Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Akhir-akhir ini banyak orang atau peserta didik yang kurang paham tentang
budi pekerti ataupun tentang pendidikan budi pekerti.
Dengan kurang pahamnya tentang budi pekerti itu dapat berdampak pada cara
berfikir peserta didik tentang budi pekerti atau dengan nilai–nilai norma lainnya.
Maka dari itu, kami membuat makalah ini guna untuk menambah
pengetahuan kita khususnya penulis sebagai peserta didik, agar tidak ada
kesalahan dalam mengaplikasikan budi pekerti dalam kehidupan kita.

B. Rumusan Masalah
Penulis dapat mengambil rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
1. Apa pengertian budi pekerti?
2. Apa visi dan misi dari pendidikan budi pekerti?
3. Apa tujuan dari pendidikan budi pekerti?
4. Bagaimana sifat–sifat budi pekerti?
5. Pendekatan strategi pendidikan budi pekerti.
6. Apa strategi dasar dan hubungannnya dengan pendekatan pendidikan budi
pekerti?

C. Tujuan Pembahasan
Dengan disusunnya makalah ini, penulis dapat menyimpulkan tujuan dari
penulisan makalah ini, diantaranya :
1. Mengetahui tentang platform pendidikan budi pekerti.
2. Agar kita dapat mengetahui visi dan misi dari pendidikan budi pekerti.
3. Supaya kita dapat mengetahui tujuan dari belajar budi pekerti.
4. Supaya kita dapat mengetahui sifat-sifat budi pekerti.
5. Untuk menambah pengetahuan penulis atau pembaca tentang pendidikan
budi pekerti.
6. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Dan Budi Pekerti.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Budi Pekerti


Pengertian budi pekerti dapat dikaji dari berbagai sudut pandang, antara
lain secara etimologi (asal usul kata), leksikal (kamus), konsepsional (teori) dan
operasional (praktis).
Secara etimologi budi pekerti terdiri dari dua unsur kata, yaitu budi dan
pekerti. Budi dalam bahasa (sangsekert ) berarti kesadaran, budi, pengertian,
pikiran dan kecerdasan. Kata pekerti berarti aktualisasi, penampilan, pelaksanaan
atau perilaku. Dengan demikian budi pekerti berarti kesadaran yang ditampilkan
oleh seseorang dalam berprilaku.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) istilah budi pekerti diartikan
sebagai tingkah laku, perangai, akhlak dan watak. Budi pekerti dalam bahasa Arab
disebut dengan akhlak, dalam kosa kata latin dikenal dengan istilah etika dan
dalam bahasa Inggris disebtu ethics.

B. Visi Dan Misi Pendidikan Budi Pekerti


Budi pekerti merupakan bagian dari kehidupan manusia. Manusia
merupakan makhluk Tuhan yang memiliki akal pikiran. Di samping itu manusia
juga memiliki hati yang mengandung perasaan dan nurani. Secara umum orang
memandang bahwa budi pekerti yang baik adalah perilaku seseorang dalam
kehidupan sehari-hari sesuai dengan norma-norma, aturan-aturan, hukum-hukum
yang berlaku di masyarakat. Di samping itu, seseorang yang berbudi pekerti yang
baik adalah mereka yang taat dalam menjalankan dan mengamalkan ajaran agama.
Keluhuran budi pekerti seseorang tercermin dalam perilakunya. Oleh karena itu,
pendidikan budi pekerti sangat diperlukan karena budi pekerti yang baik
diharapkan dalam segala aspek kehidupan masyarakat.

2
1.   Visi Pendidikan Budi Pekerti
Mewujudkan pendidikan budi pekerti sebagai bentuk pendidikan
nilai, norma, etika yang berfungsi menumbuh kembangkan individu warga
negara Indonesia yang berakhlak mulia dalam pemikiran, sikap, dan
perbuatan sehari-hari.

