Anda di halaman 1dari 114

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberi nikmat dan kasih sayangNya kepada kami karena hanya dengan izinNya
lah kami dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah
Perecanaan Pembelajaran Kimia ini dengan baik.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak termaksud dosen
pengasuh mata kuliah Telaah Kurikulum dan Buku Teks, Prof. Dr. H. Fuad Abd.
Rachman, M. Pd yang telah memberikan pengarahan, bantuan serta dukungannya
kepada kami selama menyusun resume perkuliahan Telaah Kurikulum dan Buku
Teks ini.
Seperti kata pepatah “Tak ada gading yang tak retak“ kami pun menyadari
bahwa makalah yang telah kami susun ini masih banyak kekurangan baik secara
sistematika, penulisan, bahasa, dan penyusunannya. Oleh karena itu, saya
memohon saran serta pendapat yang dapat membuat kami menjadi lebih baik
dalam melaksanakan tugas di lain waktu. Mudah-mudahan resume yang kami buat
menjadi bermanfaat bagi saya khususnya dan umumnya bagi pembacanya.
Akhir kata, kami mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dalam
makalah ini dan hanya kepada Allah SWT. tempat berlindung dan memohon
ampun.

Palembang, November 2017

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 1


DAFTAR ISI........................................................................................................... 2
BAB I: Hakikat Telaah Kurikulum dan Buku Teks .............................................. 3
BAB 2: Kurikulum dan Perkembangannya ........................................................... 12
BAB 3: Buku Teks dan Buku Ajar ........................................................................ 39
BAB 4: Jabaran Kurikulum Silabus, SKL, KI, KD .............................................. 54
BAB 5: Lanjutan Jabaran Kurikulum.................................................................... 60
BAB 6: Keterkaitan Antara Silabus dan Buku Teks ............................................ 69
BAB 7: Kuruikulum 2013 dan Implementasinya ................................................. 75
BAB 8: Materi Esensial dan Non Esensial ........................................................... 95
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 114

2
BAB I
HAKIKAT TELAAH KURIKULUM DAN BUKU TEKS

Hakikat Kurikulum
Istilah kurikulum (curriculum), yang pada awalnya digunakan dalam du-nia
olahraga, berasal dari kata curir (pelari) dan curere (tempat berpacu). Pa-da saat itu
kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seo-rang pelari mulai
dari start sampai finish untuk memperoleh medali/penghar-gaan. Kemudian,
pengertian tersebut diterapkan dalam dunia pendidikan men-jadi sejumlah mata
pelajaran (subject) yang harus ditempuh oleh seorang sis-wa dari awal sampai akhir
program pelajaran untuk memperoleh pengharga-an dalam bentuk ijazah. Dari
pengertian tersebut, dalam kurikulum terkandung dua hal pokok, yaitu:
(1) adanya mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa, dan
(2) tujuan utamanya yaitu untuk memperoleh ijazah.
Dengan de-mikian, implikasi terhadap praktik pengajaran yaitu setiap siswa
harus me-nguasai seluruh mata pelajaran yang diberikan dan menempatkan guru
dalam posisi yang sangat penting dan menentukan. Keberhasilan siswa ditentukan
oleh seberapa jauh mata pelajaran tersebut dikuasainya dan biasanya disim-bolkan
dengan skor yang diperoleh setelah mengikuti suatu tes atau ujian.
Pengertian kurikulum seperti disebutkan di atas dianggap pengertian yang
sempit atau sangat sederhana. Jika kita mempelajari buku-buku atau literatur
lainnya tentang kurikulum, terutama yang berkembang di negara-negara ma-ju,
maka akan ditemukan banyak pengertian yang lebih luas dan beragam. Kurikulum
itu tidak terbatas hanya pada sejumlah mata pelajaran saja, tetapi mencakup semua
pengalaman belajar (learning experiences) yang dialami siswa dan mempengaruhi
perkembangan pribadinya. Bahkan Harold B. Alberty (1965) memandang
kurikulum sebagai semua kegiatan yang diberikan kepa-da siswa di bawah
tanggung jawab sekolah (all of the activities that are provided for the students by
the school). Kurikulum tidak dibatasi pada kegi-atan di dalam kelas saja, tetapi
mencakup juga kegiatan-kegiatan yang dila-kukan oleh siswa di luar kelas.

3
Pendapat yang senada dan menguatkan penger-tian tersebut dikemukakan oleh
Saylor, Alexander, dan Lewis (1974) yang menganggap kurikulum sebagai segala
upaya sekolah untuk mempengaruhi siswa supaya belajar, baik dalam ruangan
kelas, di halaman sekolah, maupun di luar sekolah.
Pengertian kurikulum senantiasa berkembang terus sejalan dengan per-
kembangan teori dan praktik pendidikan. Dengan beragamnya pendapat me-ngenai
pengertian kurikulum, maka secara teoretis kita agak sulit menentukan satu
pengertian yang dapat merangkum semua pendapat. Pada saat sekarang istilah
kurikulum memiliki empat dimensi pengertian, satu dimensi dengan dimensi
lainnya saling berhubungan. Keempat dimensi kurikulum tersebut yaitu: (1)
kurikulum sebagai suatu ide/gagasan; (2) kurikulum sebagai suatu rencana tertulis
yang sebenamya merupakan perwujudan dari kurikulum se-bagai suatu ide; (3)
kurikulum sebagai suatu kegiatan yang sering pula dise-but dengan istilah
kurikulum sebagai suatu realita atau implementasi kuriku-lum. Secara teoretis
dimensi kurikulum ini adalah pelaksanaan dari kuriku-lum sebagai suatu rencana
tertulis; dan (4) kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekuensi dari
kurikulum sebagai suatu kegiatan.
Pandangan atau anggapan yang sampai saat ini masih lazim dipakai da-lam
dunia pendidikan dan persekolahan di negara kita, yaitu kurikulum seba-gai suatu
rencana tertulis yang disusun guna memperlancar proses pembela-jaran. Hal ini
sesuai dengan rumusan pengertian kurikulum seperti yang terte-ra dalam Undang-
undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Na-sional : "Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tu-juan, isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman pe-nyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan ter-tentu". Dalam panduan
penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan jen-jang pendidikan dasar dan
menengah yang dikeluarkan oleh BSNP, pengerti-an kurikulum yang digunakan
mengacu pada pengertian seperti yang tertera dalam UU tersebut. Secara lebih jelas
dikatakan bahwa KTSP adalah kuriku-lum operasional yang disusun oleh dan
dilaksanakan di masing-masing satu-an pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan

4
pendidikan tingkat satuan pendidik-an, struktur dan muatan kurikulum tingkat
satuan pendidikan, kalender pendi-dikan, dan silabus.

Pengertian Dan Hakekat Kurikulum


Dalam pandangan modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai
suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti
dikemukakan oleh Caswel dan Campbell (1935) yang mengatakan bahwa
kurikulum to be composed of all the experiences children have under the guidance
of teachers. Dipertegas lagi oleh pemikiran Ronald C. Doll (1974) yang mengatakan
bahwa : “ the curriculum has changed from content of courses study and list of
subject and courses to all experiences which are offered to learners under the
auspices or direction of school.
Untuk mengakomodasi perbedaan pandangan tersebut, Hamid Hasan
(1988) mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat
dimensi, yaitu:
1. kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian,
khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
2. kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum
sebagai suatu ide; yang didalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan,
alat-alat, dan waktu.
3. kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum
sebagai suatu rencana tertulis; dalam bentuk praktek pembelajaran.
4. kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum
sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni
tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta didik.
Sementara itu, Purwadi (2003) memilah pengertian kurikulum menjadi
enam bagian :
(1) kurikulum sebagai ide
(2) kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan
panduan dalam melaksanakan kurikulum
(3) kurikulum menurut persepsi pengajar

5
(4) kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar
di kelas
(5) kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik; dan
(6) kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat
dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003
menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu”.

HAKIKAT DAN FUNGSI BUKU TEKS


Sebagaimana tersebut pada bagian sebelumnya bahwa buku teks merupakan
salah satu jenis buku pendidikan. Buku teks adalah buku yang berisi uraian bahan
tentang mata pelajaran atau bidang studi tertentu, yang disusun secara sistematis
dan telah diseleksi berdasarkan tujuan tertentu, orientasi pembelajaran, dan
perkembangan siswa, untuk diasimilasikan.
Rumusan senada juga disampaikan oleh A.J. Loveridge (terjemahan Hasan
Amin) yaitu ”Buku teks adalah buku sekolah yang memuat bahan yang telah
diseleksi mengenai bidang studi tertentu, dalam bentuk tertulis yang memenuhi
syarat tertentu dalam kegiatan belajar mengajar, disusun secara sistematis untuk
diasimilasikan.”
Chambliss dan Calfee (1998) menjelaskannya secara lebih rinci. Buku teks
adalah alat bantu siswa untuk memahami dan belajar dari hal-hal yang dibaca dan
untuk memahami dunia (di luar dirinya). Buku teks memiliki kekuatan yang luar
biasa besar terhadap perubahan otak siswa. Buku teks dapat mempengaruhi
pengetahuan anak dan nilai-nilai tertentu.
Sementara itu Direktorat Pendidikan Menengah Umum (2004: 3)
menyebutkan bahwa buku teks atau buku pelajaran adalah sekumpulan tulisan yang
dibuat secara sistematis berisi tentang suatu materi pelajaran tertentu, yang
disiapkan oleh pengarangnya dengan menggunakan acuan kurikulum yang berlaku.

6
Substansi yang ada dalam buku diturunkan dari kompetensi yang harus dikuasai
oleh pembacanya (dalam hal ini siswa).
Pusat Perbukuan (2006: 1) menyimpulkan bahwa buku teks adalah buku
yang dijadikan pegangan siswa pada jenjang tertentu sebagai media pembelajaran
(instruksional), berkaitan dengan bidang studi tertentu. Buku teks merupakan buku
standar yang disusun oleh pakar dalam bidangnya, biasa dilengkapi sarana
pembelajaran (seperti pita rekaman), dan digunakan sebagai penunjang program
pembelajaran.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2005 menjelaskan
bahwa buku teks (buku pelajaran) adalah buku acuan wajib untuk digunakan di
sekolah yang memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan
dan ketakwaan, budi pekerti dan kepribadian, kemampuan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi, kepekaan dan kemampuan estetis, potensi fisik dan
kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional pendidikan.
Dari kelima rumusan itu kiranya dapat diketahui indikator atau ciri penanda
buku teks sebagai berikut.
Buku teks merupakan buku sekolah yang ditujukan bagis siswa pada jenjang
pendidikan tertentu.
1. Buku teks berisi bahan yang telah terseleksi.
2. Buku teks selalu berkaitan dengan bidang studi atau mata pelajaran tertentu
3. Buku teks biasanya disusun oleh para pakar di bidangnya
4. Buku teks ditulis untuk tujuan instruksional tertentu.
5. Buku teks biasanya dilengkapi dengan sarana pembelajaran.
6. Buku teks disusun secara sistematis mengikuti strategi pembelajaran tertentu.
7. Buku teks untuk diasmilasikan dalam pembelajaran.
8. Buku teks disusun untuk menunjang program pembelajaran.
Dari butir-butir indikator tesebut, buku teks mempunyai ciri tersendiri bila
dibanding dengan buku pendidikan lainnya, baik dilihat dari segi isi, tataan,
maupun fungsinya. Dilihat dari segi isinya, buku teks merupakan buku yang berisi
uraian bahan ajar bidang tertentu, untuk jenjang pendidikan tertentu, dan pada

7
kurun ajaran tertentu pula. Dilihat dari segi tataanya, buku teks merupakan sajian
bahan ajar yang mempertimbangkan factor-faktor:
(1) tujuan pembelajaran,
(2) kurikulum dan struktur program pendidikan,
(3) tingkat perkembangan siswa sasaran,
(4) kondisi dan fasilitas sekolah, dan
(5) kondisi guru pemakai.
Dari segi fungsinya, selain mempunyai fungsi umum sebagai sebagai sosok
buku, buku teks memupunyai fungsi sebagai sarana pengembang bahan dan
program dalam kurikulum pendidikan, sarana pemerlancar tugas akademik guru,
sarana pemerlancar ketercapaian tujuan pembelajaran, dan sarana pemerlancar
efisiensi dan efektivitas kegiatan pembelajaran.
Secara teknis Geene dan Pety (dalam Tarigan, 1986: 21) menyodorkan
sepuluh kategori yang harus dipenuhi buku teks yang berkualitas. Sepuluh kategori
tersebut sebagai berikut:
1. Buku teks haruslah menarik minat siswa yang mempergunakannya.
2. Buku teks haruslah mampu memberikan motivasi kepada para siswa yang
memakainya.
3. Buku teks haruslah memuat ilustrasi yang menarik siswa yang
memanfaatkannya.
4. Buku teks seyogyanya mempertimbangkan aspek-aspek linguistik sehingga
sesuai dengan kemampuan para siswa yang memakainya.
Isi buku teks haruslah berhubungan erat dengan pelajaran-pelajaran lainnya,
lebih baik lagi kalau dapat menunjangnya dengan terencana sehingga semuanya
merupakan suatu kebulatan yang utuh dan terpadu.
Buku teks haruslah dapat menstimuli, merangsang aktivitas-aktivitas pribadi
para siswa yang mempergunaknnya, buku teks haruslah dengan sadar dan tegas
menghindar dari konsep-konsep yang samar-samar dan tidak biasa, agar tidak
embuat bingung siswa yang memakainya. buku teks haruslah mempunyai sudut
pandang atau ”point of view” yang jelas dan tegas sehingga ada akhirnya juga
menjadi sudut pandang para pemakainya yang setia. buku teks haruslah mamu

8
memberi pemantapan, penekanan pada nilai-nilai anak dan orang dewasa, buku teks
haruslah dapat menghargai perbedaan-perbedaan pribadi para pemakainya.
Sepuluh kategori yang disodorkan Geene dan Petty tersebut pada dasarnya
merupakan penjabaran lebih lanjut dari ketiga ciri buku teks yang disampaikan
sebelumnya. Dikatakan demikian, karena butir-butir kategori tersebut bisa
dimasukkan ke dalam tiga ciri buku teks. Sebagai kelengkapan kategori tersebut,
Schorling dan Batchelder (1956) memberikan empat ciri buku teks yang baik, yaitu
(1) direkomendasikan oleh guru-guru yang berpengalaman sebagai buku teks yang
baik;
(2) bahan ajarnya sesuai dengan tujuan pendidikan, kebutuhan siswa, dan
kebutuhan masyarakat;
(3) cukup banyak memuat teks bacaan, bahan drill dan latihan/tugas; dan
(4) memuat ilustrasi yang membantu siswa belajar.

Sebagai buku pendidikan, buku teks memainkan peranan penting dalam


pembelajaran. Dengan buku teks, program pembelajaran bisa dilaksanakan secara
lebih teratur, sebab guru sebagai pelaksana pendidikan akan memperoleh pedoman
materi yang jelas. Terhadap pentingnya buku teks ini, Grambs, J. D. dkk. (1959)
menyatakan”The textbook is one of the teacher’s major tools in guiding learning”.
Sementara itu, Hubert dan Harl menyoroti nilai lebih buku teks bagi guru
sebagai berikut.
1. Buku teks memuat persediaan materi bahan ajar yang memudahkan guru
merencanakan jangkauan bahan ajar yang akan disajikannya pada satuan
jadwal pengajaran (mingguan, bulanan, caturwulanan, semesteran).
2. Buku teks memuat masalah-masalah terpenting dari satu bidang studi.
3. Buku teks banyak memuat alat bantu pengajaran, misalnya gambar, skema,
diagram, dan peta.
4. Buku teks merupakan rekaman yang permanen yang memudahkan untuk
mengadakan review di kemudian hari.
5. Buku teks memuat bahan ajar yang seragam, yang dibutuhkan untuk kesamaan
evaluasi, dan juga kelancaran diskusi.

9
6. Buku teks memungkinkan siswa belajar di rumah.
7. Buku teks memuat bahan ajar yang relatif telah tertata menurut sistem dan
logika tertentu.
8. Buku teks membebaskan guru dari kesibukan mencari bahan ajar sendiri
sehingga sebagian waktunya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lain.

Bagi siswa sasaran, buku teks akan berpengaruh terhadap kepribadiannya,


walaupun pengaruh itu tidak sama antara siswa satu dengan lainnya. Dengan
membaca buku teks, siswa akan dapat terdorong untuk berpikir dan berbuat yang
positif, misalnya memecahkan masalah yang dilontarkan dalam buku teks,
mengadakan pengamatan yang disarankan dalam buku teks, atau melakukan
pelatihan yang diinstruksikan dalam buku teks. Dengan adanya dorongan yang
konstruktif tersebut, maka dorongan atau motif-motif yang tidak baik atau
destruktif akan terkurangi atau terhalangi. Oleh karena itu benar apa yang dikatakan
oleh Musse dkk (1963:484) bahwa pengaruh buku teks terhadap anak bisa
dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) dapat mendorong perkembangan yang baik
dan (2) menghalangi perkembangan yang tidak baik.
Sebagai pemantapan tentang fungsi buku teks, Loveridge menyatakan sebagai
berikut “Pelajaran dalam kelas sangat bergantung pada buku teks. Dalam keadaan
guru tidak memenuhi syarat benar, maka buku teks merupakan pembimbing dan
penunjang dalam mengajar. Bagi murid, buku teks bertugas sebagai dasar untuk
belajar sistematis, untuk memperteguh, mengulang, dan untuk mengikuti pelajaran
lanjutan.”
Bagi orang tua pun buku teks mempunyai peran tersendiri. Dengan buku
teks orang tua bisa memberikan arahan kepada anaknya apabila yang bersangkutan
kurang memahami materi yang diajarkan d sekolah. Dari keadaan ini orang tua
akhirnya bisa mengetahui daya serap anaknya terhadap materi mata pelajaran
tertentu. Apabila daya serapnya kurang, perlu dilakukan langkah-langkah
perbaikan; dan apabila daya serapnya baik, perlu juga dilakukan langkah-langkah
pemantapan atau pengayaan.

10
Pada sisi lain, buku teks dapat dipandang sebagai simpanan pengetahuan
tentang berbagai segi kehidupan (Pusat Perbukuan, 2005). Karena sudah
dipersiapkan dari segi kelengkapan dan penyajiannya, buku teks itu memberikan
fasilitas bagi kegiatan belajar mandiri, baik tentang substansinya maupun tentang
caranya. Dengan demikian, penggunaan buku teks merupakan bagian dari upaya
pencipataan ”budaya buku” bagi siswa, yang menjadi salah satu indikator dari
masyarakat yang maju.
Dipandang dari hasil belajar, buku teks mempunyai peran penting. Berbagai
hasil penelitian menunjukkan bahwa buku teks berperan secara maknawi dalam
prestasi belajar siswa. Laporan World Bank (1995) mengenai Indonesia, misalnya,
ditunjukkan bahwa tingkat kepemilikan siswa akan buku dan fasilitas lain
berkorelasi positif dengan prestasi belajar siswa. Di Filipina, peningkatan rasio
kepemilikan buku siswa dari 1 : 10 menjadi 1 : 2 di kelas 1 dan 2 secara signifikan
meningkatkan hasil belajar siswa (World Bank, 1995). Pernyataan tersebut
diperkuat oleh Supriadi (2000) yang menyatakan bahwa tingkat kepemilikan siswa
akan buku berkorelasi positif dan bermakna dengan prestasi belajar.
Dipandang dari proses pembelajaran pun demikian. Untuk mencapai
kompetensi yang ingin dicapai dalam pembelajaran, siswa perlu menempuh
pengalaman dan latihan serta mencari informasi tertentu. Salah satu alat yang
efektif untuk mencapai kompetensi tersebut adalah lewat penggunaan buku teks.
Sebab, pengalaman dan latihan yang perlu ditempuh dan informasi yang perlu
dicari, begitu pula tentang cara menempuh dan mencarinya, tersaji dalam buku teks
secara terprogram.
Walaupun buku teks diperuntukkan bagi siswa, guru pun dapat
memanfaatkannya. Pada waktu memberikan pembelajaran kepada siswa, guru
dapat mempertimbangkan pula apa yang tersaji dalam buku teks. Namuk demikian,
guru tetap memiliki kebebasan dalam memilih, mengembangkan, dan menyajikan
materi pembelajaran. Semua itu merupakan wewenang dan tanggung jawab
profesionalitas guru.

11
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa keberadaan buku teks sangat fungsional
baik bagi kelancaran pengelolaan kelas, bagi guru, bagi siswa, maupun bagi orang
tua.

BAB 2

TELAAH KURIKULUM DAN PERKEMBANGANNYA

A. Perkembangan Kurikulum Darii Masa Ke Masa

Banyaknya perubahan yangg terjadi tentu saja ada kekurangan dalam


implementasinya karena kurangnya pengetahuan serta kemampuan guru dalam
memahami tugas-tugas yangg harus di laksanakan. Dengaan persepsi yangg
berbeda diantara kompenen-kompenen pelaksana yaitu kepala dinas, pengawasan,
kepala sekolah, dan guru karena kurangnya kemampuan menerjemahkan kurikulum
ke dalam operasi pembelajaran.

E. Mulyasa (2004:13) mengungkapkan bahwa keberhasilan sebuah


kurikulum melalui tahapan :

1. Adanya sosialisasi yangg menyeluruh

Penting sekali melakukan sebuah sosialisasi yangg sistematis pada setiap


perubahan kurikulum yangg terjadi dan penyebaran informasi tersebut tentu saja
dimulai darii pemerintah yangg ditujukan kepada seluruh warga sekolah, bahkan
terhadap siswa dan orang tua. Kepala sekolah harus mengambil peran penting
dalam hal ini dengaan cara menghadirkan mereka yangg mengerti dengaan
perubahan kurikulum baru yangg akan diterapkan.

Sosialisasi yangg terstruktur dan sistematis akan sangat menunjang kemudahan


dalam memahami kurikulum yangg ditawarkan dan dapatt diterapkan secara
optimal. Setelah sosialisasi pihak sekolah bisa mengadakan rapat untukk

12
mendapattkan persetujuan bersama komite sekolah dan tenaga kependidikan agar
implementasi kurikulum yangg baru dapatt terlaksana dengaan baik dan maksimal.

2. Selalu menghadirkan lingkungan yangg kondusif

Sekolah sebagai sarana pendidikan haruslah menjadi tempat yangg kondusif,


aman, nyaman dan tertib. Dengaan menciptakan kondisi belajar yangg kondusif
dapatt menjadi faktor pendukung dan memberikan daya tarik sendiri bagi prose
pembelajaran.

Kondisi belajar yangg kondusif tentu harus ditunjang dengaan berbagai


fasilitas belajar yangg menyenangkan seperti saran, laboratorium, lingkungan,
penampilan, sikap guru, hubungan yangg harmonis antara siswa dengaan guru, guru
dengaan komite serta penataan organisasi dan pembelajaran yangg tepat sesuai
dengaan kemampuan siswa.

3. Selalu mengembangkan fasilitas dan sumber belajar

Fasilitas dan sumber belajar tentu akan membantu mempercepat proses


tercapainya tujuan kurikulum, fasilitas tersebut diantaranya laboratorium, pusat
sumber belajar dan perpustakaan. Pemberdayagunaan fasilitas dan sumber belajar
dapatt meningkatkan aktivitas dan kreativitas belajar siswa.

4. Selalu mengembangkan kemandirian sekolah

Mengembangkan kemandirian sekolah lebih identik dengaan


mengembngakan kemandirian kepala sekolah terutama dalam hal
mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyelaraskan semua sumber daya
pendidikan yangg tersedia serta memberikan arahan dan mengimplementasikan
kurikulum baru.

Kemandirian ini juga ditunjang dengaan profesionalisme kepala sekolah


sehingga dapatt mendorong sekolah intuk menwujudkan visi, misi, tujuan dan
sasaran sekolah melalui program-program yangg dilaksanakan secara terencana dan
bertahap.

