Menurut Spodek dan Saracho, membeca merupakan proses mendapatkan makna dari barang
cetak. Ada dua cara yang ditempuh dalam membaca untuk memperoleh makna dari barang
cetak yaitu :
1. Langsung, yakni menghubungkan ciri penanda visual dari tulisan dengan maknanya.
2. Tidak langsung, yakni mengidentifikasi bunyi dalam kata dan menghubungkannya
dengan makna.
3. Kaitan Membaca dan Sastra
Sartra berfungsi menghibur dan sekaligus mendidik, sehingga paling sedikit yang diperoleh
dari sastra yaitu memahami kebutuhan akan kepuasan pribadi dan pengembangan
kemampuan bahasa. Kepuasan pribadi anak-anak setelah membaca karya sastra sangat
penting, artinya selain mereka diminta menguasai keterampilan membaca selanjutnya karya
sastra juga berfungsi mengembangkan wawasan.
Dalam fungsi karya sastra dalam mengembangkan kemampuan berbahasa dapat disebut
sebagai nilai pendidikan. Banyak hasil pendidikan yang menunjukan keefektipan karya sastra
dalam mengembangkan kemahiran berbahasan. Misalnya: Sorolski dkk, menemukan bahwa
buku bergambar yang baik dapat merangsang peningkatan pikiran dan perasaan anak secara
lisan.
Kebewaraan adalah kemampuan membaca dan menulis dalam menunaikan tugas-tugas yang
berkaitan dengan dunia kerja dan kehidupan diluar sekolah (Tompkins, 1991:81).
Pengembangan membaca dan menulis telah diamanatkan di dalam kurikulum Pendidikan
Dasar khususnya pendiikan dasar yang diselenggarakan di SD.
Bagaimanapun, keberwacanaan adalah suatu alat atau sarana yang dipakai untuk belajar
tentang dunia dan untuk berperan penuh dalam masyarakat.
2. Awal keberwacaan
Keberwacanaan adalah proses yang dimulai sebelum pendidikan dasar berlanjut kemasa
dewasa. Keberwacanaan dilakukan pada anak berumur 5 tahun atau pada saat memasuki
taman kanak-kanak. Sebagai “persiapan” untuk pembelajaran membaca dan menulis yang
akan dimulai secara formal pada tingkat pertama.
Imflikasi dari hal ini adalah bahwa dalam perkembangan anak-anak ada saat-saat yang tepat
untuk mengajari mereka membaca. Persfektif tentang cara anak menjadi anak itulah yang
disebut awal keberwacanaan (emergency literacy).
Pada bagian awal tulisan ini dikemikakan bahwa keberwacanaan mnengacu pada kemampuan
membaca dan menulis. Terkait dengan dua kemampuan inilah fungsi sastra anak-anak dalam
pengembangan keberwacanaan dijelaskan dengan memanfaatkan informasi (Huck, 1987: 15-
16) menyimak cerita dapat memperkenalkan anak pada pola-pola bahasa dan
mengembangkan kosakata serta maknanya, peran membaca juga cukup signifikan dalam
pengembangan menulis.
Program pembelajaran sastra yang berlandaskan sastra menggunakan berbagai endekatan dan
strategi untuk membentu keterampilan berbahasa. Pembelajaran bersifat terpadu yang sudah
diterapkan dalam situasi kelas yang bagaimanapun. Jadwal membaca tiap hari dapat
digabarkan dengan cara, yaitu waktu dua jam dipandang sudah sesuai karena keterampilan
berkomunikasi dalam bidang membaca, menulis, menyimak dan berbicara diajarkan secara
terpadu.
1. Kegiatan bebas
1. Kegiatan murid-guru
Diadakan diskusi antara murid dan guru untuk menolng anak-anak yang memerlukan
peningkatan dalam hal keterampilan khusus atau pemahaman. Melalui diskusi-diskusi, murid
dengan guru dapat mengumpulkan informasi penting mengenai minat anak, sikap terhadap
kegiatan membaca dan perkembangan dalam keterampilan membaca dan keterampilan
berpikir.
1. Diskusi dapat difokuskan pada unsur-unsur bacaan, konsep atau permasalahan yang
ada dalam bacaan pengarang atau jenis karya sastra.
2. Ajukan pertanyaan-pertanyaan yang menuju pada hal-hal tertentu sehingga murid
yang bersangkutan terlihat dalam kegiatan berpikir tingkat tinggi (menganalisis,
mensintesa dan mengevaluasi).
3. Membaca nyaring bagian bacaannya dipilih sendiri oleh murid yaitu bagian yang dia
sukai.
4. Diskusi difokuskan pada proses pemilihan kegiatan, rencana untuk mengatasi
hambatan penyelesaian tugas.
5. Saran untuk kegiatan membaca selanjutnga dan petunjuk mengenai pengembangan
ketermpilan.
6. Karakteristik sastra sebagai bahan ajar kemampuan berbahasa
Sebagai bahasa ajar, sastra memiliki ciri khas yang tidak dimiliki oleh bahan bahasa ajar yang
lain, yaitu bahasa, struktur teks, isi pesan, asfek kejiwaan yang ditumbuhkembangkan dan
strategi perangkapan isi teks yang diperlikan.
Bahasa teks sastra berciri kontatif atau kiasan, dilihat dari aspek semantis yang
dikandungnya, bersifat informal bila dilihat dari segi bahasanya, banyak mengandumg majas,
dan menonjolkan ciri wacana narasi dan deskrifsi. Dilihat dari isi, teks sastra mengandung
pesan-pesan kemanusiaan, pesan-pesan ini bersifat tidak langsung.
