipta sastra yang akan berhubungan
dengan telaah teori sastra.

Kemampuan untuk mengapresiasi cipta sastra seseorang harus secara terus menerus
menggauli karya sastra. Pemilikan bekal pengetahuan dan pengalaman dapat diibaratkan
sebagai pemilikan pisau bedah, sedangkan kegiatan menggauli cipta sastra itu sebagai
kegiatan pengasahan sehingga pisau itu menjadi tajam dan semakin tajam, yakni jika
pembaca itu semakin sering dan akrab dengan kegiatan membaca sastra.

Lebih lanjut, seperti telah disinggung di depan, kepekaan emosi dan perasaan itu bukan hanya
berhubungan dengan kegiatan penghayatan dan pemahaman nilai-nilai keindahan, melainkan
juga berhubungan dengan usaha pemahaman kandungan makna dalam cipta sastra yang
umumya bersifat konotatif. Konotasi makna dalam cipta sastra itu terjadi karena kata-kata
dalam cipta sastra itu terwujud dalam endapan pengalaman, daya emosional, maupun daya
intelektual pengarangnya selain itu juga telah mengalami pemadatan. Sebab itulah dalam
kegiatan apresiasi sastra, Brooks membedakan adanya dua level, yakni level objektif yang
berhubungan dengan respons intelektual, dan level subjektif yang berhubungan dengan
respons emosional.

Ini 6 Contoh Soal UN Bahasa Indonesia


Terkait Wacana Sastra!
November 11, 2016 Bahasa Indonesia

Di dalam UN mata pelajaran bahasa Indonesia tentunya ada beberapa soal berjenis wacana
sastra. Ada yang berupa kutipan prosa hingga puisi. Oleh sebab itu, Quipperian harus siap
sedia menghadapi jenis-jenis soal seperti itu.

Kali ini, Quiper Video Blog akan memberikan beberapa jenis contoh soal wacana dan bacaan
sastra. Harapannya agar kamu dapat menghadapi berbagai jenis soal UN bahasa Indonesia
dengan siap dan percaya diri. Dengan kesiapan diri yang mantap, pastinya kamu bisa meraih
nilai maksimal untuk UN bahasa Indonesia nantinya.

Biasanya, untuk tipe soal sastra akan memiliki satu penggalan atau kutipan paragraf untuk
beberapa soal. Hal itu dikarenakan dalam karya sastra terdapat berbagai unsur yang bisa
dikaji dan menjadi pertanyaan.

Soal Prosa
Salah satu jenis soal yang akan menghiasi UN bahasa Indonesia perihal sastra ialah soal
prosa. Soal tersebut terdapat penggalan prosa, bisa cerpen dan novel. Biasanya, kamu akan
diminta untuk mencari unsur-unsur prosa, seperti latar, penokohan atau perwatakan, hingga
amanat dalam penggalan prosa dalam soal. Berikut contoh soalnya:

1) Bacalah penggalan cerpen berikut dengan saksama!

Tatkala aku masuk sekolah Mulo, demikian fasih lidahku dalam bahasa Belanda sehingga
orang yang hanya mendengarkanku berbicara dan tidak melihat aku, mengira aku anak
Belanda. Aku pun bertambah lama bertambah percaya pula bahwa aku anak Belanda,
sungguh hari-hari ini makin ditebalkan pula oleh tingkah laku orang tuaku yang berupaya
sepenuh daya menyesuaikan diri dengan langgam lenggok orang Belanda.

“Kenang-kenangan” oleh Abdul Gani A.K

Sudut pandang pengarang yang digunakan dalam penggalan tersebut adalah:

A) Orang pertama pelaku utama

B) Orang ketiga pelaku sampingan

C) Orang ketiga pelaku utama

D) Orang pertama dan ketiga

E) Orang ketiga serbatahu

Untuk dapat menjawab soal seperti ini, kamu harus tahu perihal unsur intrinsik karya sastra.
Secara sederhana, unsur intrinsik merupakan unsur-unsur struktur dalam sebuah karya sastra.
Dalam unsur intrinsik itu terdiri dari tema, amanat, alur, penokohan atau perwatakan, latar,
dan sudut pandang.

