A.
Frase
Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi.
Misalnya: akan datang, kemarin pagi, yang sedang menulis.
Dari batasan di atas dapatlah dikemukakan bahwa frase mempunyai dua sifat, yaitu
a.
Frase merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih.
b.
Frase merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya frase itu selalu
terdapat dalam satu fungsi unsur klausa yaitu: S, P, O, atau K.
Macam-macam frase:
A.
Frase endosentrik
Frase endosentrik adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Frase endosentrik
dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu:
1.
Frase endosentrik yang koordinatif, yaitu: frase yang terdiri dari unsur-unsur yang setara, ini
dibuktikan oleh kemungkinan unsur-unsur itu dihubungkan dengan kata penghubung.
Misalnya:
kakek-nenek
pembinaan dan pengembangan
laki bini
belajar atau bekerja
2.
Frase endosentrik yang atributif, yaitu frase yang terdiri dari unsur-unsur yang tidak setara. Karena
itu, unsur-unsurnya tidak mungkin dihubungkan.
Misalnya:
perjalanan panjang
hari libur
Perjalanan, hari merupakan unsur pusat, yaitu: unsur yang secara distribusional sama dengan seluruh
frase dan secara semantik merupakan unsur terpenting, sedangkan unsur lainnya merupakan atributif.
3.
Frase endosentrik yang apositif: frase yang atributnya berupa aposisi/ keterangan tambahan.
Misalnya: Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai.
Dalam frase Susi, anak Pak Saleh secara sematik unsur yang satu, dalam hal ini unsur anak
Pak Saleh, sama dengan unsur lainnya, yaitu Susi. Karena, unsur anak Pak Saleh dapat
menggantikan unsur Susi. Perhatikan jajaran berikut:
Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai
Susi, ., sangat pandai.
., anak Pak Saleh sangat pandai.
Unsur Susi merupakan unsur pusat, sedangkan unsur anak Pak Saleh merupakan aposisi (Ap).
B.
Frase Eksosentrik
Frase eksosentrik ialah frase yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya.
Misalnya:
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di dalam kelas.
Frase di dalam kelas tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Ketidaksamaan itu dapat
dilihat dari jajaran berikut:
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di .
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong . kelas
C.
Frase Nominal, frase Verbal, frase Bilangan, frase Keterangan.
1.
Frase Nominal: frase yang memiliki distributif yang sama dengan kata nominal.
Misalnya: baju baru, rumah sakit
2.
Frase Verbal: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan golongan kata verbal.
Misalnya: akan berlayar
3.
Frase Bilangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata bilangan.
Misalnya: dua butir telur, sepuluh keping
4.
Frase Keterangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata keterangan.
Misalnya: tadi pagi, besok sore
5.
Frase Depan: frase yang terdiri dari kata depan sebagai penanda, diikuti oleh kata atau frase sebagai
aksinnya.
Misalnya: di halaman sekolah, dari desa
D. Frase Ambigu
Frase ambigu artinya kegandaan makna yang menimbulkan keraguan atau mengaburkan maksud kalimat.
Makna ganda seperti itu disebut ambigu.
Misalnya: Perusahaan pakaian milik perancang busana wanita terkenal, tempat mamaku bekerja, berbaik
hati mau melunaskan semua tunggakan sekolahku.
Frase perancang busana wanita dapat menimbulkan pengertian ganda:
1.
Perancang busana yang berjenis kelamin wanita.
2.
Perancang yang menciptakan model busana untuk wanita.
B.
Klausa
Klausa adalah satuan gramatika yang terdiri dari subjek (S) dan predikat (P) baik disertai objek (O), dan
keterangan (K), serta memilki potensi untuk menjadi kalimat. Misalnya: banyak orang mengatakan.
Unsur inti klausa ialah subjek (S) dan predikat (P).
Penggolongan klausa:
1.
Berdasarkan unsur intinya
2.
Berdasarkan ada tidaknya kata negatif yang secara gramatik menegatifkan predikat
3.
Berdasarkan kategori kata atau frase yang menduduki fungsi predikat
C.
Kalimat
a.
Pengertian
Kalimat adalah satuan bahasa yang terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung pikiran yang lengkap
dan punya pola intonasi akhir.
Contoh: Ayah membaca koran di teras belakang.
b.
Pola-pola kalimat
Sebuah kalimat luas dapat dipulangkan pada pola-pola dasar yang dianggap menjadi dasar pembentukan
kalimat luas itu.
1.
Pola kalimat I = kata benda-kata kerja
Contoh: Adik menangis. Anjing dipukul.
Pola kalimat I disebut kalimat verbal
2.
Pola kalimat II = kata benda-kata sifat
Contoh: Anak malas. Gunung tinggi.
Pola kalimat II disebut pola kalimat atributif
3.
Pola kalimat III = kata benda-kata benda
Contoh: Bapak pengarang. Paman Guru
Pola pikir kalimat III disebut kalimat nominal atau kalimat ekuasional. Kalimat ini mengandung kata
kerja bantu, seperti: adalah, menjadi, merupakan.
4.
Pola kalimat IV (pola tambahan) = kata benda-adverbial
Contoh: Ibu ke pasar. Ayah dari kantor.
Pola kalimat IV disebut kalimat adverbial
D.
Jenis Kalimat
1.
Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas dua unsur inti pembentukan kalimat (subjek dan
predikat) dan boleh diperluas dengan salah satu atau lebih unsur-unsur tambahan (objek dan keterangan),
asalkan unsur-unsur tambahan itu tidak membentuk pola kalimat baru.
Kalimat Tunggal
Ayah merokok.
Adik minum susu.
Ibu menyimpan uang di dalam
laci.
2.
Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat-kalimat yang mengandung dua pola kalimat atau lebih. Kalimat majemuk
dapat terjadi dari:
a.
Sebuah kalimat tunggal yang bagian-bagiannya diperluas sedemikian rupa sehingga perluasan itu
membentuk satu atau lebih pola kalimat baru, di samping pola yang sudah ada.
Misalnya:
Anak itu membaca puisi. (kalimat tunggal)
Anak yang menyapu di perpustakaan itu sedang membaca puisi.
(subjek pada kalimat pertama diperluas)
b.
Penggabungan dari dua atau lebih kalimat tunggal sehingga kalimat yang baru mengandung dua atau
lebih pola kalimat.
Misalnya:
Susi menulis surat (kalimat tunggal I)
Bapak membaca koran (kalimat tunggal II)
Susi menulis surat dan Bapak membaca koran.
