Oleh Kelompok 2:
Kelas IIIC
FAKULTAS PASCASARJANA
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari proses-proses mental yang dilalui oleh
manusia dalam berbahasa (Dardjowidjojo, 2010:7). Dalam hal ini, psikolinguistik berfokus
kepada apa yang terjadi pada pikiran manusia saat berbahasa atau menggunakan bahasa dan
psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa dan bagaimana struktur itu
diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam
dan psikologi pada masalah-masalah praktis, seperti masalah pembelajaran dan pengajaran
kemultibahasaan, penyakit bertutur, seperti afasia, gagap, dan sebagainya; serta masalah-masalah
sosial lainnya yang menyangkut bahasa, seperti bahasa dan pendidikan; bahasa dan
Objek psikolinguistik adalah bahasa yang berproses dalam jiwa manusia yang tercermin
dalam gejala jiwa dan ruang lingkup psikolinguistik yakni bahasa dilihat dari aspek – aspek
psikologi dan sejauh yang dapat dipikirkan oleh manusia. Hubungan bahasa dan pikiran adalah
hubungan timbal balik bahwa bahasa membentuk pikiran dan sebaliknya pikiran membentuk
bahasa. Bahasa merupakan medium paling penting bagi semua intekrasi manusia dan dalam
banyak hal bahasa dapat disebut sebagai intisari dari fenomena sosial. Bahasa sebagaimana yang
dikatakan oleh ahli sosiologi bahasa, bahwa tanpa adanya bahasa, tidak akan ada kegiatan dalam
masyarakat selain dari kegiatan yang didorong oleh naruni saja. Sehingga bahasa merupakan
pranata sosial yang setiap orang menguasai, agar dapat berfungsi dalam daerah yang bersifat
kelembagaan dari kehidupan sosial. Oleh karena itu, psikolinguistik adalah sebagai sesuatu
bidang ilmu yang luas yang turut berperan dalam memberikan berbagai pertimbangan khususnya
bahasa dengan melihat dari sisi peserta didik. Misalnya pendekatan yang bersifat dengan teori
tertentu, seperti behavioral atau mentalis. Semua upaya dalam menerapakan pendekatan dapat
mencapai tujuan yang optimal yaitu siswa dapat berbahasa dengan baik dan benar.
Psikolinguistik yang didalamnya merangkum beberapa pendekatan dapat membantu guru dalam
membuat perencanaan pengajaran yang apik untuk setiap pertemuan. Sehingga bertujuan akhir
mengakibatkan siswa dapat mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efisien. Upaya-upaya
yang dilakukan dapat berupa analisis tujuan dan karakteristik studi dan siswa, analisis sumber
prosedur pengukuran hasil pembelajaran. Oleh karena itu, setiap pengajar harus memiliki
keterampilan dalam memilih strategi pembelajaran untuk setiap jenis kegiatan pembelajaran.
Dengan demikian, dengan memilih strategi pembelajaran yang tepat dalam setiap jenis kegiatan
pembelajaran, diharapkan pencapaian tujuan belajar dapat terpenuhi. Gilstrap dan Martin (1975)
juga menyatakan bahwa peran pengajar lebih erat kaitannya dengan keberhasilan pembelajar,
terlibat dalam pembelajaran. Komponen tersebut di antaranya adalah siswa sebagai subjek didik
dan materi pembelajaran bahasa yang dipelajari oleh siswa. Karena itulah, dalam pembelajaran
mengenai siswa dan melalui linguistik dipelajari mengenai materi bahasa. Melalui interdisiplin
ini dapat dipahami proses yang terjadi dalam diri siswa ketika memahami materi bahasa.