13
5. Meluruskan paradigma (pola pikir) guru

Semua guru perlu diberikan sebuah pelatihan serta penataran khusus mengenai
bagaimana pelaksanaan kurikulum yangg baru tersebut. Kegiatan diadakan oleh
semua pihak sekolah, sehingga guru sebagai pihak yangg paling banayak
menhabiskan waktu dikelas selama proses pembelajaan lebih mengerti dan paham
dengaan kurikulum.

6. Memberdayakan semua tenaga kependidikan

Manajemen tenaga kependidikan ialah pihak yangg paling bertanggung jawab


untukk menciptakan perubahan tersebut sehinnga semua berjalan secara efektif dan
efesien demi mencapai hasil yangg optimal.

Pelaksanaan manajemen tenaga kependidikan di indonesia mencakup tujuh


kegiatan utama yaitu perencanaan tenaga kepentingan, pengadaan tenaga
kependidikan, pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan, promosi dan
mutasi, pemberhentian tenaga kependidikan, kompensasi dan penilaian tenaga
kependidikan. Semua itu dilakukan dengaan baik dan benaragar apa yangg
diharapkan tercapai yakni tersedianya tenaga kependidikan yangg diperlukan sesuai
dengaan kemampuan serta dapatt melaksanakan kerja dengaan baik. Oleh karena
itu pemberdayaan tenaga kependidikan merupakan faktor pendukung dalam
implementasi kurikulum batu di Indonesia.

Menurut Hamalik (2000: 19-23) pengembangan kurikulum harus berlandaskan


pada faktor-faktor :

1. Tujuan filsafat dan pendidikan nasional yangg dijadikan sebagai dasar untukk
merumuskan tujuan institusional.

2. Sosial budaya dan agama yangg berlaku dalam masyarakat.

3. Perkembangan peserta didik yangg menunujuk pada karakteristik


perkembangan peserta didik.

14
4. Keadaan lingkungan dalam arti luas yangg meliputi lingkungan kebudayaan,
hidup dan alam, termasuk ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

5. Kebutuhan pembangunan mencakup kebutuhan pembangunan dibidang


ekonomi, kesejahteraan rakyat, hukum dan lain-lain.

6. Perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan teknologi yanggs esuai dengaan


sistem nilai kemanusiaan budaya dan bangsa.

B. Kurikulum pada Masa Awal Kemerdekaan / Masa Orde Lama

Setelah kemerdekaan Republik Indonesia kurikulum yangg diterapkan


sudah mengalami beberapa pergantian yaitu :

1. Kurikulum 1947 (Rentjana pelajaran 1947)

Pada awal kemerdekaan istilah kurikulum dikenal dengaan leer plan. Dalam
bahasa Belanda artinya rencana pelajaran. Dalam kurikulum ini terdapatt dua hal
pokok antara lain :

a. Daftar mata pelajaran dan jam pengajaran

b. Garis garis besar pengajaran

Bahwa kurikulum pada masa-masa ini di pengaruhi oleh sistem pendidikan


kolonial Belanda dan Jepang sehingga hanya meneruskan kurikulum yangg pernah
digunakan oleh Belanda.

Rentjana pembelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem


pendidikan kolonial Belanda dan kurilkulum ini tujuannya tidak menekan pada
pikiran, tetapi diutamakan ialah pendidikan watak, kesadaran bernegara dan
bermasyarakat.

Kemudian materi-materi pelajaran sangat dekat dengaan kejadian sehari-


hari perhatian terhadap kesenian, jasmani dan lain-lain. Untukk kurikulum SD juga
masih dipengaruhi kolonial Belanda dan Rencana pelajaran 1947 baru dilaksanakan

15
di sekolah-sekolah tahun 1950. Sebagian menyebutkan sejarah perkembangan
kurikulum diawali darii kurikulum 1950.

2. Kurikulum 1952 (Rentjana peladjaran Terurai 1952)


Pada tahun ini Mentri P dan K yangg pada waktu itu dijabat oleh Mr.
Soewandi melakukan usaha untukk mengubah sistem pendidikan dan pengajaran
sehingga akan lebih sesuai dengaan keinginan dan cita-cita bangsa indonesia pada
saat itu.

Kemudian dibentuklah Panitia Penyelidik Pengajaran dalam rangka


mengubah sistem pendidikan kolonial kedalam sistem pendidikan nasional. Maka
kurikulum pada semua tingkat pendidikan mengalamiperubahan, sehingga
diorientasikan kepada kepentingan kolonial diubah dengaan kebutuhan bangsa
yangg merdeka.

Salah satu hasil darii panitia tersebut ialah menyanggkut kurikulum (rencana
pelajaran) pada setiap tingkat pendidikan harus memperhatikan hal-hal berikut :

a. Pendidikan pikiran harus dikurangi

b. Isi pelajaran harus dihubungkan terhadap kesenian

c. Pendidikan watak

d. Pendidikan jasmani

e. Kewarganegaraan dan masyarakat

Maka setelah Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran No.04 tahun


1950 maka lahirlah hal-hal penting :

a. Kurikulum pendidikan rendah ditujukan untukk menyiapkan anak memiliki


dasar-dasar pengetahuan kecakapan dan ketangkasan baik lahir maupun batin
serta mengembangkan bakat dan kesukaannya.

16
b. Kurikulum pendidikan menengah ditujukan untukk menyiapkan pelajar
kependidikan tinggi serta mendidik tenaga-tenaga ahli dalam berbagai
lapangan khusus sesuai dengaan bakat masingmasing dan kebutuhan
masyarakat.

c. Kurikulum pendidikan tinggi ditujukan untukk menyiapkan pelajaran agar


dapatt menjadi pimpinan dalam masyarakat dan dapatt memelihara kemajuan
ilmu dan kemajuan kemasyarakatan.

3. Kurikulum 1964 (Rentjana Peladjaran 1964)


Sesuai dengaan keputusan MPRS NO. II/MPRS/1960 telah dirumuskan
mengenai manusia sosialis Indonesia sebagai suatu bagian darii sosialisme
indonesia yangg menjadi tujuan pembangunan nasional yakni tata masyarakat adil
dan makmur berdasarkan Pancasila. (Tilaar, 1995 : 254)

Maka pelaksaan keputusan tersebut di sekolah diimplementasikan


kedalamkurikulum yangg dapatt menjiwai keputusan MPRS. Melaui keputusan
Presiden Republik Indonesia No. 145 tahun 1965 tentang Nama dan Rumusan
Induk Sistem Pendidikan Nasional antara lain dirumuskan mengenai pembinaan
manusia Indonesia :

a. Manusia Indonesia baru yangg berjiwa Pancasila Manipol atau USDEK dan
sanggup berjuang untukk mencapai citacita tersebut.

b. Manpower yangg cukup untukk melaksanakan pembangunan.

c. Kepribadian kebudayaan nasional yangg luhur

d. Ilmu dan teknologi yangg tinggi

e. Pergerakan kekuatan rakyat dalam pembangunan dan revolusi

Dan sesuai ketetapan MPRS NO. II/MPRS/1960 maka pendidikan


berfungsi sebagai :

17
a. Pendidikan sebagai pembina manusia indonesia baru yangg berakhlak tinggi

b. Pendidikan sebagai produsen tenaga kerja dalam semua bidang dan tingkatan

c. Pendidikan sebagai lembaga pengembangan ilmu pengetahuan teknik dan fisik

d. Pendidikan sebagai lembaga penggerak seluruh kekuatan rakyat.

Pada masa itu kurikulum 1960 ini memiliki kaitan yangg sangat erat dengaan
situasi politik di Indonesia pada zaman itu sehingga dirumuskan bahwa “pendidikan
sebagai alat revolusi dalam suasana mengharuskan pembantingan dalam segala
bidang khususnya bidang pendidikan”. (Tilaar, 1995 : 255)

C. Kurikulum Orde Baru

Macam kurikulum pada masa orde baru yaitu :

1. Kurikulum 1968

Kurikulum 1968 merupakan realisasi darii TAP MPRS No.


XXVII/MPRS/1966, Bab II pasal 2 ayat (3) berbunyi : “Pendidikan agama menjadi
pelajaran di sekolah-sekolah mulai darii sekolah dasar sampai dengaan universitas
negeri.” Dengaan tujuan pendidikannya dirumuskan dalam pasal 3 yangg berbunyi
: “Membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti
yangg dikehendaki oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan isi Undang-
Undang 1945.”

Pada kurikulum ini lebih menitik beratkan pada mempertinggi mental-


moral-budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama, mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan, membina atau mengembangkan fisik yangg kuat dan
sehat, sebagaimana tercantum dalam pasal 4 yangg berbunyi :

“Untukk mencapai dasar dan tujuan, maka isi pendidikan ialah sebagai
berikut :

a. Mempertinggi mental moral budi pekerti dan memperkuat keyakinan agama

b. Mempertinggi kecerdasan dan keterampilan

18
c. Membina/mengembangkan fisik yangg kuat dan sehat.”

Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan darii Kurikulum 1964, yaitu


dilakukannya perubahan struktur kurikulum darii Pancawardhana menjadi
pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum
1968 sebagai perwujudan darii perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945
secara murni dan konsekuen.

Pada prinsipnya, kelahiran kurikulum 1968 sangatlah bersifat politis :


mengganti Rencana Pendidikan 1964 yangg dicitrakan sebagai produk Orde Lama,
dengaan tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati.

Kurikulum 1968 bersifat correlated subject curriculum, artinya materi


pelajaran pada tingkat bawah mempunyai korelasi dengaan kurikulum sekolah
lanjutan. Jumlah mata pelajarannya 9, yangg memuat hanya mata pelajaran pokok
saja. Muatan materi pelajarannya sendiri hanya teoritis, tak lagi mengkaitkannya
dengaan permasalahan faktual di lingkungan sekitar. Metode pembelajaran sangat
dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pendidikan dan psikologi pada akhir tahun
1960-an. Salah satunya ialah teori psikologi unsur. Contoh penerapan metode
pembelajan ini ialah metode eja ketika pembelajaran membaca. Begitu juga pada
mata pelajaran lain, “anak belajar melalui unsur-unsurnya dulu”.

Struktur kurikulum 1968

a. Pembinaan Jiwa Pancasila

Kelompok jiwa pancasila ialah kelompok segi pendidikan yangg terutama


ditujukan kepada pembentukkan mental dan moral Pancasila serta
pengembangan manusia yangg sehat dan kuat fisiknya dalam rangka
pembinaan bangsa.

1) Pendidikan agama

2) Pendidikan kewarganegaraan

3) Bahasa Indonesia

19
4) Bahasa daerah

5) Pendidikan olahraga

b. Pengembangan pengetahuan dasar

Kelompok pengembangan pengetahuan dasar ialah kelompok mata pelajaran


yangg ditujukan pada penguasaan pengetahuan dasar untukk melanjutkan
pendidikan dan pembinaan kecakapan khusus.

1) Berhitung

2) IPA

3) Pendidikan kesenian

4) Pendidikan kesejahteraan keluarga

c. Pembinaan kecakapan khusus

Kelompok pembinaan kecakapan khusus ialah mata pelajaran yangg terutama


ditujukan kepada penguasaan ketrampilan yangg praktis fungsional.

Sebagai alat formal dipergunakan mata pelajaran yangg terbagi dalam tiga
kejuruan, yaitu :

1) Kejuruan agraria, dengaan segi pendidikan pertanian, peternakan, dan


perikanan

2) Kejuruan teknik, dengaan segi pendidikan pekerjaan tangan dan perbengkelan

3) Kejuruan ketatalaksanaan/ jasa, dengaan segi pendidikan koperasi, tabungan


dan PKK.

2. Kurikulum 1975

a. Latar Belakang

20
Dalam Kata Pengantar Kurikulum 1975, Menteri Pendidikan Republik
Indonesia Sjarif Thajeb, menjelaskan tentang latar belakang ditetapkanya
Kurikulum 1975 sebagai pedoman pelaksanaan pengajaran di sekolah. Penjelasan
tersebut sebagai berikut :

1) Sejak Tahun 1969 di Negara Indonesia telah banyak perubahan yangg terjadi
sebagai akibat lajunya pembangunan nasional, yangg mempunyai dampak baru
terhadap program pendidikan nasional. Hal-hal yangg mempengaruhi program
maupun kebijaksanaan pemerintah yangg menyebabkan pembaharuan itu ialah :

a) Selama Pelita I, yangg dimulai pada tahun 1969, telah banyak timbul
gagasan baru tentang pelaksanaan sistem pendidikan nasional.

b) Adanya kebijaksanaan pemerintah di bidang pendidikan nasional yangg


digariskan dalam GBHN yangg antara lain berbunyi : “Mengejar
ketinggalan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi untukk mempercepat
lajunya pembangunan.

c) Adanya hasil analisis dan penilaian pendidikan nasional oleh Departemen


Pendidikan dan Kebudayaaan mendorong pemerintah untukk meninjau
kebijaksanaan pendidikan nasional.

d) Adanya inovasi dalam system belajar-mengajar yangg dianggap lebih


efisien dan efektif yangg telah memasuki dunia pendidikan Indonesia.

e) Keluhan masyarakat tentang mutu lulusan pendidikan untukk meninjau


sistem yangg kini sedang berlaku.

2) Pada Kurikulum 1968, hal-hal yangg merupakan faktor kebijaksanaan


pemerintah yangg berkembang dalam rangka pembangunan nasional tersebut
belum diperhitungkan, sehingga diperlukan peninjauan terhadap Kurikulum
1968 tersebut agar sesuai dengaan tuntutan masyarakat yangg sedang
membangun.

21
Atas dasar petimbangan tersebut maka dibentuklah kurikulum tahun
1975 sebagai upaya untukk mewujudkan strategi pembangunan di bawah
pemerintahan orde baru dengaan program Pelita dan Repelita.

Prinsip Pelaksanaan Kurikulum 1975

Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan prinsip-


prinsip di antaranya sebagai berikut :

1) Berorientasi pada tujuan. Dalam hal ini pemerintah merumuskan tujuan-tujuan


yangg harus dikuasai oleh siswa yangg lebih dikenal dengaan khirarki tujuan
pendidikan, yangg meliputi : tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional,
tujuan kurikuler, tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.

2) Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki


arti dan peranan yangg menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yangg lebih
integratif.

3) Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.

4) Menganut pendekatan sistem instruksional yangg dikenal dengaan Prosedur


Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yangg senantiasa mengarah
kepada tercapainya tujuan yangg spesifik, dapatt diukur dan dirumuskan dalam
bentuk tingkah laku siswa.

5) Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengaan menekankan kepada stimulus


respon (rangsang-jawab) dan latihan (Drill). Pembelajaran lebih banyak
menggunaan teori Behaviorisme, yakni memandang keberhasilan dalam belajar
ditentukan oleh lingkungan dengaan stimulus darii luar, dalam hal ini sekolah
dan guru.

Komponen Kurikulum 1975

Kurikulum 1975 memuat ketentuan dan pedoman yangg meliputi unsur-unsur :

1) Tujuan institusional.

22
Berlaku mulai SD, SMP maupun SMA.Tujuan Institusional ialah tujuan yangg
hendak dicapai lembaga dalam melaksanakan program pendidikannya.

2) Struktur Program Kurikulum.

Struktur program ialah kerangka umum program pengajaran yangg akan


diberikan pada tiap sekolah.

3) Garis-Garis Besar Program Pengajaran

Sesuai dengaan namanya, Garis-Garis Besar Program Pengajaran, pada bagian


ini dimuat hal-hal yangg berhubungan dengaan program pengajaran, yaitu :

a) Tujuan Kurikuler, yaitu tujuan yangg harus dicapai setelah mengikuti


program pengajaran yangg bersangkutan selama masa pendidikan.

b) Tujuan Instruksional Umum, yaitu tujuan yangg hendak dicapai dalam setiap
satuan pelajaran baik dalam satu semester maupun satu tahun.

c) Pokok bahasan yangg harus dikembangkan untukk dijadikan bahan pelajaran


bagi para siswa agar mencapai tujuan pendidikan yangg telah ditetapkan.

d) Urutan penyampaian bahan pelajaran darii tahun pelajaran satu ke tahun


pelajaran berikutnya dan darii semester satu ke semester berikutnya.

4) Sistem Penyajian dengaan Pendekatan PPSI (Prosedur Pengembangan


Sistem Instruksional).

Sistem PPSI ini berpandangan bahwa proses belajar-mengajar sebagai suatu


system yangg senantiasa diarahkan pada pencapaian tujuan. Sistem pembelajaran
dengaan pendekatan sistem instruksional inilah yangg merupakan pembaharuan
dalam system pengajaran di Indonesia.

PPSI ialah sistem yangg saling berkaitan darii satu instruksi yangg terdiri atas
urutan, desain tugas yangg progresif bagi individu dalam belajar (Hamzah B.Uno,
2007). Oemar Hamalik mendefinisikan PPSI sebagai pedoman yangg disusun oleh
guru dan berguna untukk menyusun satuan pelajaran.

23
5) Sistem Penilaian

Dengaan melaksanakan PPSI, penilaian diberikan pada setiap akhir pelajaran


atau pada akhir satuan pelajaran tertentu. Inilah yangg membedakan dengaan
kurikulum sebelumnya yangg memberikan penilaian pada akhir semester atau akhir
tahun saja.

6) Sistem Bimbingan dan Penyuluhan

Setiap siswa memiliki tingkat kecepatan belajar yangg tidak sama. Di samping
itu mereka mereka memerlukan pengarahan yangg akan mengembangkan mereka
menjadi manusia yangg mampu meraih masa depan yangg lebih baik. Dalam kaitan
ini maka perlu adanya bimbingan dan penyuluhan bagi para siswa dalam meniti
hidupnya meraih masa depan yangg diharapkanya.

7) Supervisi dan Administrasi

Sebagai suatu lembaga pendidikan memerlukan pengelolaan yangg terarah,


baik yangg digunakan oleh para guru, administrator sekolah, maupun para
pengamat sekolah. Bagaimana teknik supervisi dan administrasi sekolah ini dapatt
dipelajari pada Pedoman pelaksanaan kurikulum tentang supervise dan
administrasi.Ketujuh unsur tersebut merupakan satu kesatuan yangg mewarnai
Kurikulum 1975 sebagai suatu sistem pengajaran.

Mata Pelajaran dalam Kurikulum 1975

1) Pendidikan agama

2) Pendidikan Moral Pancasila

3) Bahasa Indonesia

4) IPS

5) Matematika

6) IPA

7) Olah raga dan kesehatan

24
8) Kesenian

9) Keterampilan Khusus

e. Kelemahan Kurikulum 1975

Kelemahan yangg terdapatt dalam kurikulum 1975 ialah:

1) Pada kurikulum ini diberlakukan sistem sentralistik yangg menganggap bahwa


para guru di sekolah- sekolah sampai ke daerah- daerah terpencil mengerti
dengaan sendirinya tujuan kurikulum

2) Tidak meratanya informasi, sehingga setiap adanya pembaruan pendidikan,


pemerintah tidak mengikutsertakan guru sejak awal, bahkan guru hanya
dianggap subjek dan bukanlah objek darii proses pembelajaran tersebut

3) Dengaan digunakannya sistem instruksional, maka dalam tiap mata pelajaran,


diberikan tujuan kurikulum, dan tiap bahasan, diberikan pula tujuan
instruksional bagi guru dan siswa apa yangg harus dicapai. Jadi dalam
pengajaran sudah ditentukan tujuan-tujuan yangg setelah proses belajar yangg
harus dicapai oleh siswa. Dan hal ini mengakibatkan bahan ajar tidak dapatt
berkembang

4) Proses belajar ditentukan terlebih dahulu oleh pembuat kebijakan tentang


output yangg ingin dihasilkan

5) Siswa dan guru akan cenderung lebih pasif dalam proses belajar mengajar

3. Kurikulum 1984

a. Latar Belakang

Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu
lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Bahkan sidang umum MPR 1983 yangg produknya tertuang dalam

25
GBHN 1983 menyiratkan keputusan politik yangg menghendaki perubahan
kurikulum darii kurikulum 1975 ke kurikulum 1984. Karena itulah pada tahun 1984
pemerintah menetapkan pergantian kurikulum 1975 oleh kurikulum 1984.Secara
umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya ialah
sebagai berikut :

1) Terdapatt beberapa unsur dalam GBHN 1983 yangg belum tertampung ke


dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.

2) Terdapatt ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi


dengaan kemampuan anak didik.

3) Terdapatt kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di


sekolah.

4) Terlalu padatnya isi kurikulum yangg harus diajarkan hampir di setiap jenjang.

5) Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang


pendidikan yangg berdiri sendiri mulai darii tingkat kanak-kanak sampai
sekolah menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah.

6) Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untukk memenuhi kebutuhan


perkembangan lapangan kerja.

b. Ciri-ciri Kurikulum 1984

Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan
atau tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan
dalam kurikulum 1975 dianggap tidak sesuai lagi, oleh karena itu diperlukan
perubahan kurikulum. Kurikulum 1984 tampil sebagai perbaikan atau revisi
terhadap kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1) Berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa


pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yangg sangat
terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu,

26
sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yangg pertama harus
dirumuskan ialah tujuan apa yangg harus dicapai siswa.

2) Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa
aktif (CBSA). CBSA ialah pendekatan pengajaran yangg memberikan
kesempatan kepada siswa untukk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual,
dan emosional dengaan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara
maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.

3) Materi pelajaran dikemas dengaan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral ialah


pendekatan yangg digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan
kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang
sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yangg diberikan.

4) Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-


konsep yangg dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru
kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untukk menunjang pengertian
alat peraga sebagai media digunakan untukk membantu siswa memahami
konsep yangg dipelajarinya.

5) Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa.


Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan
penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret,
semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengaan menggunakan pendekatan
induktif darii contoh-contoh ke kesimpulan. Darii yangg mudah menuju ke
sukar dan darii sederhana menuju ke kompleks.

6) Menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses ialah


pendekatan belajar-mengajar yangg memberi tekanan kepada proses
pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan
mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan keterampilan proses
diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan
pelajaran.

c. Kelemahan Kurikulum 1984

27
Kurikulum 1984 memiliki kelemahan-kelemahan yaitu[3] :

1) Diberlakukannya sistem sentralistik sehingga memerlukan penyesuaian-


penyesuaian di daerah

2) Pada masa itu, adanya keterbatasan dana yangg menjadi alasan klasikal dalam
pelaksanaan kurikulum tersebut

3) Seringnya didapatti kompetensi guru yangg tidak sesuai dengaan yangg


semestinya

4) Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa
aktif (CBSA)

4. Kurikulum 1994

a. Latar Belakang

Adapun yangg menjadi latar belakang diberlakukanya kurikulum 1994 ialah


sebagai berikut :

1) Bahwa sesuai dengaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan upaya


untukk mencerdaskan kehidupan bangsa serta agar pemerintah mengusahakan
dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yangg diatur dengaan
Undang-Undang.

2) Bahwa untukk mewujudkan pembangunan nasional di bidang pendidikan,


diperlukan peningkatan dan penyempurnaan pentelenggaraan pendidikan
nasional, yangg disesuaikan dengaan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta kesenian, perkembangan masyarakat, serta kebutuhan
pembangunan.

3) Dengaan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun


1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional maka Kurikulum Sekolah Menengah
Umum perlu disesuaikan dengaan peraturan perundang-undangan tersebut.

28
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran
menekankan pada pola pengajaran yangg berorientasi pada teori belajar mengajar
dengaan kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena
berkesesuaian suasan pendidikan di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar.
Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yangg salah satu tugasnya
ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa materi (isi)
pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai
mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan mendapattkan materi pelajaran
yangg cukup banyak.

Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan


dilaksanakan sesuai dengaan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran,
yaitu dengaan mengubah darii sistem semester ke sistem caturwulan. Dengaan
sistem caturwulan yangg pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap
diharapkan dapatt memberi kesempatan bagi siswa untukk dapatt menerima materi
pelajaran cukup banyak.

b. Pokok Kurikulum 1994

Terdapatt ciri-ciri yangg menonjol darii pemberlakuan kurikulum 1994, di


antaranya sebagai berikut :

1) Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengaan sistem caturwulan.

2) Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yangg cukup padat


(berorientasi kepada materi pelajaran/isi)

3) Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yangg memberlakukan satu sistem


kurikulum untukk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat
kurikulum inti sehingga daerah yangg khusus dapatt mengembangkan
pengajaran sendiri disesuaikan dengaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat
sekitar.

29
4) Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan
strategi yangg melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik,
dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapatt memberikan bentuk soal
yangg mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan
lebih darii satu jawaban), dan penyelidikan.

5) Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengaan


kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga
diharapkan akan terdapatt keserasian antara pengajaran yangg menekankan
pada pemahaman konsep dan pengajaran yangg menekankan keterampilan
menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.

6) Pengajaran darii hal yangg konkrit ke hal yangg abstrak, darii hal yangg mudah
ke hal yangg sulit, dan darii hal yangg sederhana ke hal yangg komplek.

7) Pengulangan-pengulangan materi yangg dianggap sulit perlu dilakukan untukk


pemantapan pemahaman siswa.

Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan,


terutama sebagai akibat darii kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi
(content oriented), di antaranya sebagai berikut :

1) Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan
banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran.

2) Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengaan tingkat
perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait
dengaan aplikasi kehidupan sehari-hari.

3) Permasalahan di atas terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994.


Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untukk menyempurnakan
kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya
Suplemen Kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengaan tetap
mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu :

30
a) enyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya
menyesuaikan kurikulum dengaan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.

b) Penyempurnaan kurikulum dilakukan untukk mendapattkan proporsi yangg


tepat antara tujuan yangg ingin dicapai dengaan beban belajar, potensi
siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.

4) Penyempurnaan kurikulum dilakukan untukk memperoleh kebenaran substansi


materi pelajaran dan kesesuaian dengaan tingkat perkembangan siswa.

5) Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti


tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku
pelajaran.

6) Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam


mengimplementasikan dan tetap dapatt menggunakan buku pelajaran dan
sarana prasarana pendidikan lainnya yangg tersedia di sekolah.
Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah
dilaksanakan bertahap yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan
penyempurnaan jangka panjang.

D. Kurikulum Masa Reformasi

1. Kurikulum 2004 kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)

Kurikulum 1994 yangg dilengkapi dengaan kurikulum suplemen 1998, masih


dirasakan kurang, untukk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Setelah
berjalannya Kurikulum 1994, Kalau dilihat darii hasil ebtanas, memang hasilnya
sangat tidak memuaskan. pergantian kekuasaan kembali terjadi, dan kurikulum pun
kembali berubah. Dan mulai tahun 2004 lahirlah kurikulum baru dengaan nama
Kurikulum Berbasis Kompetensi ( KBK ) diterapkan di Indonesia. Lahir sebagai
respon darii tuntutan reformasi, diantaranya UU No 2 1999 tentang pemerintahan
daerah, UU No 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan

31
propinsi sebagai daerah otonom, dam Tap MPR No IV/MPR/1999 tentang arah
kebijakan.j pendidikan nasional.

Kurikulum ini mengharapkan agar siswa yangg mengikuti pendidikan


disekolah memilki kompetensi yangg diinginkan, karena konsentrasi kompetensi
ialah pada perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, nilai serta sikap yangg
ditunjukkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kurikulum Berbasis
Kompetensi ( KBK ) bermakna suatu perangkat pemahaman tentang kapasitas dan
standar program pendidikan yangg diharapkan dapatt mengantarkan siswa menjadi
kompeten dalam berbagai bidang kehidupan yangg dipelajari melalui pendidikan
disekolah, yangg memuat sejumlah kompetensi maupun sub kompetensi yangg
harus dikuasai siswa sebagai gambaran hasil belajarnya ( Learning – Outcomes).
Siswa yangg memilki kompetensi berarti ia mapu atau dapatt melakukan suatu
pekerjaan tertentu, setelah melalui suatu proses pembelajaran bermakna.

Pada dasarnya ingin menekankan pada adanya pendelegasian kewenangan


yangg lebih besar kepada sekolah dalam hal pelaksanaan dan pengembangan
pencapaian sasaran kurikulum. Disebut Kurikulum Berbasis Kompetrnsi karena
sekolah diberi kewenangan untukk menyusun silabus yangg dikehendaki, yangg
disesuaikan dengaan kebutuhan nyata sekolah .tidak ada lagi kurikulum yangg tidak
sesuai dengaan kebutuhan sekolah karena sekolah menyiapkannya sendiri sessuai
dengaan kebutuhan. Kondisi seperti inilah yangg menyebabkan mengapa KBK
sering disebut sebagai kurikulum berbasis sekolah.

KBK ini mencakup beberapa kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran


yangg harus dicapai siswa. Dan kegiatan pembelajaran pun diarahkan untukk
membantu siswa mengyasai kompetensi – kompetensi agar tujuan pembelajaran
tercapai.

Depdiknas mengemukakan katakteristik KBK ialah sebagai berikut:

a. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa yangg baik secara individual


maupun klasikal.

b. Berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman

32
c. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode
bervariasi

d. Sumber belajar bukam hanya guru tetapi juga sumber belajar lainnya yangg
memenuhi unsur edukatif

e. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan
atau pencapaian suatu kompetensi.

Kebijakan tentang KBK sebagai sebuah Sistem Kurikulum Nasional, KBK


terdiri darii dua buah bagian penting yangg mencakup:

a. Kebijakan KBK yangg disusun oleh Depdiknas

b. Silabus-silabus yangg disusun oleh dinas pendidikan atau sekolah

Dengaan adanya kebijakan pembuatan silabus didaerah atau sekolah berarti


bahwa daerah kabupaten dan atau sekolah menjadi lokasi penyusun silabus oleh
dinas pendidikan atau para guru disekolah, yangg dapatt berimplikasi terjadinya
hal-hal sebagai berikut:

a. Dinamika baru dalam pemecahan masalah kurikulum, dapatt secara langsung


ditangani pada tingkat daerah atau sekolah.

b. Pengelolaan kurikulum sepenuhnya ditangani oleh skolah sesuai dengaan


kemampuan dan kebutuhanya.

c. Pemberdayaan tenaga – tenaga kependidikan yangg potensial didaerah untukk


dilibatkan dalam penyusunan silabus

d. Pemanfaatan sumber – sumber daya pendidikan lainnya yangg terdapatt


didaerah yangg bersangkutan dimana sekolah itu berada, untukk penyusunan
silabus.

e. Penggunaan sumber – sumber informasi darii luar negeri berkeenaan dengaan


kurikullum untukk memperkaya penyusunan silabus.

33
f. Pembentukan tim pengembang kurikulum ( curriculum developer ) dan
pembuatan jaringan kurikulum ( curriculum networking ).

Beberapa keunggulan KBK dibandingkan kurikulum 1994 ialah.

a. KBK yangg dikedepankan Penguasaan materi Hasil dan


kompetenasiParadigma pembelajaran versi UNESCO: learning to
know,learning to do, learning to live together, dan learning to be.

b. Silabus ditentukan secara seragam, peran serta guru dan siswa dalam proses
pembelajaran, silabus menjadi kewenagan guru.

c. Jumlah jam pelajaran 40 jam per minggu 32 jam perminggu, tetapi jumlah mata
pelajaran belum bisa dikurangi.

d. Metode pembelajaran Keterampilan proses dengaan melahirkan metode


pembelajaran PAKEM dan CTL,

e. Sistem penilaian Lebih menitik beratkan pada aspek kognitif, penilaian


memadukan keseimbangan kognitif, psikomotorik, dan afektif, dengaan
penekanan penilaian berbasis kelas.

f. KBK memiliki empat komponen, yaitu kurikulum dan hasil belajar (KHB),
penilaian berbasis kelas (PBK), kegiatan belajar mengajar (KBM), dan
pengelolaan kurikulum berbasis sekolah (PKBS). KHB berisi tentang
perencaan pengembangan kompetensi siswa yangg perlu dicapai secara
keseluruhan sejak lahir sampai usia 18 tahun. PBK ialah melakukan penilaian
secara seimbang di tiga ranah, dengaan menggunakan instrumen tes dan non
tes, yangg berupa portofolio, produk, kinerja, dan pencil test. KBM diarahkan
pada kegiatan aktif siswa dala membangun makna atau pemahaman, guru tidak
bertindak sebagai satu-satunya sumber belajar, tetapi sebagai motivator yangg
dapatt menciptakan suasana yangg memungkinkan siswa dapatt belajar secara
penuh dan optimal.

34
2. KURIKULUM 2006 ( KTSP )

Kurikulum tingkat satuan Pendidikan ( KTSP ) ini disusun untukk menjalankan


amanah yangg tercantum dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20
tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintahan
Republik Indonesia No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Otonomi penyelenggaraan pendidikan tersebut pada gilirannya berimplikasi


pada perubahan sistem menejemen pendidikan darii pola sentralisasi ke
disentralisasi dalam pengelolaan pndidikan, dimana guru memiliki otoritas dalam
mngmbangkan kurikulum secara bebas dngan mmperhatikan karaktristik siswa dan
lingkungan disekolah masing – masing.

Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yangg tidak terpisahkan darii SI,
namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengaan
kebutuhan sekolah itu sendiri. KTSP terdiri darii tujuan pendidikan tingkat satuan
pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender
pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor
24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL. ditetapkan oleh kepala sekolah
setelah memperhatikan pertimbangan darii komite sekolah. Dengaan kata lain,
pemberlakuan KTSP sepenuhnya diserahkan kepada sekolah, dalam arti tidak ada
intervensi darii Dinas Pendidikan atau Departemen Pendidikan Nasional.
Penyusunan KTSP selain melibatkan guru dan karyawan juga melibatkan komite
sekolah serta bila perlu para ahli darii perguruan tinggi setempat. Dengaan
keterlibatan komite sekolah dalam penyusunan KTSP maka KTSP yangg disusun
akan sesuai dengaan aspirasi masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan dan
kebutuhan masyarakat.

Standar Isi ialah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yangg
dituangkan dalam persyaratan kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian
kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yangg harus dipenuhi peserta
didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

35
Standar isi merupakan pedoman untukk pengembangan kurikulum tingkat
satuan pendidikan yangg memuat.

a. Kerangka dasar dan struktur kurikulum,

b. Beban belajar,

c. Kurikulum tingkat satuan pendidikan yangg dikembangkan di tingkat satuan


pendidikan, dan

d. Kalender pendidikan.

SKL digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta


didik darii satuan pendidikan.SKL meliputi kompetensi untukk seluruh mata
pelajaran atau kelompok mata pelajaran.Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi
kemampuan lulusan yangg mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai
dengaan standar nasional yangg telah disepakati.

Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP ialah.

a. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah


dalam Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif
sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan
sumberdaya yangg tersedia.

b. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam


pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.

c. Meningkatkan kompetisi yangg sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas


pendidikan yangg akan dicapai.

3. Kurikulum 2013

Menteri Pendidikan dan kebudayaan, Prof.Ir. Muhammad Nuh, DEA


mengatakan bahwaKurikulum 2013 ini lebih ditekankan pada kompetensi
dengaan pemikiran kompetensi berbasis sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

36
Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut:

a. Tantangan Internal

Tantangan internal antara lain terkait dengaan kondisi pendidikan dikaitkan


dengaan tuntutan pendidikan yangg mengacu kepada 8 (delapan) Standar Nasional
Pendidikan yangg meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan,
standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

Tantangan internal lainnya terkait dengaan perkembangan penduduk Indonesia


dilihat darii pertumbuhan penduduk usia produktif.

b. Tantangan Eksternal

Tantangan eksternal antara lain terkait dengaan arus globalisasi dan berbagai
isu yangg terkait dengaan masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan
informasi, kebangkitan industri kreatif dan budaya, dan perkembangan pendidikan
di tingkat internasional.

Adapun ciri kurikulum 2013 yangg paling mendasar ialah:

a. Menuntut pengetahuan Guru dalam berpengetahuan dan mencari tahu


pengetahuan sebanyak – banyaknya karena siswa zaman sekarang telah mudah
mencari informasi dengaan bebas melalui perkembangan teknologi dan
informasi.

b. Siswa lebih didorong untukk memiliki tanggung jawab kepada lingkungan,


kemampuan interpersonal, antar personal, maupun memiliki kemampuan
berpikir kritis.

c. Memiliki tujuan agar terbentuknya genenrasi produktif, kreatif, inovativ, dan


avektif.

d. Khusus tingkat SD, pendekatan tematik integrative memberi kesempatan siswa


untukk mengenal dan memahami suatu tema dalam berbagai pelajaran.

Kurikulum 2013 dirancang dengaan karakteristik sebagai berikut:

37
a. mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan
sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengaan kemampuan intelektual
dan psikomotorik;

b. sekolah merupakan bagian darii masyarakat yangg memberikan pengalaman


belajar terencana dimana peserta didik menerapkan apa yangg dipelajari di
sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar;

c. mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya


dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat;

d. memberi waktu yangg cukup leluasa untukk mengembangkan berbagai sikap,


pengetahuan, dan keterampilan;

e. kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yangg dirinci lebih
lanjut dalam kompetensi dasar matapelajaran;

f. kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing elements)


kompetensi dasar, dimana semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran
dikembangkan untukk mencapai kompetensi yangg dinyatakan dalam
kompetensi inti;

g. kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling


memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antarmatapelajaran dan
jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).

Tujuan Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 bertujuan untukk mempersiapkan manusia Indonesia agar


memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yangg beriman,
produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.

38
BAB 3
BUKU TEKS DAN BUKU AJAR

A. Buku Teks
1. Pengertian Buku Teks
Adalah suatu tulisan ilmiah dalam bentuk buku yang substansi
pembahasannya fokus pada satu bidang ilmu. Buku teks membahas topik yang
cukup luas (satu bidang ilmu). Urutan materi dan struktur buku teks disusun
berdasarkan logika bidang ilmu (content oriented), diterbit secara resmi untuk
dipasarkan.
Buku teks menurut beberapa ahli :
1) Hall-Quest, 1915 dalam Tarigan, 1986
Buku teks adalah rekaman susunan rasial yang disusun unruk maksud-maksud
dan tujuan-tujuan instruksional.
2) Bacon, 1935 dalam Tarigan, 1986
Buku teks adalah buku yang dirancang untuk penggunaan di kelas, dengan
cermat disusun dan disiapkan oleh para pakar atau ahli dalam bidang itu dan
diperlengkapi dengan sarana-sarana pengajaran yang sesuai dan serasi.
3) Buckingham, 1958, dalam Tarigan, 1986
Buku teks adalah sarana belajar yang biasa digunakan di sekolah-sekolah dan
di perguruan tinggi untuk menunjang suatu program pengajaran.
4) Lange, 1940

39
Buku teks adalah buku yang dirancang buat penggunaan di kelas, dengan
cermat disusun dan disiapkan oleh para pakar atau para ahli dalam bidang itu
dan diperlengkapi dengan sarana-sarana pengajaran yang sesuai dan serasi.
5) Tarigan & Tarigan, 2010
Buku teks merupakan buku pelajaran dalam bidang studi tertentu, yang
merupakan buku standart, yang disusun oleh para pakar dalam bidang itu untuk
maksud dan tujuan instruksional, yang dilengkapi sarana-sarana pengajaran
yang serasi dan mudah dipahami oleh para pemakainya di sekolah-sekolah dan
perguruan tinggi sehingga dapat menunjang suatu program pengajaran.
6) Tarigan & Tarigan, 2010
Buku teks pelajaran merupakan buku yang dipakai untuk mempelajari atau
mendalami suatu subjek pengetahuan dan ilmu serta teknologi atau suatu
bidang studi, sehingga mengandung penyajian asas-asas tentang subjek
tersebut, termasuk karya kepanditaan (scholarly, literary) terkait subjek yang
bersangkutan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2005 menjelaskan
bahwa buku teks (buku pelajaran) adalah buku acuan wajib untuk digunakan di
sekolah yang memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan
dan ketakwaan, budi pekerti dan kepribadian, kemampuan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi, kepekaan dan Nomor 2 Tahun 2008

1. Pasal 1: ” buku teks adalah buku acuan wajib untuk digunakan di satuan
pendidikan dasar dan menengah atau perguruan tinggi yang memuat materi
pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan, ketakwaan, akhlak mulia,
dan kepribadian, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, peningkatan
kepekaan dan kemampuan estetis, peningkatan kemampuan kinestetis dan
kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional pendidikan.

2. Pasal 4 ayat (1): ” Buku teks pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
dinilai kelayakan-pakainya terlebih dahulu oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan sebelum digunakan oleh pendidik dan/atau peserta didik sebagai
sumber belajar di satuan pendidikan”.

40
3. Pasal 10 ayat (1): ”satuan pendidikan dasar dan menengah menetapkan masa
pakai buku teks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sesingkat-singkatnya 5
tahun”.

Berdasrkan pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan buku teks adalah
sama dengan buku pelajaran. Secara lebih lengkap dapat didefinisikan sebagai
berikut ini, buku teks adalah buku pelajaran dalam bidang studi tertentu, yang
merupakan buku standar, yang disusun oleh para pakar dalam bidang itu buat
maksud maksud dan tujuan instruksional, yang diperlengkapi dengan saran sarana
pengajaran yang serasi dan mudah dipahami oleh para pemakainya di sekolah
sekolah dan diperguruan tinggi. Sehingga dapat menunjang sesuatu program
pengajaran.

2. Macam Macam Buku Teks


Dilingkungan Sekolah Menengah Atas dikenal beberapa nama buku teks.
Misalnya buku teks dalam matapelajaran bahasa dan sastra Indonesia, sejarah,
fisika, kimia, matematika, dan sebagainya. Diperguruan tinggi ada berbagai jenis
buku teks. Di jurusan pendidikan bahasa dan sastra Indonesia, sebagai contoh, kita
kenal buku teks matakuliah tata bahasa (sintaksis dan morfolugi), menyimak,
membaca, apresiasi sastra , dan sebagainya. Disamping itu kita juga mengenal
istilah lain seperti buku teks tunggal, buku teks berjilid dan buku teks berseri.
Karena itu dapat kita simpulkan bahwa buku teks mempunyai aneka jenis ragam.
Menurut pengamatan penulis ada empat dasar atau patokan yang digunakan
dalam pengklasifikasikan buku teks. Patokan- patokan itu adalah :
1. Berdasarkan mata pelajaran atau bidang studi (Terdapat di SD, SMP,
SMA)
2. Berdasarkan matakuliah bidang yang bersangkutan (Terdapat
diperguruan tinggi)
3. Berdasarkan penulisan buku teks (mungkin disetiap jenjang
pendidikan)
4. Berdasarkan jumlah penulis buku teks.

41
Dari segi cara penulisan buku teks dikenal tiga jenis buku teks. Ketiga jenis
itu adalah :
1. Buku Teks Tunggal
Buku teks tunggal ialah buku teks yang hanya terdiri atas satu buku saja. Berikut
ini didaftarkan beberapa contoh buku teks tunggal, antara lain :
1) Kerap, Gorys, 1973, Tatabahasa Indonesia untuk SLA, Ende Flores, Nusa
Indah.
2) Ramlan, M. 1983, sintaksis, Jogjakarta: CV Karyono.
3) Samsuri, 1985, Tata Kalimat Bahasa Indonesia, Jakarta ; Sastra Hudaya.

2. Buku Teks Berjilid


Buku Teks Berjilid ialah buku pelajaran untuk satu kelas tertentu atau untuk
satu jenjang sekolah tertentu. Berikut beberapa contoh buku teks berjilid seperti :
1) Depdikbud, 1981, Bahasa Indonesia I, II, dan III, Jakarta: Proyek Pengadaan
Buku Pelajaran, Perpustakaan & Ketrampilan SLU
2) Alisyahbana, sutan takdir, 1975, Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia I dan
II, Jakart: Dian Rakyat
3) Badudu, Y.S. , Sari Kesastraan Indonesia I dan II, Bandung: Pustaka Prima.

3. Buku Teks Berseri


Buku Teks Berseri ialah buku pelajaran berjilid mencakup beberapa jenjang
sekolah, misalnya dari SD-SMP-SMA. Berikut Contoh buku teks berseri
1) Tarigian, Henry Guntur dan Djago Tarigan, 1985, Terampil berbahasa
Indonesia, (Untuk SD 9 jilid), Bandung: Penerbit Angkasa.
2) Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan, 1985, terampilan berbahasa
Indonesia, (untuk SMP 6 bJilid), Bandung: Penerbit Angkasa.
3) Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan, 1985, Terampil Berbahasa
Indonesia, (untuk SMA 6 Jilid), Bandung : Penerbid Angkasa

3. Manfaat Buku Teks

42
1. Membantu peserta didik dalam melaksanakan kurikulum karena disusun
berdasarkan kurikulum yang berlaku
2. Menjadi pegangan guru dalam menentukan metode pengajaran
3. Memberi kesempatan bagi peserta didik untuk mengulangi pelajaran atau
mempelajari materi yang baru
4. Memberikan pengetahuan bagi peserta didik maupun pendidik
5. Menjadi penambah nilai angka kredit untuk mempermudah kenaikan pangkat
dan golongan
6. Menjadi sumber penghasilan jika diterbitkan

4. Kualitas Buku
Bagi seorang pelajar atau mahasiswa, salah satu buku yang sangat diperlukan
ialah buku teks atau buku pelajaran. Buku teks berfungsi sebagai penunjang
kegiatan belajar-mengajar dalam mata pelajaran tertentu. Mata pelajaran PPKn
memerlukan buku teks PPKn dan sejenisnya.
Semakin baik kualitas buku teks, semakin sempurna pengajaran mata pelajaran
yang ditunjangnya. Buku teks mengenai Matematika yang bermutu jelas akan
meningkatkan kualitas pengajaran Matematika. Buku teks mengenai Bahasa
Indonesia bermutu tinggi akan meningkatkan kualitas pengajaran dan hasil
pengajaran bahasa indonesia, dan seterusya.
Greene dan Petty telah menyusun cara penilaian buku teks dengan sepuluh
kriteria. Apabila buku teks dapat memenuhi 10 persyaratan yang diajukan, dapat
dikatakan buku teks tersebut berkualitas. Butir-butir yang harus dipenuhi oleh buku
teks yang tergolong kategori berkualitas tinggi antara lain:
1. Buku teks haruslah menarik minat anak-anak, yaitu para siswa yang
mempergunakannya
2. Buku teks haruslah mampu memberi motivasi kepada para siswa yang
memakainya
3. Buku teks haruslah memuat ilustrasi yang menarik para siswa yang
memanfaatkannya

43
4. Buku teks seyogyanya mempertimbangkan aspek-aspek linguistik sehingga
sesuai dengan kemampuan para siswa yang memakainya
5. Buku teks isinya haruslah berhubungan erat dengan pelajaran-pelajaran
lainnya; lebih baik lagi kalau dapat menunjangnya dengan rencana sehingga
semuanya merupakan suatu kebulatan yang utuh dan terpadu
6. Buku teks haruslah dapat menstimulasi, meransang aktivitas-aktivitas
pribadi para siswa yang mempergunakannya
7. Buku teks haruslah dengan sadar dan tegas menghindari konsep-konsep
yang samar-samar dan tidak biasa, agar tidak sempat membingungkan para
siswa yang memakainya.
8. Buku teks haruslah mempunyai sudut pandangan atau “point of view” yang
jelas dan tegas. Sehingga juga pada akhirnya menjadi sudut pandangan para
pemakainya yang setia
9. Buku teks haruslah mampu memberi pemantapan, penekanan pada nilai-
nilai anak dan orang dewasa.
10. Buku teks itu haruslah dapat menghargai perbedaan-perbedaan pribadi para
siswa pemakainya.