Dilihat dari struktur teksnya, teks sastra mengandung karakter/tokoh, alur, peristiwa, setting,
dan sudut penceritaan. Aspek kejiwaan meliputi daya nalar, kepekaan emosi, daya imajinasi,
perluasan wawasan dan daya kreasi. Daya nalar ditumbuh kembangkan melalui pemahaman
dan penghayatan terhadap permasalahan kemanusiaan dan lingkungan hidup. Emosi
ditumbuh kembangkan melalui penghayatan karakter tokoh dan peristiwa-peristiwa
kehidupan. Daya imajinasi ditumbuh kembangkan melalui kegiatan berpikir asosiatif yakni
mengasasikan peristiwa yang disuguhkan dalam teks sastra yang dibacanya dengan peristiwa
sehari-hari. Daya kreasi ditumbuh kembangkan melalui kegiatan berpikir divergen (yang
diarahkan untuk menumbuh kembangkan kebersamaan dan kemampuan anak mengemukakan
pendapat), kegiatan berpikir rekreatif, dan kegiatan kreatif. Wawasan yang dimaksudkan
disini adalah berkembangnya wawasan anak yang diakibatkan oleh aktifitas belajar yang
telah dilakukannya.
Pembaca sastra memerlukan strategi baca yang berbeda dengan strategi membaca teks-teks
nonsastra, itu disebabkan oleh bahasa sastra bersifat konotatif/kias, yang berarti pesan
disajikan oleh pengarang secara terselubung. Nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra,
yaitu nilai keindahan dan nilai moral akan meresap dan berkembang dalam diri anak secara
alami.
Karya sastra dapat menolong anak-anak memahami dunia mereka, membentuk sikap-sikap
yang positif, dan menyadari hubungan dengan manusia. Lewat karya sastra anak-anak dapat
mempelajari dan memaknai dunia mereka misalnya dengan membaca karya sastra yang
melukiskan seorang anak yang sering menolong sehingga disayang oleh gurunya dan teman-
temanya, anak akan mengerti bahwa mereka harus bersukap seperti itu agar banyak yang
sayang.
Pengajaran bahasa dengan bahan ajar sastra mengajak anak untuk memahami karakteristik
bahasa sastra sebagai salah satu ragam bahasa Indonesia, dan karakteristik komunikasi sastra
sebagai salah satu bentuk komunikasi tulis bahasa Indonesia. Karakteristik komunikasi astra
antara lain:
4. Kedudukan pengajaran sastra dalam kurikulum 1994, dalam kurikulum 1994, tujuan
dibagi atas:
5. Tujuan umum pengajaran, yakni tujuan yang harus dicapai oleh pengajaran bahasa
dan sastra Indonesia.
6. Tujuan khusus pemahaman, yakni tujuan agarsiswa menguasai dan mengembangkan
kemampuan-kemampuan reseptif.
7. Tujuan khusus penggunaan, yakni tujuan agar siswa menguasai dan mengembangkan
kemampuan-kemampuan produktif.
Kemampuan apresiasi sastra tidak hanya untuk meningkatkan kemampuan apresiasi itu
sendiri, memahami dan dapat mengapresiasi karya sastra Indonesia serta dapat
mengkomunukasikan secara lisan dan tulisan. Tetapi juga pengajaran lewat sastra, pengajaran
sastra yang digunakan sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan berbahasa dan
mengembangkan kepribadian.
Menurut teori Schema, sering membaca buku dengan jumlah banyak memungkinkan anak
mengembangkan pengetahuan, selanjutnya memudahkan mereka juga dapat bervariasi
bacaannya. Mereka akan memiliki apresiasi terhadap karya sastra dan kemumgkinannya
mereka menjadi pembaca sepanjang hidupnya (North, 1989: 426). Murid-murid perlu diberi
kesempatan untuk membaca karya sastra yang mereka pilih sendiri, di samping kegiatan
membaca dengan pengarahan guru. Pendekatan-pendekatan yang dapat diterapkan antara lain
membaca dalam hati dalam waktu yang relatif lama tanpa diganggu, kelompok membaca.
1. Strategi pengembangan
Beberapa strategi pengembangan dengan teknik utama latihan yang didasarkan pada uraian
Johnson (1987) dalam Literacy Through Literature, untuk mendukung agar penerapan
strategi bisa dilakukan diperlukan buku-buku sederhana dan menarik agar anak mudah juga
tertantang membacanya. Dalam memilih dan mengembangkan latihan, peran guru adalah
menjamin tersedianya bahan, yaitu menyajikan cerita secara lisan dan melalui latihan
membimbing dan memberikan bimbingan individu pada siswa yang nerusaha menerapkan
latihan pada buku latihannya.
Teknik Cloze
1. Ringkasan Model Burgs (RBM)
RBM dikembangkan dari prosedur klos yang sudah lajim melalui dua cara; pertama siswa
belajar melalui ringkasan bukan dengan teks asli, kedua kata-kata terpilih digantikan kata
kosong awal kata, RBM juga disajikan sebagai permainan.
Tangga cerita dibciptakan dengan membuat ringkasan cerita yang bagian akhir kalimatnya
dihapus. Anak ditugaskan mengkreasikan sendiri lanjutannya tapi bukan kalimat aslinya.
Anak akan senang memprediksi cerita sebelum membaca dan merevisinya setelah membaca.
Teknik skala
Skala penilaian dikembanngkan dengan daftar pasangan kata yang berlawanan seperti,
baik/jahat, hangat/dingin, cepat/lambat dan berat/ringan. Selanjutnya anak diminta menilai
tokoh cerita dengan skala yang dibuat oleh guru. Latihan ini dapat membantu siswa yang
berekspresi dalam tulisan.
Pengajaran sastra Indonesia merupakan suatu sistem yang didalamnya mengandung beberapa
komponen, maka problematik yang ada dalam pembelajaran sastra di SD dapat bersumber
pada komponen-komponen berikut ini:
Tujuan
Siswa mampu mengenal dan mampu membedakan bentuk-bentuk puisi, prosa dan
drama.
Siswa mampu membedakan ragam bahasa sastra dan ragam bahasa lainnya.