Berdasarkan sifat hubungannya, kalimat majemuk dapat dibedakan atas kalimat majemuk setara, kalimat
majemuk bertingkat, dan kalimat majemuk campuran.
1)
2)
c.
Kalimat transformasi
Kalimat transformasi merupakan kalimat inti yang sudah mengalami perubahan atas keempat syarat di
atas yang berarti mencakup juga kalimat luas. Namun, kalimat transformasi belum tentu kalimat luas.
Contoh kalimat Inti, Luas, dan Transformasi
a.
Kalimat Inti. Contoh: Adik menangis.
b.
Kalimat Luas. Contoh: Radha, Arief, Shinta, Mamas, dan Mila sedang belajar dengan serius,
sewaktu pelajaran matematika.
c.
Kalimat transformasi. Contoh:
i)
Dengan penambahan jumlah kata tanpa menambah jumlah inti, sekaligus juga adalah
kalimat luas: Adik menangis tersedu-sedu kemarin pagi.
ii)
Dengan penambahan jumlah inti sekaligus juga adalah kalimat luas: Adik menangis dan
merengek kepada ayah untuk dibelikan komputer.
iii)
Dengan perubahan kata urut kata. Contoh: Menangis adik.
iv)
Dengan perubahan intonasi. Contoh: Adik menangis?
Kalimat Minor
Kalimat minor adalah kalimat yang hanya mengandung satu unsur inti atau unsur pusat.
Contoh:
Diam!
Sudah siap?
Pergi!
Yang baru!
Kalimat-kalimat di atas mengandung satu unsur inti atau unsur pusat.
Contoh: Amir mengambil.
Arif ada.
Kiki pergi
Ibu berangkat-ayah menunggu.
Karena terdapat dua inti, kalimat tersebut disebut kalimat mayor.
5. Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat berisikan gagasan pembicara atau penulis secara singka, jelas, dan tepat.
Jelas
: berarti mudah dipahami oleh pendengar atau pembaca.
Singkat : hemat dalam pemakaian atau pemilihan kata-kata.
Tepat : sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku.
Kalimat Tidak Efektif
Kalimat tidak efektif adalah kalimat yang tidak memiliki atau mempunyai sifat-sifat yang terdapat pada
kalimat efektif.
Sebab-Sebab Ketidakefektifan Kalimat
1.
kontaminasi= merancukan 2 struktur benar 1 struktur salah
contoh:
diperlebar, dilebarkan diperlebarkan (salah)
memperkuat, menguatkan memperkuatkan (salah)
sangat baik, baik sekali sangat baik sekali (salah)
saling memukul, pukul-memukul saling pukul-memukul (salah)
Di sekolah diadakan pentas seni. Sekolah mengadakan pentas seni Sekolah mengadakan
pentas seni (salah)
2.
pleonasme= berlebihan, tumpang tindih
contoh :
para hadirin (hadirin sudah jamak, tidak perlu para)
para bapak-bapak (bapak-bapak sudah jamak)
banyak siswa-siswa (banyak siswa)
saling pukul-memukul (pukul-memukul sudah bermakna saling)
agar supaya (agar bersinonim dengan supaya)
4.
5.
6.
7.
8.
.
E.
Konjungsi
Konjungsi antarklausa, antarkalimat, dan antarparagraf.
Konjungsi atau kata sambung adalah kata-kata yang menghubungkan bagian-bagian kalimat, menghubungkan
antarkalimat, antarklausa, antarkata, dan antarparagraf.
1.
Konjungsi antarklausa
a.
Yang sederajat: dan, atau, tetapi, lalu, kemudian.
b.
Yang tidak sederajat: ketika, bahwa, karena, meskipun, jika, apabila.
2.
Konjungsi antarkalimat: akan tetapi, oleh karena itu, jadi, dengan demikian.
3.
Konjungsi antarparagraf: selain itu, adapun, namun.
Pengertian Frasa - "Frasa" itu adalah judul dari artikel kita kali ini. Apakah teman teman tahu apa arti ( definisi )
frasa itu? apa konstruksi, kategori, kelas, macam dari frasa itu? Apakah teman teman tahu? semua itu akan kamu
bahas dalam artikel dibawah ini. Pastikan teman teman benar benar membaca arikel " Frasa "ini ^_^.
Prakata Menuju Pengertian ( definisi ) Frasa
Kalimat terdiri atas beberapa satuan. Satuan-satuan tersebut terdiri atas satu kata atau lebih. Satuan pembentuk
kalimat tersebut menempati fungsi tertentu. Fungsi yang dimaksud yaitu Subjek (S), Predikat (P), Objek (O),
Pelengkap (Pel.), dan Keterangan (Ket.).
Fungsi-fungsi tersebut boleh ada atau tidak dalam suatu kalimat. Fungsi yang wajib ada yaitu subjek dan predikat.
Fungsi dalam kalimat dapat terdiri atas kata, frasa, maupun klausa.
Definisi frasa
Jadi apa arti frasa? Frasa adalah satuan yang terdiri atas dua kata atau lebih yang menduduki satu fungsi kalimat.
Contoh frasa:
Dua orang mahasiswa baru itu sedang membaca buku di perpustakaan.
Perhatikan penjabaran fungsi kalimat di atas!
2. Frasa Idiomatik
Perhatikan kata-kata bercetak miring berikut!
1) Dalam peristiwa kebakaran kemarin seorang penjaga toko menjadi kambing hitam.
2) Untuk menyelamati saudaranya, keluarga Pinto menyembelih seekor kambing hitam.
Kalimat 1) dan 2) menggunakan frasa yang sama yaitu frasa kambing hitam. Kambing hitam pada kalimat 1)
bermakna orang yang dipersalahkan dalam suatu peristiwa , sedangkan dalam kalimat 2) bermakna seekor kambing
yang warna bulunya hitam .
Makna kambing hitam pada kalimat 1) tidak ada kaitannya dengan makna kata kambing dan kata hitam. Frasa yang
maknanya tidak dapat dirunut atau dijelaskan berdasarkan makna kata-kata yang membentuknya dinamakan frasa
idiomatik.
B. Konstruksi Frasa
Frasa memiliki dua konstruksi, yakni konstruksi endosentrik dan eksosentrik.
Perhatikan kalimat berikut!
- Kedua saudagar itu telah mengadakan jual beli.
Kalimat di atas terdiri atas frasa kedua saudagar itu, telah mengadakan, dan jual beli. Menurut distribusinya, frasa
kedua saudagar itu dan telah mengadakan merupakan frasa endosentrik. Sebaliknya, frasa jual beli merupakan frasa
eksosentrik.