2.   Misi Pendidikan Budi Pekerti


1) Mengoptimalkan substansi mata kuliah yang relevan, khususnya
Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia,
serta mata kuliah yang relevan sebagai wahana pendidikan budi pekerti
sehingga para mahasiswa tidak hanya cerdas secara rasional, tetapi
juga cerdas secara spiritual, emosional dan sosial.
2) Mewujudkan tatanan dan iklim sosial budaya dunia pendidikan yang
dikembangkan sebagai lingkungan pendidikan yang memancarkan
akhlak mulia atau moral luhur sebagai wahana bagi mahasiswa, tenaga
kependidikan dan pengelola pendidikan untuk membangun interaksi
edukatif dan budaya kampus yang memancarkan akhlak mulia serta
membangun ketahanan kampus, lingkungan keluarga dan masyarakat
dari pengaruh luar yang negatif.
3) Memanfaatkan media masa dan lingkungan masyarakat secara selektif
dan adektif guna mendukung keseluruhan upaya menumbuh dan
mengembangkan nilai-nilai budi pekerti luhur, baik yang melalui mata
kuliah yang relevan maupun pengembangan budaya pendidikan di
kampus.
4) Membangun kerjasama antara keluarga, kampus dan masyarakat dalam
penerapan pendidikan budi pekerti.

C. Tujuan Pendidikan Budi Pekerti


Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional, pendidikan budi
pekerti yang tergabung dalam mata pelajaran yang relevan dan tatanan serta iklim
kehiduapan sosial cultural secara umum bertujuan dengan pendidikan budi
pekerti, mahasiswa memiliki pengetahuan dan mampu mengkaji dan

3
menginternalisasi serta mempersonalisasi, mengembangkan keterampilan sosial
yang memungkinkan tumbuh dan berkembang dalam perilaku sehari-hari dalam
berbagai konteks sosial budaya dilingkungannya. Dan tujuan secara khusus
bersifat spesifik, nyata dan dapat diukur pencapaiannya, untuk mengetahui
kualitas belajar dalam pelajaran.

D. Sasaran Pendidikan Budi Pekerti


Pendidikan budi pekerti memiliki unsur sasaran berupa kepribadian
seseorang, khususnya unsur karakter atau watak yang mengandung hati nurani
(conscience) sebagai kesadaran diri (consciousness) untuk berbuat kebajikan
(virtue).

E. Scope Nilai Dan Sifat-Sifat Budi Pekerti


1. Scope nilai budi pekerti
Menurut pendapat Cahyoto (2002: 18-22), ruang lingkup atau scope
pembahasan nilai budi pekerti yang bersumberkan pada etika atau filsafat
menekankan unsur utama, yaitu kesadaran dan berperannya hati nurani
dan kebajikan bagi kehidupan yang baik berdasarkan sistem dan hukum
nilai-nilai moral dalam masyarakat.
2. Sifat-sifat budi pekerti
Sifat budi pekerti sebagai unsur sifat kepribadian dapat dilihat pada prilaku
seseorang sebagai perwujudannya. Menurut Cahyono (2002: 19-20) dari
hasil pengamatan terhadap prilaku yang berbudi pekerti luhur, dapat
dikemukakan adanya sifat-sifat budi pekerti, yaitu sebagai berikut:
a. Budi pekerti seseorang cenderung untuk mengutamakan kebajikan
sesuai dengan hati nuraninya.
b. Budi pekerti akan mengalami perkembangan seiring dengan
bertambahnya usia.
c. Budi pekerti yang terbentuk cenderung mewujudkan bersatunya
pikiran dan ucapan dalam kehidupan sehari-hari dalam arti terdapat
kesejajaran antara pikiran, ucapan, dan prilaku.