Isi materi pelajaran
Dengan demikian apabila peran guru dan penilaian isi materi pelajaran itu menyediakan
bacaan yang bermutu, memberi kebenasan kepada anak untuk memilih bacaan yang
disukainya.
Guru
Guru memiliki peran yang sangat penting dalam keseluruhan proses pengajaran satra di kelas,
guru dituntut mempu melaksanakan tugasnya secara propesional. Guru harus memiliki 10
kopetensi yaitu:
Siswa
Siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam pembelajaran sastra. Dalam
pengajaran siswa di SD, problem yang berkaitan dengan siswa yang dapat di identifikasi
antara lain motivasi minat belajar sastra, serta lingkungan belajar siswa. Timbulnya motivasi
dan minat siswa belajar yang rendah tidak terlepas dari faktor lingkungan siswa, karena
lingkungan merupakan sarana yang sangat mempengaruhi dalam belajar sastra. Tujuan utama
pengajaran sastra hendaknya memberikan kesempatan pada siswa untuk memperoleh
pengalaman bersastra baik secara reseptif maupun secara produktif. Siswa juga diberi
pengetahuan tentang lukisan, lagu, melukis, selanjutnya bersastra.
Kean & Personke (1976:341) mengarahkan bahwa sebaiknya disekolah dasar, sastra jangan
dipandang sebagai suatu subjek yang harus di ajak terapi sebagai suatu wahana untuk
mendapatkan pengalaman, yang menyenangkan, menyedihkan, lucu, menakutkan dan
lainnya. Dalam kegiatan belajar ada 2 pendekatan; pertama bertitik tolak pada pandangan
bahwa sastra mempunyai kedudukan yang sama dengan bidang study yang lainnya; kedua
bertitik tolak pada pandangan bahwa sastra sebagai suatu yang kehadirannya untuk dinikmati
dan memberikan kesenangan. Karena kedua pendekatan itu bertentangan untuk itu yang lebih
sesuai adalah menggabungkan kedua pendekatan tersebut karena muara terakhir pengajaran
sastra adalah terbunanya apresiasi & kegemaran terhadap sastra yang disadari oleh
pengetahuan sastra dan keterampilan bersastra.
Sarana dan prasarana merupakan komponen pengajaran yang tak kalah penting. Perpustakaan
dan kelengkapan koleksi buku-buku sastra sangat menunjang kelancaran pengajaran sastra.
Demikian pula media dan alat-alat pengajaran yang lengkap sangat menentukan keberhasilan
pembelajaran sastra. Problem yang dapat di identifikasi adalah sarana dan prasarana yang
dimiliki sekolah-sekolah SD.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
mempunyai arti yang cukup penting. Poin yamg lebih penting ladi di dalam pengajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia terutama adalah membaca. Karena ketika kita duduk dibangku
SD, hal pertama yang harus kita pelajari adalah membaca, kemudian kita akan dapat menulis
juga menghitung serta merangkai berbagai macam kalimat. Jika begitu kita akan dapat
membacakan karya-karya sastra. Sastra juga sarana yng diberikan untuk mengembangkan
kreatifitas anak di dalam pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
MEMBACA SASTRA
Membaca sastra adalah salah satu pembelajaran yang ada di sekolah dasar. Salah satu
cara untuk meningkatkan minat membaca pada usia anak sekolah dasar yaitu dengan cara
menggunakan sebuah karya sastra seperti puisi, cerpen, dongeng, dan lain-lain. Selain karena
sastra bersifat serta berfungsi menghibur dan mendidik, dalam sastra juga terdapat kata-kata,
dapat meningkatkan minat membaca pada anak. Selain itu, sastra juga berfungsi untuk
manfaatnya kegiatan pembelajaran membaca karya sastra di sekolah dasar. Maka dari itu,
pemahaman yang benar mengenai pembelajaran membaca sastra baik itu pengertian
membaca, pengertian sastra, jenis-jenis sastra, serta segala sesuatu yang berkaitan dengan
membaca sastra harus dikuasai benar oleh para pendidik khususnya oleh para guru.
“Menurut KBBI baca atau membaca adalah melihat serta memahami isi dari apa yang
fisik dan mental untuk menemukan makna dari tulisan, walaupun dalam kegiatan itu terjadi
Berdasarkan pemaparan mengenai membaca diatas, salah satu cara yang dapat
dilakukan oleh seorang guru sekolah dasar dalam upaya meningkatkan minat membaca pada
anak yaitu dapat dengan cara menggunakan sebuah karya sastra. Selain karena sastra bersifat
serta berfungsi menghibur dan mendidik, dalam sastra juga terdapat kata-kata, gambar-
gambar, simbol-simbol serta lambang-lambang yang menarik yang tentunya juga dapat
meningkatkan minat membaca pada anak. Selain itu, sastra juga berfungsi untuk
mengembangkan imajinasi serta wawasan anak. Dengan demikian anak akan merasa senang
Di dalam karya sastra dilukiskan keadaan dan kehidupan social suatu masyarakat,
peristiwa-peristiwa, ide dan gagasan serta nilai-nilai yang diamanatkan pencipta lewat tokoh-
tokoh cerita. Sastra mempersoalkan manusia dalam berbagai aspek kehidupannya, sehingga
Secara singkat dan sederhana dapatlah dikatakan bahwa “ sastra adalah pembayangan
atau pelukisan kehidupan dan pikiran imajinatif kedalam bentuk-bentuk dan struktur-struktur
bahasa “. Wilayah sastra meliputi kondisi insani atau manusia, yaitu kehidupan dengan segala
perasaan, pikiran, dan wawasannya. Selanjutnya dapat pula kita katakan bahwa “ sastra
menerangi serta memperjelas kondisi insani dengan cara membayangkan atau melukiskan
wawasan-wawasan kita ”. ( Tarigan, H., G., 1995 : 3 ).