Frasa kedua saudagar itu dapat diwakili kata saudagar. Kata saudagar adalah inti frasa bertingkat kedua saudagar
itu. Demikian juga frasa telah mengadakan dapat diwakili kata mengadakan. Akan tetapi, frasa jual beli tidak dapat
diwakili baik oleh kata jual maupun kata beli. Hal ini disebabkan frasa jual beli tidak memiliki distribusi yang
sama dengan kata jual dan kata beli. Kedua kata tersebut merupakan inti sehingga mempunyai kedudukan yang
sama.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa frasa kedua saudagar itu berdistribusi sama dengan frasa saudagar itu
dan kata saudagar. Frasa telah mengadakan berdistribusi sama dengan mengadakan. Frasa yang distribusinya sama
dengan salah satu atau semua unsurnya dinamakan frasa endosentrik. Frasa yang distribusinya tidak sama dengan
salah satu atau semua unsurnya disebut frasa eksosentrik. Frasa jual beli termasuk frasa eksosentrik karena baik
kata jual maupun kata beli tidak dapat menggantikan jual beli.
Frasa endosentrik meliputi beberapa macam frasa :
1. Frasa Endosentrik yang Koordinatif
Frasa ini dihubungkan dengan kata dan dan atau.
Contoh:
Pintu dan jendelanya sedang dicat.
2. Frasa Endosentrik yang Atributif
Frasa ini terdiri atas unsur-unsur yang tidak setara.
Contoh:
Pekarangan luas yang akan didirikan bangunan itu milik Haji Abdulah.
3. Frasa Endosentrik yang Apositif
Secara semantik unsur yang satu pada frasa endosentrik apositif mempunyai makna sama dengan unsur yang lain.
Unsur yang dipentingkan merupakan unsur pusat, sedangkan unsur keterangan merupakan aposisi.
Contoh:
Alfia, putri Pak Bambang, berhasil menjadi pelajar teladan.
C. Kelas Frasa
Frasa dibagi menjadi enam kelas kata. Pembagian frasa meliputi frasa benda, kerja, sifat, keterangan, bilangan, dan
depan.
1. Frasa Benda atau Frasa Nomina
Frasa benda atau frasa nomina adalah frasa yang distribusinya sama dengan kata benda. Unsur pusat frasa benda
yaitu kata
benda.
Contoh:
a. Dita menerima hadiah ulang tahun.
b. Dita menerima hadiah.
Frasa hadiah ulang tahun dalam kalimat distribusinya sama dengan kata benda hadiah. Oleh karena itu, frasa
hadiah ulang tahun
termasuk frasa benda atau frasa nomina.
2. Frasa Kerja atau Frasa Verba
Frasa kerja atau frasa verba adalah frasa yang distribusinya sama dengan kata kerja atau verba.
Contoh:
Adik sejak tadi akan menulis dengan pensil baru.
Frasa akan menulis adalah frasa kerja karena distribusinya sama dengan kata kerja menulis dan unsur pusatnya kata
kerja, yaitu menulis.
3. Frasa Sifat atau Frasa Adjektiva
Frasa sifat atau adjektiva adalah frasa yang distribusinya sama dengan kata sifat. Frasa sifat mempunyai inti berupa
kata sifat. Kesamaan distribusi itu dapat dilihat pada jajaran berikut.
Contoh:
a. Lukisan yang dipamerkan itu memang bagus-bagus.
b. Lukisan yang dipamerkan itu bagus-bagus.
4. Frasa Keterangan atau Frasa Adverbia
Frasa keterangan adalah frasa yang distribusinya sama dengan kata keterangan. Biasanya inti frasa keterangan juga
berupa kata keterangan dan dalam kalimat sering menduduki fungsi sebagai keterangan.
a. Frasa keterangan sebagai keterangan.
Frasa keterangan biasanya mempunyai keleluasaan berpindah karena berfungsi sebagai keterangan. Oleh karena
itu, frasa keterangan dapat terletak di depan atau di belakang subjek atau di awal dan di akhir kalimat.
Contoh:
1) Tidak biasanya dia pulang larut malam.
2) Dia tidak biasanya pulang larut malam.
3) Dia pulang larut malam tidak biasanya.
b. Frasa keterangan sebagai keterangan pada kata kerja.
Contoh:
Saya tidak hanya bertanya, tetapi juga mengusulkan sesuatu.
5. Frasa Bilangan atau Frasa Numeralia
Frasa bilangan adalah frasa yang distribusinya sama dengan kata bilangan. Pada umumnya frasa bilangan atau frasa
numeralia
dibentuk dengan menambahkan kata penggolong atau kata bantu bilangan.
Contoh:
Dua orang serdadu menghampirinya ke tempat itu.
6. Frasa Depan atau Frasa Preposisional
Frasa depan adalah frasa yang terdiri atas kata depan dengan kata lain sebagai unsur penjelas.
Contoh:
Laki-laki di depan itu mengajukan pertanyaan kepada pembicara.
FRASA
1. Pebgertian Frasa
Banyak sering memeprmasalahkan antara frasa dengan kata, ada yang membedakannya dan ada
juga yang mengatakan bahwa keduanya itu sama. Seperti yang telah dipelajari dalam morfologi bahwa kata
adalah adalah satuan gramatis yang masih bisa dibagi menjadi bagian yang lebih kecil. Frasa adalah satuan
konstruksi yang terdiri dari dua kata atau lebih yang membentuk satu kesatuan (Keraf, 1984:138). Frasa
juga didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonprediktif, atau
lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer,
1991:222). Menurut Prof. M. Ramlan, frasa adalah satuan gramatik yang terdiri atas satu kata atau lebih dan
tidak melampaui batas fungsi atau jabatan (Ramlan, 2001:139). Artinya sebanyak apapun kata tersebut asal
tidak melebihi jabatannya sebagai Subjek, predikat, objek, pelengkap, atau pun keterangan, maka masih
bisa disebut frasa.
Contoh:
1. gedung sekolah itu
2. yang akan pergi
3. sedang membaca
4. sakitnya bukan main
5. besok lusa
6. di depan.
Jika contoh itu ditaruh dalam kalimat, kedudukannya tetap pada satu jabatan saja.
1. Gedung sekolah itu(S) luas(P).
2. Dia(S) yang akan pergi(P) besok(Ket).
3. Bapak(S) sedang membaca(P) koran sore(O).
4. Pukulan Budi(S) sakitnya bukan main(P).
5. Besok lusa(Ket) aku(S) kembali(P).
6. Bu guru(S) berdiri(P) di depan(Ket).
Jadi, walau terdiri dari dua kata atau lebih tetap tidak melebihi batas fungsi. Pendapat lain
mengatakan bahwa frasa adalah satuan sintaksis terkecil yang merupakan pemadu kalimat.