4
d. Budi pekerti akan menampilkan diri berdasarkan dorongan atau
motivasi dan kehendak untuk berbuat sesuatu yang berguna dengan
tujuan memenuhi kepentingan diri sendiri dan orang lain berdasarkan
pertimbangan moral.
e. Budi pekerti tidak dapat langsung diajarkan kepada seseorang atau
siswa karena kedudukannya sebagai dampak pengiring, bagi mata
pelajaran lainnya.
f. Pembelajaran budi pekerti disekolah lebih merupakan latihan bagi
siswa untuk meningkatkan kualitas budi pekertinya sehingga siswa
terbiasa dan mampu menghadapi masalah moral dimasyarakat pada
saat ia dewasa nanti.

Dalam kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari, sifat-sifat yang berbudi


pekerti memerlukan perhatian terhadap prilaku seseorang dalam waktu yang lama
dan berkelanjutan, karena sifat-sifat budi pekerti tidak dapat ditebak dalam waktu
yang singkat.

F. Pendekatanan Startegi Pendidikan Budi Pekerti


Penerapan pendidikan budi pekerti dalam konteks pendidikan sekolah saat
ini menggunakan dua pendekatan utama yaitu :
1. Penyisipan (plug-in)
2. Perbaikan (improvement) dengan cara mengoptimalkan isi, proses, dan
pengelolaan pendidikan saat ini guna mencapai tujuan pendidikan nasional.
Menurut kurikulum berbasis kompetensi (KBK) mata pelajaran Budi
Pekerti untuk SD, SMP, dan SMA (Puskur, 2001:7-8), dalam rangka
meningkatkan keberhasilan peseta didik untuk membentuk mental, moral,
spiritual, personal dan sosial, maka penerapan pendidikan budi pekerti dapat
digunakan berbagai pendekatan dengan memilih pendekatan yang terbaik (efektif)
dan saling mengaitkannya satu sama lain agar menimbulkan hasil yang optimal
(sinergis).

5
Pendekatan yang dimaksud antara lain:
a. Pendekatan penanaman nilai (Iculcation Approach)
Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach) adalah suatu
pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam
diri siswa. Pendekatan ini sebenarnya merupakan pendekatan tradisional.
Banyak kritik dalam berbagai literatur barat yang ditujukan kepada
pendekatan ini. Pendekatan ini dipandang indoktrinatif (pemberian ajaran
secara mendalam tanpa kritik mengenai suatu paham atau doktrin tertentu
dengan melihat suatu kebenaran dari arah tertentu saja), tidak sesuai dengan
perkembangan kehidupan demokrasi (Banks, 1985; Windmiller, 1976).
Pendekatan ini dinilai mengabaikan hak anak untuk memilih nilainya
sendiri secara bebas. Menurut Raths Et Al. (1978) kehidupan manusia
berbeda karena perbedaan waktu dan tempat. Kita tidak dapat meramalkan
nilai yang sesuai untuk generasi yang akan datang.
Pada dasarnya, pendekatan ini mengusahakan agar peserta didik
mengenal dan menerima nilai sebagai milik mereka dan bertanggung jawab
atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan: mengenal pilihan, menilai
pilihan, menentukan pendirian, menerapkan nilai sesuai dengan keyakinan
diri. Cara yang digunakan antara lain keteladanan, penguatan, simulasi, dan
bermain peran.

b. Pendekatan Perkembangan Moral Kognitif (Cognitive Moral


Development Approach)
Pendekatan ini mendorong siswa untuk berpikir aktif tentang masalah-
masalah moral dan dalam membuat keputusan-keputusan moral.
Perkembangan moral menurut pendekatan ini dilihat sebagai perkembangan
tingkat berpikir dalam membuat pertimbangan moral, dari suatu tingkat yang
lebih rendah menuju suatu tingkat yang lebih tinggi (Elias, 1989). Tujuan
yang ingin dicapai oleh pendekatan ini ada dua hal yang utama. Pertama,
membantu siswa dalam membuat pertimbangan moral yang lebih kompleks
berdasarkan kepada nilai yang lebih tinggi. Kedua, mendorong siswa untuk
mendiskusikan alasan-alasannya ketika memilih nilai dan posisinya dalam

