PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Penulis dapat mengambil rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
1. Apa pengertian budi pekerti?
2. Apa visi dan misi dari pendidikan budi pekerti?
3. Apa tujuan dari pendidikan budi pekerti?
4. Bagaimana sifat–sifat budi pekerti?
5. Pendekatan strategi pendidikan budi pekerti.
6. Apa strategi dasar dan hubungannnya dengan pendekatan pendidikan budi
pekerti?
C. Tujuan Pembahasan
Dengan disusunnya makalah ini, penulis dapat menyimpulkan tujuan dari
penulisan makalah ini, diantaranya :
1. Mengetahui tentang platform pendidikan budi pekerti.
2. Agar kita dapat mengetahui visi dan misi dari pendidikan budi pekerti.
3. Supaya kita dapat mengetahui tujuan dari belajar budi pekerti.
4. Supaya kita dapat mengetahui sifat-sifat budi pekerti.
5. Untuk menambah pengetahuan penulis atau pembaca tentang pendidikan
budi pekerti.
6. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Dan Budi Pekerti.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
1. Visi Pendidikan Budi Pekerti
Mewujudkan pendidikan budi pekerti sebagai bentuk pendidikan
nilai, norma, etika yang berfungsi menumbuh kembangkan individu warga
negara Indonesia yang berakhlak mulia dalam pemikiran, sikap, dan
perbuatan sehari-hari.
3
menginternalisasi serta mempersonalisasi, mengembangkan keterampilan sosial
yang memungkinkan tumbuh dan berkembang dalam perilaku sehari-hari dalam
berbagai konteks sosial budaya dilingkungannya. Dan tujuan secara khusus
bersifat spesifik, nyata dan dapat diukur pencapaiannya, untuk mengetahui
kualitas belajar dalam pelajaran.
4
d. Budi pekerti akan menampilkan diri berdasarkan dorongan atau
motivasi dan kehendak untuk berbuat sesuatu yang berguna dengan
tujuan memenuhi kepentingan diri sendiri dan orang lain berdasarkan
pertimbangan moral.
e. Budi pekerti tidak dapat langsung diajarkan kepada seseorang atau
siswa karena kedudukannya sebagai dampak pengiring, bagi mata
pelajaran lainnya.
f. Pembelajaran budi pekerti disekolah lebih merupakan latihan bagi
siswa untuk meningkatkan kualitas budi pekertinya sehingga siswa
terbiasa dan mampu menghadapi masalah moral dimasyarakat pada
saat ia dewasa nanti.
5
Pendekatan yang dimaksud antara lain:
a. Pendekatan penanaman nilai (Iculcation Approach)
Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach) adalah suatu
pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam
diri siswa. Pendekatan ini sebenarnya merupakan pendekatan tradisional.
Banyak kritik dalam berbagai literatur barat yang ditujukan kepada
pendekatan ini. Pendekatan ini dipandang indoktrinatif (pemberian ajaran
secara mendalam tanpa kritik mengenai suatu paham atau doktrin tertentu
dengan melihat suatu kebenaran dari arah tertentu saja), tidak sesuai dengan
perkembangan kehidupan demokrasi (Banks, 1985; Windmiller, 1976).
Pendekatan ini dinilai mengabaikan hak anak untuk memilih nilainya
sendiri secara bebas. Menurut Raths Et Al. (1978) kehidupan manusia
berbeda karena perbedaan waktu dan tempat. Kita tidak dapat meramalkan
nilai yang sesuai untuk generasi yang akan datang.
Pada dasarnya, pendekatan ini mengusahakan agar peserta didik
mengenal dan menerima nilai sebagai milik mereka dan bertanggung jawab
atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan: mengenal pilihan, menilai
pilihan, menentukan pendirian, menerapkan nilai sesuai dengan keyakinan
diri. Cara yang digunakan antara lain keteladanan, penguatan, simulasi, dan
bermain peran.
6
suatu masalah moral (Superka, et. al.1976; Banks, 1985). Pendekatan
perkembangan kognitif pertama kali dikemukakan oleh Dewey (Kohlberg
1971, 1977). Selanjutnya dikembangkan lagi oleh Peaget dan Kohlberg
(Freankel, 1977; Hersh, et. al. 1980).
Dewey membagi perkembangan moral anak menjadi tiga tahap (level)
sebagai berikut :
a). Tahap "premoral" atau "preconventional". Dalam tahap ini tingkah laku
seseorang didorong oleh desakan yang bersifat fisikal atau sosial.
b). Tahap "conventional". Dalam tahap ini seseorang mulai menerima nilai
dengan sedikit kritis, berdasarkan kepada kriteria kelompoknya.
c). Tahap "autonomous". Dalam tahap ini seseorang berbuat atau bertingkah
laku sesuai dengan akal pikiran dan pertimbangan dirinya sendiri, tidak
sepenuhnya menerima kriteria kelompoknya.