Butir-butir itu meliputi minat siswa, motivasi, ilustrasi, linguistik, terpadu,


menggiatkan, aktivitas, kejelasan konsep, titik pandang, pemantapan nilai, dan
menghargai perbedaan pribadi.
Buku teks yang baik haruslah relevan dan menunjang pelaksanaan kurikulum.
Kriteria linguistik mengacu kepada tujuan agar buku teks dipahami oleh siswa. oleh
karena itu, penulis mengganti istilahnya menjadi komunikatif. Sementara itu,
mengenai urutannya disusun seperti berikut: titik pandang (point of view), kejelasan
konsep, relevansi, minat, motivasi, menstimulasi aktifitas, ilustrasi, komunikatif,
menunjang pelajaran lain, menghargai perbedaan individu, dan memantapkan nilai-
nilai.
Pedoman penilaian buku teks sebagai berikut:
1. Sudut Pandangan (Point of view)

44
Buku teks harus mempunyai landasan, prinsip, dan sudut pandang tertentu
yang menjiwai atau melandasi buku teks secara keseluruhan. Sudut pandang
ini dapat berupa teori dari ilmu jiwa, bahasa, dan sebagainya.
2. Kejelasan Konsep
Konsep-konsep yang harus digunakan dalam suatu buku teks harus jelas dan
tandas. Keremang-remangan dan keamanan perlu dihindari agar siswa atau
membaca juga jelas pengertian, pemahaman, dan penangkapannya.

3. Relevan dengan kurikulum


Buku teks ditulis untuk digunakan disekolah. Sekolah mempunyai kurikulum.
Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain bahwa buku teks harus relevan dengan
kurikulum yang berlaku.
4. Menarik minat
Buku teks ditulis untuk siswa. Oleh karena itu, penulis buku teks harus
mempertimbangkan minat-minat siswa pemakai buku teks tersebut. Semakin
sesuai buku teks dengan minat siswa, semakin tinggi daya tarik buku teks
tersebut.
5. Menumbuhkan motivasi
Motivasi berasal dari kata motif, yang berarti daya pendorong bagi seseorang
untuk melakukan sesuatu. Motivasi diartikan sebagai penciptaan kondisi yang
ideal sehingga seseorang ingin, mau, senang mengerjakan apa yang
diinstruksikan dalam buku tersebut. Apalagi bila buku teks tersebut dapat
menggiring siswa ke arah penumbuhan motivasi intrinsik.
6. Menstimulasi aktifitas siswa
Buku teks yang baik ialah buku teks yang merangsang, menantang, dan
menggiatkan aktivitas siswa. Di samping tujuan dan bahan, faktor metode
sangat menentukan dalam hal ini.
7. Ilustratif
Buku teks harus disertai dengan ilustrasi yang mengena dan menarik. Ilustrasi
yang cocok pastilah memberikan daya penarik tersendiri serta memperjelas hal
yang dibicarakan

45
8. Menarik
Buku teks harus disertai dengan ilustrasi yang mengena dan menarik. Ilustrasi
yang cocok pastilah memberikan daya penarik tersendiri serta memperjelas hal
yang dibicarakan
Buku teks harus dimengerti oleh pemakainnya, yaitu siswa.pemahaman harus
didahului oleh komunikasi yang tepat. Faktor utama yang berperan di sini
adalah bahasa. Bahasa buku teks haruslah:
a) Sesuai dengan bahasa siswa;
b) Kalimat-kalimatnya efektif;
c) Terhindar dari makna ganda;
d) Sederhana;
e) Sopan;
f) Menarik
9. Menunjang mata pelajaran lain
Buku teks mengenai bahasa indonesia, misalnya, di samping menunjang mata
pelajaran bahasa indonesia, juga menunjang mata pelajaran lain. Melalui
pengajaran bahasa indonesia, pengetahuan siswa dapat bertambah dengan soal-
soal sejarah, ekonomi, matematika, geografi, kesenian, olahraga, dan
sebagainya.
10. Menghargai perbedaan individu
Buku teks yang baik tidak membesar-besarkan perbedaan individu tertentu.
Perbedaan dalam kemampuan, bakat, minat, ekonomi, sosial, budaya setiap
individu tidak dipermasalahkan tetapi diterima sebagaimana adanya.

5. Sistematika Buku
a. Halaman Pendahuluan
Halaman pendahuluan terdiri dari unsur-unsur ialah :
1) Halaman judul adalah halaman yang memuat judul buku, pengarang, nomor
penerbitan (edisi) atau nomor jilid, nama dan tempat penerbitan,dan tahun
penerbitan

46
2) Daftar Isi adalah petunjuk bagi pembaca tentang topicK tertentu dan nomor
halaman dimana topik tersebut berada
3) Daftar gambar dan daftar table adalah memuat informasi tentang keberadaan
gambar dan table yang di sajikan dalam buku ajar
4) Pengantar(foreword) adalah penjelasan yang di tulis orang lain atas
permintaan penulis atau penerbit untuk memperkenalkan penulis atau subyek
yang di tulis
5) Prakata adalah pejelasan yang di tulis oleh penulis yang biasanya memuat:
alasan menganggap penulis tergugah menulis buku, isi buku, cara
pembahasannya, kelebihan dari buku lain dan susunannya, siapa calon
pembaca, pengetahuan yang harus dimiliki oleh pembaca sebagai prasarat
agar dapat memahami isis buku, cara terselesaikannya buku, siapa yang yang
membantu atau mendorong penulisan buku, tujuan penulis, ucapan terima
kasih, dan harapan penulis tentang bukunya dan apa yang di harapkan dari
pembaca.
b. Bagian isi
Bagian isi terdiri atas uraian rinci setiap bab, subbab disertai dengan contoh
latihan dan soal-soal yang harus di selesaikan peserta didik (siswa,mahasiswa).
Pada akhir setiap bab di berikan rangkuman atau ringkasan untuk mempermudah
pembaca mengingat hal-hal penting.
Tiap bab mengandung :
1) Pendahuluan
2) Sub Bab
3) Ringkasan
4) Soal latihan
5) Daftar Pustaka
c. Bagian Penyudah
Halaman penyudah terdiri dari unsur - unsur :
1) Lampiran
2) Pustaka (bacaan utama dan bacaan tambahan)
3) Penjurus/Indeks Daftar Istilah

47
4) Takarir ( Glosarry ) kamus persial yang memuat kesimpulan kata – kata
yang terdapat dalam bagian isi.

B. BUKU AJAR
1. Pengertian Buku Ajar

Buku ajar adalah buku pegangan untuk suatu matakuliah yang ditulis dan
disusun oleh pakar bidang terkait dan memenuhi kaidah buku teks serta diterbitkan
secara resmi dan disebar luaskan. (Pedoman PAK Dosen 2009)

Pengertian buku ajar menurut beberapa ahli.

Banyak ahli yang mengemukakan batasan tentang buku ajar (paket, teks)
ini. Di antaranya Hall-Quest dalam buku Tarigan mengatakan “buku ajar adalah
rekaman pemikiran rasial yang disusun buat maksud-maksud dan tujuan-tujuan
instruksional”. Ahli lain seperti Lange menyatakan “buku teks (ajar) adalah buku
standar atau buku setiap cabang khusus studi dan terdiri dari dua tipe yaitu buku
pokok atau utama dan suplemen atau tambahan”. Lebih terperinci lagi Bacon
mengemukakan bahwa “buku teks (ajar) buku yang dirancang buat penggunaan di
kelas, dengan cermat disusun dan disiapkan oleh para pakar atau ahli dalam bidang
itu dan dilengkapi dengan sarana-sarana pengajaran yang sesuai dan serasi”.

Buckingham mengutarakan bahwa “buku teks (ajar) adalah sarana belajar


yang bisa digunakan di sekolah-sekolah dan di perguruan tinggi untuk menunjang
suatu program pengajaran dan pengertian modern dan yang umum dipahami”. Hal
senada juga terdapat dalam Wikipedia, “A textbook or coursebook is a manual of
instruction in any branch of study. A textbook can also be any standard book on a
subject, which is not necessarily used in a particular course. Textbooks are
produced according to the demands of educational institutions”.

Dari berbagai pendapat para ahli di atas, Tarigan menyimpulkan beberapa


hal mengenai buku ajar tersebut sebagai berikut .

48
 Buku ajar merupakan buku pelajaran yang ditujukan bagi siswa pada
jenjang pendidikan tertentu (SD, SLTP, SMA/SMK, dan sebagainya).
 Buku ajar selalu berkaitan dengan bidang studi tertentu (Bahasa Indonesia,
Matematika, Fisika, Sejarah, dan sebagainya).
 Buku ajar selalu merupakan buku yang standar. Pengertian standar di sini
ialah baku, menjadi acuan berkualitas dan biasanya ada tanda pengesahan
dari badan wewenang di bawah Dinas Pendidikan Nasional
 Buku ajar ditulis oleh pakar di bidangnya masing-masing.
 Buku ajar ditulis untuk tujuan intruksional tertentu.
 Buku ajar dilengkapi dengan sarana pengajaran.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat dikatakan buku ajar


merupakan buku yang diterbitkan dan disebarluaskan oleh pemerintah
(Kemendiknas dan Kemenag)) sebagai buku pelajaran dalam bidang studi tertentu,
yang merupakan buku standar dan disusun oleh para pakar dalam bidang itu untuk
maksud-maksud dan tujuan intruksional dilengkapi dengan sarana pengajaran yang
serasi dan mudah dipahami oleh para pemakainya di sekolah-sekolah sehingga
menunjang suatu program pengajaran.

Dalam perkembangannya buku ajar tidak lagi diterbitkan oleh pemerintah,


melainkan oleh pihak swasta. Dalam kaitan ini, pemerintah hanya diberi wewenang
untuk pengadaan buku ajar, bukan untuk penggandaannya. Selanjutnnya
pemerintah menetapkan standar tertentu yang harus dipenuhi oleh setiap penerbitan
buku yang akan digunakan oleh satuan pendidikan. Dalam hal ini standar tersebut
ditetapkan dan dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

Seperti terlihat dari namanya, buku ajar adalah jenis buku yang digunakan
dalam aktivitas belajar dan mengajar. Prinsipnya semua buku dapat digunakan
untuk bahan kajian pembelajaran. Namun, yang ingin disampaikan adalah
pengertian buku ajar terkait dengan cara menyusun, penggunaannya dalam
pembelajaran, dan penyebarannya, sehingga buku tersebut termasuk kategori buku
ajar.

49
Buku ajar disusun dengan alur dan logika sesuai dengan rencana
pembelajaran. Buku ajar disusun sesuai kebutuhan belajar siswa atau mahasiswa.
Buku ajar disusun untuk mencapai tujuan pembelajaran atau kompetensi tertentu.

Penulisan buku ajar harus mengacu kepada kurikulum dan harus tercermin
adanya bahan yang tingkat kedalaman dan keluasannya berbeda antara kelas X
dengan kelas XI. Bahan di kelas XI relatif lebih luas, lebih dalam dari bahan yang
diberikan di kelas X, bukan sebaliknya. Buku ajar disusun sesuai dengan kebutuhan
pelajar. Pertama kebutuhan akan pengetahuan, misalnya tentang ilmu alam, kepada
siswa SD kebutuhannya hanya sampai tingkatan mengetahui. Tetapi pada tingkat
SMA/SMK sudah harus mampu memahami, bahkan mungkin sampai aplikasi. Di
tingkat ini dibutuhkan latihan dan pendampingan. Ketiga adalah kebutuhan umpan
balik terhadap apa yang disampaikan kepada siswa.

Buku ajar adalah buku pegangan untuk suatu mata pelajaran yang ditulis
dan disusun oleh pakar bidang terkait dan memenuhi kaidah buku teks serta
diterbitkan secara resmi dan disebarluaskan.

2. Fungsi Buku Ajar

Greene dan Petty, merumuskan beberapa peranan dan kegunaan buku ajar
sebagai berikut :

1. Mencerminkan suatu sudut pandang yang tangguh dan modern mengenai


pengajaran serta mendemontrasikan aplikasi dalam bahan pengajaran yang
disajikan.
2. Menyajikan suatu sumber pokok masalah atau subject matter yang kaya,
mudah dibaca dan bervariasi, yang sesuai dengan minat dan kebutuhan para
siswa, sebagai dasar bagi program-program kegiatan yang disarankan di
mana keterampilan-keterampilan ekspresional diperoleh pada kondisi yang
menyerupai kehidupan yang sebenarnya.
3. Menyediakan suatu sumber yang tersusun rapi dan bertahap mengenai
keterampilan-keterampilan ekspresional.

50
4. Menyajikan (bersama-sama dengan buku manual yang mendampinginya)
metode-metode dan sarana-sarana pengajaran untuk memotivasi siswa.
5. Menyajikan fiksasi awal yang perlu sekaligus juga sebagai penunjang bagi
latihan dan tugas praktis.
6. Menyajikan bahan atau sarana evaluasi dan remedial yang serasi dan tepat
guna.

Buku ajar haruslah mempunyai sudut pandang yang jelas, terutama


mengenai prinsip-prinsip yang digunakan, pendekatan yang dianut, metode yang
digunakan serta teknik-teknik pengajaran yang digunakan. Buku ajar sebagai
pengisi bahan haruslah menyajikan sumber bahan yang baik. Susunannya teratur,
sistematis, bervariasi, dan kaya akan informasi. Di samping itu harus mempunyai
daya tarik kuat karena akan mempengaruhi minat siswa terhadap buku tersebut.
Oleh karena itu, buku ajar itu hendaknya menantang, merangsang, dan menunjang
aktivitas dan kreativitas siswa.

3. Petunjuk Penyusunan Buku Ajar


1. Menimbulkan minat baca
2. Ditulis dan dirancang untuk siswa / mahasiswa
3. Menjelaskan tujuan pembelajaran
4. Disusun berdasarkan pola belajar yang fleksibel
5. Struktur berdasarkan kebutuhan siswa / mahasiswa dan kompetensi akhir
yang akan dicapai
6. Memberi kesempatan pada siswa / mahasiswa untuk berlatih
7. Mengakomodasi kesulitan siswa / mahasiswa
8. Memberikan rangkuman
9. Gaya penulisan komunikatif dan semi formal
10. Kepadatan berdasarkan kebutuhan siswa / mahasiswa
11. Dikemas untuk proses pembelajaran

51
4. Prinsip Pengembangan Bahan Ajar atau Buku Ajar
1. Pengembangan buku ajar atau bahan ajar hendaklah memperhatikan prinsip-
prinsip pembelajaran antara lain :
2. Mulai dari yang mudah untuk memahami yang sulit, dari yang sederhana untuk
memahami yang komplek
3. Pengulangan akan memperkuat pemahaman
4. Umpan balik positif akan memberikan penguatan terhadap pemahaman peserta
didik
5. Motivasi belajar yang tinggi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
belajar peserta didik
6. Mencapai tujuan ibarat naik tangga, setahap demi setahap, akhirnya akan
mencapai ketinggian tertentu
7. Mengetahui hasil yang telah dicapai akan mendorong peserta didik untuk terus
mencapai tujuan

5. Kualitas Buku Ajar yang Baik


Di antara ahli lain yang menetapkan buku ajar yang baik adalah Greene dan
Petty yang dikutip oleh Tarigan. Kedua ahli ini menetapkan 10 (sepuluh) kriteria
buku ajar yang baik. Kriteria itu sebagai berikut :

1. Buku ajar itu haruslah menarik minat anak-anak, yaitu para siswa
yang memakainya.
2. Buku ajar itu haruslah memberi motivasi kepada para siswa yang memakainya.
3. Buku ajar itu haruslah memuat ilustrasi yang menarik hati para siswa yang
memanfaatkannya.
4. Buku ajar seyogyanya mempertimbangkan aspek-aspek linguistik sehingga
sesuai dengan kemampuan para siswa yang memakainya.
5. Isi buku ajar haruslah berhubungan erat dengan pelajaran-pelajaran lainnya,
lebih baik lagi kalau dapat didukung dengan perencanaan, sehinga semuanya
merupakan kebulatan yang utuh dan terpadu.

52
6. Buku ajar haruslah dapat menstimulasi, merangsang aktivitas-aktivitas pribadi
para siswa yang mempergunakannya.
7. Buku ajar harus dengan sadar dan tegas menghindari konsep-konsep yang
samar-samar dan tidak biasa agar tidak sempat membingungkan para siswa
yang menggunakannya.
8. Buku ajar harus mempunyai sudut pandang atau point of view yang jelas dan
tegas sehingga juga pada akhirnya menjadi sudut pandang para pemakainya
yang setia.
9. Buku ajar harus mampu memberi pemantapan, penekanan pada nilai-nilai anak
dan orang dewasa.
10. Buku ajar harus dapat menghargai pribadi-pribadi para siswa

C. PERBEDAAN BUKU TEKS DAN BUKU AJAR


Tabel Perbedaan antara Buku Teks dan Bahan Ajar
Buku Teks Bahan Ajar
1.mengasumsikan minat dari pembaca 1. menimbulkan minat dan pembaca
2. ditulis terutama untuk digunakan 2. ditulis dan dirancang untuk
guru digunakan siswa
3. dirancang untuk dipasarkan secara
luas
4. belum tentu menjelaskan tujuan 3. menjelaskan tujuan instruksional.
instruksional
5. disusun secara linear 4. disusun berdasarkan pola “belajar
yang fleksibel”
6. strukturnya berdasarkan logika 5. strukturnya berdasarkan kebutuhan
bidang ilmu (content) siswa dan kompetensi akhir yang
akan dicapai
7. belum tentu memberikan latihan 6. berfokus pada pemberian
kesempatan bagi siswa untuk
berlatih
8. tidak mengantisipasi kesukaran 7. mengakomodasi kesukaran siswa.
belajar siswa
9. belum tentu memberikan 8. selalu memberikan rangkuman
rangkuman
10. gaya penulisan naratif tetapi tidak 9. gaya penulisan komunikatif dan
komunikatif semi formal
11. sangat padat 10. kepadatan berdasarkan kebutuhan
siswa

53
12. dikemas untuk dijual secara umum 11. dikemas untuk digunakan dalam
proses instruksional
13. tidak mempunyai mekanisme 12.mempunyai mekanisme untuk
untuk mengumpulkan umpan balik mengumpulkan umpan balik dari
dari pemakai siswa
14. tidak memberikan saran-saran cara 13. menjelaskan cara mempelajari
mempelajari buku tersebut. bahan ajar

BAB 4

JABARAN KURIKULUM : SILABUS, SKL, KI, DAN KD

A. Pengertian Kurikulum

Macam-macam definisi yang diberikan tentang kurikulum. Lazimnya kurikulum


dipandang sebagai suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar-
mengajar di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga
pendidikan beserta staf pengajarnya.
Ada sejumlah ahli teori kurikulum yang berpendapat bahwa kurikulum
bukan hanya meliputi semua kegiatan yang direncanakan melainkan juga peristiwa-
peristiwa yang terjadi di bawah pengawasan sekolah, jadi selain kegiatan kurikuler
yang formal juga kegiatan yang tak formal.

Kurikulum formal meliputi :

 Tujuan pelajaran, umum dan spesifik.


 Bahan pelajaran yang tersusun sistematis.

54
 Strategi belajar-mengajar serta kegiatan-kegiatannya.
 Sistem evaluasi untuk mengetahui hingga mana tujuan tercapai.

Kurikulum tak formal terdiri atas kegiatan-kegiatan yang juga direncanakan


akan tetapi tidak berkaitan langsung dengan pelajaran akademis dan kelas tertentu.
Kurikulum ini dipandang sebagai pelengkap kurikulum formal. Yang termasuk
kurikulum tak-formal ini antara lain: pertunjukan sandiwara, pertandingan
antarkelas atau antarsekolah, perkumpulan berbagai hobby, pramuka, dan lain-lain

B. Landasan Kurikulum
1. Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan merupakan aktivitas berpikir tinggi dalam pencarian
teori dan praktik pendidikan. Permasalahan yang dihadapi oleh dunia pendidikan
bukanlah masalah ketidakjelasan konseptual melainkan pada masalah-masalah
nyata dalam praktik pendidikan terutama yang berkaitan dengan kurikulum dan
implementasi kurikulum. Landasan pengembangan kurikulum perlu mengacu pada
falsafah kehidupan bangsa Indonesia, dalam arti, kurikulum dikembangkan
berdasarkan cita-cita pembangunan bangsa Indonesia, yakni yang dapat berdiri
sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Kesepakatan nasional menetapkan Tujuan Pendidikan Nasional (Tupenas)
adalah “… berkembangnya potensi peserta didik agar mejadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.” (UU-RI No.20 Tahun 2003 pasal 3).

2. Psikologi Pendidikan
Psikologi pendidikan mencoba member kontribusinya ke dalam pendidikan
dengan mengkaji beberapa karateristik subjek pendidikan dari beberapa aspek
psikologi. Pertama, psikologi perkembangan yang mengkaji tentang perubahan
progresif yang terjadi pada manusia. Ada beberapa kaidah perkembangan manusia
dalam pendidikan. Yaitu, sikap kritis, peran kematangan dan belajar, pola

55
perkembangan, perbedaan individu, tahapan perkembangan, setiap tahap
perkembangan memiliki resiko, rangsangan, pengaruh budaya, haran social pada
etiap perkembangan, serta keyakinan tradisional. Kedua, psikologi belajar yang
mengkaji bagaimana seseorang belajar baik secara individu maupun kelompok.
Berbagai teori belajar yang ditemukan tampaknya masih relevan untuk
dipertimbangkan dalam proses pembelajaran.1

3. Masyarakat dan Budaya

S. Nasution mengemukakan: “Mendidik anak dengan baik hanya mungkin


jika kita memahami masyarakat tempat mereka hidup. Oleh karena itu, setiap
Pembina Kurikulum harus senantiasa mempelajari keadaan, perkembangan,
kegiatan, dan aspirasi masyarakat. Melalui pendidikan manusia memperoleh
peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban masa sekarang dan membuat
peradaban masa yang akan datang. Kebudayaan suatu bangsa akan berkembang
sebagai fungsi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk mencapai
tujuan pendidikan perlu melibatkan ketiga sentra pendidikan, yaitu lingkungan
keluarga, masyarakat dan sekolah.

4. Orientasi ke Masa Depan


Kurikulum perlu dikembangkan berdasarkan tujuan0tujuan yang ingin
dicapai dan termanifestasikan dalam pribadi-pribadi peserta didik, baik perilaku
maupun sika. Profil manusia yang diharapkan terbentuk melalui pendidkan dan
interaksi dengan masyarakat. Yurmaini Mainuddin (1994:41) memprioritaskan
pembekalan sifat-sifat kreatif, berprakarsa dan mampu memcahkan masalah yang
dihadapi oleh para lulusan.