BAB 2
PEMBAHASAN
Bahasa sebagai wujud atau hasil proses dan sebagai sesuatu yang diproses bisa berupa
bahasa lisan atau bahasa tulis, sebagaimana dikemukakan oleh Kempen (Mar’at, 1983:5) bahwa
Psikolinguistik adalah studi mengenai manusia sebagai pemakai bahasa, yaitu studi mengenai
sistem-sistem bahasa yang ada pada manusia yang dapat menjelaskan cara manusia dapat
menangkap ide-ide orang lain dan bagaimana ia dapat mengekspresikan ide-idenya sendiri
Pada proses pembelajaran bahasa, siswa atau peserta didik adalah subjek dalam
pembelajaran. Dalam hal ini, siswa dianggap sebagai organisme yang beraktivitas untuk
menggunakan bahasa baik secara reseptif (menyimak dan membaca) ataupun produktif
untuk menguasai kaidah-kaidah kebahasaan. Belajar bahasa dilakukan secara formal dalam
setting yang formal pula, misalnya pembelajaran bahasa dalam kelas. Namun demikian, belajar
bahasa secara formal tidak harus dilakukan dalam suatu tempat yang dibatasi oleh ruang atau
tidak harus dilakukan dalam kelas. Kegiatan belajar dimanapun asalkan proses belajar itu
diarahkan pada penguasaan kaidah kebahasaan secara disadari, maka proses itu disebut
pembelajaran.
Apabila dikaitkan dengan keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa, hal
ini berkaitan dengan keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan
bahasa oleh manusia sehingga manusia mampu berbahasa. Lebih jauhnya bisa berkomunikasi
dengan manusia lain, termasuk tahapan-tahapan yang dilalui oleh seorang anak manakala anak
Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari perkembangan bahasa anak. Semua bahasa yang
Pada proses belajar secara formal maupun nonformal proses psikolinguistik bekerja
untuk memperoleh bahasa melalui pembelajaran tersebut. Lain halnya dengan pemahaman
filosofis, bahasa sebagai sesuatu yang otonom dengan kondisi kejiwaan manusia sehingga perlu
dikaji dari perspektif behaviorisme dimana hal tersebut dicetuskan oleh Edward dan Lee
Thorndike (1874 – 1949). Thorndike menuturkan dalam karya agungnya berjudul Human Nature
and The Social Order (1949): ―Hukum reaksi bervariasi (behavioristik) melihat pada individu
diawali oleh proses trial and error yang menunjukan adanya bermacam-macam respons sebelum
Temuan Thorndike itu sangat relevan dengan pembelajaran di kelas. Khususnya pada
penelitian dikelas 6-12 yang ada pada tahap operasional konkret dan operasional formal. Dalam
hal ini subjek didik (peserta didik/siswa) diarahkan untuk mengeksplorasi kemampuan diri
bahasa, pemahaman dari salah satu keterampilan berbahasa, menulis semisalnya, diwujudkan
dengan memproduksi teks secara terus menerus. Artinya, peserta didik/siswa melakukan
kegiatan menulis berkelanjutan dengan didasarkan semangat trial and error (istilah Thorndike);
sebab ide atau gagasan yang hendak ditulis tidak lantas muncul begitu saja dari otak manusia
Senada dengan Thorndike, Otto Jespersen (1982 yakni seorang pakar linguistik yang
berkebangsaan Denmark. Ia telah menganalisis bahasa menurut psikologi mentalistik yang juga
semakin penting bila diposisikan sebagai landasan (alur) keberhasilan pengajaran jika didasarkan
ke arah pendidikan karakter. Artinya, apabila implikasi itu telah dipahami secara komprehensif,
