Dosen Pembimbing :
Andiradi, M.A
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat karuniaNya
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ Proses Belajar Mengajar
Drama”. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Drs. Supriyadi, M.Pd selaku dosen
pengasuh. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman dan semua pihak
yang terlibat yang telah membantu hingga makalah ini dapat selesai tepat waktu. Terakhir
harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, dan dapat menjadi
acuan buat pembaca yang belajar lebih mendalam lagi tentang analisis buku teks. Saya
menyadari kekurangan-kekurangan yang ada dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu
kritik dan saran dari pembaca sangat saya harapkan.
COVER
KATAPENGANTAR.………………………………………………………..…...................ii
DAFTAR ISI………….…………………………………………..…....................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………..….....................…1
B. Rumusan Masalah……….………………………………..….....................…………..2
C. Tujuan Masalah…………………………………………………..…..…......................2
BAB ll PEMBAHASAN
A. Strategi Strata…………...……………………………………..….....................……...3
B. Strategi Induktif Model Taba…………..……………………..….....................……...6
C. Strategi Analisis…………………………………………………………..…...............7
D. Strategi Sinektik……………………...…………………………..….....................…..7
A. Kesimpulan……………………………………………………..….....................…….9
B. Saran……………….…………………...………………..….....................……………9
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Sastra adalah suatu bentuk tanda seni yang bermediakan bahasa. Sastra hadir untuk
dibaca dan dinikmati, serta selanjutnya dimanfaatkan, antara lain untuk mengembangkan
wawasan kehidupan. Jadi, pembelajaran sastra seharusnya ditekankan pada kenyataan bahwa
sastra merupakan salah satu tanda bentuk seni yang dapat diapresiasi. Oleh karena itu, dalam
Kurikulum 2004, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian, Mata Pelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia, pembelajaran sastra harus bersifat apresiatif. Muara akhir
pengajaran sastra adalah terbinanya apresiasi dan kegemaran terhadap sastra yang didasari
oleh pengetahuan dan keterampilan di bidang sastra.
C. Tujuan Penelitian
PEMBAHASAN
A. Strategi Strata
Strategi di dalam pendidikan anak usia dini ini dinamakan strategi strata karena
idenya didapatkan dari tulisan Leslie Strata dalam bukunya Pattern of Language . Strategi ini
terdiri dari tiga langkah pokok yaitu penjelajahan, interpretasi, dan re-kreasi.
a. Penjelajahan
Apresiasi sastra sebenarnya bukan merupakan konsep abstrak yang tidak pernah
terwujud dalam tingkah laku, melainkan pengertian yang di dalamnya menyiratkan adanya
suatu kegiatan yang harus terwujud secara konkret. Perilaku kegiatan itu dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu secara langsung dan secara tidak langsung.
Dalam kaitannya dengan tahap penjelajahan, dalam strategi strata siswa melakukan
kegiatan penjelajahan terhadap cipta sastra yang disukainya atau yang disarankan oleh guru
dengan perilaku kegiatan secara langsung dan perilaku kegiatan secara tidak langsung.
Apresiasi sastra secara langsung adalah kegiatan membaca atau menikmati cipta
sastra berupa teks maupun performansi secara langsung.
Dalam kaitannya dengan apresiasi langsung dalam tahap penjelajahan untuk anak usia
dini, siswa dapat melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut.
1. Membaca karya sastra (puisi, cerpen, novel, roman, naskah drama) baik dengan
membaca diam maupun membaca lisan.
Selain dilakukan kegiatan apresiasi langsung, juga dilakukan apresiasi sastra secara
tidak langsung. Kegiatan apresiasi sastra secara tidak langsung itu dapat ditempuh dengan
cara sebagai berikut.
4. Siswa bertanya tentang karya sastra yang sedang dijelajahinya kepada orang-orang
yang dapat dijadikan narasumber karya sastra tersebut.
Hal lain yang harus diperhatikan dalam kegiatan tidak langsung ini bahwa
pembelajaran tentang teori-teori sastra hanyalah dimaksudkan untuk mendukung atau sebagai
kontribusi untuk mengapresiasi karya sastra tersebut. Mengapa demikian? Dalam
pembelajaran apresiasi sastra untuk pendidikan anak usia dini ada beberapa prinsip yang
perlu diperhatikan sebagai berikut.
4. Pembelajaran sastra bukan merupakan pengajaran sejarah sastra , aliran, dan teori
tentang sastra.