C. Prinsip Pengembangan Kurikulum

56
Selama terjadinya perkembangan dan pengembangan kurikulum sekolah di
Indonesia, masing – masing mengikuti prinsip-prinsip pengembangan kurikulum
yang berbeda. Namun sasaran yang hendak dicapai adalah sama, yaitu dalam
rangka mewujudkan cita-cita pembangunan nasional pada umumnya dan tujuan
pendidikan Pancasila dan UUD 45 yang diacukan pada kerangka dasar
pembangunan nasional yang tertuang dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara.

a. Prinsip Relevansi
Relevansi adalah kesesuaian, keserasian pendididkan dengan tuntutan
masyarakat. Pendidikan dikatakan relevan jika hasil pendidikan tersebut berguna
secara fungsional bagi masyarakat.
Masalah relevansi pendidikan dengan masyarakat :
1. Relevansi pendidikan dengan lingkungan kehidupan peserta didik
Relevansi pendidikan dengan lingkungan kehidupan peserta didik berarti bahwa
dalam mengembangkan kurikulum atau dalam menetapkan bahwa pengajaran
yang diajarkan hendaknya dipertimbangkan atau disesuaikan dengan
kehidupan nyata di sekitar peserta didik.
2. Relevansi pendidikan dengan kehidupan sekarang dan kehidupan yang akan
datang
Apa yang diajarkan kepada peserta didik pada saat ini hendaknya bermanfaat
baginya untuk menghadapi kehidupan di masa yang akan datang. Dengan kata
lain, kurikulum hendaknya disesuaikan dengan apa yang terjadi dimasa yang
akan datang.
3. Relevansi pendidikan dengan tuntutan dunia kerja
Disamping relevensi dari isi pendidikan, hal yang dipertimbangkan relevansinya
adalah berkenaan dengan relevansi segi kegiatan belajar. Kurangnya relevansi
segi kegiatan belajar ini sering mengakibatkan sukarnya lulusan dalam
menghadapi tuntutan dari dunia pekerjaan.
4. Relevensi pendidikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

57
Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan begitu cepat. Oleh karena itu,
pendidikan harus dapat menyesuikan diri dan bahkan dapat memberikan
sumbangan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut.

b. Prinsip-Prinsip Efektivitas dan Efesiensi


1. Prinsip Efektivitas
Efektivitas mengajar guru terutama berkenaan dengan sejauh mana kegiatan
belajar-mengajar yang direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik. Efektifitas
guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar akan sangat berpengaruh pada
efektivitas pencapaian tujuan pengajaran (pendidikan) yang telah ditetapkan.
Efektivitas belajar peserta didik terutama berkenaan dengan sejauh mana
tujuan pelajaran yang diinginkan telah dicapai melalui kegiatan belajar-mengajar.
Kemampuan peserta didik dalam menguasai tujuan yang telah ditetapakan oleh
guru secara optimal sangat bergantung pada kemampuan guru dalam menyediakan
suasana pelajaran yang kondusif.
2. Prinsip Efesiensi
Efesiensi merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai dan pengeluaran
(berupa waktu, tenaga, dan biaya) yang diharapkan paling tidak menunjukkan hasil
yang seimbang. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan kurikulum atau proses
belajar-mengajar, maka proses belajar-mengajar dikatakan efesiensi jika usaha,
biaya dan waktu yang digunakan untuk menyelesaikan program pengajaran tersebut
dapat merealisasikan hasil yang optimal.

c. Prinsip Kesinambungan (kontinuitas)

Kurikulum sebagai wahana belajar yang dinamis perlu dikembangkan teus


menerus dan berkesinambunagn dalam pengembangan kurikulum yang
menyangkut saling hubungan dan saling menjalin antara berbagai tingkat dan jenis
program pendidikan atau bidang studi.

Kesinambungan antara berbagai tingkat sekolah (pendidikan) dan bidang


studi ini menuntut bahwa kurikulum harus disusun dengan mempertimbangkan :

58
1. Bahan pelajaran yang diperlukan untuk sekolah yang lebih tinggi harus sudah
diajarkan di sekolah sebelumnya.
2. Bahan pelajaran yang sudah diajarkan di sekolah yang lebih rendah tidak perlu
dajarkan lagi di sekolah yang tinggi.

d. Prinsip Fleksibilitas

Prinsin fleksibilitas menunjukkan bahwa kurikulum adalah tidak kaku. Tidak


kaku arti bahwa ada semacam ruang gerak yang memberikan sedikit kebebasan
dalam bertindak. Oleh karena itu, peserta didik harus diberi kebebasan dalam
memilih program pendidikan yang sesuai dengan bakat, minat, kebutuhan dan
lingkungannya.

e. Prinsip Berorientasi pada Tujuan

Prinsip berorientasi pada tujuan bahwa sebelum bahan ditentuan maka langkah
pertama yang dilakukan oleh guru adalah menentukan tujuan terlebih dahulu. Hal
ini dimaksudkan agar segala jam dan kegiatan pengajaran yang dilakukan oleh
peserta didik maupun guru dapat benar-benar terarah kepada tercapainya tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan tersebut.

f. Prinsip Pendidikan Seumur Hidup

Prinsip pendidikan seumur hidup mengandung implikasi lain, yaitu agar


sekolah tidak saja memberi pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan pada
peserta didik tamat dari sekolah namun juga memberikan bakal kemampuan untuk
dapat menumbuhkembangkan diri sendiri.

g. Prinsip dan Model Pengembangan Kurikulum

Pengembangan kurikulum dilakukan secara bertahap dan terus-menerus, yaitu


dengan jalan mengadakannya terhadap pelaksanaan dan hasil-hasil yang telah

59
dicapai untuk melakukan perbaikan, pemnatapan, dan pengembangan lebih
berlanjut.

BAB 5

LANJUTAN JABARAN KURIKULUM : SILABUS, SKL, KI, DAN KD

D. Pendekatan Kurikulum

Para ahli kurikulum selama ini telah mendapatkan sejumlah pendekatan umum
dalam pengembangan kurikulum masing-masing berdasarkan fokus utama
tertentu. Cara penggolongan oleh para ahli itu agak berlainan, namun apa yang
dikemukakan di sini boleh dikatakan telah mencakup kebanyakan dari pendekatan
utama dewasa ini.

1. Pendekatan Bidang Studi (Pendekatan Subjek atau Disiplin Ilmu)

Pendekatan ini menggunakan bidang studi atau matapelajaran sebagai dasar


organisasi kurikulum, misalnya matematika, sains, sejarah, geografi, atau IPA, IPS,
dan sebagainya seperti yang lazim kita dapati dalam sistem pendidikan kita
sekarang di semua sekolah dan universitas.

60
Yang diutamakan dalam pendekatan ini ialah penguasaan bahan dan proses
dalam disiplin ilmu tertentu. Pendekatan ini paling mudah dibandingkan dengan
pendekatan lainnya oleh sebab disiplin ilmu telah jelas batasannya dan karena itu
lebih mudah mempertanggung jawabkan apa yang diajarkan

2. Pendekatan Interdisipliner

Banyak usaha telah dijalankan selama ini untuk mendobrak tembok pemisah
yang dibuat-buat antara berbagai matapelajaran atau disiplin ilmu yang terdapat
dalam pendekatan bidang studi. Masalah-masalah dalam kehidupan tidak hanya
melibatkan satu disiplin, akan tetapi memerlukan berbagai ilmu secara
interdisipliner.

Ada bebarapa pendekatan interdisipliner dalam pengembangan kurikulum:

a. Pendekatan “Broad-Field

Pendekatan ini berusaha mengintegrasikan beberapa disiplin atau


matapelajaran yang saling berkaitan agar siswa memahami ilmu pengetahuan tidak
berada dalam vakum atau kehampaan akan tetapi merupakan bagian integral dari
kehidupan manusia. Pendekatan broad-field ini juga dapat digunakan agar siswa
memahami hubungan yang kompleks antara kejadian-kejadian di dunia.

b. Pendekatan kurikulum inti (Core Curiculum)

Kurikulum ini banyak persamaannya dengan broad-field, karena juga


menggabungkan berbagai disiplin ilmu. Kurikulum diberikan berdasarkan suatu
masalah sosial atau personal. Untuk memecahkan masalah itu digunakan bahan dari
berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan masalah itu.

Kurikulum ini berusaha menghilangkan tembok pemisah yang tak wajar antara
berbagai disiplin ilmu agar siswa dapat menerapkan secara fungsional pengetahuan
dan ketrampilan yang diperolehnya dari berbagai disiplin ilmu guna memecahkan
masalah sosial personal masa kini.

c. Pendekatan Kurikulum Inti di Perguruan Tinggi

61
Istilah inti (core) juga digunakan dalam kurikulum Perguruan Tinggi. Dengan
“core” dimaksud pengetahuan inti yang pokok yang diambil dari semua disiplin
ilmu yang dianggap esensial mengenai kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang
dianggap layak dimiliki oleh tiap orang terdidik dan terpelajar. Pengetahuan umum
ini layak dimiliki tiap mahasiswa lepas dari jurusan yang dipilihnya.

d. Pendekatan Kurikulum Fusi

Kurikulum ini men-fusi-kan atau menyatukan dua (atau lebih) disiplin


tradisional menjadi bidang studi baru, misalnya: geografi + geologi +botani +
arkeologi menjadi earth sciences.

Semua pendekatan Interdisipliner mempunyai tujuan yang sama, yakni agar


mengajar-belajar lebih relevan dan bermakna serta lebih mudah dipahami dalam
konteks kehidupan kita.

3. Pendekatan Rekonstruksionisme

Pendekatan ini juga disebut Rekonstruksi Sosial karena memfokuskan


kurikulum pada masalah-masalah penting yang dihadapi dalam masyarakat.

Dalam gerakan rekosnstruksionisme ini terdapat dua kelompok utama yang


sangat berbeda pandangannya tentang kurikulum, yakni:

a. Rekonstruksionisme konservatif.

Aliran ini menginginkan agar pendidikan ditujukan kepada peningkatan mutu


kehidupan individu maupun masyarakat dengan mencari penyelesaian masalah-
masalah yang paling mendesak yang dihadapi masyarakat.

b. Rekonstruksionisme radikal.
Pendekatan ini berpendapat bahwa banyak negara mengadakan pembangunan
dengan merugikan rakyat kecil yang miskin yang merupakan mayoritas
masyarakat.

62
Kedua pendirian yang saling bertentangan ini mempunyai unsur kesamaan.
Masing-masing berpendirian bahwa misi sekolah ialah untuk mengubah dan
memperbaiki masyarakat. Sedangkan perbedaannya terletak dalam definisi atau
tafsiran masing-masing tentang “perbaikan” dan cara pendekatan terhadap masalah
itu.

4. Pendekatan Humanistik

Kurikulum ini berpusat pada siswa, jadi “student-centered”, dan


mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian
integral dari proses belajar.hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep-diri siswa
berkorelasi tinggi dengan prestasi akademis. Selanjutnya siswa hendaknya
diturutsertakan dalam penyelenggaraan kelas dan keputusan instruksional.
Pendidikan yang berpusat pada siswa mefokuskan kurikulum pada kebutuhan siswa
baik personal maupun sosial.

Pendekatan humanistik dalam kurikulum didasarkan atas asumsi-asumsi


sebagai berikut:

a. Siswa akan lebih giat belajar dan bekerja bila harga dirinya dikembangkan
sepenuhnya.
b. Siswa yang diturut sertakan dalam perencanaan dan pelaksanaan pelajaran
akan merasa bertanggung jawab atas keberhasilannya.
c. Hasil belajar akan meningkat dalam suasana belajar yang diliputi oleh rasa
saling mempercayai, saling membantu, saling mempedulikan dan bebas dari
ketegangan yang berlebihan.
d. Guru yang berperan sebagai fasilitator belajar memberi tanggungjawab kepada
siswa atas kegiatannya belajar dan memupuk sikap positif terhadap “apa
sebab” dan “bagiamana” mereka belajar.
e. Kepedulian siswa akan pelajaran memegang peranan penting dalam
penguasaan bahan pelajaran itu.
f. Evaluasi diri bagian penting dalam proses belajar yang memupuk rasa harga
diri.

63
5. Pendekatan “Accountability”

Accountability atau pertanggungjawaban lembaga pendididkan tentang


pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat, akhir-akhir ini tampil sebagai pengaruh
yang penting dalam dunia pendidikan. Namun, menurut bnayak pengamat
pendidikan accountability ini telah mendesak pendidikan dalam arti yang
sebenarnya menjadi latihan belaka. Akuntabilitas yang sistematis pertama kalinya
diperkenalkan Frederick Taylor kelak dikenal sebagai “scientific management”
atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang harus diselesaikan
pekerja dalam waktu tertentu. Tiap pekerja bertanggung jawab atas penyelesaian
tugas itu.

Walaupun akuntabilitas pendidikan bukan sesuatu yang baru, pendekatan ini


mulai mendominasi kurikulum dalam seperempat abad akhir-akhir ini. Gerakan
akuntabilitas dalam 1960-an, 1970-an dan 1980-an menyebar dengan pesat dan
mendesak sistem pendidikan di seluruh dunia agar lebih memperhatikan
pengukuran efektivitas pendidikan berdasarkan standar akademis yang ditetapkan
lebih dahulu secara cermat dengan mempertimbangkan sumber yang tersedia. Suatu
sistem yang accountable menetukan standar dan tujuan spesifik yang jelas serta
mengukur efektivitasnya berdasarkan taraf keberhasilan siswa mencapai standar
itu.

Para pengritik mengemukakan, bahwa pada umumnya standar yang ditentukan


hanya mengenai pengetahuan kognitif dan ketrampilan tingkat rendah dan gagal
merumuskan dan mengukur dimensi yang lebih tinggi seperti berpikir kritis,
kreativitas, dan aspek-aspek afektif. Dalam usaha mengembangkan standar yang
dapat dipertanggung jawabkan, pendekatan kurikulum beralih ke arah apa yang
disebut sistem yang tertutup atau model latihan.

6. Pendekatan Pembangunan Nasional

Pendekatan ini mengandung tiga unsur:

64
a. Pendidikan kewarganegaraan.
Berorientasi pada sistem politik negara yang menetukan peranan, hak dan
kewajiban tiap warganegara.
Dalam masyarakat demokratis, warganegara dapat dimasukkan dalam tiga
kategori;warganegara yang apatis, warganegara yang pasif, warganegara
aktif.
b. Pendidikan Pembangunan Nasional
Tujuan pendidikan ini ialah mempersiapkan tenaga kerja yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Untuk itu harus diadakan
proyeksi kebutuhan tenaga kerja yang cermat. Sistem pendidikan diatur
sedemikian rupa sehingga mampu menghasilkan tenaga kerja menurut
spesifikasi yang tgelah diproyeksikan dalam batas kemampuan keuangan
negara. Para pengembang kurikulum bertugas untuk mendisain program yang
sesuai dengan analisis jabatan yang akan diduduki.
c. Pendidikan Ketrampilan untuk Kehidupan Praktis
Ketrampilan yang diperlukan bagi kehidupan sehari-hari dapat dibagi
dalam beberapa kategori yang tidak hanya bercorak ketrampilan kan tetapi
juga mengandung aspek pengetahuan dan sikap, yakni:
1) Ketrampilan untuk mencari nafkah dan rangka sistem ekonomi suatu
negara.
2) Ketrampilan untuk mengembangkan masyarakat.
3) Ketrampilan untuk menyumbang kepada kesejahteraan umum.
4) Ketrampilan sebagai warga negara yang baik.

Pendekatan ini menggabungkan humanisme dengan pendidikan


kewarganegaraan dan pendidikan pembangunan nasional.

E. Pengertian dan Hakikat Standar Isi

Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi


minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis

65
pendidikan tertentu.Standar isi tersebut memuat kerangka dasar dan struktur
kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender
pendidikan. Dimana tujuan standar isi ialah meningkatkan mutu pendidikan yang
diarahkan untuk pengembangan potensi peserta didik sesuai dengan perkembangan
ilmu, teknologi, seni, serta pergeseran paradigma pendidikan yang berorientasi
pada kebutuhan peserta didik.

F. Hubungan SKL, KI, KD, Indikator, dan Tujuan Pembelajaran

1. Standar Kompetensi Lulusan

Standar kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan


yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan standar
nasional yang telah disepakati, sebagaimana yang ditetapkan dengan Peraturan
menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun 2006. Fungsi Standar Kompetensi
Lulusan (SKL):

a) Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam


menentukan kelulusan peserta didik,dari satuan pendidikan.

b) Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk


meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut

c) Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah umum


bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut

d) Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan untuk


meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Ruang
Lingkup Standar Kompetensi Lulusan (SKL):

66
· Standar kompetensi lulusan (SKL) satuan pendidikan

· Standar kompetensi lulusan (SKL) kelompok mata pelajaran

· Standar kompetensi lulusan (SKL) mata pelajaran

2. KI (Kompetensi Inti)

Kompetensi Inti merupakan terjemahan atau operasionalisasi SKL dalam


bentuk kualitas yang harus dimiliki mereka yang telah menyelesaikan pendidikan
pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu, gambaran
mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap,
pengetahuan, dan keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus
dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran.
Kompetensi Inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian
hard skills dan soft skills.

Kompetensi Inti berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organising element)


kompetensi dasar. Sebagai unsur pengorganisasi, Kompetensi Inti merupakan
pengikat untuk organisasi vertikal dan organisasi horizontal Kompetensi Dasar.
Organisasi vertikal Kompetensi Dasar adalah keterkaitan antara konten Kompetensi
Dasar satu kelas atau jenjang pendidikan ke kelas/jenjang di atasnya sehingga
memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu akumulasi yang berkesinambungan
antara konten yang dipelajari siswa. Organisasi horizontal adalah keterkaitan antara
konten Kompetensi Dasar satu mata pelajaran dengan konten Kompetensi Dasar
dari mata pelajaran yang berbeda dalam satu pertemuan mingguan dan kelas yang
sama sehingga terjadi proses saling memperkuat.

Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait yaitu
berkenaan dengan sikap keagamaan (kompetensi inti 1), sikap sosial (kompetensi
2), pengetahuan (kompetensi inti 3), dan penerapan pengetahuan (kompetensi 4).
Keempat kelompok itu menjadi acuan dari Kompetensi Dasar dan harus
dikembangkan dalam setiap peristiwa pembelajaran secara integratif. Kompetensi
yang berkenaan dengan sikap keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak
langsung (indirect teaching) yaitu pada waktu peserta didik belajar tentang

67
pengetahuan (kompetensi kelompok 3) dan penerapan pengetahuan (kompetensi
Inti kelompok 4).

Kompetensi Inti merupakan terjemahan atau operasionalisasi SKL dalam


bentuk kualitas yang harus dimiliki mereka yang telah menyelesaikan pendidikan
pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu, gambaran
mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap,
pengetahuan, dan keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus
dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran.
Kompetensi Inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian
hard skills dan soft skills.

Kompetensi Inti berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organising element)


kompetensi dasar. Sebagai unsur pengorganisasi, Kompetensi Inti merupakan
pengikat untuk organisasi vertikal dan organisasi horizontal Kompetensi Dasar.
Organisasi vertikal Kompetensi Dasar adalah keterkaitan antara konten Kompetensi
Dasar satu kelas atau jenjang pendidikan ke kelas/jenjang di atasnya sehingga
memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu akumulasi yang berkesinambungan
antara konten yang dipelajari siswa. Organisasi horizontal adalah keterkaitan antara
konten Kompetensi Dasar satu mata pelajaran dengan konten Kompetensi Dasar
dari mata pelajaran yang berbeda dalam satu pertemuan mingguan dan kelas yang
sama sehingga terjadi proses saling memperkuat.

Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait yaitu
berkenaan dengan sikap keagamaan (kompetensi inti 1), sikap sosial (kompetensi
2), pengetahuan (kompetensi inti 3), dan penerapan pengetahuan (kompetensi 4).
Keempat kelompok itu menjadi acuan dari Kompetensi Dasar dan harus
dikembangkan dalam setiap peristiwa pembelajaran secara integratif. Kompetensi
yang berkenaan dengan sikap keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak
langsung (indirect teaching) yaitu pada waktu peserta didik belajar tentang
pengetahuan (kompetensi kelompok 3) dan penerapan pengetahuan (kompetensi
Inti kelompok4).

68
3. KD (Kompetensi dasar)

Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta


didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator
kompetensi dalam suatu pelajaran. Kompetensi Dasar (KD), merupakan penjabaran
SK peserta didik yang cakupan materinya lebih sempit dibanding dengan SK
peserta didik. Kurikulum 2013:Istilah SK-KD ini akan digantikan menjadi
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar.

Kompetensi Dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap


kelas yang diturunkan dari Kompetensi Inti. Kompetensi Dasar adalah konten atau
kompetensi yang terdiri atas sikap, pengetahuan, dan ketrampilan.

BAB 6
KETERKAITAN ANTARA BUKU TEKS DAN SILABUS

Buku teks sendiri adalah paduan khusus yang menjadi pegangan untuk
siswa, layaknya buku panduan yang memudahkan pengguna gadget, google map
untuk para perjelajah jalanan dan kamus bagi penerjemah. Sepenting itulah buku
teks dalam permbelajaran, yang dapat menjembatani guru dan murid agar tidak
mengalami jurang pemahaman yang keliru serta menjadi guide dalam pembahasan
teori yang kadang berlebihan, pula fasilitas murah bagi murid yang tamak akan ilmu
pengetahuan. Tentu ikatan antara buku teks dan pembelajaran tak bisa diragukan
lagi.
Soal kehawatiran lain, tinggal bagaimana sikap kita dalam mengunakan
buku teks tersebut, jangan sampai terlalu memanfaatkan buku teks yang kadang
mendominasi pembelajaran. Hal ini yang banyak sekali terjadi di sekolah-sekolah.
Karena adanya buku teks apa lagi LKS. Pendampingan guru terhadap proses
pembelajar menjadi kurang, karena guru merasa sudah merasa cukup akan materi-
materi yang telah tersaji pada buku teks.