Lalu, untuk sudut pandang memiliki pengertian sederhana sebagai kedudukan atau posisi
pengarang dalam menyampaikan cerita. Sudut pandang pada kutipan cerpen tersebut
mengambil posisi sebagai pelaku utama. Hal itu terlihat dari penggunaan kata aku sebagai
pencerita utama. Oleh sebab itu, jawaban untuk soal tersebut ialah: A.

2. Watak tokoh “aku” dalam penggalan cerita tersebut adalah:

A) Percaya diri
B) Mudah menyesuaikan diri

C) Sombong

D) Rajin berusaha

E) Mudah dipengaruhi

Soal ini menanyakan perihal watak tokoh. Sama halnya dengan sudut pandang, watak atau
perwatakan merupakan salah satu bagian dari unsur intirinsik dalam prosa. Perwatakan atau
penokohan adalah penggambaran tokoh cerita oleh pengarang.

Pada soal tersebut, perwatakan tokoh “aku” dapat terlihat dari cara tokoh tersebut bercerita.
Dalam kutipan tersebut, perwatakan tokoh “aku” dapat terlihat pada kutipan: Tatkala aku
masuk sekolah Mulo, demikian fasih lidahku dalam bahasa Belanda sehingga orang yang
hanya mendengarkanku berbicara dan tidak melihat aku, mengira aku anak Belanda.

Dari kutipan itu terlihat tokoh “aku” memiliki watak sombong karena merasa menguasai
bahasa Belanda. Oleh sebab itu, jawaban yang tepat untuk soal tersebut ialah C.

3. Amanat dalam penggalan cerpen tersebut adalah:

A) Jangan cepat menyerah pada keadaan bagaimanapun juga.

B) Jangan membuang waktu selagi masih ada waktu.

C) Sebaiknya kita menyesuaikan diri dengan keadaan.

D) Jangan lupa diri bila menguasai bahasa orang.

E) Jangan mudah dipengaruhi oleh orang lain.

Sama halnya dengan kedua soal sebelumnya, amanat termasuk ke dalam unsur intrinsik
prosa. Amanat adalah pemecahan masalah atau apa yang ingin disampaikan oleh pengarang
di dalam karya sastra.

Untuk menemukan pada kutipan cerpen tersebut, kamu harus memperhatikan unsur
perwatakan tokoh “aku”. Perwatakan tokoh tersebut ialah sombong sehingga pengarang
kemungkinan besar memberikan pesan atau amanat jangan seperti tokoh tersebut. Dengan
demikian, jawaban yang tepat ialah D.

Soal Puisi
Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra. Secara sederhana, pengertian puisi adalah
bentuk sastra yang diuraikan dengan menggunakan bahasa yang singkat dan padat serta
indah.
Dalam soal nanti, kamu akan menemukan soal berkaitan dengan puisi. Biasanya, soal-soal ini
menguji daya nalar, imajinasi, dan pemahamanmu tentang puisi. Berikut adalah beberapa
contoh soal perihal puisi:

1. Bacalah isi puisi berikut dengan saksama!

Karangan Bunga

Tiga anak kecil

Dalam langkah malu-malu

Datang ke Salemba

Sore itu

“Ini dari kami bertiga

Pita hitam dalam karangan bunga

Sebab kami ikut berduka

Bagi kakak yang ditembak mati siang tadi.”

Maksud puisi tersebut adalah:

A) Menceritakan tiga anak kecil datang

B) Menggambarkan anak kecil yang malu-malu

C) Menceritakan peristiwa sore itu

D) Menunjukkan pita hitam dalam karangan bunga

E) Menggambarkan peristiwa kedukaan

Untuk dapat menjawab soal tersebut, kamu harus memiliki imajinasi dalam memaknai tiap
kata dalam puisi tersebut. Kamu harus menemukan kata kunci yang memiliki pemaknaan
dominan dalam puisi tersebut.