Hal yang perlu diperhatikan juga dalam tahapan ini, untuk memahami dan menghayati
karya sastra siswa diharapkan langsung membaca karya sastra dan bukan ringkasannya.
Mengapa demikian? Kegiatan mengapresiasi sastra berkaitan erat dengan pelatihan
mempertajam perasaan, penalaran, dan daya khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat,
budaya, dan lingkungan hidup. Hal-hal tersebut tidak terlaksana apabila siswa tidak membaca
secara utuh karya sastra tersebut. Siswa tidak akan mendapat kontribusi tentang nilai-nilai
keindahan serta paparan peristiwa yang mampu memberikan kepuasan batin pembacanya
,dan pandangan yang berhubungan dengan renungan atau kontemplasi batin ( baik yang
berhubungan dengan keagamaan, filsafat, politik, budaya, dan sebagainya). Kandungan
makna sastra yang begitu kompleks serta berbagai macam keindahan sastra tergabung lewat
media kebahasaan, media tulis, dan struktur wacana yang utuh.
b. Interpretasi
c. Re-kreasi
Tahapan rek-kreasi di sebuah pendidikan anak usia dini ini merupakan langkah
pendalaman. Siswa diminta untuk mengkreasikan kembali hal-hal yang telah dipahaminya
dalam tahapan interpretasi.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam tahapan ini adalah sebagai berikut.
4. Siswa menuliskan kembali bagian dalam sastra klasik dengan gaya bahasa masa
kini.
5. Siswa menuliskan bagian tertentu dari cerpen/novel dari sudut pandang yang
berbeda (misal dari salah satu seorang pelaku cerita).2
2
Herman J. Waluyo, Drama: Teori dan Pengajaran, (Yogyakarta: Hanindita Graha Widia, 2010), h. 47.
Cara untuk melaksanakan setiap langkah dalam strategi strata bergantung pada teknik
yang ingin dipergunakan oleh pengajar dan kondisi kelas. Strategi ini memungkinkan guru
bekerja dengan siswa dalam kelompok atau pun perseorangan.
Strategi induktif model taba di pendidikan anak usia dini ini terdiri atas tahap-tahap.
Setiap tahap diprakarsai oleh guru dengan pertanyaan guru menetukan jenis kegiatan siswa.
Siswa swcacra berurut terlibat dalam suatu proses pembentukan generalisasi.,
penjelasan/penafsiran, dan ramalan kesimpulan baru (penerapan). Ada tiga tahap pokok
dalam model Taba ini. Setiap tahap dapat dikembangkan lagi menjadi tahap-tahap baru sesuai
dengan kegiatan yang dilaksanakan.
Langkah-langkah dalam strategi induktif model taba untuk anak paud adalah sebagi
berikut:
Strategi analisis di pendidikan anak usia dini ini menitikberatkan pada proses
analisis terhadap tema sebagai hasil akhir, setelah penokohan, plot, hubungan sebab akibat,
dan sebagainya, yang kemudian disusul dengan pemahaman hal atau unsur yang abstrak dari
naskah drama. Strategi analisis di dalam kelas, menurut Wardani menempuh tiga langkah,
yaitu sebagai berikut:3
a. Membaca secara keseluruhan yang menimbulkan kesan pertama bagi peserta didik,
dimana mungkin akan timbul kesan yang berbeda-beda.
D. Model Sinektik
model sinektik ditawar kan oleh JJ Gordon karena itu disebut model Gordon.
Sinektik berarti menghubungkan atau menyambung. Jadi, model pembelajaran ini merupakan
upaya pemahaman melalui proses metaforik dan analogi yang menekankan keaktifan dan
kreativitas siswa. Model Gordon untuk anak usia dini mengenal tiga teknik, yaitu sebagai
berikut.
1) Analogi personal: Siswa diajak mengidentifikasi unsur-unsur masa- lah yang ada
dalam sastra. Mereka diminta merasakan bagaimana seandainya menjadi
sastrawan besar, andaikata dapat menghasilkan karya seperti karya itu.
2) Analogi langsung: Masalah yang diperoleh disejajarkan dengan kondisi
lingkungan sosial budaya siswa. Misalnya, siswa diminta menganalogikan dirinya
sebagai tokoh karma dan arjuna yang harus bertanding.
3) Konflik kempaan: Mempertajam pandangan dan pendapat pada posisi
masingmasing, terutama dalam menghadapi dua atau tiga pandangan yang
berbeda sehingga siswa memahami objek penalaran dari dua atau tiga kerangka
berpikir.