6
suatu masalah moral (Superka, et. al.1976; Banks, 1985). Pendekatan
perkembangan kognitif pertama kali dikemukakan oleh Dewey (Kohlberg
1971, 1977). Selanjutnya dikembangkan lagi oleh Peaget dan Kohlberg
(Freankel, 1977; Hersh, et. al. 1980).
Dewey membagi perkembangan moral anak menjadi tiga tahap (level)
sebagai berikut :
a). Tahap "premoral" atau "preconventional". Dalam tahap ini tingkah laku
seseorang didorong oleh desakan yang bersifat fisikal atau sosial.
b). Tahap "conventional". Dalam tahap ini seseorang mulai menerima nilai
dengan sedikit kritis, berdasarkan kepada kriteria kelompoknya.
c). Tahap "autonomous". Dalam tahap ini seseorang berbuat atau bertingkah
laku sesuai dengan akal pikiran dan pertimbangan dirinya sendiri, tidak
sepenuhnya menerima kriteria kelompoknya.
Piaget berusaha mendefinisikan tingkat perkembangan moral pada
anak-anak melalui pengamatan dan wawancara (Windmiller, 1976). Dari hasil
pengamatan terhadap anak-anak ketika bermain, dan jawaban mereka atas
pertanyaan mengapa mereka patuh kepada peraturan,
Piaget sampai pada suatu kesimpulan bahwa perkembangan
kemampuan kognitif pada anak-anak mempengaruhi pertimbangan moral
mereka. Kohlberg (1977) juga mengembangkan teorinya berdasarkan kepada
asumsi - asumsi umum tentang teori perkembangan kognitif dari Dewey dan
Piaget di atas. Seperti dijelaskan oleh Elias ( 1989 ), Kohlberg mendefinisikan
kembali dan mengembangkan teorinya menjadi lebih rinci. Tingkat-tingkat
perkembangan moral menurut Kohlberg dimulai dari konsekuensi yang
sederhana, yang berupa pengaruh kurang menyenangkan dari luar ke atas
tingkah laku, sampai kepada penghayatan dan kesadaran tentang nilai-nilai
kemanusian universal. Jadi pada dasarnya, pendekatan ini menekankan pada
berbagai tingkatan dari pemikiran moral. Cara yang dapat digunakan dalam
penerapan budi pekerti dengan pendekatan ini antara lain melakukan diskusi
kelompok dengan topik dilema moral, baik yang faktual maupun yang abstrak.

7
c. Pendekatan Analisis Nilai (Value Analysis Approach)
Pendekatan analisis nilai (values analysis approach) memberikan
penekanan pada perkembangan kemampuan siswa untuk berpikir logis,
dengan cara menganalisis masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial
yang berhubungan dengan nilai tertentu dan dapat menghubungkan dan
merumuskan konsep tentang nilai mereka sendiri.
Jika dibandingkan dengan pendekatan perkembangan kognitif, salah
satu perbedaan penting antara keduanya bahwa pendekatan analisis nilai lebih
menekankan pada pembahasan masalah–masalah yang memuat nilai-nilai
sosial. Adapun pendekatan perkembangan kognitif memberi penekanan pada
dilema moral yang bersifat perseorangan. Ada enam langkah analisis nilai
yang penting dan perlu diperhatikan dalam proses pendidikan nilai menurut
pendekatan ini (Hersh, et. al., 1980; Elias, 1989), sebagai berikut.
a). Mengidentifikasi dan menjelaskan nilai yang terkait yang artinya
mengurangi perbedaan penafsiran tentang nilai yang terkait,
b). Mengumpulkan fakta yang berhubungan yang artinya mengurangi
perbedaan dalam fakta yang berhubungan
c). Menguji kebenaran fakta yang berkaitan yang artinya mengurangi
perbedaan kebenaran tentang fakta yang berkaitan
d). Menjelaskan kaitan antara fakta yang bersangkutan yang artinya
mengurangi perbedaan tentang kaitan antara fakta yang bersangkutan
e). Merumuskan keputusan moral sementara yang artinya mengurangi
perbedaan dalam rumusan keputusan sementara
f). Menguji prinsip moral yang digunakan dalam pengambilan keputusan
yang artinya mengurangi perbedaan dalam pengujian prinsip moral yang
diterima.
Cara yang dapat digunakan antara lain diskusi terarah yang menuntut
argumentasi, penegasan bukti, penegasan prinsip, analisis terhadap kasus,
debat, dan penelitian.