69
Itulah sebatas pemikiran dari hasil pembelajran dan pengalaman,
dikarenakan keterbatasan keilmuan, setelah saya mencari bahan referensi di buku,
diktat dan papan seluncur, maksud saya tempat berseluncur yaitu internet saya
menemukan artikel yang menarik yang bisa dibaca-baca.
Pembelajaran dengan buku teks pelajaran merupakan dua hal yang saling
melengkapi (Suryaman, 2006). Pembelajaran akan berlangsung secara efektif
manakala dilengkapi dengan media pembelajaran, yakni -- yang cukup penting --
berupa buku teks pelajaran. Buku teks pelajaran dapat disusun serta digunakan
dengan baik jika memperhatikan prinsip-prinsip dalam pembelajaran. Di dalam
pembelajaran tersangkut masalah siswa, guru, materi bahan ajar, cara penyajian
bahan ajar, serta latihan. Komponen ini harus tercermin di dalam buku teks
pelajaran. Ketercerminan saja tidak cukup. Buku teks pelajaran harus berisi pula
hasil pengolahan atas komponen-komponen tersebut dalam satu kesatuan yang
padu sehingga materi bahan ajar, cara penyajian materi bahan ajar, dan latihan
materi bahan ajar dapat dengan mudah dipahami dan dipraktikkan, baik oleh siswa
maupun guru.
Sehubungan dengan itu, buku teks pelajaran juga harus mengakomodasi
prinsip-prinsip pembelajaran tersebut. Selama ini prinsip yang mendapat perhatian
besar adalah materi bahan ajar. Perhatian yang berlebihan terhadap materi bahan
ajar serta mengabaikan komponen yang lain mengakibatkan buku teks pelajaran
lebih mengutamakan hasil, dan mengabaikan proses. Orientasi yang berlebihan
terhadap hasil malahan mengakibatkan Nilai Ebtanas Murni (NEM) pada masa lalu
dan nilai ujian nasional pada masa kini belum mencapai harapan yang memuaskan.
Buku teks pelajaran hanya difungsikan sebagai tempat yang mengandung materi
bahan ajar yang dapat dihapalkan. Kemampuan siswa pun hanya sebatas
kemampuan menghapal. Ketika dihadapkan pada masalah yang berbeda, siswa
tidak mampu memecahkannya. Akhirnya, buku teks pelajaran hanyalah
memperkuat anggapan bahwa belajar berbahasa adalah belajar tentang pengetahuan
bahasa, bukan belajar membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan; belajar
bersastra adalah belajar tentang pengetahuan sastra, bukan belajar berapresiasi,
berekspresi, maupun berkreasi dengan sastra; dan sebagainya

70
Pola penyusunan buku teks pelajaran yang demikian dianggap tidak
berhasil, bukan disebabkan oleh kurikulum atau apapun, melainkan oleh
ketidaksesuaiannya dengan hakikat buku teks pelajaran. Pada hakikatnya buku teks
pelajaran merupakan media pembelajaran. Sebagai media, buku itu harus berisi
materi bahan ajar, cara penyajian bahan ajar, dan model latihan bahan ajar. Materi
yang dijadikan bahan ajar harus disajikan dengan cara tertentu sehingga siswa
memiliki kemampuan berkenaan dengan pemahaman, keterampilan, dan perasaan.
Sebagai refleksi atas kemampuan tersebut, siswa dapat memecahkan persoalan-
persoalan yang diajukan di dalam latihan. Begitupun bagi guru. Buku teks pelajaran
harus mampu membantu guru berkenaan dengan cara mengajarkan serta menguji
kemampuan siswa berkenaan dengan materi tersebut.
Secara teoretis, guru berpengalaman dapat mengajarkan materi tanpa buku
teks pelajaran. Akan tetapi, cara demikian tidak akan berlangsung lama. Banyak
guru yang tidak sempat untuk menulis materi pelengkap sehingga mereka hanya
berpijak pada buku teks pelajaran. Artinya, buku teks pelajaran memiliki posisi
yang sangat penting dalam kelas. Oleh karena itu, buku teks pelajaran harus disusun
seefektif dan seefisien mungkin sehingga siswa dan guru terbantu dalam belajar dan
mengajar di rumah maupun di kelas.
Penyajian materi merupakan tahap kedua setelah materi tersedia. Materi itu
dapat meliputi pengetahuan seperti fakta, konsep, prinsip, dan prosedur;
keterampilan, seperti kemampuan menerapkan prosedur; serta sikap, seperti nilai.
Ibarat seorang juru masak, penyediaan materi merupakan tahap awal sebelum
memasak. Rasa, aroma, dan kelezatan suatu masakan tergantung kepada cara
pengolahan juru masak dan cara penyajian pramusaji. Antara juru masak yang satu
dengan juru masak yang lain akan menghasilkan masakan dengan rasa, aroma, dan
kelezatan yang berbeda sekalipun bahan sama. Semua tergantung kepada
pengalaman, keterampilan, wawasan, dan sebagainya dari juru masak.
Hal demikian terjadi pula di dalam penyusunan buku pelajaran. Setelah
bahan materi seperti dikemukakan di atas tersedia, penulis harus mengolahnya agar
buku pelajaran yang disusunnya menghasilkan menu yang mampu membangkitkan
selera pembaca (siswa). Kemampuan ini tampak ketika siswa dipermudah,

71
dibangkitkan minatnya, dikembangkan daya tariknya, dirangsang skematanya,
dikembangkan daya pikir dan ciptanya, ditumbuhkan aktivitas dan kreativitasnya,
serta ditimbulkan keinginan untuk mencoba oleh buku pelajaran. Tentu pula buku
yang ditulis oleh seseorang akan berbeda dengan penulis yang lainnya. Hal ini
tergantung kepada pengalaman, keterampilan, wawasan, dan sebagainya dari
penulis.
Berdasarkan paparan di atas tampak bahwa penyajian materi berkenaan
dengan penataan materi di dalam buku pelajaran. Penataan ini dimaksudkan agar
mudah, menarik, membangkitkan minat, membangun skema, mengembangkan
daya pikir dan daya cipta, beragam, menimbulkan aktivitas dan kreativitas,
menimbulkan keinginan untuk mencoba, dan sebagainya.
Penyajian materi di dalam buku pelajaran tidak hanya didasarkan persepsi
penulis semata. Cara mengolah dan kemudian menyajikannya di dalam buku
pelajaran, haruslah didasarkan atas pandangan teori belajar. Artinya, peguasaan
teori belajar menjadi sangat signifikan untuk dikuasai oleh penulis buku pelajaran.
Belajar adalah bagaimana cara siswa membangun pengalaman baru
berdasarkan pengalaman awal. Prinsip ini mengarahkan kita bahwa sumber belajar
yang paling otentik adalah pengalaman. Menurut Covey (2006) belajar merupakan
upaya untuk mengilhami diri kita dan orang lain. Caranya adalah kenali diri dan
dengarkan hati nurani kita. Pengenalan diri dan penyertaan hati nurani menyiratkan
betapa tingginya nilai pengalaman.
Sejak tahun 1916, John Dewey telah menyatakan bahwa siswa akan belajar
dengan baik jika yang dipelajarinya terkait dengan apa yang telah diketahuinya.
Para ahli psikologi belajar mutakhir pun semakin memperkuatnya. Piaget,
misalnya, dengan teori skemanya menjelaskan bahwa perkembangan intelektual
anak muncul melalui proses penciptaan pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan
yang sudah ada pada diri si anak. Ia memberikan contoh tentang seorang anak kecil
dari kota yang diajak berjalan-jalan oleh ayahnya ke suatu desa. Ia melihat seekor
sapi di ladang. Kemudian anak itu berkata: “Ayah, lihat, itu ada anjing besar”
(Barry, 1977 dan Suryaman, 2001).

72
Pengambilan kesimpulan “anjing besar” didasarkan pengetahuan awal anak
tentang anjing, namun pengetahuan anak tentang sapi belum dikenalnya. Di sini
anak mencoba menempatkan stimulus yang baru (sapi) pada pengetahuan awalnya.
Stimulus baru itu kira-kira mirip dengan seekor anjing (yang sudah dikenal)
sehingga ia mengidentifikasikan objek tersebut sebagai seekor anjing. Si anak
belum mampu membedakan antara sapi dengan anjing tetapi sudah mampu melihat
kesamaannya.
Begitupun dengan Ausubel (Biehler, 1978) yang menyatakan bahwa
perlunya pengorganisasian awal (advanced organizer) sebagai jembatan konseptual
antara sesuatu yang telah diketahui dengan sesuatu yang baru. Syaratnya, sesuatu
yang telah diketahui itu stabil, jelas, terbedakan dari yang lain, serta berkaitan
dengan hal yang baru.
Piaget kemudian memaknai belajar sebagai pemrosesan pengalaman yang
secara konstan mengalami pemantapan sesuai dengan informasi baru yang
diperoleh. Semakin banyak pengalaman, semakin bertambah pula penyempurnaan
skema seseorang. Para pakar teori skema memastikan bahwa latar belakang
pengalaman yang kaya akan sangat membantu keberhasilan belajar. Pengalaman
yang kaya itu bisa diperoleh dengan berbagai cara, di antaranya dengan jalan
membaca, khususnya membaca buku teks pelajaran. Semakin banyak seseorang
membaca, akan semakin meningkat pula kemampuan membacanya. Hasil
penelitian Yap (1978) mendukung pernyataan tersebut, yakni tingkat keterampilan
membaca seseorang ditentukan oleh 65% banyaknya membaca. (sumber:
journal.uny.ac.id. oleh M Suryaman)
Ada yang perlu dingat bahwa ketersediaan buku teks juga akan
mempengaruhi pembelajaran, kerena bisa saja ada siswa yang memang kurang
mendayagunakan buku teks yang telah menjadi pegangan. Jadi sebaiknya dalam
proses pembelajaran guru tidak terlalu mengandalkan buku teks. Jadikan buku teks
hanya sebagai media pembalajaran saja yang dapat memudahkan guru dalam hal
memahamkan mata pelajaran maupun murid yang dapat mengkoneksikan pikiran
antara apa-apa yang dijelaskan oleh guru dengan tulisan dan penjelasan detail yang
terdapat pada buku teks.

73
Terlebih zaman era kemudahan seperti sekarang ini, internet yang sudah bukan
menjadi barang langka, akan lebih memudahkan murid dalam mencari informasi
apapun. Baik-buruknya tergantung seperti apa pemakaianya. Dan guru disini
berperan menjadi filter agak murid tidak salah faham

KETERKAITAN KURIKULUM DAN PENGAJARAN


Walaupun antara kurikulum dan pengajaran merupakan dua sisi yang tidak
terpisahkan, namun dalam proses pengajaran dan pembelajaran dapat terjadi
berbagai kemungkinan hubungan antara keduanya. Olivia (Sanjaya: 2010: 20)
menggambarkan kemungkinan hubungan antara keduanya dalam beberapa model
seperti berikut.
1. Model dualistis (the dualistic model)
Pada model ini kurikulum dan pengajaran terpisah. Keduanya tidak bertemu
kurikulum yang seharusnya menjadi input dalam menata system pengajaran
tidak tampak. Demikian juga pengajaran yang semestinya memberikan balikan
dalam proses penyempurnaan kurikulum tidak terjadi, karena kurikulum dan
pengajaran berjalan sendiri.
2. Model berkaitan (the interlocking model)
Pada model ini kurikulum dan pengajaran dianggap sebagai suatu system yang
keduanya memiliki hubungan. Baik antara kurikulum dan pengajaran maupun
pengajaran dan kurikulum ada bagian-bagian yang berpadu atau memiliki
keterkaitan, sehingga antara keduanya memiliki hubungan.
3. Model konsentris (the concentric model)
Pada model ini kurikulum dam pengajaran memiliki hubungan dengan
kemungkinan kurikulum bagian dari pengajaran atau pengajaran bagian dari
kurikulum.
4. Model siklus (the cyclical model)
Pada model ini antara kurikulum dan pengajaran memiliki hubungan yang
timbal balik. Keduanya saling berpengaruh. Apa yang diputuskan dalam
kurikulum akan menjadi dasar dalam proses pelaksanaan pengajaran, begitu
juga sebaliknya.

74
PERTEMUAN 7

KURIKULUM 2013 DAN IMPLEMENTASINYA

1. Pengertian Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 adalah kurikulum terbaru yang diluncurkan oleh Departemen


Pendidikan Nasional mulai tahun 2013 ini sebagai bentuk pengembangan dari
kurikulum sebelumnya yaitu kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan yang mencangkup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan
secara terpadu. Hal ini senada dengan apa yag ditegaskan dalam pasal 1 ayat 29
Undang-Undang no. 20 tahun 2003 bahwa kurikulum merupakan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggara kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.

75
Kurikulum 2013 ini diberlakukan secara bertahap mulai tahun ajaran 2013-2014
melalui pelaksanaan terbatas, khususnya bagi sekolah-sekolah yang sudah siap
melaksanakannya. Pada Tahun Ajaran 2013/2014, Kurikulum 2013 dilaksanakan
secara terbatas untuk Kelas I dan IV Sekolah Dasar/Madrasah Ibtida’iyah (SD/MI),
Kelas VII Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan
Kelas X Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah
(SMA/SMK/MA/MAK). Pada Tahun Ajaran 2015/2016 diharapkan Kurikulum
2013 telah dilaksanakan di seluruh kelas I sampai dengan Kelas XII.

Menjelang implementasi Kurikulum 2013, penyiapan tenaga guru dan tenaga


kependidikan lainnya sebagai pelaksana kurikulum di lapangan perlu
dilakukan. Sehubungan dengan itu, Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia
Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPK dan
PMP), telah menyiapkan strategi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 bagi
guru, kepala sekolah, dan pengawas.

Pada tahun 2013 pelatihan akan dilakukan bagi pengawas SD/SMP/SMA/SMK,


kepala sekolah SD/SMP/SMA/SMK, dan guru Kelas I dan IV SD, guru Kelas VII
SMP, dan guru Kelas X SMA/SMK. Guna menjamin kualitas pelatihan tersebut,
maka BPSDMPK dan PMP telah menyiapkan 14 Modul Pelatihan Implementasi
Kurikulum 2013, sesuai dengan kelas, mata pelajaran, dan jenjang pendidikan.
Modul ini diharapkan dapat membantu semua pihak menjalankan tugas dalam
Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013.

Dari sekian banyak unsur sumber daya pendidikan, kurikulum merupakan salah
satu unsur yang memberikan kontribusi signifikan untuk mewujudkan proses
berkembangnya potensi peserta didik. Jadi tidak dapat disangkal lagi bahwa
kurikulum yang dikembangkan dengan berbasis pada kompetensi sangat diperlukan
sebagai instrumen untuk mengaraakan peserta didik menjadi:

1. Manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman


yang selalu berubah.

76
2. Manusia terdidik yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
3. Warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan dari Pengembangan Kurikulum


Berbasis Kompetensi yang dirintis pada tahun 2004 dan KTSP atau Kurikulum
Tingakat Satuan Pendidikan. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan memberikan
otonomi penuh kepada lembaga sekolah itu sendiri untuk mengembangkan
kurikulumnya sesuai kemampuan dan kesanggupan masing-masing. Sedangkan
kurikulum 2013 mencoba kembali pada masa pemerintahanMbah Harto, yaitu
kurikulum dikendalikan oleh pemerintah atau bersentral pada pemerintah. Jadi,
guru tidak disibukkan lagi dengan tugas harus membuat silabus dan RPP, karena
guru harus lebih berfokus pada bagaimna proses pembelajaran dan transformasi
ilmu bisa maksimal.

Implementasi kurikulum 2013 berbasis kompetensi dan karakter harus


melibatkan semua komponen (stakeholders), termasuk komponen-komponen
sistem pendidikan itu sendiri. Pendidikan karakter dalam kurikulum 2013
diharapkan dapat meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah
pada pembentukan budi pekerti dan akhlak mulia peserta didik secara utuh dan
seimbang, sesuai dengan standart kompetensi pada setiap jenjang pendidikan.

Karakter adalah gambaran tingkah laku yang dimiliki oleh seseorang yang
mencerminkan nilai-nilai kehidupan dan melekat pada diri seseorang. Orang yang
berkarakter memeilki berbagai dimensi misalnya, dimensi sosial, fisik, emosi, dan
akademik. Jika disejajarkan dengan ranah Bloom, berarti manusia berkarakter
memiliki ranah kognisi, afeksi, dan psikomotorik yang baik, ditambah dengan
emosi, spiritual, ketahanan menghadapi masalah dan sosial.

Dengan demikian, perpaduan dua basis antara kompetensi dan karakter dalam
kurikulum ini diharapkan siswa dapat meningtkan dan menggunakan

77
pengetahuannya, mengkaji, dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-
nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam kehidupan sehari-hari.

Penddidikan karakter dalam kurikulum 2013 bukan hanya tanggung jawab


sekolah semata, tetapi merupakan tanggung jawab semua pihak. Untuk
mengefektifkan program pendidikan karakter dan meningkatkan kompetensi dalam
kurikulum 2013 diperlukan kordinasi, komunikasi dan jalinan kerja antara sekolah,
orangtua, dan pemerintah dalam semua sisi.

1. Landasan dan Prinsip-Prinsip Kurikulum 2013

Dalam setiap pengemangan kurikulum pasti ada landasan-landasan yang


digunakan. Berikut ini landasan-landasan yang digunakan dalam pengembangan
kurikulum 2013.

1. Landasan Filosofis

a) Filosofis pancasila yang memberikan berbagai prinsip dasar dalam


pembangunan pendidikan.

b) Filosofis pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai luhur, nilai akademik,


kebutuhan peserta didik, dan masyarakat.

Dari sumber lain menjelaskan mengenai landasan filosofis kurikulum 2013


sebagai berikut:

a) Pendidikan berakar pada budaya bangsa, kehidupan masa kini dan membangun
landasan kehidupan masa depan.

b) Pendidikan adalah proses pewarisan dan pengembanganbudaya.

c) Pendidikan memberikan dasar bagi untuk peserta didik berpartisipasi dalam


membangun kehidupan masa kini.

78
d) Pendidikan mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki peserta didik

e) Pendidikan adalah proses pengembangan jatidiri peserta didik.

f) Pendidikan menempatkan peserta didik sebagai subjek yang belajar.

2. Landasan Yuridis

Secara yuridis, kurikulum adalah suatu kebijakan publik yang didasarkan


kepada dasar filosofis bangsa dan keputusan yuridis di bidang pendidikan.

Landasan yuridis kurikulum adalah Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,


Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005, dan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standart isi.

a) RPJMM 2010-2014 Sektor Pendidikan, tentang perubahan Metodologi


Pembelajaran dan Penataan Kurikulum.

b) PP. No.19 tahun 2005 tentang Standart Nasional pendidikan.

c) INPRES No. 1 tahun 2010, tentang percepatan pelaksanaan Prioritas


pembangunan Nasional, penyempurnaan kurikulum dan metode pembelajaran
aktif berdasarkan nilai-nilai budaya bangsa untuk membentuk daya asing dan
karakter bangsa. Beberapa landasan yuridis dari Undang-Undang sebagai
berikut:

1. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945


2. UU nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional

79
3. UU no. 17 tahun 2005 tentang rencana pembangunan jangka panjang
nasional, beserta segala ketentuan yang dituangkan rencana pembangunan
jangka menengah nasional, dan
4. Peraturan pemerintah no. 19 tahun 2005 tentang standart nasional
pendidikan sebagaimana telah diubah dengan PP no. 19 tahun 2005 tentang
standart nasional pendidikan.
5. Landasan Konseptual

a) Relevansi pendidikan

b) Kurikulum berbasis kompetensi dan karakter

c) Pembelajaran kontekstual

d) Pembelajaran aktif

e) Penilaian yang valid, utuh dan menyeluruh.

3. Landasan Teoritis

Kurikulum dikembangkan atas dasar teori pendidikan berdasarkan standart dan


teori pendidikan berbasis kompetensi. Pendidikan berdasarkan standart adalah
pendidikan yang menetapkan standart nasional sebagai kualitas minimal hasil
belajar yang berlaku untuk setiap kurikulum. Standart kualitas nasional dinyatakan
sebagai Standart Kompetensi Lulusan. Standart Kompetensi Lulusan tersebut
adalah kualitas minimal lulusan suatu jenjang atau satuan pendidikan. SKL
mencangkup sikap, pengetahuan, dan keterampilan (PP nimor 19 tahun 2005).

4. Landasan Empiris

Berbagai perubahan telah terjadi id Indonesia. Kemajuan terjadi di beberapa


sektor di Indonesia, namun di beberapa sektor yang lain, khususnya pendidikan,
Indonesia tetap tinggal di tempat, atau bahkan mundur. Hal-hal seperti ini
menunujukkan perlunya perubahan orientasi kurikulum dengan tidak membebani

80
peserta didik dengan konten, namun pada aspek kemampuan esensial yang
diperlukan semua warga untuk berperan serta dalam membangun negara pada
masa mendatang. Dalam satu sistem pendidikan, kurikulum itu bersifat dinamis
serta harus selalu dilakukan perubahan dan pengembangan, agar dapat mengikuti
perkembangan dan tantangan zaman. Namun demikian, perubahan dan
pengembangan kurikulum harus dilakukan secara terarah dan tidak asal-asalan.

Kurikulum 2013 juga memiliki prinsip dalam pengembangannya. Sesuai


dengan kondisi negara, kebutuhan masyarakat, dan berbagai perkembangan serta
perubahan yang sedang berlangsung dewasa ini, dalam pengembangan kurikulum
2013 yang berbasis karakter dan kompetensi perlu memperhatikan dan
mempertimbangkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Pengembangan kurikulum dilakukan mengacu pada standart nasional


pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan
prinsip diversifikasin sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan
peserta didik.
3. Mata pelajaran merupakan wahana untuk mewujudkan pencapaian
kompetensi.
4. SKL dijabarkan darintujuan pendidikan nasional dan kebutuhan masyarakat,
negara serta perkembangan global.
5. SI dijabarkan dari SKL
6. Standart proses dijabarkan dari SI
7. Standart Penilaian dijabarkan dari SKL, SI, dan Standart Proses.
8. Standart Kompetensi Lulusan dijabarkan kedalam Standart Inti
9. Kompetensi Inti dijabarkan kedalam Kompetensi Dasar yang
dikontekstualisasikan dalam suatu mata pelajaran.
10. Kurikuklum Satuan Pendidikan dibagi menjadi kurikulum tingkat nasional,
daerah, dan satuan pendidikan

81
Proses pembelajaran diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotifasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif, serta memberi ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik.

11. Penilaian hasil belajar berbasis prosse dan produk


12. Proses belajar dengan pendekatan ilmiah (scientific approach).

Untuk menunjang berjalannya sebuah kurikulum dengan baik dan


sesuai dengan apa yang diharapkan tentunya juga sangat berkaitan dengan
bagaimana jalannya proses pembelajaran. Pelaksanaan kurikulum 2013 memiliki
karakteristik yang berbeda dari pelaksanaan kurikulum 2006. Berdasarkan hasil
analisis terhadap kondisi yang diharapkan terdapat maka dipeloleh 14 prinsip utama
pembelajaran yang perlu guru terapkan. Adapun 14 prinsip tersebut adalah:

1. Dari siswa diberi tahu menuju siswa mencari tahu.

Pembelajaran mendorong siswa menjadi pembelajar aktif, pada awal


pembelajaran guru tidak berusaha untuk meberi tahu siswa karena itu materi
pembelajaran tidak disajikan dalam bentuk final. Pada awal pembelajaran guru
membangkitkan rasa ingin tahu siswa terhadap suatu fenomena atau fakta lalu
mereka merumuskan ketidaktahuannya dalam bentuk pertanyaan. Jika biasanya
kegiatan pembelajaran dimulai dengan penyampaian informasi dari guru sebagai
sumber belajar, maka dalam pelaksanaan kurikulum 2013 kegiatan inti dimulai
dengan siswa mengamati fenomena atau fakta tertentu.

2. Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis


aneka sumber.

Pembelajaran berbasis sistem lingkungan. Dalam kegiatan pembelajaran


membuka peluang kepada siswa sumber belajar seperti informasi dari buku
siswa, internet, koran, majalah, referensi dari perpustakaan yang telah disiapkan.

82
Pada metode proyek, pemecahan masalah, atau inkuiri siswa dapat memanfaatkan
sumber belajar di luar kelas. Dianjurkan pula untuk materi tertentu siswa
memanfaatkan sumber belajar di sekitar lingkungan masyarakat. Tentu dengan
pendekatan ini pembelajaran tidak cukup dengan pelaksanaan tatap muka dalam
kelas.

3. Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan


pendekatan ilmiah.

Pergeseran ini membuat guru tidak hanya menggunakan sumber belajar tertulis
sebagai satu-satunya sumber belajar siswa dan hasil belajar siswa hanya dalam
bentuk teks. Hasil belajar dapat diperluas dalam bentuk teks, disain program, mind
maping, gambar, diagram, tabel, kemampuan berkomunikasi, kemampuan
mempraktikan sesuatu yang dapat dilihat dari lisannya, tulisannya, geraknya, atau
karyanya.

4. Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis


kompetensi.

Pembelajaran tidak hanya dilihat dari hasil belajar, tetapi dari aktivitas dalam
proses belajar. Yang dikembangkan dan dinilai adalah sikap, pengetahuan, dan
keterampilannya.

5. Dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu, mata pelajaran


dalam pelaksanaan kurikulum 2013 menjadi komponen sistem yang
terpadu.

Semua materi pelajaran perlu diletakkan dalam sistem yang terpadu untuk
menghasilkan kompetensi lulusan. Oleh karena itu guru perlu merancang
pembelajaran bersama-sama, menentukan karya siswa bersama-sama, serta
menentukan karya utama pada tiap mata pelajaran bersama-sama, agar beban
belajar siswa dapat diatur sehingga tugas yang banyak, aktivitas yang banyak, serta

83
penggunaan waktu yang banyak tidak menjadi beban belajar berlebih yang
kontraproduktif terhadap perkembangan siswa.

6. Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju


pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi.

Di sini siswa belajar menerima kebenaran tidak tunggal. Siswa melihat awan
yang sama di sebuah kabupaten. Mereka akan melihatnya dari tempatnya berpijak.
Jika ada sejumlah siswa yang melukiskan awan pada jam yang sama dari tempat
yang berjauhan, mereka akan melukiskannya berbeda-beda, semua benar tentang
awan itu, benar menjadi beragam.

7. Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif.

Pada waktu lalu pembelajaran berlangsung ceramah. Segala sesuatu


diungkapkan dalam bentuk lisan guru, fakta disajikan dalam bentuk informasi
verbal, sekarang siswa harus lihat faktanya, gambarnya, videonya, diagaramnya,
teksnya yang membuat siswa melihat, meraba, merasa dengan panca indranya.
Siswa belajar tidak hanya dengan mendengar, namun dengan menggunakan panca
indra lainnya.

8. Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills)


dan keterampilan mental (softskills).

Hasil belajar pada rapot tidak hanya melaporkan angka dalam bentuk
pengetahuannya, tetapi menyajikan informasi menyangkut perkembangan sikapnya
dan keterampilannya. Keterampilan yang dimaksud bisa keterampilan membacan,
menulis, berbicara, mendengar yang mencerminkan keterampilan berpikirnya.
Keterampilan bisa juga dalam bentuk aktivitas dalam menghasilkan karya, sampai
pada keterampilan berkomunikasi yang santun, keterampilan menghargai pendapat
dan yang lainnya.

84
9. Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan
siswa sebagai pembelajar sepanjang hayat.

Ini memerlukan guru untuk mengembangkan pembiasaan sejak dini untuk


melaksanakan norma yang baik sesuai dengan budaya masyarakat setempat, dalam
ruang lingkup yang lebih luas siswa perlu mengembangkan kecakapan berpikir,
bertindak, berbudi sebagai bangsa, bahkan memiliki kemampuan untuk
menyesusaikan dengan kebutuhan beradaptasi pada lingkungan global. Kebiasaan
membaca, menulis, menggunakan teknologi, bicara yang santun merupakan
aktivitas yang tidak hanya diperlukan dalam budaya lokal, namun bermanfaat untuk
berkompetisi dalam ruang lingkup global.

1. Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan


(ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun
karso), dan mengembangkan kreativitas siswa dalam proses
pembelajaran (tut wuri handayani).

Di sini guru perlu menempatkan diri sebagai fasilitator yang dapat menjadi
teladan, memberi contoh bagaimana hidup selalu belajar, hidup patuh menjalankan
agama dan prilaku baik lain. Guru di depan jadi teladan, di tengah siswa menjadi
teman belajar, di belakang selalu mendorong semangat siswa tumbuh
mengembangkan pontensi dirinya secara optimal.

1. Pembelajaran berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat.


Karena itu pembelajaran dalam kurikulum 2013 memerlukan waktu yang lebih
banyak dan memanfaatkan ruang dan waktu secara integratif. Pembelajaran
tidak hanya memanfaatkan waktu dalam kelas.

2. Pembelajaran menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa


saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas.

Prinsip ini menandakan bahwa ruang belajar siswa tidak hanya dibatasi dengan
dinding ruang kelas. Sekolah dan lingkungan sekitar adalah kelas besar untuk siswa

85
belajar. Lingkungan sekolah sebagai ruang belajar yang sangat ideal untuk
mengembangkan kompetensi siswa. Oleh karena itu pembelajaran hendaknya dapat
mengembangkan sistem yang terbuka.

3. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (tIK) untuk


meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran.

Di sini sekolah perlu meningkatkan daya guru dan siswa untuk memanfaatkan
TIK. Jika guru belum memiliki kapasitas yang mumpuni siswa dapat belajar dari
siapa pun. Yang paling penting mereka harus dapat menguasai TIK sebab
mendapatkan pelajaran dengan dukungan TIK atau tidak siswa tetap akan
menghadapi tantangan dalam hidupnya menjadi pengguna TIK. Jika sekolah tidak
memfasilitasi pasti daya kompetisi siswa akan jomplang daripada siswa yang
memeroleh pelajaran menggunakannya.

4. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya siswa.

Cita-cita, latar belakang keluarga, cara mendapat pendidikan di rumah, cara


pandang, cara belajar, cara berpikir, keyakinan siswa berbeda-beda. Oleh karena itu
pembelajaran harus melihat perbedaan itu sebagai kekayaan yang potensial dan
indah jika dikembangkan menjadi kesatuan yang memiliki unsur keragaman.
Hargai semua siswa, kembangkan kolaborasi, dan biarkan siswa tumbuh menurut
potensinya masing-masing dalam kolobarasi kelompoknya.

Komponen-Komponen Kurikulum 2013

pada hakikatnya kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan


mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. (UU Sisdiknas). Berangkat dari definidi itu, kurikulum tersebut

86
setidaknya ada tiga komponen penting yang ada dalam kurikulum yaitu komponen
tujuan pendidikan, komponen proses, dan komponen evaluasi.

Komponen-komponen inilah yang secara sinergis menentukan tercapainya


tujuan pendidikan. Proses pembelajaran merupakan pusat segala upaya perbaikan
kualitas pendidikan nasional. Pleh sebab itu, seharusnya perhatian lebih dicurahkan
kepada upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Namun
perhatian sepertinya belum optimal terbukti dengan masih banyaknya sekolah
dengan sarana dan prasarana seadanya saja. Sementara itu, komponen terakhir
dalam kurikulum adalah evaluasi. Implementasi kurikulum perlu dievaluasi untuk
melihat capaian yang telah terlaksana. Evaluasi merupakan proses review atas
berbagai proses implementasi kurikulum.

Implementasi Kurikulum 2013

Keputusan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan tentang implementasi


kurikulum diantaranya sebagai berikut:

Pasal 1

Implementasi kurikulum 2013 pada sekolah dasar/ madrasah ibtidaiyah


(SD/MI), sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs), sekolah
menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), dan sekolah menengah
kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK) dilakukan secara bertahap mulai
tahun pelajaran 2013/2014.

Pasal 2

Implementasi kurikulum pada SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan


SMK/MAK menggunakan pedoman implementasi kurikulum yang mencangkup:

a) Pedoman penyusunan dan pengelolaan KTSP.

b) Pedoman pengembangan muatan lokal.

87
c) Pedoman kegiatan ekstrakurikuler

d) Pedoman umum pembelajaran, dan

e) Pedoman evaluasi kurikulum

Implementasi kurikulum adalah usaha bersama antara Pemerintah dengan


pemerintah daerah propinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota.

1. Pemerintah bertanggung jawab dalam mempersiapkan guru dan kepala


sekolah untuk melaksanakan kurikulum.
2. Pemerintah bertanggungjawab dalam melakukan evaluasi pelaksanaan
kurikulum secara nasional.
3. Pemerintah propinsi bertanggungjawab dalam melakukan supervisi dan
evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum di propinsi terkait.
4. Pemerintah kabupaten/kota bertanggungjawab dalam memberikan bantuan
profesional kepada guru dan kepala sekolah dalam melaksanakan kurikulum
di kabupaten/kota terkait.

Stategi Implementasi Kurikulum terdiri atas:

1. Pelaksanaan kurikulum di seluruh sekolah dan jenjang pendidikan yaitu:

– Juli 2013: Kelas I, IV, VII, dan X

– Juli 2014: Kelas I, II, IV, V, VII, VIII, X, dan XI

– Juli 2015: kelas I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, XI, dan XII

2. Pelatihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan, dari tahun 2013 – 2015


3. Pengembangan buku siswa dan buku pegangan guru dari tahun

2012– 2014

88
4. Pengembangan manajemen, kepemimpinan, sistem administrasi, dan
pengembangan budaya sekolah (budaya kerja guru) terutama untuk SMA dan
SMK, dimulai dari bulan Januari – Desember 2013
5. Pendampingan dalam bentuk Monitoring dan Evaluasi untuk menemukan
kesulitan dan masalah implementasi dan upaya penanggulangan: Juli 2013 –
2016.

Dalam kurikulum 2013, guru dituntut untuk secara profesional merancang


pembelajaran afektif dan bermakna, mengorganisasikan pembelajaran, memilih
pendekatan pembelajaran yang tepat, menentukan prosedur pembelajaran dan
pembentukan kompetensi secara efektif, serta menetapkan kriteria keberhasilan.
Berkaitan dengan hal tersebut akan dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:

1. Merancang pembelajaran secar efektif dan bermakna. Implementasi kurikulum


2013 merupakan aktualisasi kurikulum, dalam pembelajaran dan pembentukan
kompetensi serta karakter peserta didik. Hal tersebut menuntut keaktifan guru
dalam menciptakan dan menumbuhkan berbagai kegiatan sesuai dengan
rencana yang telah diprogramkan. Guru harus menyadari bahwa pembelajaran
memiliki sifat yang sangat kompleks karena melibatkan aspek pedagigis,
psikologi, dan didaktis secara bersamaan.

2. Mengorganisasikan pembelajaran. Implementasi kurikulum 2013 menuntut


guru untuk mrngorganisasikan pembelajaran secara efektif. Sedikitnya terdapat
lima hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan pengorgsnisasian
pembelajaran dalam implementasi kurikulum 2013, yaitu pelaksanaan
pembelajaran, pengadaan dan pembinaan tenaga ahli, pendayagunaan tenaga
ahli dan sumber daya masyarakat, serta pengembangan dan penataan
kebijakan.

3. Memilih dan menentukan pendekatan pembelajaran.

Implementasi kurikulum 2013 berbasis kompetensi dalam pembelajaran dapat


dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pendekatan tersebut antara lain

89
pembelajaran kontekstual(contextual teaching and learing), bermain peran,
pembelajaran partisipatif (participative teaching and learning), belajar tuntas
(mastery learning), dan pembelajaran konstruktivisme (constructivism
teaching and learning).

4. Melaksanakan pembelajaran, pembentukan kompetensi, dan karakter.


Pembelajaran dalam menyukseskan implementasi kurikulum 2013 merupakan
keseluruhan proses belajar, pembentukan kompetensi dan karakter peserta
didik yang direncanakan. Untuk kepentingan tersebut maka kompetensi inti,
kompetensi dasar, materi standart, indikator hasil belajar, dan waktu yang harus
ditetapkan sesuai dengan kepentingan pembelajaran sehinga peserta didik
diharapkan memperoleh kesempatan dan pengalaman belajar yang
optmal.dalam hal ini, pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi
antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan
perilaku kearah yang lebih baik. Pada umumnya kegiatan pembelajaran
mencangkup kegiatan awal atau pembukaan, kegiatan inti atau pembentukan
kompetensi dan karakter, serta kegiatan akhir atau penutup.

Implementasi yang efektif merupakan hasil dari interaksi antara strategi


implementasi, struktur kurikulum, tujuan pendidikan, dan kepemimpinan kepala
sekolah. Oleh karena itu, pengoptimalan implementasi kurikulum 2013 diperlukan
suatu upaya strategis untuk mensinergikan komponen-komponen tersebut, terutama
guru dan kepala sekolah dalam membudayakan kurikulum.

Membudayakan kurikulum dapat diartikan bahwa implementasi kurikulum


tersebut masuk dalam budaya sekolah, yang merefleksikan nilai-nilai dominan,
norma-norma, dan keyakinan semua warga sekolah, baik peserta didik, guru, kepala
sekolah, maupun tenaga kependidikan lain.

Inovasi Kurikulum 2013

Inovasi itu mempunyai makna pembaharuan yang berdekatan dengan


perubahan atau perbaikan. Perubahan adalah pergeseran posisi. Kedudukan, atau

90
keadaan yang memungkinkan membawa kearah kebaikan, tetapi kadang juga
membawa kebaikan.

Perbaikan kurikulum biasanya hanya mengenai satu atau beberapa aspek


dari kurikulum, misalnya metode mengajar, alat peraga, buku pelajaran dengan
tetap mengguankan kurikulum yang berlaku.

Perubahan kurikulum mengenai perubahan dasar-dasarnya baik mengenai


tujuan maupun alat-alat atau cara-cara mencapai tujuan itu. Mengubah kurikulum
berarti turut mengubah manusia yaitu guru, pembina pendidikan dan merek-merek
yang mengasuh pendidikan. Itu sebabnya kurikulum dianggap sebagai perubahan
sosial, suatu social change. Perubahan kurikulum, juga disebut pembaruan atau
inovasi kurikulum, tentu saja bermaksud untuk mencapai perbaikan.

Perubahan atau pembaharuan kurikulum itu memiliki beberapa faktor atau


komponen yang harus dilibatkan. Tidak mungkin perubahan kurikulum itu bisa
berjalan baik tanpa diikuti oleh seluruh komponen sistem yang mendukung
perubahan kurikulum itu.inovasi atau pembaharuan kurikulum selama ini hampir
dapat dipastikan berarti menstrukturisasikan kurikulum yang ada untuk diganti
dengan yang baru, dengan perubahan yang sedemikian rupa sehingga struktur atau
topik-topik, ruang lingkup materi, dan metode pembelajaran ikut diganti.

Dalam kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi, asumsi


merupakan parameter untuk menentukan tujuan dan kompetensi yang akan
dispesifikasikan. Bedasarkan asumsi-asumsi kurikulum 2013, dalam implementasi
kurikulum 2013 dilakukan penambahan beban belajar pada semua jenjang
pendidikan sebagai berikut:

1. Beban belajar di SD/MI


2. Beban belajar di SMP/MTs.
3. Beban belajar di SMA/MA

91
Kebijakan penambahan ini dimaksudkan agar guru memiliki waktu yang lebih
leluasa untuk mengelola dan mengembangkan proses pembelajaran yang
berorientasi pada peserta didik atau mengembangkan proses pembelajaran aktif,
kreatif, dan menyenangkan. Disamping penambahan jam pelajaran, dalam
implementasi kurikulum 2013 juga rencananya akan dilakukan pendampingan,
terutama pendampingan bagi guru-guru dalam melaksanakan pembelajaran
tematik integratif.

Perbedaan esensial kurikulum 2013 dengan KTSP 2006 mengenai perubahan


dan pengembangan kurikulum mulai dari sekolah dasar (SD), sekolah menengah
pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), dan sekolah menengah kejuruan
(SMK) dilakukan untuk menjawab tantanagan zaman yang terus berubah agar
peserta didik mamapu bersaing di masa depan, dalam konteks nasional maupun
global. Perubahan dan pengembangan kurikulum 2013 dapat dikaji perbedaannya
dengan KTSP 2006 sebagaimana berikut.

Perbedaan kurikulum 2013 untuk sekolah dasar adalah:

1. Tematik Integratif

Pemebelajaran berbasis tematik integratif yang diterapkan pada tingkatan


pendidikan dasar ini menyuguhkan proses belajar berdasarkan temauntuk
kemudian dikombinasikan dengan mata pelajaran lainnya.

2. Enam Mata Pelajaran

Untuk sekolah dasar, saat ini ada sepuluh mata pelajaran yang diajarkan.
Namun, dalam kurikulum 2013 mata pelajaran dipadatkan menjadi enam mata
pelajaran.

3. Pramuka sebagai Ekstra Kurikuler Wajib

Dalam kurikulum 2013, pramuka merupakan ekstra kurikuler wajib dan itu
diatur dalam undang-undang. Pramuka ini menjadi ekstra kurikuler wajib pada

92
satuan pendidikan dasar dan menengah, untuk berbagai jenjang pendidikan.
Untuk meningkatkan layanan secara profesional, maka dalam implementasi
pramuka kemendikbud bekerjasama dengan kemenpora.

4. Bahasa Ingggris Hanya Ekskul

Sebelumnya terjadi polemik mengenai bahasa Inggris di SD, yaitu bahasa


Inggris akan dihapus dari kurikulum. Rencana penghapusan ini didasari oleh
kekhawatiran akan membebani siswa dan memprioritaskan terhadap
penguasaan bahasa Indonesia. Ternyata, dalam kurikulum 2013 ini, bahasa
Inggris menjadi ekstra kurikuler bersama PMR, UKS, dan Pramuka.

5. Belajar di Sekolah Lebih Lama

Penambahan jam pelajaran merupakan isi dari perubahan kurikulum baru yang
mulai diterapkan bulan Juli 2013 untuk anak-anak SD.

Selanjutnya adalah perbedaan esensial kurikulum SMP antara KTSP 2006 dan
Kurikulum 2013.

KTSP 2006 Kurikulum 2013


Mata pelajaran tertentu mendukung Tiap mata pelajaran mendukung semua
kompetensi tertentu kompetensi
Mata pelajaran dirancang berdiri
Mata pelajaran dirancang terkait satu
sendiri dan memilki kompetensi dasar dengan yang lain
sendirian
Bahasa Indonesia sebagai alat
Bahasa Indonesia sebagai pengetahuan
komunikasi
Tiap mata pelajaran diajarkan dengan Semua mata pelajaran diajarkan dengan
pendekatan yang berbeda pendekatan yang sama, yaitu pendekatan

93
saintifik melalui mengamati, menanya,
mencoba , menalar
TIK merupakan sarana pembelajaran,
TIK adalah mata pelajaran sendiri dipergunakan sebagai media
pembelajaran mata pelajaran lain.

Untuk menghadapi perbedaan-perbedaan tersebut, dilakukan langkah


penguatan tata kelola dengan cara menyiapkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Buku pedoman pembelajaran yang terdiri dari buku guru dan buku siswa.
2. Guru dilatih untuk memahami pendayagunaan sumber belajar yang telah
disiapkan dan sumber lain yang dapat dimanfaatkan.
3. Pendampingan dan pemantauan oleh pusat dan daerah terhadap pelaksanaan
pembelajaran.

Adapun perbedaan esensial kurikulum SMA/SMK dapat dilihat dalam tabel


berikut:

KTSP 2006 Kurikulum 2013


Mata pelajaran tertentu mendukung Tiap mata pelajaran mendukung semua
kompetensi tertentu kompetensi
Mata pelajaran dirancang berdiri
Mata pelajaran dirancang terkait satu
sendiri dan memilki kompetensi dasar dengan yang lain
sendirian
Bahasa Indonesia sebagai alat
Bahasa Indonesia sebagai pengetahuan
komunikasi
Semua mata pelajaran diajarkan dengan
Tiap mata pelajaran diajarkan dengan pendekatan yang sama, yaitu pendekatan
pendekatan yang berbeda saintifik melalui mengamati, menanya,
mencoba , menalar

94
Tidak ada penjurusan di SMA. Ada mata
SMA ada penjurusan sejak kelas XI pelajaran wajib, peminatan, antar minat,
dan pendalaman minat.
SMA dan SMK memiliki mata pelajaran
SMA dan SMK tanpa kesamaan
wajib yang sama terkait dasar-dasar
kompetensi
pengetahuan , ketrampilan, dan sikap.
Penjurusan di SMK tidak terlalu detail, di
Penjurusan di SMK sangat detail
dalamnya terdapat pengelompokan
(sampai keahlian)
peminatan dan pendalaman

BAB 8

MATERI ESENSIAL DAN NON ESENSIAL

kurikulum dan pengajaran merupakan tiga konsep yang harus dipahami


dahulu, sebelum membahas pengembangan kurikulum. Sebab, pendidikan,
kurikulum, pengajaran saling berhubujngan didalam tiga aspek tersebut.
Pendidikan bertujuan untuk menggali potensi-potensi tersebut menjadi aktual.
Pendidikan merupakan alat untuk memberikan rangsangan agar potensi-potensi
manusia dapat berkembang optimal.

Dalam hal ini pendidikan sering diartikan sebagai upaya manusia untuk
memanusiakan manusia. Proses pendidikan pada manusia pertama kali adalah
dalam lingkungan keluarga. Pendidikan keluarga berlangsung secara informal,
sadar atau tidak sadar berupa pengalihan pengalaman dari orangtua terhadap anak-
anaknya dalam keluarga yang dilanjutkan pendidikan itu seterusnya dalam
lingkungan sekolah yang formal.

95
Formalitas sekolah ditandai dengan peraturan yang mengikat peserta didik
yang terlibat dalam proses tersebut, memiliki jenjang pendidikan sistem kronologis,
mempunyai kurikulum dan sebagainya. Guru sebagai pendidik di sekolah
mempersiapkan kinerja formalnya dengan rencana, rancangan yang matang, tujuan
yang jelas, bahan-bahan yang tidak disusun secara sistematis, metode dan yang
lainnya.

Ruang lingkup di sekolah merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari
sistem kehidupan sosial yang sangat luas. Dalam pendidikan di sekolah
pendidikannya dilakukan secara bertahap, mulai tingkat Taman Kanak-kanak (TK)
sampai Perguruan Tinggi (PT), yang masing-masing tingkatannya mempunyai
tujuan yang dikenal dengan tujuan institusional atau tujuan lembaga, yaitu tujuan
yang harus dicapai oleh setiap jenjang lembaga pendidikan di sekolah.

Masing-masing tujuan institusi diperlukan adanya alat/sarana. Alat tersebut


adalah kurikulum untuk mencapai tujuan setiap tujuan lembaga pendidikan. Inti
kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan sekolah sekaligus syarat mutlak dari
pendidikan sekolah. Isi dari kurikulum diantaranya pengetahuan ilmiah, kegiatan
dan pengalaman belajar yang disusun sesuai dengan taraf perkembangan siswa.

Berdasarkan uraian tersebut, maka makalah ini bertujuan untuk mengetahui lebih
jelas mengenai definisi/pengertian dan komponen apa saja yang ada dalam.

B. Definisi Kurikulum

Kata kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yakni cucere yang berubah
wujud menjadi kata benda curriculum. Kurikulum jama kata curricula, pertama kali
dipakai dalam dunia atletik yang diartikan a Race Course, a Place For Runnung a
Chariaot. Yakni, suatu alat yang membawa seseorang dari start sampai finish.

96
Kurikulum Dalam dunia pendidikan mempunyai arti (dalam arti
sempit/tradisional) adalah sejumlah mata pelajaran di sekolah atau di perguruan
tinggi yang harus ditempuh untuk mendapat ijasah atau naik tingkat. Menurut
Caster V. Good kurikulum adalah sekumpulan mata perlajaran atau sekwens yang
bersifat sistematis yang diperlukan untuk lulus atau mendapatkan ijasah dalam
bidang studi pokok tersebut. Sedangkan menurut Robert Jaiz kurikulum adalah
serangkaian mata pelajaran yang harus dipelajari dan dikuasai.

Agar dapat diketahui posisi dan fungsi kurikulum dalam sistem pendidikan,
berikut merupakan definisi kurikulum dari berbagai sumber yaitu:

 Ronald Doon, kurikulum meliputi semua pengalaman yang disajikan murid


dibawah bantuan atau bimbingan guru.
 Wiliam B. Ragan, kurikulum adalah semua pengalaman murid dibawah
tanggung jawab sekolah.
 Horald Spears, kurikulum tersusun dari semua pengalaman murid yang bersifat
actual dibahwah bimbingan sekolah, mata pelajaran yang ada hanya sebagian
kecil dari program kurikulum.
 Harold B. Alberty dan Elsie J. Alberty, kurikulum adalah segala kegiatan yang
dilaksanakan sekolah bagi murid-murid.
 Grayson, kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran
(out comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran. Perencanaan tersebut
disusun secara terstruktur untuk suatu bidang studi, sehingga memberikan
pedoman dan instruksi untuk mengembangkan strategi pembelajaran (Materi
di dalam kurikulum harus diorganisasikan dengan baik agar sasaran (goals) dan
tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
 Harsono, kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang diekpresikan dalam
praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat ini
definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum
tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program
pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan.

97
Beberapa definisi kurikulum tersebut diharapkan saling melengkapi,
sehingga pemahaman tentang kurikulum menjadi semakin utuh, dan dapat dihindari
kekeliruan yang mungkin muncul dalam penyusunan, pelaksanaan, dan evaluasi
kurikulum suatu program studi. Pada dasarnya kurikulum memuat tentang apa yang
harus diketahui mahasiswa dan bagaimana cara mahasiswa memperolehnya.
Kurikulum dikemas dalam 8 bentuk yang mudah dikomunikasikan kepada para
pihak yang berkepentingan (stakeholders) di dalam institusi pendidikan, akuntabel,
dan mudah diaplikasikan dalam praktik.

Menurut UU Sisdiknas tahun 2003, Kurikulum adalah seperangkat rencana


dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Kurikulum merupakan “jalur pacu” atau “kendaraan” untuk
mencapai tujuan pendidikan dan kompetensi lulusan dari suatu program studi.