Piaget berusaha mendefinisikan tingkat perkembangan moral pada
anak-anak melalui pengamatan dan wawancara (Windmiller, 1976). Dari hasil
pengamatan terhadap anak-anak ketika bermain, dan jawaban mereka atas
pertanyaan mengapa mereka patuh kepada peraturan,
Piaget sampai pada suatu kesimpulan bahwa perkembangan
kemampuan kognitif pada anak-anak mempengaruhi pertimbangan moral
mereka. Kohlberg (1977) juga mengembangkan teorinya berdasarkan kepada
asumsi - asumsi umum tentang teori perkembangan kognitif dari Dewey dan
Piaget di atas. Seperti dijelaskan oleh Elias ( 1989 ), Kohlberg mendefinisikan
kembali dan mengembangkan teorinya menjadi lebih rinci. Tingkat-tingkat
perkembangan moral menurut Kohlberg dimulai dari konsekuensi yang
sederhana, yang berupa pengaruh kurang menyenangkan dari luar ke atas
tingkah laku, sampai kepada penghayatan dan kesadaran tentang nilai-nilai
kemanusian universal. Jadi pada dasarnya, pendekatan ini menekankan pada
berbagai tingkatan dari pemikiran moral. Cara yang dapat digunakan dalam
penerapan budi pekerti dengan pendekatan ini antara lain melakukan diskusi
kelompok dengan topik dilema moral, baik yang faktual maupun yang abstrak.
7
c. Pendekatan Analisis Nilai (Value Analysis Approach)
Pendekatan analisis nilai (values analysis approach) memberikan
penekanan pada perkembangan kemampuan siswa untuk berpikir logis,
dengan cara menganalisis masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial
yang berhubungan dengan nilai tertentu dan dapat menghubungkan dan
merumuskan konsep tentang nilai mereka sendiri.
Jika dibandingkan dengan pendekatan perkembangan kognitif, salah
satu perbedaan penting antara keduanya bahwa pendekatan analisis nilai lebih
menekankan pada pembahasan masalah–masalah yang memuat nilai-nilai
sosial. Adapun pendekatan perkembangan kognitif memberi penekanan pada
dilema moral yang bersifat perseorangan. Ada enam langkah analisis nilai
yang penting dan perlu diperhatikan dalam proses pendidikan nilai menurut
pendekatan ini (Hersh, et. al., 1980; Elias, 1989), sebagai berikut.
a). Mengidentifikasi dan menjelaskan nilai yang terkait yang artinya
mengurangi perbedaan penafsiran tentang nilai yang terkait,
b). Mengumpulkan fakta yang berhubungan yang artinya mengurangi
perbedaan dalam fakta yang berhubungan
c). Menguji kebenaran fakta yang berkaitan yang artinya mengurangi
perbedaan kebenaran tentang fakta yang berkaitan
d). Menjelaskan kaitan antara fakta yang bersangkutan yang artinya
mengurangi perbedaan tentang kaitan antara fakta yang bersangkutan
e). Merumuskan keputusan moral sementara yang artinya mengurangi
perbedaan dalam rumusan keputusan sementara
f). Menguji prinsip moral yang digunakan dalam pengambilan keputusan
yang artinya mengurangi perbedaan dalam pengujian prinsip moral yang
diterima.
Cara yang dapat digunakan antara lain diskusi terarah yang menuntut
argumentasi, penegasan bukti, penegasan prinsip, analisis terhadap kasus,
debat, dan penelitian.
8
d. Pendekatan Klarifikasi Nilai (Value Clarification Approach)
Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach) memberi
penekanan pada usaha membantu siswa dalam mengkaji perasaan dan
perbuatannya sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai-
nilai mereka sendiri. Pendekatan ini memberi penekanan pada nilai yang
sesungguhnya dimiliki oleh seseorang. Bagi penganut pendekatan ini, nilai
bersifat subjektif, ditentukan oleh seseorang berdasarkan kepada berbagai latar
belakang pengalamannya sendiri, tidak ditentukan oleh faktor luar, seperti
agama, masyarakat, dan sebagainya. Oleh karena itu, bagi penganut
pendekatan ini isi nilai tidak terlalu penting. Hal yang sangat dipentingkan
dalam program pendidikan adalah mengembangkan keterampilan siswa dalam
melakukan proses menilai.