8
d. Pendekatan Klarifikasi Nilai (Value Clarification Approach)
Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach) memberi
penekanan pada usaha membantu siswa dalam mengkaji perasaan dan
perbuatannya sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai-
nilai mereka sendiri. Pendekatan ini memberi penekanan pada nilai yang
sesungguhnya dimiliki oleh seseorang. Bagi penganut pendekatan ini, nilai
bersifat subjektif, ditentukan oleh seseorang berdasarkan kepada berbagai latar
belakang pengalamannya sendiri, tidak ditentukan oleh faktor luar, seperti
agama, masyarakat, dan sebagainya. Oleh karena itu, bagi penganut
pendekatan ini isi nilai tidak terlalu penting. Hal yang sangat dipentingkan
dalam program pendidikan adalah mengembangkan keterampilan siswa dalam
melakukan proses menilai.
Bisa kita simpulkan bahwa pendekatan ini bertujuan untuk
menumbuhkan kesadaran dan mengembangkan kemampuan peserta didik
dalam mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri dan nilai-nilai orang lain.
Selain itu, bertujuan membantu peserta didik untuk mampu
mengkomunikasikan secara jujur dan terbuka tentang nilai-nilai mereka
sendiri kepada orang lain dan membantu peserta didik dalam menggunakan
kemampuan berpikir rasional dan emosional dalam menilai perasaan, nilai,
dan tingkah laku mereka sendiri. Cara yang digunakan antara lain bermain
peran, simulasi, analisis mendalam tentang nilai sendiri, aktivitas yang
mengembangkan sensitivitas, kegiatan di luar kelas, dan diskusi kelompok.

e. Pendekatan Pembelajaran Berbuat (Action Learning Approach)


Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach) memberi
penekanan pada usaha memberikan kesempatan kepada siswa untuk
melakukan perbuatan-perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun
secara bersama-sama dalam suatu kelompok. Menurut Elias (1989), Hersh, Et.
Al., (1980) dan Superka, Et. Al. (1976), pendekatan pembelajaran berbuat
diprakarsai oleh Newmann, dengan memberikan perhatian mendalam pada
usaha melibatkan siswa sekolah menengah atas dalam melakukan perubahan-
perubahan sosial. Tujuan pendekatan ini adalah untuk mengembangkan

9
kemampuan peserta didik seperti pada pendekatan analisis dan klarifikasi
nilai, dan mengembangkan kemampuan dalam melakukan kegiatan sosial serta
mendorong peserta didik untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial.
Cara yang digunakan selain cara-cara pendekatan analisis dan klarifikasi nilai,
adalah metode proyek atau kegiatan di sekolah, hubungan antar pribadi,
praktik hidup bermasyarakat dan berorganisasi.