etika pendidik dalam mengajar di situasi heterogen tak lagi semena-mena. Pendidik yang
memahami kondisi psikis peserta didik akan menciptakan kondisi belajar yang beradab dan
bijaksana. Seperti kasus pengajaran yang dilakukan oleh seorang pendidik di India, yakni dalam
film Tare Zameen Par, saat menemui peserta didiknya yang mengalami kesulitan dalam
membedakan huruf. Setelah dianalisis, sang pendidik itu mendiagnosis bahwa peserta didiknya
mengalami gangguan berbahasa yang disebut sebagai disleksia. Pendidik itu paham bahwa
proses pembelajaran di kelas tak terlepas dari persoalan singular (subjek didik). Oleh karena itu,
kondisi kejiwaan (psikologis) peserta didik. Akhirnya, sang pendidik tadi memberikan perlakuan
khusus pada sang anak penderita disleksia. Ia yakin bahwa disleksia bukanlah penyakit akut yang
patut diratapi. Sebaliknya, penderita disleksia dapat diterapi dengan bermodalkan kesungguhan
Tujuan umum pembelajaran bahasa, yaitu siswa mampu menggunakan bahasa yang
baik dan benar, baik dalam berbahasa lisan ataupun berbahasa tulis yang diasuh oleh pendidik
yang memahami betul ilmu psikolinguistik secara komprehensif sehingga siswa dapat berbahasa
dengan baik dan benar melalui pengetahuan dan kaidah-kaidah bahasa yang diajarkan oleh
gurunya. Dalam hal ini adalah kaidah-kaidah bahasa yang dipelajari dalam linguistik. Untuk
dapat menggunakan bahasa secara lancar dan komunikatif siswa tidak hanya cukup memahami
kaidah bahasa, tetapi diperlukan kesiapan kognitif (penguasaan kaidah bahasa dan materi yang
akan disampaikan), afektif (tenang, yakin, percaya diri, mampu mengeliminasi rasa cemas, ragu-
ragu, waswas, dan sebagainya), serta psikomotor (lafal yang fasih, keterampilan memilih kata,
frasa, klausa, dan kalimat). Dengan demikian, jelaslah bahwa betapa penting peranan
psikolinguistik dalam pembelajaran bahasa. Seperti halnya ungkapan orang tua dahulu bahwa
―Guru (pendidik) ialah orang tua di sekolah bagi siswa (peserta didik) yang tak semata-mata
menyampaikan materi saja tapi juga perlu memahami kondisi jiwa tiap siswa yang diasuhnya.
Sebab, dengan memahami psikologi anak, pembelajaran akan terarah ke pusat cita-cita yang
Pada hakekatnya, tujuan dari pembelajaran bahasa adalah individu, yang diharapkan
dapat menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar, baik dalam berbahasa lisan
maupun tulisan. Berbahasa Indonesia yang baik, benar dan sesuai dengan kaidah-kaidah
bahasa.
Kaidah bahasa tersebut akan dijumpai dan dipelajari dalam ilmu linguistik. Tak
hanya membutuhkan kaidah bahasa untuk memperlancar bahasa, individu juga perlu
adanya kesiapan kognitif, afektif (ketenangan atau keyakinan tanpa rasa cemas), serta
aspek psikomotor (pelafalan yang fasih dan kemampaun dalam memilih kata yang baik dan
tepat). Aspek-aspek ini seluruhnya didapatkan, dipelajari, dan dipahami dalam studi ilmu
psikolinguistik.
Individu dianggap sebagai subjek yang dapat menjangkau aspek psikologi baik
kognitif, afektif, maupun psikomotor. Aspek-aspek ini dibutuhkan saat kita menggunakan
bahasa baik pada saat reseptif (menyimak dan membaca) atau saat produktif (berbicara dan
menulis).