Contoh:
1. Mereka(S) sering terlambat(P).
2. Mereka(S) terlambat(P).
Ket: ( _ ) frasa.
Pada kalimat pertama kata mereka yang terdiri dari satu kata adalah frasa. Sedangkan pada kedua
kata berikutnya hanya kata sering saja yang termasuk frasa karena pada jabatan itu terdiri dari sua kata
dan kata sering sebagai pemadunya. Pada kalimat kedua, kedua katanya adalah frasa karena hanya terdiri
dari satu kata pada tiap jabatannya.
Dari kedua pendapat tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa frasa bisa terdiri dari satu kata atau
lebih selama itu tidak melampaui batas fungsi atau jabatannya yang berupa subjek, predikat, objek,
pelengkap, atau pun keterangan. Jumlah frasa yang terdapat dalam sebuah kalimat bergantung pada jumlah
fungsi yang terdapat pada kalimat itu juga.
Sebelum mengenal lebih jauh tentang frasa, alangkah lebih baiknya jika mengenal tentang fungsifungsi sintaksisi, karena fungsi-fungsi itula yang disebut frasa. Fungsi sintaksisi ada lima, yaitu Subjek(S),
Predikat(P), Objek(O), Pelengkap(Pel), dan Keterangan(Ket). Dari kelima fungsi tersebut hanya
karakteristik dari Keterangan saja yang tidak mempunyai lawan.
1. Subjek dan Predikat.
1. Bagian yang diterangkan predikat. Subjek dapat dicari dengan pertanyaan Apa atau Siapa yang
tersebut dalam predikat. Sedangkan predikat adalah bagian kalimat yang menerangkan subjek.
Predikat dapat ditentukan dengan pertanyaan yang tersebut dalam subjek sedang apa, berapa, di
mana, dan lain-lain.
Contoh:
Sedang belajar(P) mereka itu(S).
Fungsi tersebut bisa dibuktikan dengan pertanyaan Siapa yang sedang belajar? Jawabannya
mereka itu.
2. Berupa frasa nomina atau pengganti frasa nomina. Sedangkan predikat bisa berupa frasa nomina,
verba, adjektiva, numeralia, atau pun preposisi.
3. Jika diubah menjadi kalimat tanya, subjek tidak dapat diberi partikel kah. Predikat dapat diberi
partikel kal.
Contoh:
Merka itu(S) sedang belajar(P).
Sedang belajarkah mereka itu?
1.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2.
1.
2.
3.
1. Frasa Endosentris, kedudukan frasa ini dalam fungsi tertentu, dpat digantikan oleh unsurnya. Unsur
frasa yang dapat menggantikan frasa itu dalam fungsi tertentu yang disebut unsur pusat (UP).
Dengan kata lain, frasa endosentris adalah frasa yang memiliki unsur pusat.
Contoh:
Sejumlah mahasiswa(S) diteras(P).
Kalimat tersebut tidak bisa jika hanya Sejumlah di teras (salah) karena kata mahasiswa adalah
unsur pusat dari subjek. Jadi, Sejumlah mahasiswa adalah frasa endosentris.
Frasa endosentris sendiri masih dibagi menjadi tiga.
Frasa Endosentris Koordinatif, yaitu frasa endosentris yang semua unsurnya adalah unsur pusat dan
mengacu pada hal yang berbeda diantara unsurnya terdapat (dapat diberi) dan atau atau.
Contoh:
rumah pekarangan
suami istri dua tiga (hari)
ayah ibu
pembinaan dan pembangunan
pembangunan dan pembaharuan
belajar atau bekerja.
Frasa Endosentris Atributif, yaitu frasa endosentris yang disamping mempunyai unsur pusat juga
mempunyai unsur yang termasuk atribut. Atribut adalah bagian frasa yang bukan unsur pusat, tapi
menerangkan unsur pusat untuk membentuk frasa yang bersangkutan.
Contoh:
pembangunan lima tahun
sekolah Inpres
buku baru
4. orang itu
5. malam ini
7. sedang belajar
8. sangat bahagia.
3.
1.
2.
3.
4.
2.
Kata-kata yang dicetak miring dalam frasa-frasa di atasseperti adalah unsur pusat, sedangkan
kata-kata yang tidak dicetak miring adalah atributnya.
Frasa Endosentris Apositif, yaitu frasa endosentris yang semua unsurnya adalah unsur pusat dan mengacu
pada hal yang sama. Unsur pusat yang satu sebagai aposisi bagi unsur pusat yang lain.
Contoh:
Ahmad, anak Pak Sastro, sedang belajar.
Ahmad, .sedang belajar.
.anak Pak Sastro sedang belajar.
Unsur Ahmad merupakan unsur pusat, sedangkan unsur anak Pak Sastro merupakan aposisi.
Contoh lain:
Yogya, kota pelajar
Indonesia, tanah airku
Bapak SBY, Presiden RI
Mamad, temanku.
Frasa yang hanya terdiri atas satu kata tidak dapat dimasukkan ke dalalm frasa endosentris
koordinatif, atributif, dan apositif, karena dasar pemilahan ketiganya adalah hubungan gramatik
antara unsur yang satu dengan unsur yang lain. Jika diberi aposisi, menjadi frasa endosentris
apositif. Jika diberi atribut, menjadi frasa endosentris atributif. Jika diberi unsur frasa yang
kedudukannya sama, menjadi frasa endosentris koordinatif
2. Frasa Eksosentris, adalah frasa yang tidak mempunyai persamaan distribusi dengan unsurnya. Frasa
ini tidak mempunyai unsur pusat. Jadi, frasa eksosentris adalah frasa yang tidak mempunyai UP.
Contoh:
Sejumlah mahasiswa di teras.
Berdasarkan Kategori Kata yang Menjadi Unsur Pusatnya.
Berdasarkan kategori kata yang menjadi unsur pusatnya, frasa dibagi menjadi enam.
1. Frasa nomina, frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori nomina. UP frasa nomina itu
berupa:
1. nomina sebenarnya
contoh:
pasir ini digunakan utnuk mengaspal jalan
2. pronomina
contoh:
dia itu musuh saya
3. nama
contoh:
Dian itu manis
4. kata-kata selain nomina, tetapi strukturnya berubah menjadi nomina
contoh:
dia rajin rajin itu menguntungkan
anaknya dua ekor dua itu sedikit
dia berlari berlari itu menyehatkan
kata rajin pada kaliat pertam awalnya adalah frasa ajektiva, begitupula dengan dua ekor awalnya
frasa numeralia, dan kata berlari yang awalnya adalah frasa verba.