Pada puisi tersebut, terdapat beberapa kata kunci yang bisa langsung memberikan maksud
utamanya. Kata kunci itu ialah “Pita hitam”, “berduka”, dan “ditembak mati”. Ketiga kata
kunci itu menggambarkan suatu peristiwa kedukaan. Dengan begitu, jawaban yang tepat atas
soal tersebut ialah E.

2. Makna lambang kata “pita hitam” dalam puisi tersebut adalah tanda:

A) Bersedih

B) Berduka
C) Berdoa

D) Bermohon

E) Berharap

Soal seperti ini biasanya memiliki kesinambungan dengan soal sebelumnya. Seperti yang
sudah dibahas sebelumnya, pada tiap puisi terdapat kata kunci yang menjadi acuan makna.
Pada puisi tersebut, kata “pita hitam” merupakan salah satu kata kuncinya.

Konteks makna “pita hitam” bukan berada pada tataran makna sebenarnya, yakni pita
berwarna hitam. Konteks maknanya lebih mengacu kepada makna konotatif, yakni makna
kias atau bukan makna sebenarnya.

Kata tersebut memiliki makna berduka karena kemunculan kata tersebut setelah kata kunci
“berduka” dan sebelum kata “ditembak mati”. Selain itu, warna hitam kerap disandingkan
dengan pemaknaan kedukaan yang dirasakan seseorang. Dengan demikian, jawaban yang
benar ialah: B.

Contoh soal yang telah dibahas tersebut mengambil kutipan dari puisi modern. Selain puisi
modern, biasanya dalam soal UN bahasa Indonesia terdapat soal mengenai puisi lama, yakni
pantun. Berikut contoh soalnya:

3. Jika kamu membeli sukun

Beli saja di kota Blitar

Jika kamu rajin dan tekun

………………………….

Pantun yang tepat untuk melengkapi larik keempat adalah:

A) Kamu harus terus belajar

B) Pastilah menjadi pintar

C) Jangan lupa gemar belajar

D) Belum tentu menjadi pintar

E) Akan terbilang pintar

Untuk menjawab tipe soal pantun tersebut, kamu harus tahu dulu seperti apa ciri-ciri pantun.
Secara bentuknya, pantun terdiri dari empat larik yang memiliki rima akhir a-b-a-b atau
disebut rima silang. Larik pertama dan kedua disebut sampiran atau bagian objektif.
Sedangkan, larik  ketiga dan keempat dinamakan isi atau bagian subjektif.

Untuk melengkapi larik keempat, kamu harus melihat larik ketiga. Pada larik ketiga terdapat
susunan kata “jika kamu rajin dan tekun”. Susunan kata itu mengacu pada hubungan sebab
akibat, sehingga pada larik ketiga hubungan itu harus terjawab. Secara logika, ketika
seseorang rajin dan tekun maka dia akan menjadi pintar. Oleh sebab itu, jawaban yang tepat
ialah B.

Tips utama ketika berhadapan dengan soal pantun ialah kamu harus menggunakan logika
bahasamu. Ketika kamu sudah mengerti bagaimana hubungan antar larik secara logis, maka
kamu pasti sudah mengetahui jawaban yang tepat. Untuk itu, kamu harus menemukan kata
kunci dan menyesuaikan rima akhir sehingga membentuk rima silang.

Itulah beberpa contoh soal UN bahasa Indonesia terkait dengan wacana sastra. Agar kamu
lebih siap menghadapi tipe-tipe soal sastra dalam UN bahasa Indonesia, ada baiknya kamu
sering membaca berbagai macam karya sastra. Hal itu akan membuatmu dengan sendirinya
memahami wacana sastra dalam bentuk apapun.

Selain itu, kamu harus terus berlatih latihan soal. Untuk mendapatkan latihan soal yang
mantap, kamu bisa mendapatkannya di Quipper Video. Sebab, di Quipper Video, contoh soal
yang ada telah dirancang dan diramu oleh para tutor kece dan cerdas sehingga dapat
melatihmu menghadapi berbagai jenis soal yang akan muncul.

Anda mungkin juga menyukai