G. Strategi Dasar Pendidikan Budi Pekerti Dalam Hubungannya Dengan


Pendekatan Pendidikan Budi Pekerti
Agar pendekatan yang digunakan dalam pendidikan budi pekerti mampu
mewujudkan tujuan dari pendidikan budi pekerti itu sendiri, maka perlu
ditekankan strategi yang akan digunakan sebagai acuan.
Sesuai dengan visi pendidikan budi pekerti, pelaksanaan pendidikan budi
pekerti yang selama ini banyak dimaknai secara tradisional dan lokal telah
direkonseptualisasi dan direposisi menjadi “pendidikan budi pekerti” yang
diyakini akan memberi kontribusi yang bermakna dalam upaya pembentukan
“Manusia Seutuhnya”.
Pola pikir akademis dan pedagogis tersebut, diyakini sangatlah tepat karena
memang secara substantif dan praksis budi pekerti tidak bisa dilepaskan dari
tujuan, instrumentasi, dan praksis kurikuler dan pedagogis mata pelajaran
keagamaan, sosial, dan humaniora. Semua mata pelajaran tersebut secara esensial
mengandung pengembangan kognisi, afeksi, dan keterampilan sosial yang
diyakini sangat potensial dalam mengembangkan individu.
Atas dasar pertimbangan hal-hal di atas, maka dalam penyelenggaraan
pendidikan budi pekerti ditetapkan strategi dasar sebagai berikut :
1. Pendidikan budi pekerti sebagai substansi dan praksis pendidikan di
lingkungan persekolahan, terintegrasi dalam sejumlah mata pelajaran yang
relevan dan iklim sosial budaya sekolah.
2. Pengorganisasian pendidikan budi pekerti dalam kurikulum dunia
persekolahan dapat dilakukan melalui beberapa alternatif, antara lain:

10
a. Mulai dari taman kanak-kanak (TK) sampai dengan sekolah menengah
atas (SMA) pendidikan budi pekerti diintegrasikan ke dalam mata
pelajaran yang relevan.
b. Di TK diintegrasikan ke dalam bidang yang relevan, di SD
diintegrasikan ke dalam pendidikan agama dan pendidikan
kewarganegaraan, serta pendidikan bahasa Indonesia atau daerah.
c. Di SMP dan SMA diintegrasikan ke dalam pendidikan agama dan
pendidikan kewarganegaraan, pendidikan IPS serta pendidikan bahasa
Indonesia atau daerah, dan mata pelajaran yang relevan.
3. Keterlibatan seluruh komponen penyelenggaraan pendidikan, khususnya
guru, kepala sekolah, administrator pendidikan, pengembang kurikulum,
penulis buku teks dan lembaga pendidikan tenaga keguruan sesuai dengan
kedudukan, peran, dan tanggung jawabnya.

Secara kurikuler dan pedagogis nilai-nilai esensial dan operasional budi


pekerti yang menjadi isi pendidikan budi pekerti, selanjutnya dikembangkan dan
diterapkan secara adaptif dalam pengembangan perangkat pembelajaran dan
perwujudan praktis pendidikan budi pekerti. Dengan demikian, pengembangan
butir-butir nilai budi pekerti luhur oleh dan dalam masing-masing mata pelajaran
yang relevan tidak terjadi over lapping atau timpang tindih tidak perlu dan
potensial menimbulkan kebosanan dikalangan peserta didik dan guru.
Wahana dalam konteks ini dimaknai sebagai isi dan proses mata pelajaran
yang relevan, yang dirancang untuk mengintegrasikan pendidikan budi pekerti.
Sebagai contoh antar lain akhlak dalam pendidikan agama; demokrasi dan HAM
dalam PKn. Pemilihan mata pelajaran pendidikan agama dan PKn sebagai wahana
untuk pendidikan budi pekerti, dinilai sangat tepat karena secara konstitusional
negara Indonesia merupakan sila-sila Pancasila sebagai pondasi dan sekaligus
muara dari keseluruhan upaya pendidikan untuk mencerdaskan bangsa. Secara
instrumental kurikuler, karena pendidikan budi pekerti termasuk kedalam
pendidikan nilai, maka berlaku paradigma pedagogis bahwa nilai tidak semata
mata diajarkan atau ditangkap sendiri, tetapi lebih jauh dari itu nilai dipelajari dan
diamati. Oleh karena itu, pendekatan pendidikannya harus berubah dari
pendekatan didaktis (didassien/didasei = saya mengajar) menjadi pendekatan

11
belajar, yang lebih menekankan kedudukan dan peran peserta didik sebagai subjek
ajar dan bukan sebaliknya sebagai objek ajar.