Dalam pembelajaran membaca sastra di sekolah dasar, tentunya karya sastra yang
digunakannya pun merupakan jenis karya sastra anak-anak yang mana di dalamnya terdapat
kata-kata yang mudah untuk dimengerti dan dipahami serta gambar-gambar yang menarik
yang tentunya dapat membuat anak benar-benar merasakan kesenangan serta kenikmatan
ketika sedang belajar membaca karya sastra tersebut. Jenis-jenis sastra secara umum yaitu
“Sastra anak adalah sastra yang mencerminkan perasaan dan pengalaman anak-anak
masa kini, yang dapat dilihat dan dipahami melalui mata anak-anak through the eyes of a
Sedangkan sastra dewasa adalah sastra yang mencerminkan perasaan dan pengalaman
orang dewasa.
“ Adapun jenis-jenis sastra lainnya yaitu sastra imajinatif ( puisi, novel, cerpen,
drama ) dan sastra non imajinatif ( esai, kritik, biografi, otobiografi, catatan harian ) “.
( Suyoto, A. 2007 )
Sastra imajinatif adalah sastra yang isinya bersifat khayalan serta menggunakan bahasa
yang konotatif. Sedangkan sastra non imajinatif adalah sastra yang isinya lebih menekankan
pada unsur faktual atau fakta, serta menggunakan bahasa yang cenderung denotatif.
Berdasrkan pemaparan mengenai membaca dan sastra yakni “ Menurut KBBI baca
atau membaca adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis dengan melisankan
Sedangkan sastra adalah karya atau tulisan yang sifatnya mendidik sekaligus
menghibur. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa membaca sastra adalah kegiatan
D. Cara Meningkatkan Minat dan Keterampilan Membaca Sastra di Sekolah Dasar
Cara atau upaya yang dapat dilakukan oleh guru untuk meningkatkan minat membaca
1. Memilih karya sastra sederhana yang kata-katanya mudah dimengerti dan dipahami oleh
siswa.
2. Gambar-gambar dan symbol-simbol yang beraneka ragam bentuk dan warna sangat
3. Berikan karya sastra pada siswa yang mencerminkan perasaan dan pengalaman anak-anak,
Kegiatan membaca sastra di sekolah dasar tentunya memiliki tujuan, adapun tujuan
3. Menambah pengetahuan serta pemahaman anak mengenai kosakata yang mereka baca.
Selain itu, tujuan membaca sastra di SD yaitu agar siswa mampu menikmati dan
memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan
kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. ( Rofi’uddin, A.,
dan Zuhdi, D., 1998/1999 : 92 ).
Membaca karya sastra di SD dapat meningkatkan pengembangan keberwacanaan pada
anak-anak. Menurut Huck, 1987; Ellis, 1989 ( Rofi’uddin, A., dan Zuhdi, D., 1998/1999 :
92 ), Pengembangan keberwacanaan dapat dilaksanakan melalui pemanfaatan sastra anak-
anak sebagai media pembelajaran membaca dan menulis. Pemanfaatan ini didasarkan pada
asumsi bahwa sastra dapat mengembangkan bahasa anak.
F. Manfaat Membaca Sastra di Sekolah Dasar
B. Nonfiksi
Nonfiksi adalah cerita atau kisah dimana kemungkinan mengandung bagian-
bagian yang justru berlebih-lebihan, karena pandangan yang berat sebelah.
A. Membaca
1.Pengertian Membaca
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk
memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa
Membaca pada hakikatnya adalah suatu kegiatan yang melibatkan banyak hal, tidak
2. Tujuan Membaca
Secara umum tujuan membaca menurut Akhadiah (dalam Djuanda, 2008) adalah
sebagai berikut:
a. Salah satu tujuan membaca ialah untuk mendapatkan informasi. Informasi yang dimaksud di
sini mencakup informasi tentang fakta dan kejadian sehari-hari sampai informasi tentang
teori serta penemuan ilmiah yang canggih.Tujuan ini terkait dengan keinginan pembaca untuk
mengembangkan diri.
b. Meningkatkan citra diri. Pembaca seperti ini mungkin membaca penulis kenamaan bukan
karena berminat pada karya sastra tersebut tetapi lebih pada tujuan meningkatkan gengsinya.
Kegiatan membaca bagi orang seperti ini sama sekali bukan merupakan kebiasaan, hanya
sesekali saja.
c. Melepaskan diri dari kenyataan. Pada saat seseorang merasa jenuh, sedih, atau putus asa,
mereka berusaha untuk mencari hiburan. Dengan demikian, membaca merupakan sublimasi
atau penyaluran yang positif. apalagi jika yang dibacanya bacaan yang bermanfaat.
d. Membaca untuk tujuan rekreatif. Seseorang membaca untuk tujuan kesenangan atau
hiburan.Tentu saja bacaan yang dipilih untuk tujuan ini bacaan ringan yang disenanginya.
e. Mencari nilai-nilai keindahan atau pengalaman estetis. Tujuan inilah yang paling
tinggi.Biasanya buku-buku yang dipilih untuk tujuan membaca seperti ini buku yang bernilai
sastra.
3. Teknik Membaca
a. Membaca nyaring
Membaca nyaring adalah suatu aktivitas/kegiatan yang merupakan alat bagi guru, murid,
ataupun pembaca bersama-sama dengan orang lain atau pendengar untuk menangkap serta
Membaca dalam hati melibatkan pengaktifan mata dan ingatan.Tujuannya adalah untuk
memperoleh informasi. Membaca dalam hati meliputi: (1) Membaca ekstensif, artinya
membaca secara luas, meliputi sebanyak mungkin teks dalam waktu yang singkat, (2)
membaca intensif, adalah studi schemata, telaah teliti, dan penanganan terperinci yang
dilaksanakan di dalam kelas kira-kira dua sampai empat halaman setiap hari (Tarigan. 1979).