2. Frasa Verba, frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori verba. Secara morfologis, UP
frasa verba biasanya ditandai adanya afiks verba. Secara sintaktis, frasa verba terdapat (dapat diberi)
kata sedang untuk verba aktif, dan kata sudah untuk verba keadaan. Frasa verba tidak dapat
diberi kata sangat, dan biasanya menduduki fungsi predikat.
Contoh:
Dia berlari.
Secara morfologis, kata berlari terdapat afiks ber-, dan secara sintaktis dapat diberi kata sedang
yang menunjukkan verba aktif.
3. Frasa Ajektifa, frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori ajektifa. UP-nya dapat diberi
afiks ter- (paling), sangat, paling agak, alangkah-nya, se-nya. Frasa ajektiva biasanya menduduki
fungsi predikat.
Contoh:
Rumahnya besar.
Ada pertindian kelas antara verba dan ajektifa untuk beberapa kata tertentu yang mempunyai ciri
verba sekaligus memiliki ciri ajektifa. Jika hal ini yang terjadi, maka yang digunakan sebagai dasar
pengelolaan adalah ciri dominan.
Contoh:
menakutkan (memiliki afiks verba, tidak bisa diberi kata sedang atau sudah. Tetapi bisa diberi
kata sangat).
4. Frasa Numeralia, frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori numeralia. Yaitu kata-kata
yang secara semantis mengatakan bilangan atau jumlah tertentu. Dalam frasa numeralia terdapat
(dapat diberi) kata bantu bilangan: ekor, buah, dan lain-lain.
Contoh:
dua buah
tiga ekor
lima biji
duapuluh lima orang.
5. Frasa Preposisi, frasa yang ditandai adanya preposisi atau kata depan sebagai penanda dan diikuti
kata atau kelompok kata (bukan klausa) sebagai petanda.
Contoh:
Penanda (preposisi) + Petanda (kata atau kelompok kata) di teras
ke rumah teman
dari sekolah
untuk saya
6. Frasa Konjungsi, frasa yang ditandai adanya konjungsi atau kata sambung sebagai penanda dan
diikuti klausa sebagai petanda. Karena penanda klausa adalah predikat, maka petanda dalam frasa
konjungsi selalu mempunyai predikat.
Contoh:
Penanda (konjungsi) + Petanda (klausa, mempunyai P)
Sejak kemarin dia terus diam(P) di situ.
Dalam buku Ilmu Bahasa Insonesia, Sintaksis, ramlan menyebut frasa tersebut sebagai frasa
keterangan, karena keterangan menggunakan kata yang termasuk dalam kategori konjungsi.
KLAUSA
1. Pengertian Klausa
Klausa ialah satuan gramatikal, berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari subjek
(S) dan predikat (P), dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat (Kridalaksana dkk, 1980:208). Klausa
ialah unsur kalimat, karena sebagian besar kalimat terdiri dari dua unsur klausa (Rusmaji, 113). Unsur inti
klausa adalah S dan P. Namun demikian, S juga sering juga dibuangkan, misalnya dalam kalimat luas
sebagai akibat dari penggabungan klausa, dan kalimat jawaban (Ramlan, 1981:62.
Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa klausa adalah satuan gramatik yang terdiri
atas predikat, baik diikuti oleh subjek, objek, pelengkap, keterangan atau tidak dan merupakan bagian dari
kalimat. Penanda klausa adalah P, tetapi yang menjadi klausa bukan hanya P, jika mempunyai S, klausa
terdiri atas S dan P. Jika mempunyai S, klausa terdiri dari atas S, P, dan O. jika tidak memiliki O dan Ket,
klausa terdiri atas P, O, dan Ket. Demikian seterusnya.Penanda klausa adalah P, tetapi yang dianggap
sebagai unsure inti klausa adalah S dan P.
Penanda klausa adalah P, tetapi dalam realisasinya P itu bias juga tidak muncul misalnya dalam kalimta
jawaban atau dalam bahasa Indonesia lisan tidak resmi. Contoh :
Pertanyaan : kamu memanggil siapa?
Jawaban : teman satu kampus S dan P-nya dihilangkan.
Contoh pada bahasa tidak resmi : saya telat! P-nya dihilangkan.
Klausa merupakan bagian dari kalimat. Oleh karena itu, klausa bukan kalimat. Klausa belum
mempunyai intonasi lengkap. Sementara itu kalimat sudah mempunyai intonasi lengkap yang ditandai
dengan adanya kesenyapan awal dan kesenyapan akhir yang menunjukkan bahwa kalimat tersebut sudah
selesai. Klausa sudah pasti mempunyai P, sedangkan kalimat belum tentu mempunyai P.
2. Jenis-jenis Klausa
Ada tiga dasar yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan klausa. Ketiga dasar itu adalah (1)
Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya (BSI), (2) Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur
negasi yang menegatifkan P (BUN), dan (3) Klasifikasi klausa berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P
(BKF). Berikut hasil klasifikasinya :
1. Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya.
Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya mengacu pada hadir tidaknya unsur inti klausa, yaitu S
dan P. Dengan demikian, unsur ini klausa yang bisa tidak hadir adalah S, sedangkan P sebagai unsur inti klausa
selalu hadir. Atas dasar itu, maka hasil klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya, berikut klasifikasinya :
1. Klausa Lengkap
Klausa lengkap ialah klausa yang semua unsur intinya hadir.
Klausa ini diklasifikasikan lagi berdasarkan urutan S dan P menjadi :
1. Klausa versi, yaitu klausa yang S-nya mendahului P. Contoh :
Kondisinya sudah baik.
Rumah itu sangat besar.
Mobil itu masih baru.
2. Klausa inversi, yaitu klausa yang P-nya mendahului S. Contoh :
Sudah baik kondisinya.
Sangat besar rumah itu.
Masih baru mobil itu.
2. Klausa Tidak Lengkap
Klausa tidak lengkap yaitu klausa yang tidak semua unsur intinya hadir. Biasanya dalam klausa ini yang
hadir hanya S saja atau P saja. Sedangkan unsur inti yang lain dihilangkan.
2. Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang secara gramatik menegatifkan P.
Unsur negasi yang dimaksud adalah tidak, tak, bukan, belum, dan jangan. Klasifikasi klausa
berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang secara gramatik menegatifkan P menghasilkan :
1. Klausa Positif
Klausa poisitif ialah klausa yang ditandai tidak adanya unsur negasi yang menegatifkan P. Contoh :
Ariel seorang penyanyi terkenal.