H. Metode Dan Model Pembelajaran Pendidikan Budi Pekerti


Metode penyampaian menurut Paul Suparno, dkk. (2002: 45-52)
1. Metode Demokratis, metode ini menekankan pencarian secara bebas dan
penghayatan nilai-nilai hidup dan langsung melibatkan anak untuk
menemukan nilai-nilai tersebut dalam berdampingan dan pengarahan guru.
Anak diberi kesempatan untuk memberikan tanggapan pendapat dan
penilaian terhadap nilai-nilai yang ditemukan.
2. Metode pencarian bersama, metode ini menekankan pencarian bersama
yang melibatkan siswa dan guru, pencarian bersama ini lebih berorientasi
pada diskusi atas soal-soal yang actual dalam masyarkat, dimana proses
diharapkan menumbuhkan sikap bepikir logis, analitis sistematis,
argunentatif untuk mengambill nilai-nilai hidup dimasalah yang diolah
bersama.
3. Metode siswa aktif, menekankan pada proses yang melibatkan anak sejak
awal pembelajaran, guru memberikan pokok pembahasan dan anak dalam
kelompok mencari dan mengembangkan proses selanjutnya. Anak membuat
pengamatan, pembahasan analisis sampai pada proses penyimpulan atas
kegiatan mereka.
4. Metode keteladanan, Proses pembentukan keperibadian pada anak akan
dimulai dengan melihat orang yang akan diteladaninya, dalam hal ini guru
harus mampu menjadi idola bagi peserta didik.
5. Metode live in, bertujuan agar anak mempunyai penglaman hidup bersama
orang lain langsung dalam situasi yang sangat berbeda dari kehidupan
sehari-harinya.
6. Metode penjernihan nilai, Latar belakang social kehidupan, pendidikan dan
pengalaman dapat membawa perbedaan dan penerapan nilai-nilai hidup.
Adanya berbagai pandangan hidup dalam masyarakat membuat bingung
seorang anak, apabila kebingungan itu tidak dapat terungkap dengan baik ia akan
mengalami pembelokan hidup. Oleh karena itu membutuhkan penjernihan nilai

12
dengan dialog afektif dalam bentuk sharing atau diskusi yang mendalam dan
intensif.

I. Model Penyampaian
Keberhasilan untuk menawarkan dan dan menanamkan nilai-nilai hidup
melalui pendidikan budi pekerti di pengaruhi oleh cara penyampaiannya.
1. Model sebagi mata pelajaran tersendiri. Pendidikan budi pekerti sebagai
mata pelajaran tersendiri seperti bidang studi lain dalam hal ini guru
pendidikan budi pekerti harus membuat Garis Besar Pedoman Pengajaran
(GBPP), Satuan Pelajaran (SP), Rencana Pengajaran (RP), metedologi
pengajaran, dan evaluasi pengajaran. Selain itu juga ia harus dimasukkan
dalam jadwal yang terstruktur
2. Model terintegrasi dalam semua bidang studi. Penanaman nilai budi pekerti
juga dapat di sampaikan secara terintegrasi dalam semua bidang studi. Guru
dapat memilih nilai-nilai yang di tanamkan melalui beberapa pokok bahasan
yang berkaitan dengan nilai-nilai hidup.
3. Model diluar pengajaran. Penanaman nilai dengan model ini lebih
mengutamakan pengolahan dan penanaman nilai melalui suatu kegiatan
untuk di bahas dan di kupas nilai-nilai hidupnya.
4. Model gabungan. Model gabungan berarti menggunakan gabungan antara
model terintegrasi dan model diluar pengajaran, penanaman niai dilakukan
melalui pengakuan fomal terintegrasi bersamaan dengan kegiatan diluar
pengajaran.