Bisa kita simpulkan bahwa pendekatan ini bertujuan untuk
menumbuhkan kesadaran dan mengembangkan kemampuan peserta didik
dalam mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri dan nilai-nilai orang lain.
Selain itu, bertujuan membantu peserta didik untuk mampu
mengkomunikasikan secara jujur dan terbuka tentang nilai-nilai mereka
sendiri kepada orang lain dan membantu peserta didik dalam menggunakan
kemampuan berpikir rasional dan emosional dalam menilai perasaan, nilai,
dan tingkah laku mereka sendiri. Cara yang digunakan antara lain bermain
peran, simulasi, analisis mendalam tentang nilai sendiri, aktivitas yang
mengembangkan sensitivitas, kegiatan di luar kelas, dan diskusi kelompok.
9
kemampuan peserta didik seperti pada pendekatan analisis dan klarifikasi
nilai, dan mengembangkan kemampuan dalam melakukan kegiatan sosial serta
mendorong peserta didik untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial.
Cara yang digunakan selain cara-cara pendekatan analisis dan klarifikasi nilai,
adalah metode proyek atau kegiatan di sekolah, hubungan antar pribadi,
praktik hidup bermasyarakat dan berorganisasi.
10
a. Mulai dari taman kanak-kanak (TK) sampai dengan sekolah menengah
atas (SMA) pendidikan budi pekerti diintegrasikan ke dalam mata
pelajaran yang relevan.
b. Di TK diintegrasikan ke dalam bidang yang relevan, di SD
diintegrasikan ke dalam pendidikan agama dan pendidikan
kewarganegaraan, serta pendidikan bahasa Indonesia atau daerah.
c. Di SMP dan SMA diintegrasikan ke dalam pendidikan agama dan
pendidikan kewarganegaraan, pendidikan IPS serta pendidikan bahasa
Indonesia atau daerah, dan mata pelajaran yang relevan.
3. Keterlibatan seluruh komponen penyelenggaraan pendidikan, khususnya
guru, kepala sekolah, administrator pendidikan, pengembang kurikulum,
penulis buku teks dan lembaga pendidikan tenaga keguruan sesuai dengan
kedudukan, peran, dan tanggung jawabnya.
11
belajar, yang lebih menekankan kedudukan dan peran peserta didik sebagai subjek
ajar dan bukan sebaliknya sebagai objek ajar.
12
dengan dialog afektif dalam bentuk sharing atau diskusi yang mendalam dan
intensif.
I. Model Penyampaian
Keberhasilan untuk menawarkan dan dan menanamkan nilai-nilai hidup
melalui pendidikan budi pekerti di pengaruhi oleh cara penyampaiannya.
1. Model sebagi mata pelajaran tersendiri. Pendidikan budi pekerti sebagai
mata pelajaran tersendiri seperti bidang studi lain dalam hal ini guru
pendidikan budi pekerti harus membuat Garis Besar Pedoman Pengajaran
(GBPP), Satuan Pelajaran (SP), Rencana Pengajaran (RP), metedologi
pengajaran, dan evaluasi pengajaran. Selain itu juga ia harus dimasukkan
dalam jadwal yang terstruktur
2. Model terintegrasi dalam semua bidang studi. Penanaman nilai budi pekerti
juga dapat di sampaikan secara terintegrasi dalam semua bidang studi. Guru
dapat memilih nilai-nilai yang di tanamkan melalui beberapa pokok bahasan
yang berkaitan dengan nilai-nilai hidup.
3. Model diluar pengajaran. Penanaman nilai dengan model ini lebih
mengutamakan pengolahan dan penanaman nilai melalui suatu kegiatan
untuk di bahas dan di kupas nilai-nilai hidupnya.
4. Model gabungan. Model gabungan berarti menggunakan gabungan antara
model terintegrasi dan model diluar pengajaran, penanaman niai dilakukan
melalui pengakuan fomal terintegrasi bersamaan dengan kegiatan diluar
pengajaran.
13
moral berkembang dari kemauan anak, namun makin menyuburkan suasana
ketidak jujuran sistem penilaian yang dilakukan.
2. Penilaian kualitatif
Penyampaian atau penyajian hasil penilaian dengan menggunakan
bentuk pernyataan verbal, misalnya, baik sekali, baik, kurang, atau kurang
sekali
Penilaian seperti ini umumnya bersifat deskriptif tentang aspek prilaku
siswa. Rumusannya akan mengungkapkan hal yang positif dari aspek prilaku,
kemudian menunjukkna sisi positif dan negative secara berimbang dan
memungkinkan siswa memiliki gambaran diri secara utuh.