penyebab kesalahan ini disebabkan oleh kesaratan beban (overloading), perasaan waswas,
penguasaan materi yang kurang, pengaruh dari perasaan afektif, kesukaran melafalkan
kata-kata dan topik pembicaraan yang kurang dikuasai. Perasaan waswas terkait dengan
ranah afektif, kurang menguasai materi terkait dengan ranah kognitif dan sukar melafalkan
Pembelajaran bahasa yang mengacu pada proses pemerolehan bahasa kedua (B2)
adalah pada saat seseorang memperoleh bahasa pertamnaya (B1). Terdapat seorang pakar
yang menyebut sebagai pembelajaran bahasa (language learning) dan ada yang
Kedua istilah pembelajaran diambil karena bahasa kedua dapat dikuasai dengan
proses belajar yang berbasis formal. Tentu hal ini berbeda dengan bahasa ibu yang dapat
diperoleh secara ilmiah. Di dalam suatu masyarakat yang bilingual atau multilingual,
pemerolehan bahasa kedua bisa terjadi secara informal seperti di daerah pinggiran Jakarta,
dimana Melayu Betawi bercampur dengan bahasa Sunda sehinggga mereka lebih condong
dalam menguasai kaidah-kaidah kebahasaan. Jika rasa kebersamaan itu banyak sekali
dipupuk, maka seluruh kaidah bahasa akan mudah dipelajari dan diterapkan di banyak
aspek. Namun, pembelajaran bahasa tidak pernah membatasi setting yang harus menuntut
dalam ranah yang formal, seperti pembelajaran di kelas. Akan tetapi, pembelajaran formal
tidak hanya terbatas pada suatu tempat yang dibatasi oleh ruang seperti di dalam kelas.
Sebab belajar dimanapun, asalkan tujuan belajar tersebut diperuntukkan untuk menguasai
Selain pada penguasan kaidah-kaidah bahasa yang diatur oleh psikolinguistik, peran
selanjutnya adalah bagaimana seseorang dapat bersiap secara kognitif untuk memperlancar
komunikasi. Kesiapan kognitif meliputi penguasaan kaidah bahasa dan materi yang telah
disampaikan. Kemudian kesiapan secara afektif, yakni perasaan tenang, percaya diri (tidak
cemas, mampu mengurangi rasa ragu dan was was serta masih banyak lagi). Secara
psikomotor, seseorang juga diharapkan mampu melafalkan suatu bahasa dengan fasih serta
mampu memilih kata, frasa, klausa maupun kalimat. Hal-hal semacam ini hanya ada pada
Salah satu hal penting dalam hubungan psikolinguistik dengan pemerolehan bahasa
adalah mengenal manusia sebagai pemakai bahasa. Dalam aspek ini, psikolinguistik
menyediakan hal itu sebagai bentuk pemerolehan sebuah bahasa. Yang diperlajari disini
adalah sistem-sistem bahasa yang terdapat pada manusia seperti, cara manusia untuk
menangkap ide-ide orang lain dan bagaimana orang tersebut mengekspresikan ide mereka
melalui bahasa yang telah kita capai sejak kecil. Maka, dalam hal ini psikolinguistik dalam
pemerolehan bahasa adalah bagaimana menggabungkan antara perasaan yang saat itu
yang terlibat dalam pembelajaran, seperti siswa, guru dan bahasa yang terlibat dalam
pembelajaran bahasa tersebut. Dalam ilmu psikologi, kita mengenal siswa dan secara
PENUTUP
SIMPULAN
Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari perilaku berbahasa, baik perilaku yang
tampak maupun perilaku yang tidak tampak: resepsi, persepsi, pemerolehan bahasa, dan
pemproduksian bahasa serta proses yang terjadi di dalamnya. Contoh perilaku yang tampak
dalam berbahasa adalah perilaku manusia ketika berbicara dan menulis atau ketika dia
memproduksi bahasa, Sementara itu, contoh perilaku yang tidak tampak adalah perilaku manusia
ketika memahami yang disimak atau dibaca sehingga menjadi sesuatu yang dimilikinya atau
memproses sesuatu yang akan diucapkan atau ditulisnya atau ketika memahami bahasa.
memahami psikolinguistik seorang guru memahami pula proses yang terjadi dalam diri siswa
ketika siswa menyimak, berbicara, membaca, ataupun menulis sehingga apabila kemampuan
dalam keterampilan berbahasa anak tersebut bermasalah, maka guru dapat melihat dari sudut