B. Sastra Anak
Pengertian sastra anak sebaenarnya tidak terlalu berbeda dengan sastra orang
dewasa.Keduanya sama-sama berada pada wilayah sastra yang mencakup kehidupan dengan
segala perasaan, pikiran dan wawasan kehidupan, yang berbeda hanya fokusnya saja
(Djuanda, 2008:254).
sastra anak sulit didefinisikan, karena sastra anak sabgat bervariasi, baik dari segi
genre/kategori (fiksi, biografi, puisi, cerita rakyat, dll.), format, dan masalah pokok/topic
(missal tentang persahabatan).Sastra orang dewasa juga dapat digunakan sebagai sastra anak
untuk menanamkan moral, kepercayaan agama, dan hal positif lainnya (Supriyadi, 2006).
Seperti halnya sastra orang dewasa, sastra anak juga sama jenisnya, yakni: prosa
Ada beberapa manfaat sastra untuk anak, diantaranya menimbulkan kesenangan yang
pemahaman baru tentang berbagai hal. Melalui sastra, perkembangan bahasa anak dapat
maksudnya dengan membaca sastra, anak dapat mempelajari bidang studi, termasuk bahasa,
Djuanda (2008) mengungkapkan bahwa nilai pendidikan yang dapat diserap anak-
anak dari bacaan sastra: (1) membantu perkembangan bahasa, (2) mengembangkan
2006) bahwa dalam kegiatan pembelajaran di kelas, siswa harus dilatih lebih banyak
menggunakan bahasa ubtuk berkomukikasi, bukan dituntut lebih banyak menguasai tentang
harus memberipengalaman pada murid yang akan berkontribusi pada empat tujuan, yakni (1)
Seperti dikemukakan pada sub bab sebelumnya, sastra dapat berfungsi memberikan
kesenangan dan juga mendidik. Dengan kesenangan yang dimiliki anak-anak terhadap sastra
membaca sastra dapat mengembangkan anak dalam berpikir naratif, karena banyak sastra
dengan menggunakan karya sastra.Ditemukan bahwa anak-anak memperoleh nilai yang lebih
tinggi dalam kosa kata dan pemahaman membaca dibandingkan dengan anak-anak yang
Buku sastra anak tidak dibatasi oleh siapa pengarangnya, anak-anak atau
dewasa.Dengan demikian orang dewasa atau guru dapat memilah-milah buku sastra untuk
anak bukan mengacu pada siapa pengarangnya, melainkan pada isi sastra itu sendiri.Jadi
bekal yang wajibdiketahui bila mengevaluasi buku sastra anak-anak adalah seperangkat nilai
ekstrinsik dan intrinsik sastra yang sesuai dengan kemampuan melihat dan memahami dunia
Tugas guru dan orang tua atau pustakawan dalam memilih buku sastra anak adalah
melakukan penelitian lebih rinci terhadap unsur-unsur yang lazimada dalam setiap bacaan
cerita (fiksi). Unsure-unsur itu meliputi (1) alur, (2) latar, (3) tema, (4) tokoh, (5) gaya,(6)
sudut pandang, dan (7) format buku cerita (Huck dalam Djuanda, 2006).
1. Alur
Buku sastra anak memerlukan alur yang rapi yang saling berkaitan, yang membuat anak
2. Latar Cerita
Dalam cerita biasanya terjadi pada masa lalu, masa sekarang, ataupun masa yang akan dating.
Latar tempat berkaitan dengan lokasi geografis cerita terjadi.Latar juga harus dapat
menceritakan suasana yang mampu makna tertentu dan menggerakkan emosi pembaca.
3. Tema Cerita
Buku sastra untuk anak sebaiknya memiliki tema yang mengandung nilai-nilai moral yang
positif, misalnya kejujuran, kasih saying, keadilan, persahabatan, ketaqwaan, dan sebagainya
4. Tokoh Cerita
Kebanyakan anak-anak menyukai tokoh-tokoh yang memiliki sifat berani, cerdik, baik, dan
kepahlawanan.
5. Gaya Cerita
Dalam karya fiksi, gayaadalahg cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan
menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan
suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca (Aminudin dalam
Djuanda, 2006)
Gaya cerita hendaknya mencerminkan cerita dan latar belakang tokoh dengan bahasa yang
6. Sudut Pandang
Sudut pandang orang ketiga biasanya lebih disukai anak-anak, karena pengarang bisa leluasa
mengeksploitasi apa saja yang menjadi obsesi kepengarangannya. Sedangkan suidut pandang
orang pertama yang mengguknakan tokoh ‘aku’, sering membuat anak-anak kurang puas,
karena jangkauan pengarang dalam bercerita menjadi terbatas (Huck dalam Djuanda, 2006).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Membaca adalah proses yang dilakukan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang
kesenangan pada anak yang berimplikasi pada peningkatan kemampuan membaca dan
pemikiran yang naratif dan imajinatif.Seperti yang dinyatakan oleh Rofiudin (1999), banyak
anak-anak memperoleh nilai yang lebih tinggi dalam kosa kata dan pemahaman membaca
Pemilihan buku sastra untuk anak tidak terpaku pada siapa pengarangnya, melainkan
pada isi sastranya, nilai ekstrinsik dan intrinsic yang sesuai dengan kemampuan melihat dann
B. Saran
dapat dilakukan dengan menggunakan karya sastra agar minat baca dan kemampuan
Buku adalah gudangnya ilmu, maka orang dewasa atau pun guru sebaiknya
membiasakan anak untuk membaca sejak dini, dengan bacaan-bacaan yang disukainya (buku
sastra).Bila minat baca anak meningkat, dan mulai terbiasa membaca sebagai suatu
kesenangan, maka setidaknya telah membangun budaya membaca kepada mereka sebagai
tunas bangsa.
APRESIASI SASTRA
April 4, 2014 idi.darma Leave a comment
Istilah apresiasi berasal dari bahasa Latin apreciatio yang berarti “mengindahkan” atau
“menghargai”. Konteks yang lebih luas dalam istilah apresiasi menurut Gove mengandung
makna (1) pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin dan (2) pemahaman dan
pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang. Pendapat lain, Squire
dan Taba menyimpulkan bahwa apresiasi sebagai suatu proses yang melibatkan tiga unsur
inti, yaitu (1) aspek kognitif, (2) aspek emotif, dan (3) aspek evaluatif.