Mahasiswa itu mengerjakan tugas.
Mereka pergi ke kampus.
2. Klausa Negatif
Klausa negatif ialah klausa yang ditandai adanya unsur negasi yang menegaskan P. Contoh :
Ariel bukan seorang penyanyi terkenal.
Mahasiswa itu belum mengerjakan tugas.
Mereka tidak pergi ke kampus.
Kata negasi yang terletak di depan P secara gramatik menegatifkan P, tetapi secara sematik belum tentu
menegatifkan P. Dalam klausa Dia tidak tidur, misalnya, memang secara gramatik dan secara semantik
menegatifkan P. Tetapi, dalam klausa Dia tidak mengambil pisau, kata negasi itu secara sematik bisa
menegatifkan P dan bisa menegatifkan O. Kalau yang dimaksudkan 'Dia tidak mengambil sesuatu apapun',
maka kata negasi itu menegatifkan O. Misalnya dalam klausa Dia tidak mengambil pisau, melainkan sendok.
3. Klasifikasi klausa berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P.
Berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P, klausa dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Klausa Nomina
Klausa nomina ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa nomina. Contoh :
Dia seorang sukarelawan.
Mereka bukan sopir angkot.
Nenek saya penari.
2. Klausa Verba
Klausa verba ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa verba. Contoh :
Dia membantu para korban banjir.
Pemuda itu menolong nenek tua.
3. Klausa Adjektiva
Klausa adjektiva ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa adjektiva. Contoh :
Adiknya sangat gemuk.
Hotel itu sudah tua.
Gedung itu sangat tinggi.
4. Klausa Numeralia
Klausa numeralia ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori numeralia. Contoh :
Anaknya lima ekor.
Mahasiswanya sembilan orang.
Temannya dua puluh orang.
5. Klausa Preposisiona
Klausa preposisiona ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa preposisiona.
Contoh :
Sepatu itu di bawah meja.
Baju saya di dalam lemari.
Orang tuanya di Jakarta.
6. Klausa Pronomia
Klausa pronomial ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategoi ponomial. Contoh :
Hakim memutuskan bahwa dialah yang bersalah.
Sudah diputuskan bahwa ketuanya kamu dan wakilnya saya.
4. Klasifikasi klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat
Klasifikasi klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat dapat dibedakan atas :
1. Klausa Bebas
Klausa bebas ialah klausa yang memiliki potensi untuk menjadi kalimat mayor. Jadi, klausa bebas memiliki
unsur yang berfungsi sebagai subyek dan yang berfungsi sebagai predikat dalam klausa tersebut. Klausa
bebas adalah sebuah kalimat yang merupakan bagian dari kalimat yang lebih besar. Dengan perkataan lain,
klausa bebas dapat dilepaskan dari rangkaian yang lebih besar itu, sehingga kembali kepada wujudnya
semula, yaitu kalimat. Contoh :
Anak itu badannya panas, tetapi kakinya sangat dingin.
Dosen kita itu rumahnya di jalan Ambarawa.
Semua orang mengatakan bahwa dialah yang bersalah.
2. Klausa terikat
Klausa terikat ialah klausa yang tidak memiliki potensi untuk menjadi kalimat mayor, hanya berpotensi
untuk menjadi kalimat minor. Kalimat minor adalah konsep yang merangkum : pangilan, salam, judul,
motto, pepatah, dan kalimat telegram. Contoh :
Semua murid sudah pulang kecuali yang dihukum.
Semua tersangkan diinterograsi, kecuali dia.
Ariel tidak menerima nasihat dari siapa pun selain dari orang tuanya.
5. Klasifikasi klausa berdasarkan criteria tatarannya dalam kalimat.
Oscar Rusmaji (116) berpendapat mengenai beberapa jenis klausa. Menurutnya klausa juga dapat
diklasifikasikan berdasarkan kriteria tatarannya dalam kalimat.
Berdasarkan tatarannya dalam kalimat, klausa dapat dibedakan atas :
1. Klausa Atasan
Klausa atasan ialah klausa yang tidak menduduki f ungsi sintaksis dari klausa yang lain. Contoh :
Ketika paman datang, kami sedang belajar.
Meskipun sedikit, kami tahu tentang hal itu.
2. Klausa Bawahan
Klausa bawahan ialah klausa yang menduduki fungsi sintaksis atau menjadi unsur dari klausa yang lain.
Contoh :
Dia mengira bahwa hari ini akan hujan.
Jika tidak ada rotan, akarpun jadi.
3. Analisis Klausa
Klasifikasi dapat dianalisis berdasarkan tiga dasar, yaitu :
1. Berdasarkan fungsi unsur-usurnya
2. Berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsurnya
3. Berdasarkan makna unsur-unsurnya.
1. Analisis Klausa Berdasarkan Fungsi Unsur-unsurnya
Klausa terdiri dari unsur-unsur fungsional yang di sini disebut S, P, O, pel, dan ket. Kelima unsur itu
tidak selalu bersama-sama ada dalam satu klausa. Kadang-kadang satu klausa hanya terdiri dari S dan P kadang
terdiri dari S, P dan O, kadang-kadang terdii dari S, P, pel dan ket. Kadang-kadang terdiri dari P saja. Unsur
fungsional yang cenderung selalu ada dalam klausa ialah P.
1. S dan P
Contoh : Budi(S) tidak berlari-lari(P) Tidak berlari-lari(P) Budi(S)
Badannya(S) sangat lemah(P) Sangat lemah(P) badannya(S)
2. O dan Pel
P mungkin terdiri dari golongan kata verbal transitif, mungkin terdiri dai golongan kata verbal intransitif,
dan mungkin pula terdirri ari golongan-golongan lain. Apabila terdiri dari golongan kata verbal transitif,
diperlukan adanya O yang mengikuti P itu. Contoh :
Kepala Sekolah(S) akan menyelenggarakan(P) pentas seni(O).