3
Ibid, h.193.
4
Wardani Waluyo, Strategi Analisis Di Dalam Kelas, (Jakarta : PT. Grasimdo, h. 55)
Strategi belajar mengajar yang menggunakan model sinektik merupakan pendekatan
baru yang berguna untuk mengembangkan kreatifitas. Sinektik yang dikembangkan oleh
William Gordon dengan kawan-kawanya mula-mula untuk mengembangkan ‘aktivitas
kelompok’ dimana individu dilatih untuk bekerja sama dengan yang lain dalam suatu
industri. Namun akhirnya satu aspek yang sangat menonjol adalah prubahan tingkah laku
individu yang secara pribadi mereka mampu Mengendalikan diri dan bertanggung jawab
serta mampu mengatasi masalah pribadi, kelompok maupun masalah lingkungannya secra
kreatif.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Penerapan strategi strata untuk anak usia dini juga memberikan peluang diterapkannya
empat aspek keterampilan berbahasa sebagai karakteristik dalam pengajaran bahasa
dan sastra Indonesia. Empat aspek keterampilan berbahasa tersebut adalah membaca,
menulis, berbicara, menyimak. Yang tak kalah menariknya lagi dari strategi ini adalah
adanya tahapan kreativitas dari siswa dalam mengkreasikan kembali suatu karya
sastra.
2. Penerapan model Taba untuk anak usia dini, prinsipnya diperlukan pengkajian unsur-
unsur sastra baik intrinsik maupin ekstrinsik. Siswa harus digiring ke arah
generalisasi. Model ini mengikuti pola pemikiran induktif. Melalui model ini, siswa
akan bebas terlibat dalam sebuah karya sastra. Mereka dapat membaca sendiri,
mendengarkan sebuah pembacaan sastra, menyaksikan pentas drama, selanjutnya
diminta member tanggapan. Dari sekian tanggapan siswa, lalu dirangkum, dicari titik
temunya, kemudian disimpulkan.
3. Strategi analisis ini menitikberatkan pada proses analisis terhadap tema sebagai hasil
akhir, setelah penokohan, plot, hubungan sebab akibat, dan sebagainya, yang
kemudian disusul dengan pemahaman hal atau unsur yang abstrak dari naskah drama.
4. Satu aspek yang sangat menonjol dalam strategi siknetik untuk anak usia dini adalah
prubahan tingkah laku individu yang secara pribadi mereka mampu Mengendalikan
diri dan bertanggung jawab serta mampu mengatasi masalah pribadi, kelompok
maupun masalah lingkungannya secra kreatif
B. Saran
Ambang. (2012). Pembelajaran sastra bukan merupakan pengajaran sejarah sastra, aliran,
dan teori tentang sastra. Yogyakarta : Penuntun terampil berbahasa Indonesia.
Wardani Waluyo (2010). Strategi Analisis Di Dalam Kelas, Jakarta : PT. Grasimdo.
Herman J. Waluyo. (2010). Drama: Teori dan Pengajaran. Yokyakarta: Hanindita Graha
Widia.
Aminudin. (2010). Menulis dan Mementaskan Drama. Jakarta: Trans Mandiri Abadi.
Arikunto, Suharsimi, dkk. (2012). Metode strategi strata. Jakarta: Rineka Cipta.
Astuti, Ana Eqi, dkk. (2014). “Pengaruh Metode Pembelajaran Role Play dan Story
Telling Berbantuan Video Terhadap Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris Ditinjau
dari Motivasi Belajar (Studi Eksperimen Pada SiswaKelas 8 di SMP Kecamatan Kota
Kudus, Jawa Tengah Tahun Pelajaran2013/2014)”. 2 (3). Jurnal Teknologi Pendidikan
Dan Pembelajaran UNS.
Aqib, Zainal, dkk. (2010). Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB, dan TK.
Bandung: YramaWidya.
Dharmawan, Donnie Weda, dkk. (2014). “Pengaruh Model Pembelajaran Role Playing
Terhadap Keterampilan Berbicara Bahasa Indonesia SiswaKelas V”. 2(1). e-Journal
Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha.
Djamarah, Bahri Syaiful. (2010). Strategi belajar mengajar. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
Hamalik, Oemar. (2010). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Kabupaten
Bima Tahun 2010/2011”. 1(1). J-TEQIP.