Aspek kognitif berkaitan dengan keterlibatan intelek pembaca dalam upaya memahami
unsur-unsur kesastraan yang bersifat objektif. Unsur-unsur kesastraan yang bersifat objektif
tersebut selain dapat berhubungan dengan unsur-unsur yang secara internal terkandung dalam
suatu teks sastra atau unsur intrinsik, juga dapat berkaitan dengan unsur-unsur di luar teks
sastra itu sendiri atau unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik sastra yang bersifat objektif itu
misalnya tulisan serta aspek bahasa dan struktur wacana dalam hubungannya dengan
kehadiran makna yang tersurat. Sedangkan unsur ekstrinsik antara lain berupa biografi
pengarang, latar proses kreatif penciptaan maupun latar sosial-budaya yang menunjang
kehadiran teks sastra.
Aspek emotif berkaitan dengan keterlibatan unsur emosi pembicara dalam upaya menghayati
unsur-unsur keindahan dalam teks sastra yang dibaca. Selain itu, unsur emosi juga sangat
berperanan dalam upaya memahami unsur-unsur yang bersifat subjektif. Unsur subjektif itu
dapat berupa bahasa paparan yang mengandung ketaksaan makna atau yang bersifat
konotatif-interpretatif serta dapat pula berupa unsur-unsur signifikan tertentu, misalnya
penampilan tokoh dan setting yang bersifat metaforis.
2. Kegiatan Langsung dan Kegiatan Tidak Langsung dalam Mengapresiasi Sastra
Apresiasi sastra sebenarnya bukan merupakan konsep abstrak yang tidak pernah terwujud
dalam tingkah laku, melainkan merupakan pengertian yang di dalamnya menyiratkan adanya
suatu kegiatan yang harus terwujud secara konkret. Perilaku tersebut dalam hal ini dapat
dibedakan antara perilaku kegiatan secara langsung dan kegiatan perilaku secara tidak
langsung.
Apresiasi sastra secara langsung adalah kegiatan membaca atau menikmati cipta sastra
berupa teks maupun performansi secara langsung. Kegiatan membaca suatu teks sastra secara
langsung dapat terwujud dalam perilaku membaca, memahami, menikmati, serta
mengevaluasi teks sastra, baik yang berupa cerpen, novel, roman, naskah drama, maupun teks
sastra berupa puisi.
Kegiatan langsung yang terwujud dalam kegiatan mengapresiasi sastra pada performansi,
misalnya saat Anda melihat, mengenal, memahami, menikmati, ataupun memberikan
penilaian pada kegiatan membaca puisi, cerpen, pementasan drama, baik di radio, televisi,
maupun pementasan di panggung terbuka. Kedua bentuk kegiatan itu dalam hal ini perlu
dilaksanakan secara sungguh-sungguh, berulang kali, sehingga dapat melatih dan
mengembangkan kepekaan pikiran dan perasaan dalam rangka mengapresiasi suatu cipta
sastra, baik yang dipaparkan lewat media tulisan, lisan, maupun visual.
Kegiatan apresiasi sastra secara tidak langsung dapat ditempuh dengan cara mempelajari teori
sastra, membaca artikel yang berhubungan dengan kesastraan, baik di majalah maupun koran,
mempelajari buku-buku maupun esai yang membahas dan memberikan penilaian terhadap
suatu karya sastra serta mempelajari sejarah sastra. Kegiatan itu disebut sebagai kegiatan
apresiasi secara tidak langsung karena kegiatan tersebut nilai akhirnya bukan hanya
mengembangkan pengetahuan seseorang tentang sastra, melainkan juga akan meningkatkan
kemampuan dalam rangka mengapresiasi suatu cipta sastra.
Dengan demikian, kegiatan apresiasi sastra secara tidak langsung itu pada gilirannya akan
ikut berperan dalam mengembangkan kemampuan apresiasi sastra jika bahan bacaan tentang
sastra yang telah ditelaahnya itu memiliki relevansi dengan kegiatan apresiasi sastra.
Misalnya membaca masalah minat baca sastra murid, kemampuan apresiasi sastra masyarakat
Indonesia atau mungkin artikel tentang pengajaran sastra di sekolah. Meskipun pembahasan
itu sangat penting untuk mengembangkan kemampuan dan pengetahuan, pembahasan itu
sedikit sekali peranannya atau bahkan tidak berperan dalam mengembangkan kemampuan
apresiasi. Dalam hal demikian, pembaca tidak melaksanakan kegiatan apresiasi secara
langsung maupun tidak langsung.
Menurut pendapat E.E. Kellet pada saat membaca karya sastra selalu berusaha menciptakan
sikap serius, tetapi dengan suasana batin riang. Penumbuhan sikap serius dalam membaca
cipta sastra itu terjadi karena sastra lahir dari daya kontemplasi batin pengarang sehingga
untuk memahaminya juga membutuhkan pemilikan daya kontemplatif pembacanya.
Sementara pada sisi lain, sastra merupakan bagian dari seni yang berusaha menampilkan
nilai-nilai keindahan yang bersifat aktual dan imajinatif sehingga mampu memberikan
hiburan dan kepuasan rohaniah pembacanya.
Sebab itu tidak berlebihan jika Boulton mengungkapkan bahwa cipta sastra, selain
menyajikan nilai-nilai keindahan serta paparan peristiwa yang mampu memberikan kepuasan
batin pembacanya, juga mengandung pandangan yang berhubungan dengan renungan atau
kontemplasi batin, baik berhubungan dengan masalah keagamaan, filsafat, politik, maupun
berbagai macamproblema yang berhubungan dengan kompleksitas hidup. Kandungan makna
yang begitu kompleks serta berbagai macam nilai keindahan tersebut dalam hal ini akan
mewujudkan atau tergambar lewat media kebahasaan, media tulisan, dan struktur wacana.