Pentas seni(S) akan dislenggarakan(P) kepala sekolah(O)
3. KET
Unsur klausa yang tidak menduduki fungsi S, P, O dan Pel dapat diperkirakan menduduki fungsi
Ket. Berbeda dengan O dan Pel yang selalu terletak di belakang dapat, dalam suatu klausa Ket pada
umumnya letak yang bebas, artinya dapat terletak di depan S, P dapat terletak diantara S dan P, dan dapat
terletak di belakang sekali. Hanya sudah tentu tidak mungkin terletak di antara P dan O, P dan Pel, karena O
dan Pel boleh dikatakan selalu menduduki tempat langsung dibelakang P. Contoh :
Akibat banjir(Ket) desa-desa itu(S) hancur(P)
Desa-desa itu(S) hancur(P) akibat banjir(O)
2. Analisis Klausa Berdasarkan Kategori Kata atau Frase yang menjadi Unsurnya.
Analisis kalusa berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsur-unsur klausa ini itu disebut
analisis kategorional. Analisis ini tidak terlepas dari analisis fungsional, bahkan merupakan lanjutan dari
analisis fungsional.
Contoh :
Aku
Sudah menghadap
Komandan
Tadi
Ket
Ket
Menemani
Adiknya
Di tempat
tidur
Beberapa saat
Ket 1)
Ket 2)
FD
Pelaku
Pembuatan
Penderita
Tempat
Waktu
subjek
Objek (1)
Objek (2)
Pelengkap
Keterangan
Pembuatan
keadaan
Keberadaan
Pengenal
Jumlah
Pemerolehan
Pelaku
Alat
Sebab
Penderita
Hasil
Tempat
Penerima
Pengalaman
Dikenal
Terjumlah
Penderita
Penerima
Tempat
Alat
Hasil
Penderita
Hasil
Penderita
Alat
Tempat
Waktu
Cara
Penerima
Peserta
Alat
Sebab
Pelaku
Keseringan
Perbandingan
Perkecualian
KALIMAT
1. Pengertian
Untuk memperoleh pengertian yang jelas tentang kalimat dikemukan. Kalimat adalah satuan bahasa
terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Sekurang-kurangnya kalimat
dalam ragam resmi, baik lisan maupun tertulis harus memiliki S dan P (Srifin dan Tasai, 2002: 58).Panjang atau
pendek, kalimat hanya dan harus terdiri atas subjek dan predikat. Kalimat pendek menjadi panjang atau
berkembang karena diberi tambahan-tambahan atau keterangan-keterangan pada subjek, pada predikat, atau pada
keduanya (Wijayamartaya, 1991: 9).
Pendapat laing mengatakan, kalimat adalah satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang
disertai nada akhir naik dan turun (Ramlan, 1981:6). Menurut Kridalaksana, kalimat adalah suatu bahasa yang
secara relative berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final, dan baik secara actual maupun potensial terdiri dari
klausa (Kridalaksan dkk, 1984:224). Satu bagian nujaran yang didahului dan diikuti kesenyapan, sedangkan
intonasinya menunjukkan bahwa bagian ujaran itu sudah lengkap, adalah kalimat (Keraf, 1978: 156).
kalimat adalah satuan gramatik yang ditandai adanya kesenyapan awal dan kesenyapan akhir yang
menunjukkan bahwa kalimat itu sudah selesai (lengkap).
2. Macam-macam Kalimat
Kalimat dapat diklasifikasikan berdasarkan dengan: (1) jumlah dan kenis klausa yang terdapat di dalamnya,
(2) jenis response yang diharapkan, (3) sifat hubungan actor_aksi, dan (4) ada tidaknya unsure negative pada
kalimat utama.
1. Berdasarkan jumlah dan jenis klausa yang terdapat di dalamnya, kalimat dapat dibedakan atas
kalimat minor dan kalimat mayor.
1. Kalimat minor adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa terikat atau sama
sekali tidak mengandung struktur klausa. Kalimat minor dibedakan atas:
1. Kalimat minor berstruktur, yaitu kalimat minor yang muncul sebagai lanjutan, pelengkap,
atau penyempurna kalimat utuh atau klausa lain yang terdahulu dalam wacana (Samsuri,
1985:278). Berdasarkan sumber penurunnya, kalimat minor berstruktur dibedakan atas:
Kalimat elips, yaitu kalimat minor yang terjadi karena pelepasan beberapa bagian dari klausa
kalimat tunggal.
Contoh:
Terserah saja. (Penyelesainnya terserah kamu saja)
Kalimat jawaban, yaitu kalimat minor yang bertindak sebagai jawaban atas pentanyaanpertanyaan.
Contoh :
(Ada yang kau bawa itu?) Lukisan.
Kalimat sampingan, yaitu kalimat minor yang terjadi penurunan klausa terikat dari kalimat
majemuk subordinat.
Contoh :
cepat)
Meskipun hujan. (Dia tetap datang)
Kalimat urutan, yaitu kalimat mayor, tetapi didahului oleh konjungsi, sehingga menyatakan
bahwa kalimat tersebut merupakan bagian kalimat lain. (Samsuru, 1985:263)
Contoh :
Contoh :
Kakak sudah menikah?
Mengapa anak itu tidak tidur?
Siapa pemilik rumah itu?
3. Kalimat perintah adalah kalimat yang dibentuk untuk memancing responsi
yang berupa tindakan (Samsuri, 1985:276-278). Kalimat perintah ditandai
dengan tanda seru (!). tetapi penggunaan seru ini biasanya tidak dipakai kalau
sifat perintah itu menjadi lemah, demikian juga predikatnya diikuti oleh
partikel-lah. Kalimat perintah dapat bersifat negative. Untuk menegatifkan
kalimat perintah, digunakan kata jangan yang biasanya ditempatkan pada
bagian awal kalimat. Kaliamat perintah yang besifat negative beubah menjadi
larangan.
Contoh :
Masuklah!
Marilah kita belajar bersama-sama!
Jangan membuang sampah di sembarang tempat!
3. Berdasarkan hubungan actor-aksi, kalimat dapat dibedakan atas :
1. Kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya berperan sebagai pelaku actor.
Subjek kalimat aktif berperan sebagai perbuatan yang dinyatakan oleh
predikat. Predikat kalimat aktif tediri atas verba transitif dan verba
intransitive. Afiks yang digunakan dalam pembentukan kata yang berfungsi
sebagai perdikat kalimat aktif ialah meN- dan ber- yang dapat
dikombinasikan dengan I atau kan.
Contoh :
Anak itu memetik bunga di taman.
Ayah membelikan kakak baju baru.
Pembantu itu sedang menyapu halaman.
2. Kalimat pasif adalah kalimat yanmhg subjeknya berperan sebagai penderita.
Subjek dalam kalimat pasif berperan sebagai penderita perbuatan yang
dinyatakan oleh predikat kalimat tersebut.
Predikat kalimat pasif terdiri atas verba verba yang berpredikat di- yang dapat bekombinasi
dengan sufiks i dan kan, beprefiks ter-, berkonfiks ke-an, dan verba yang didahului oleh
pronominal persona (Samsuri, 1985:434)
Contoh :
Badannya dilumuri minyak.