Untuk itu kompetensi yang dimiliki oleh lulusan dan kurikulum dari suatu
program studi perlu dirumuskan sesuai dengan tujuan pendidikan dan tuntutan
kompetensi lulusan, sehingga lulusan program studi tersebut memiliki keunggulan
komparatif di bidangnya. Kurikulum bersifat khas untuk suatu program studi,
sebagaimana juga kekhasan tujuan pendidikan dan kompetensi lulusan dari suatu
program studi tersebut. Kesadaran penuh atas kekhasan kompetensi lulusan
masing-masing program studi, diharapkan membuat para lulusan dari berbagai
program studi yang berbeda dapat saling melengkapi dan bekerja sama.

C. Fungsi Kurikulum

Fungsi-fungsi kurikulum diantaranya:

a. Kurikulum dan tujuan pendidikan

Tujuan pendidikan merupakan arah dari titik air dari setiap aktifitas manusia
yang bernilai dari pendidikan. Tujuan pendidikan mempunyai jenjang mulai dari
yang tinggi yaitu yang tujuan umum pendidikan sampai pada tujuan yang paling

98
rendah (perubahan prilaku) yang diharapkan setelah program proses belajar
mengajar.

b. Kurikulum dan anak

Kegiatan danpengalaman yang akan disajikan kepada murid dibawah


bimbingan sekolah/guru. Kegiatan dan pengalaman itu meliputi bidang
pengetahuan, nilai-nilai, dan ketrampilan tertentu, fisik, psikis, moral dan
keagamaan.

c. Kurikulum dan guru

Guru adalah pelaksana kurikulum disekolah yang berisi jenis-jenis program


petugas pelaksanaan dan alat-alat perlengkapan.

d. Kurikulum dan Kepala Sekolah

Kepala sekolah sebagai supervisor dan administrator serta bertanggung jawab


terhadap pelaksanaan hukum disekolah. Fungsi kurikulum disekolah
diantaranyapedoman dalam pelaksanaan fungsi supervisor untuk memperbaiki
situasi belajar, menciptakan situasi untuk menunjang situasi belajr dan
memperbaiki situasi belajar anak yang lebih baik, dan sebagainya.

e. Kurikulum dan orangtua

Pendidikan merupakan tanggungjawab sekolah, orangtua dan masyarakat.


Fungsi kurikulum bagi orangtua diantaranya memberikan bantuan kepada orangtua
murid untuk ikut serta dalam memberikan sumbangan dan bantuan guna
memajukan pendidikan.

f. Kurikulum dan jenjang sekolah diatasnya

Salah satu prinsip kurikulum adalah berkesinambungan. Dalam hal ini


kurikulum dapat mengontrol dan memelihara kesinambungan proses pendidikan.

99
g. Kurikulum dan masyarakat

Sekolah merupakan salah satu pranata social yang bertujuan untuk memberikan
pengasuhan dan pendidikan peserta didik. Itulah sebabnya, sekolah sebagai bagian
integral dari masyarakatnya harus mampu untuk menyesuaikan di masyarakatnya.

D. Komponen Kurikulum

Kurikulum memiliki lima komponen utama, yaitu :

(1) tujuan;

(2) materi;

(3) strategi, pembelajaran;

(4) organisasi kurikulum dan

(5) evaluasi. Kelima komponen tersebut memiliki keterkaitan yang erat dan tidak
bisa dipisahkan. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan tentang masing-masing
komponen tersebut.

1. Tujuan

Mengingat pentingnya pendidikan bagi manusia, hampir di setiap negara telah


mewajibkan para warganya untuk mengikuti kegiatan pendidikan, melalui berbagai
ragam teknis penyelenggaraannya, yang disesuaikan dengan falsafah negara,
keadaan sosial-politik kemampuan sumber daya dan keadaan lingkungannya
masing-masing. Kendati demikian, dalam hal menentukan tujuan pendidikan pada
dasarnya memiliki esensi yang sama. Seperti yang disampaikan oleh Hummel

100
(Uyoh Sadulloh, 1994) bahwa tujuan pendidikan secara universal akan menjangkau
tiga jenis nilai utama yaitu:

 Autonomy; gives individuals and groups the maximum awarenes,


knowledge, and ability so that they can manage their personal and collective
life to the greatest possible extent.
 Equity; enable all citizens to participate in cultural and economic life by
coverring them an equal basic education.
 Survival; permit every nation to transmit and enrich its cultural heritage over
the generation but also guide education towards mutual understanding and
towards what has become a worldwide realization of common destiny.)

Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat


secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistrm
Pendidikan Nasional, bahwa : ” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Tujuan pendidikan nasional yang merupakan pendidikan pada tataran


makroskopik, selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan institusional yaitu tujuan
pendidikan yang ingin dicapai dari setiap jenis maupun jenjang sekolah atau satuan
pendidikan tertentu.

Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa tujuan


pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu
kepada tujuan umum pendidikan, yaitu:

 Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,


kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut.

101
 Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup
mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
 Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup
mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.

Tujuan pendidikan institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam


tujuan kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap mata
pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau satuan pendidikan.

Tujuan-tujuan pendidikan mulai dari pendidikan nasional sampai dengan tujuan


mata pelajaran masih bersifat abstrak dan konseptual, oleh karena itu perlu
dioperasionalkan dan dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk tujuan pembelajaran.
Tujuan pembelajaran merupakan tujuan pendidikan yang lebih operasional, yang
hendak dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran dari setiap mata pelajaran.

Pada tingkat operasional ini, tujuan pendidikan dirumuskan lebih bersifat


spesifik dan lebih menggambarkan tentang “what will the student be able to do as
result of the teaching that he was unable to do before” (Rowntree dalam Nana
Syaodih Sukmadinata, 1997). Dengan kata lain, tujuan pendidikan tingkat
operasional ini lebih menggambarkan perubahan perilaku spesifik apa yang hendak
dicapai peserta didik melalui proses pembelajaran. Merujuk pada pemikiran Bloom,
maka perubahan perilaku tersebut meliputi perubahan dalam aspek kognitif, afektif
dan psikomotor.

Lebih jauh lagi, dengan mengutip dari beberapa ahli, Nana Syaodih
Sukmadinata (1997) memberikan gambaran spesifikasi dari tujuan yang ingin
dicapai pada tujuan pembelajaran, yakni :

 Menggambarkan apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh peserta didik,


dengan :

102
 Menunjukkan perilaku yang diharapkan dilakukan oleh peserta didik, dalam
bentuk:
 Menggambarkan kondisi-kondisi atau lingkungan yang menunjang perilaku
peserta didik berupa :

a. menggunakan kata-kata kerja yang menunjukkan perilaku yang dapat


diamati;
b. menunjukkan stimulus yang membangkitkan perilaku peserta didik; dan
c. memberikan pengkhususan tentang sumber-sumber yang dapat
digunakan peserta didik dan orang-orang yang dapat diajak bekerja
sama.
d. ketepatan atau ketelitian respons;
e. kecepatan, panjangnya dan frekuensi respons.
f. kondisi atau lingkungan fisik; dan
g. kondisi atau lingkungan psikologis.

Upaya pencapaian tujuan pembelajaran ini memiliki arti yang sangat


penting. Keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran pada tingkat operasional ini
akan menentukan terhadap keberhasilan tujuan pendidikan pada tingkat berikutnya.

Terlepas dari rangkaian tujuan di atas bahwa perumusan tujuan kurikulum


sangat terkait erat dengan filsafat yang melandasinya. Jika kurikulum yang
dikembangkan menggunakan dasar filsafat klasik (perenialisme, essensialisme,
eksistensialisme) sebagai pijakan utamanya maka tujuan kurikulum lebih banyak
diarahkan pada pencapaian penguasaan materi dan cenderung menekankan pada
upaya pengembangan aspek intelektual atau aspek kognitif.

Apabila kurikulum yang dikembangkan menggunakan filsafat


progresivisme sebagai pijakan utamanya, maka tujuan pendidikan lebih diarahkan
pada proses pengembangan dan aktualisasi diri peserta didik dan lebih berorientasi
pada upaya pengembangan aspek afektif.

103
Pengembangan kurikulum dengan menggunakan filsafat
rekonsktruktivisme sebagai dasar utamanya, maka tujuan pendidikan banyak
diarahkan pada upaya pemecahan masalah sosial yang krusial dan kemampuan
bekerja sama. Sementara kurikulum yang dikembangkan dengan menggunakan
dasar filosofi teknologi pendidikan dan teori pendidikan teknologis, maka tujuan
pendidikan lebih diarahkan pada pencapaian kompetensi.

Dalam implementasinnya bahwa untuk mengembangkan pendidikan


dengan tantangan yang sangat kompleks boleh dikatakan hampir tidak mungkin
untuk merumuskan tujuan-tujuan kurikulum dengan hanya berpegang pada satu
filsafat, teori pendidikan atau model kurikulum tertentu secara konsisten dan
konsekuen. Oleh karena itu untuk mengakomodir tantangan dan kebutuhan
pendidikan yang sangat kompleks sering digunakan model eklektik, dengan
mengambil hal-hal yang terbaik dan memungkinkan dari seluruh aliran filsafat yang
ada, sehingga dalam menentukan tujuan pendidikan lebih diusahakan secara
bereimbang.

2. Materi Pembelajaran

Dalam menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari
filsafat dan teori pendidikan dikembangkan. Seperti telah dikemukakan di atas
bahwa pengembangan kurikulum yang didasari filsafat klasik (perenialisme,
essensialisme, eksistensialisme) penguasaan materi pembelajaran menjadi hal yang
utama. Dalam hal ini, materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis,
dalam bentuk :

1. Teori; seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling
berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan
menspesifikasi hubungan – hubungan antara variabel-variabel dengan
maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.

104
2. Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-
kekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
3. Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus,
bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
4. Prinsip; yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang
mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
5. Prosedur; yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran
yang harus dilakukan peserta didik.
6. Fakta; sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting,
terdiri dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
7. Istilah; kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan
dalam materi.
8. Contoh/ilustrasi; yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk
memperjelas suatu uraian atau pendapat.
9. Definisi; yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu
hal/kata dalam garis besarnya.
10. Preposisi; yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran
dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.

Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat progresivisme lebih


memperhatikan tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta didik. Oleh
karena itu, materi pembelajaran harus diambil dari dunia peserta didik dan oleh
peserta didik itu sendiri. Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat
konstruktivisme, materi pembelajaran dikemas sedemikian rupa dalam bentuk
tema-tema dan topik-topik yang diangkat dari masalah-masalah sosial yang krusial,
misalnya tentang ekonomi, sosial bahkan tentang alam. Materi pembelajaran yang
berlandaskan pada teknologi pendidikan banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi
telah diramu sedemikian rupa dan diambil hal-hal yang esensialnya saja untuk
mendukung penguasaan suatu kompetensi. Materi pembelajaran atau kompetensi
yang lebih luas dirinci menjadi bagian-bagian atau sub-sub kompetensi yang lebih
kecil dan obyektif.

105
Dengan melihat pemaparan di atas, tampak bahwa dilihat dari filsafat yang
melandasi pengembangam kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan
materi pembelajaran,. Namun dalam implementasinya sangat sulit untuk
menentukan materi pembelajaran yang beranjak hanya dari satu filsafat tertentu.,
maka dalam prakteknya cenderung digunakan secara eklektik dan fleksibel..

Berkenaan dengan penentuan materi pembelajaran dalam Kurikulum


Tingkat Satuan Pendidikan, pendidik memiliki wewenang penuh untuk
menentukan materi pembelajaran, sesuai dengan standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang hendak dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran. Dalam
prakteknya untuk menentukan materi pembelajaran perlu memperhatikan hal-hal
berikut:

1. Sahih (valid); dalam arti materi yang dituangkan dalam pembelajaran benar-
benar telah teruji kebenaran dan kesahihannya. Di samping itu, juga materi
yang diberikan merupakan materi yang aktual, tidak ketinggalan zaman, dan
memberikan kontribusi untuk pemahaman ke depan.
2. Tingkat kepentingan; materi yang dipilih benar-benar diperlukan peserta
didik. Mengapa dan sejauh mana materi tersebut penting untuk dipelajari.
3. Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan manfaat akademis
maupun non akademis. Manfaat akademis yaitu memberikan dasar-dasar
pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada
jenjang pendidikan lebih lanjut. Sedangkan manfaat non akademis dapat
mengembangkan kecakapan hidup dan sikap yang dibutuhkan dalam
kehidupan sehari-hari.
4. Layak dipelajari; materi memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek
tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit) maupun
aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan kondisi setempat.
5. Menarik minat; materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat
memotivasi peserta didik untuk mempelajari lebih lanjut, menumbuhkan
rasa ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan
sendiri kemampuan mereka.

106
3. Strategi Pembelajaran

Telah disampaikan bahwa dilihat dari filsafat dan teori pendidikan yang
melandasi pengembangan kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan tujuan
dan materi pembelajaran, hal ini tentunya memiliki konsekuensi pula terhadap
penentuan strategi pembelajaran yang hendak dikembangkan. Apabila yang
menjadi tujuan dalam pembelajaran adalah penguasaan informasi-intelektual,–
sebagaimana yang banyak dikembangkan oleh kalangan pendukung filsafat klasik
dalam rangka pewarisan budaya ataupun keabadian, maka strategi pembelajaran
yang dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru. Guru merupakan tokoh
sentral di dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai pusat informasi dan
pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai obyek yang secara
pasif menerima sejumlah informasi dari guru. Metode dan teknik pembelajaran
yang digunakan pada umumnya bersifat penyajian (ekspositorik) secara massal,
seperti ceramah atau seminar. Selain itu, pembelajaran cenderung lebih bersifat
tekstual.

Strategi pembelajaran yang berorientasi pada guru tersebut mendapat reaksi


dari kalangan progresivisme. Menurut kalangan progresivisme, yang seharusnya
aktif dalam suatu proses pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik
secara aktif menentukan materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan
kebutuhannya, sekaligus menentukan bagaimana cara-cara yang paling sesuai
untuk memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya. Pembelajaran yang
berpusat pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan rekonstruktivisme
yang menekankan pentingnya proses pembelajaran melalui dinamika kelompok.

Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual, metode dan teknik


pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian dari guru tetapi
lebih bersifat individual, langsung, dan memanfaatkan proses dinamika kelompok
(kooperatif), seperti : pembelajaran moduler, obeservasi, simulasi atau role playing,
diskusi, dan sejenisnya.

107
Dalam hal ini, guru tidak banyak melakukan intervensi. Peran guru hanya
sebagai fasilitator, motivator dan guider. Sebagai fasilitator, guru berusaha
menciptakan dan menyediakan lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta
didiknya. Sebagai motivator, guru berupaya untuk mendorong dan menstimulasi
peserta didiknya agar dapat melakukan perbuatan belajar. Sedangkan sebagai
guider, guru melakukan pembimbingan dengan berusaha mengenal para peserta
didiknya secara personal.

Selanjutnya, dengan munculnya pembelajaran berbasis teknologi yang


menekankan pentingnya penguasaan kompetensi membawa implikasi tersendiri
dalam penentuan strategi pembelajaran. Meski masih bersifat penguasaan materi
atau kompetensi seperti dalam pendekatan klasik, tetapi dalam pembelajaran
teknologis masih dimungkinkan bagi peserta didik untuk belajar secara individual.
Dalam pembelajaran teknologis dimungkinkan peserta didik untuk belajar tanpa
tatap muka langsung dengan guru, seperti melalui internet atau media elektronik
lainnya. Peran guru dalam pembelajaran teknologis lebih cenderung sebagai
director of learning, yang berupaya mengarahkan dan mengatur peserta didik untuk
melakukan perbuatan-perbuatan belajar sesuai dengan apa yang telah didesain
sebelumnya. Berdasarkan uraian tersebut, ternyata banyak kemungkinan untuk
menentukan strategi pembelajaran dan setiap strategi pembelajaran memiliki
kelemahan dan keunggulannya tersendiri.

Terkait dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, belakangan ini


mulai muncul konsep pembelajaran dengan isitilah PAKEM, yang merupakan
akronim dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Oleh karena
itu, dalam prakteknya seorang guru seyogyanya dapat mengembangkan strategi
pembelajaran secara variatif, menggunakan berbagai strategi yang memungkinkan
siswa untuk dapat melaksanakan proses belajarnya secara aktif, kreatif dan
menyenangkan, dengan efektivitas yang tinggi.

108
4. Organisasi Kurikulum

Beragamnya pandangan yang mendasari pengembangan kurikulum memunculkan


terjadinya keragaman dalam mengorgansiasikan kurikulum. Setidaknya terdapat
enam ragam pengorganisasian kurikulum, yaitu:

1. Mata pelajaran terpisah (isolated subject); kurikulum terdiri dari sejumlah


mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada
hubungan dengan mata pelajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada
waktu tertentu dan tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan
kemampuan peserta didik, semua materi diberikan sama
2. Mata pelajaran berkorelasi; korelasi diadakan sebagai upaya untuk
mengurangi kelemahan-kelemahan sebagai akibat pemisahan mata
pelajaran. Prosedur yang ditempuh adalah menyampaikan pokok-pokok
yang saling berkorelasi guna memudahkan peserta didik memahami
pelajaran tertentu.
3. Bidang studi (broad field); yaitu organisasi kurikulum yang berupa
pengumpulan beberapa mata pelajaran yang sejenis serta memiliki ciri-ciri
yang sama dan dikorelasikan (difungsikan) dalam satu bidang pengajaran.
Salah satu mata pelajaran dapat dijadikan “core subject”, dan mata pelajaran
lainnya dikorelasikan dengan core tersebut.
4. Program yang berpusat pada anak (child centered); yaitu program
kurikulum yang menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan peserta didik,
bukan pada mata pelajaran.
5. Inti Masalah (core program); yaitu suatu program yang berupa unit-unit
masalah, dimana masalah-masalah diambil dari suatu mata pelajaran
tertentu, dan mata pelajaran lainnya diberikan melalui kegiatan-kegiatan
belajar dalam upaya memecahkan masalahnya. Mata pelajaran-mata
pelajaran yang menjadi pisau analisisnya diberikan secara terintegrasi.
6. Ecletic Program; yaitu suatu program yang mencari keseimbangan antara
organisasi kurikulum yang terpusat pada mata pelajaran dan peserta didik.

109
Berkenaan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, tampaknya lebih
cenderung menggunakan pengorganisasian yang bersifat eklektik, yang terbagi ke
dalam lima kelompok mata pelajaran, yaitu:

 Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;


 Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
 Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
 Kelompok mata pelajaran estetika; dan
 Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan

Kelompok-kelompok mata pelajaran tersebut selanjutnya dijabarkan lagi ke


dalam sejumlah mata pelajaran tertentu, yang disesuaikan dengan jenjang dan jenis
sekolah. Di samping itu, untuk memenuhi kebutuhan lokal disediakan mata
pelajaran muatan lokal serta untuk kepentingan penyaluran bakat dan minat peserta
didik disediakan kegiatan pengembangan diri.

5. Evaluasi Kurikulum

Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam pengertian


terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian
tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang
bersangkutan. Sebagaimana dikemukakan oleh Wright bahwa : “curriculum
evaluation may be defined as the estimation of growth and progress of students
toward objectives or values of the curriculum”

Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi kurikulum


dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari
berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya terbatas pada
efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi, kelaikan (feasibility) program.
Sementara itu, Hilda Taba menjelaskan hal-hal yang dievaluasi dalam kurikulum,
yaitu meliputi ; “ objective, it’s scope, the quality of personnel in charger of it, the
capacity of students, the relative importance of various subject, the degree to which
objectives are implemented, the equipment and materials and so on.”

110
Pada bagian lain, dikatakan bahwa luas atau tidaknya suatu program
evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuan diadakannya evaluasi
kurikulum. Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk mengevaluasi keseluruhan
sistem kurikulum atau komponen-komponen tertentu saja dalam sistem kurikulum
tersebut. Salah satu komponen kurikulum penting yang perlu dievaluasi adalah
berkenaan dengan proses dan hasil belajar siswa.

Agar hasil evaluasi kurikulum tetap bermakna diperlukan persyaratan-


persyaratan tertentu. Dengan mengutip pemikian Doll, dikemukakan syarat-syarat
evaluasi kurikulum yaitu “acknowledge presence of value and valuing, orientation
to goals, comprehensiveness, continuity, diagnostics worth and validity and
integration.”

Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-dimensi yang


menjadi fokus evaluasi. Salah satu dimensi yang sering mendapat sorotan adalah
dimensi kuantitas dan kualitas. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi
diemensi kuantitaif berbeda dengan dimensi kualitatif. Instrumen yang digunakan
untuk mengevaluasi dimensi kuantitatif, seperti tes standar, tes prestasi belajar, tes
diagnostik dan lain-lain. Sedangkan, instrumen untuk mengevaluasi dimensi
kualitatif dapat digunakan, questionnare, inventori, interview, catatan anekdot dan
sebagainya

Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik untuk penentuan


kebijakan pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan dalam
kurikulum itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para
pemegang kebijakan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih
dan menetapkan kebijakan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan
model kurikulum yang digunakan.

Hasil – hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru,


kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami dan
membantu perkembangan peserta didik, memilih bahan pelajaran, memilih metode

111
dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya.
Selanjutnya, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan tiga pendekatan
dalam evaluasi kurikulum, yaitu :

 pendekatan penelitian (analisis komparatif);


 pendekatan obyektif; dan
 pendekatan campuran multivariasi.

Selain itu, terdapat beberapa model evaluasi kurikulum, diantaranya adalah


Model CIPP (Context, Input, Process dan Product) yang bertitik tolak pada
pandangan bahwa keberhasilan progran pendidikan dipengaruhi oleh berbagai
faktor, seperti : karakteristik peserta didik dan lingkungan, tujuan program dan
peralatan yang digunakan, prosedur dan mekanisme pelaksanaan program itu
sendiri. Evaluasi model ini bermaksud membandingkan kinerja (performance) dari
berbagai dimensi program dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai
pada deskripsi dan judgment mengenai kekuatan dan kelemahan program yang
dievaluasi. Model ini kembangkan oleh Stufflebeam (1972) menggolongkan
program pendidikan atas empat dimensi, yaitu : Context, Input, Process dan
Product. Menurut model ini keempat dimensi program tersebut perlu dievaluasi
sebelum, selama dan sesudah program pendidikan dikembangkan. Penjelasan
singkat dari keempat dimensi tersebut adalah, sebagai berikut :

1. Context; yaitu situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis


tujuan dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam program
yang bersangkutan, seperti : kebijakan departemen atau unit kerja yang
bersangkutan, sasaran yang ingin dicapai oleh unit kerja dalam kurun waktu
tertentu, masalah ketenagaan yang dihadapi dalam unit kerja yang
bersangkutan, dan sebagainya.
2. Input; bahan, peralatan, fasilitas yang disiapkan untuk keperluan
pendidikan, seperti : dokumen kurikulum, dan materi pembelajaran yang
dikembangkan, staf pengajar, sarana dan pra sarana, media pendidikan yang
digunakan dan sebagainya.

112
3. Process; pelaksanaan nyata dari program pendidikan tersebut, meliputi :
pelaksanaan proses belajar mengajar, pelaksanaan evaluasi yang dilakukan
oleh para pengajar, penglolaan program, dan lain-lain.
4. Product; keseluruhan hasil yang dicapai oleh program pendidikan,
mencakup : jangka pendek dan jangka lebih panjang.

113
DAFTAR PUSTAKA

Haryati, M. 2007. Model dan Teknik Penilaian Pada Tingkat


Satuan Pendidikan. Edisi Pertama.Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta.
Mulyadi,U, dkk. 1988. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Edisi Pertama.
Jakarta: Bina Aksara.
Mulyasa, E. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.Sanjaya. 2006.
Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Yang Disempurnakan, Pengembangan
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia
Sanjaya. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group 2006.
Wahid, A, dkk. 2006. Membangun Karakter dan Kepribadian Melalui Pendidikan
Kewarganegaraan. Edisi Pertama. Jakarta Barat: Graha Ilmu.

114

Anda mungkin juga menyukai