Sastra, dengan demikian sebagai salah satu cabang seni sebagai bacaan. Sastra tidak cukup
dipahami lewat analisis kebahasaannya, melalui studi yang disebut text grammar atau text
linguistics, tetapi juga harus melalui studi khusus yang berhubungan dengan literary text
karena teks sastra bagaimanapun memiliki ciri-ciri khusus teks sastra itu salah satunya
ditandai oleh adanya unsur-unsur intrinsik karya sastra yang berbeda dengan unsur-unsur
yang membangun bahan bacaan lainnya.
Berdasarkan keseluruhan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa cipta sastra sebenarnya
mengandung berbagai macam unsur yang sangat kompleks, antara lain:
1. unsur keindahan,
2. unsur kontemplatif yang berhubungan dengan nilai-nilai atau renungan tentang
keagamaan, filsafat, politik, serta berbagai macam kompleksitas permasalahan
kehidupan,
3. media pemaparan, baik berupa media kebahasaan maupun struktur wacana,
4. unsur-unsur intrinsik yang berhubungan dengan ciri karakteristik cipta sastra itu
sendiri sebagai suatu teks.
1. kepekaan emosi atau perasaan sehingga pembaca mampu memahami dan menikmati
unsur-unsur keindahan yang terdapat dalam cipta sastra,
2. pemilikan pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan dengan masalah
kehidupan ini secara intensif-kontemplatif maupun dengan membaca buku-buku yang
berhubungan dengan masalah humanitas, misalnya buku filsafat dan psikologi,
3. pemahaman terhadap aspek kebahasaan, dan
4. pemahaman terhadap unsur-unsur intrinsik cipta sastra yang akan berhubungan
dengan telaah teori sastra.
Kemampuan untuk mengapresiasi cipta sastra seseorang harus secara terus menerus
menggauli karya sastra. Pemilikan bekal pengetahuan dan pengalaman dapat diibaratkan
sebagai pemilikan pisau bedah, sedangkan kegiatan menggauli cipta sastra itu sebagai
kegiatan pengasahan sehingga pisau itu menjadi tajam dan semakin tajam, yakni jika
pembaca itu semakin sering dan akrab dengan kegiatan membaca sastra.
Lebih lanjut, seperti telah disinggung di depan, kepekaan emosi dan perasaan itu bukan hanya
berhubungan dengan kegiatan penghayatan dan pemahaman nilai-nilai keindahan, melainkan
juga berhubungan dengan usaha pemahaman kandungan makna dalam cipta sastra yang
umumya bersifat konotatif. Konotasi makna dalam cipta sastra itu terjadi karena kata-kata
dalam cipta sastra itu terwujud dalam endapan pengalaman, daya emosional, maupun daya
intelektual pengarangnya selain itu juga telah mengalami pemadatan. Sebab itulah dalam
kegiatan apresiasi sastra, Brooks membedakan adanya dua level, yakni level objektif yang
berhubungan dengan respons intelektual, dan level subjektif yang berhubungan dengan
respons emosional.
Di dalam UN mata pelajaran bahasa Indonesia tentunya ada beberapa soal berjenis wacana
sastra. Ada yang berupa kutipan prosa hingga puisi. Oleh sebab itu, Quipperian harus siap
sedia menghadapi jenis-jenis soal seperti itu.
Kali ini, Quiper Video Blog akan memberikan beberapa jenis contoh soal wacana dan bacaan
sastra. Harapannya agar kamu dapat menghadapi berbagai jenis soal UN bahasa Indonesia
dengan siap dan percaya diri. Dengan kesiapan diri yang mantap, pastinya kamu bisa meraih
nilai maksimal untuk UN bahasa Indonesia nantinya.
Biasanya, untuk tipe soal sastra akan memiliki satu penggalan atau kutipan paragraf untuk
beberapa soal. Hal itu dikarenakan dalam karya sastra terdapat berbagai unsur yang bisa
dikaji dan menjadi pertanyaan.
Soal Prosa
Salah satu jenis soal yang akan menghiasi UN bahasa Indonesia perihal sastra ialah soal
prosa. Soal tersebut terdapat penggalan prosa, bisa cerpen dan novel. Biasanya, kamu akan
diminta untuk mencari unsur-unsur prosa, seperti latar, penokohan atau perwatakan, hingga
amanat dalam penggalan prosa dalam soal. Berikut contoh soalnya:
Tatkala aku masuk sekolah Mulo, demikian fasih lidahku dalam bahasa Belanda sehingga
orang yang hanya mendengarkanku berbicara dan tidak melihat aku, mengira aku anak
Belanda. Aku pun bertambah lama bertambah percaya pula bahwa aku anak Belanda,
sungguh hari-hari ini makin ditebalkan pula oleh tingkah laku orang tuaku yang berupaya
sepenuh daya menyesuaikan diri dengan langgam lenggok orang Belanda.
Untuk dapat menjawab soal seperti ini, kamu harus tahu perihal unsur intrinsik karya sastra.
Secara sederhana, unsur intrinsik merupakan unsur-unsur struktur dalam sebuah karya sastra.
Dalam unsur intrinsik itu terdiri dari tema, amanat, alur, penokohan atau perwatakan, latar,
dan sudut pandang.
Lalu, untuk sudut pandang memiliki pengertian sederhana sebagai kedudukan atau posisi
pengarang dalam menyampaikan cerita. Sudut pandang pada kutipan cerpen tersebut
mengambil posisi sebagai pelaku utama. Hal itu terlihat dari penggunaan kata aku sebagai
pencerita utama. Oleh sebab itu, jawaban untuk soal tersebut ialah: A.