Kita apakan barang-barang ini?
Tidak terlihat olehku benda yang kau tujukan itu.
3. Kalimat medial adalah kalimat yang subjeknya berperan baik sebagai pelaku
maupun sebagai penderita perbuatan yang dinyatakan oleh predikat tersebut.
Contoh :
Jangan menyiksa diri sendiri.
Wanita itu berhias di depan cermin.
4. Kalimat respirokal adalah kalimat yang subjek dan objeknya melakukan
sesuatu pebuatan yang berbalas-balasan. Verba yang berfungsi sebagai
predikat pada kalimat respirokal adalah verba yang beprefiks me- yang
didahului oleh kata dasarnya, verba berulang yang berkombinasi dengan
konfiks ber-kan, verba dasar yang diikuti oleh kata baku, dan saling yang
diikuti oleh veba yang berprefiks me- atau me-i/kan (Samsuri, 1985:198).
Contoh :
Kedua Negara itu tuduh-menuduh tentang pelanggaran perbatasan.
Dua bersaudara itu saling mencintai dan saling menyayangi.
Pemuda-pemuda tanggung itu berbaku hantam d tanah lapang.
4. Bedasarkan ada tidaknya unsure negative pada klausa utama, kalimat dibedakan atas :
1. Kalimat firmatif, yaitu kalimat yang berpredikat utamanya tidak tedapat
unsure negative, peniadaan, atau penyangkalan.
Contoh :
Petani itu membajak sawah.
Di Surabaya diresmikan patung Jendral Sudirman.
Kami mendengar kabar bahwa pemberontakan di Iran sudah berakhir.
2. Kalimat negative, yaitu kalimat yang predikat utamanya terdapat unsure
negative, peniadaan, atau penyangkalan, seperti tidak, tiada (tak), bukan,
jangan. Unsure negative tidak dipakai di depan verba, adjektiva, adverbial,
dan frase preposisi yang berfungsi sebagai keterangan. Unsure negatif bukan
SINTAKSIS
1. Pengertian Sintaksis
Banyak pengertian dan definisi tentang sintaksis. Tentu saja diantara definisi-definisi yang diberikan oleh
para ahli tersebut, memiliki persamaan maupun perbedaan, baik dalam jumlah aspek yang tercakup di dalamnya,
maupun redaksi atau kata-kata yang digunakannya.
Sintaksis secara etimologis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata,
kelompok kata menjadi kalimat. Menurut istilah sintaksis dapat mendefinisikan : bagian dari ilmu bahasa yang
membicarakan seluk beluk kalimat, klausa, dan frasa (Ibrahim, dkk:1). Pendapat lain mengatakan, sintaksis adalah
studi kaidah kombinasi kata menjadi satuan yang lebih besar, frase dan kalimat (Moeliono, 1976:103). Dan definisi
tersebut dapat dikemukakan bahwa satuan yang tercakup dalam sintaksis adalah frase dan ka1imat, dengan kata
sebagai satuan dasarnya. Sintaksis (Yunani:Sun + tattein = mengatur bersama-sama) ialah bagian dari tata bahasa
yang mempelajari dasar-dasar dan proses-proses pembentukan kalimat dalam suatu bahasa. (Keraf, 1978:153).
Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kalimat adalah satuan terbesar dalam sintaksis dan setiap
bahasa mempunyai kaidah sintaksis tersendiri yang tidak dapat diterapkan begitu saja pada bahasa yang lain.
Bidang sintaksis (Inggris, syntax) menyelidiki semua hubungan antar kelompok kata (atau antar-frase)
dalam satuan dasar sintaksis itu. Sintaksis itu mnempelajari hubungan gramatikal di luar batas kata, tetapi di dalam
satuan yang kita sebut kalimat (verhaar, 1981:70).
Istilah sintaksis (Belanda, syntaxis) ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk
wacana, kalimat, klausa, dan frase (Ramlan, 2001:18).
Dari definisi-definisi yang telah dikemukakan para ahli bahasa tersebut, dapat disimpulkan bahwa sintaksis
adalah bagian dari tata bahasa yang membicarakan kaidah kombinasi kata menjadi satuan gramatik yang lebih
besar yang berupa frase, klausa, dan kalimat, serta penempatan morfem-morfem supra sekmental (intonasi) sesuai
dengan struktur sematik yang diinginkan oleh pembicara sebagai dasarnya.
2. Cakupan Sintaksis
Pembahasan sintaksis mencakup frase, klausa, kalimat, dan morfem-morfem suprasegmental (intonasi).
Tetapi, dalam sintaksis, pembicaraan mengenai jenis kata mutlak diperlukan, karena (1) struktur frase dan kalimat
hanya dapat dijelaskan melalui penggolongan (penjenisan) kata (Ramlan, 1976:27), dan (2) Studi tentang kalimat
suatu bahasa yang merupakan rangkaian yang berstruktur dari kata-kata, tidak akan banyak artinya tanpa
mempelajari yang unsur-unsur itu sendiri (Samsuri, 1985:74). Memang, kelas (jenis) kata tau kategori kata adalah
bagian dari sintaksis (Kridalaksana, 1986:31).
Dengan demikia, aspek-aspek ketatabahasaan yang tercakup dalam sintaksis adalah jenis kata, frase, klausa,
kalimat, dan morfem-morfem
Daftar Rujukan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Ibrahim, Syukur, dkk. Bahan Ajar Sintaksis Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan Nasional Universitas
Negeri Malang.
Ramlan, M. 2001. Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta: C.V. Karyono.
Samsuri. 1985. Tata Bahasa Indonesia Sintaksis. Jakarta: Sastra Budaya.
Sugono, Dendy. 1986. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: C.V. Kilat Grafika.
Rusnaji, Oscar. Aspek-aspek Linguistik. IKIP Malang.
Wirjosoedjarmo. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Surabaya: Sinar Wijaya
Rusnaji, Oscar. 1983. Aspek-aspek Sintaksis Bahasa Indonesia. IKIP Malang.
Verhaar. 2004. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada university Press.
Alwi, Hasan dan Dery Sugono. 2002. Telaah Bahasa dan Sastra. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Arifin, Zaenal dan S. Amran Tasai. 2002. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:
Akademika Pressindo.
Kata kunci: resume dan makalah
Sebelumnya: CAMELIA, PELIPUR LARA YANG TAK USAI MENGHIRUP DUNIA
Selanjutnya : Analisis Wacana dalam Novel