Penguasaan 7 Baik
1. Pendidikan Agama Islam Konsep
Penerapan 8 Baik
Penguasaan 6 Baik
2. Pendidikan Kewarganegaraan Konsep
Penerapan 7 Baik
Penguasaan 8 Amat Baik
3. Bahasa Dan Sastra Indonesia Konsep
Penerapan 9 Amat Baik
Penguasaan 6 Baik
4. Seni Budaya Konsep
Penerapan 7 Baik
Penguasaan 3 Kurang
Konsep Baik
5. Matematika
Penerapan 3 Kurang
Baik
Penguasaan 8 Amat Baik
Konsep
6. Bahasa Inggris Penerapan 8 Amat Baik
Penguasaan 6 Baik
7. Ilmu Pengetahuan Alam Konsep
Penerapan 8 Amat Baik
14
Keterangan :
a. 1 (0 – 3) = Kurang Baik
b. 2 (4 – 7) = Baik
c. 3 (8 – 10) = Amat baik
3. Penilaian Kualitatif
Penyampaian atau penyajian hasil penilaian dengan menggunakan
bentuk pernyataan verbal, misalnya, baik sekali, baik, kurang, atau kurang
sekali.
Penilaian seperti ini umumnya bersifat deskriptif tentang aspek perilaku
siswa. Rumusannya akan mengungkapkan hal yang positif dari aspek prilaku,
kemudian menunjukkna sisi positif dan negatif secara berimbang dan
memungkinkan siswa memiliki gambaran diri secara utuh. Contoh :
Aspek yang dinilai, antara lain :
1) Mengikuti ekstrakurikuler sekolah dengan baik dan tertib.
2) Sikap sopan santunnya terhadap orang lain terutama pada guru.
3) Kerajinannya dalam segala hal. Misal, rajin dalam mengerjakan tugas
sekolah.
4) Kerapiannya dalam berpakaian. Misal, memakai seragam lengkap dan
sepatu yang sesuai.
5) Kedisiplinannya dalam kelas atau sekolah. Seperti :
Datang ke sekolah tepat waktu
Melaksanakan piket kelas sesuai dengan jadwal.
Melaksanakan tata tertib sekolah
Dan lain sebagainya.
6) Keterampilannya dalam kelas.
15
Table 2 Penilaian Kualitatif
Aspek Yang
No Komponen Predikat Skor
Dinilai
Pengembangan 1) Kepramukaan 3
1 2) Seni Tari 4
Diri
1) Sikap 3
2) Kerajinan 2
2 Kepribadian 3) Kerapian 2
4) Kedisiplinan 4
5) Keterampilan 1
BAB III
PENUTUP
16
A. Kesimpulan
Pendidikan budi pekerti merupakan pendidikan nilai yang membutuhkan
keterampilan khusus untuk proses penanamannya. Oleh karena itu, dibutuhkan
kompetensi pendidik yang baik dan dapat memilih metode,model pengajajaran
yang komunikatif, inovatif, dan menarik.
Penilaian budi pekerti merupakan usaha untuk mengikuti perkembangan
siswa secara utuh dan berkelanjutan, penilaian juga merupakan faktor pendorong
suksesnya pengajaran pendidikan budi pekerti yang diajarkan.
B. Saran
Penulis berharap semoga kita dapat berfikir tepat dan benar sehingga
terhindar dari kesimpulan yang salah dan kabur. Setidaknya dengan makalah ini,
ada semacam pencerahan intelektual dan menyuguhkan motivasi yang intrinsik
untuk segera mempelajari platform pendidikan budi pekerti sehingga kita dapat
meminimalisasi kesalahan dalam berfikir. Tentunya, dalam makalah ini akan
ditemukan kelemahan-kelemahan atau bahkan kekeliruan. Dengan itu, penulis
sangat berharap adanya masukan dari pembaca dan kritik konstruktif sebagai
upaya pembangunan mental guna perbaikan.
17
DAFTAR PUSTAKA
Zuriah Nurul. 2011. Pendidikan Moral Dan Budi Pekerti Dalam Perspektif
Perubahan.Jakarta:Bumi Aksara.
hasansaddam23.blogspot.com.2014.pendidikan-afeksi.html.diakses tanggal 08,
November 2015
http://wahyutriadee13.blogspot.com/2013/01/makalah-platform-pendidikan-budi-
pekerti.html
http://geppenkpenkpenk.blogspot.com/2016/01/platfrom-budi-pekerti.html
18