A) Percaya diri
B) Mudah menyesuaikan diri
C) Sombong
D) Rajin berusaha
E) Mudah dipengaruhi
Soal ini menanyakan perihal watak tokoh. Sama halnya dengan sudut pandang, watak atau
perwatakan merupakan salah satu bagian dari unsur intirinsik dalam prosa. Perwatakan atau
penokohan adalah penggambaran tokoh cerita oleh pengarang.
Pada soal tersebut, perwatakan tokoh “aku” dapat terlihat dari cara tokoh tersebut bercerita.
Dalam kutipan tersebut, perwatakan tokoh “aku” dapat terlihat pada kutipan: Tatkala aku
masuk sekolah Mulo, demikian fasih lidahku dalam bahasa Belanda sehingga orang yang
hanya mendengarkanku berbicara dan tidak melihat aku, mengira aku anak Belanda.
Dari kutipan itu terlihat tokoh “aku” memiliki watak sombong karena merasa menguasai
bahasa Belanda. Oleh sebab itu, jawaban yang tepat untuk soal tersebut ialah C.
Sama halnya dengan kedua soal sebelumnya, amanat termasuk ke dalam unsur intrinsik
prosa. Amanat adalah pemecahan masalah atau apa yang ingin disampaikan oleh pengarang
di dalam karya sastra.
Untuk menemukan pada kutipan cerpen tersebut, kamu harus memperhatikan unsur
perwatakan tokoh “aku”. Perwatakan tokoh tersebut ialah sombong sehingga pengarang
kemungkinan besar memberikan pesan atau amanat jangan seperti tokoh tersebut. Dengan
demikian, jawaban yang tepat ialah D.
Soal Puisi
Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra. Secara sederhana, pengertian puisi adalah
bentuk sastra yang diuraikan dengan menggunakan bahasa yang singkat dan padat serta
indah.
Dalam soal nanti, kamu akan menemukan soal berkaitan dengan puisi. Biasanya, soal-soal ini
menguji daya nalar, imajinasi, dan pemahamanmu tentang puisi. Berikut adalah beberapa
contoh soal perihal puisi:
Karangan Bunga
Datang ke Salemba
Sore itu
Untuk dapat menjawab soal tersebut, kamu harus memiliki imajinasi dalam memaknai tiap
kata dalam puisi tersebut. Kamu harus menemukan kata kunci yang memiliki pemaknaan
dominan dalam puisi tersebut.
Pada puisi tersebut, terdapat beberapa kata kunci yang bisa langsung memberikan maksud
utamanya. Kata kunci itu ialah “Pita hitam”, “berduka”, dan “ditembak mati”. Ketiga kata
kunci itu menggambarkan suatu peristiwa kedukaan. Dengan begitu, jawaban yang tepat atas
soal tersebut ialah E.
2. Makna lambang kata “pita hitam” dalam puisi tersebut adalah tanda:
A) Bersedih
B) Berduka
C) Berdoa
D) Bermohon
E) Berharap
Soal seperti ini biasanya memiliki kesinambungan dengan soal sebelumnya. Seperti yang
sudah dibahas sebelumnya, pada tiap puisi terdapat kata kunci yang menjadi acuan makna.
Pada puisi tersebut, kata “pita hitam” merupakan salah satu kata kuncinya.
Konteks makna “pita hitam” bukan berada pada tataran makna sebenarnya, yakni pita
berwarna hitam. Konteks maknanya lebih mengacu kepada makna konotatif, yakni makna
kias atau bukan makna sebenarnya.
Kata tersebut memiliki makna berduka karena kemunculan kata tersebut setelah kata kunci
“berduka” dan sebelum kata “ditembak mati”. Selain itu, warna hitam kerap disandingkan
dengan pemaknaan kedukaan yang dirasakan seseorang. Dengan demikian, jawaban yang
benar ialah: B.
Contoh soal yang telah dibahas tersebut mengambil kutipan dari puisi modern. Selain puisi
modern, biasanya dalam soal UN bahasa Indonesia terdapat soal mengenai puisi lama, yakni
pantun. Berikut contoh soalnya:
………………………….
Untuk menjawab tipe soal pantun tersebut, kamu harus tahu dulu seperti apa ciri-ciri pantun.
Secara bentuknya, pantun terdiri dari empat larik yang memiliki rima akhir a-b-a-b atau
disebut rima silang. Larik pertama dan kedua disebut sampiran atau bagian objektif.
Sedangkan, larik ketiga dan keempat dinamakan isi atau bagian subjektif.
Untuk melengkapi larik keempat, kamu harus melihat larik ketiga. Pada larik ketiga terdapat
susunan kata “jika kamu rajin dan tekun”. Susunan kata itu mengacu pada hubungan sebab
akibat, sehingga pada larik ketiga hubungan itu harus terjawab. Secara logika, ketika
seseorang rajin dan tekun maka dia akan menjadi pintar. Oleh sebab itu, jawaban yang tepat
ialah B.
Tips utama ketika berhadapan dengan soal pantun ialah kamu harus menggunakan logika
bahasamu. Ketika kamu sudah mengerti bagaimana hubungan antar larik secara logis, maka
kamu pasti sudah mengetahui jawaban yang tepat. Untuk itu, kamu harus menemukan kata
kunci dan menyesuaikan rima akhir sehingga membentuk rima silang.
Itulah beberpa contoh soal UN bahasa Indonesia terkait dengan wacana sastra. Agar kamu
lebih siap menghadapi tipe-tipe soal sastra dalam UN bahasa Indonesia, ada baiknya kamu
sering membaca berbagai macam karya sastra. Hal itu akan membuatmu dengan sendirinya
memahami wacana sastra dalam bentuk apapun.
Selain itu, kamu harus terus berlatih latihan soal. Untuk mendapatkan latihan soal yang
mantap, kamu bisa mendapatkannya di Quipper Video. Sebab, di Quipper Video, contoh soal
yang ada telah dirancang dan diramu oleh para tutor kece dan cerdas sehingga dapat
melatihmu menghadapi berbagai jenis soal yang akan muncul.