J. Penilaian Pendidikan Budi Pekerti


Ada dua cara penilaian pendidikan budi pekerti, yaitu :
1. Penilaian Kuantitatif
Penyampaian hasil dengan menggunakan angka dan berpegang pada
rentang angka 1-10, cara yang sering digunakan untuk kegiatan penilain dan
penyajian rapot adalah secara kualitatif. Secara kualitatif dengan bilangan bulat.
Ada keterbatasan pada penilaian seperti ini karena hasilnya langsung
menyentuh kecerdasan moral anak sehingga tidak akan membangun kesadaran

13
moral berkembang dari kemauan anak, namun makin menyuburkan suasana
ketidak jujuran sistem penilaian yang dilakukan.

2. Penilaian kualitatif
Penyampaian atau penyajian hasil penilaian dengan menggunakan
bentuk pernyataan verbal, misalnya, baik sekali, baik, kurang, atau kurang
sekali
Penilaian seperti ini umumnya bersifat deskriptif tentang aspek prilaku
siswa. Rumusannya akan mengungkapkan hal yang positif dari aspek prilaku,
kemudian menunjukkna sisi positif dan negative secara berimbang dan
memungkinkan siswa memiliki gambaran diri secara utuh.

Table 1 Penilaian Kuantitatif

No Mata Pelajaran Aspek Penilaian Nilai Predikat

Penguasaan 7 Baik
1. Pendidikan Agama Islam Konsep
Penerapan 8 Baik
Penguasaan 6 Baik
2. Pendidikan Kewarganegaraan Konsep
Penerapan 7 Baik
Penguasaan 8 Amat Baik
3. Bahasa Dan Sastra Indonesia Konsep
Penerapan 9 Amat Baik
Penguasaan 6 Baik
4. Seni Budaya Konsep
Penerapan 7 Baik
Penguasaan 3 Kurang
Konsep Baik
5. Matematika
Penerapan 3 Kurang
Baik
Penguasaan 8 Amat Baik
Konsep
6. Bahasa Inggris Penerapan 8 Amat Baik

Penguasaan 6 Baik
7. Ilmu Pengetahuan Alam Konsep
Penerapan 8 Amat Baik

14
Keterangan :
a.       1 (0 – 3) = Kurang Baik
b.      2 (4 – 7) = Baik
c.       3 (8 – 10) = Amat baik

3. Penilaian Kualitatif
Penyampaian atau penyajian hasil penilaian dengan menggunakan
bentuk pernyataan verbal, misalnya, baik sekali, baik, kurang, atau kurang
sekali.
Penilaian seperti ini umumnya bersifat deskriptif tentang aspek perilaku
siswa. Rumusannya akan mengungkapkan hal yang positif dari aspek prilaku,
kemudian menunjukkna sisi positif dan negatif secara berimbang dan
memungkinkan siswa memiliki gambaran diri secara utuh. Contoh :
Aspek yang dinilai, antara lain :
1) Mengikuti ekstrakurikuler sekolah dengan baik dan tertib.
2) Sikap sopan santunnya terhadap orang lain terutama pada guru.
3) Kerajinannya dalam segala hal. Misal, rajin dalam mengerjakan tugas
sekolah.
4) Kerapiannya dalam berpakaian. Misal, memakai seragam lengkap dan
sepatu yang sesuai.
5) Kedisiplinannya dalam kelas atau sekolah. Seperti :
 Datang ke sekolah tepat waktu
 Melaksanakan piket kelas sesuai dengan jadwal.
 Melaksanakan tata tertib sekolah
 Dan lain sebagainya.
6) Keterampilannya dalam kelas.

15
Table 2 Penilaian Kualitatif
Aspek Yang
No Komponen Predikat Skor
Dinilai
Pengembangan 1)      Kepramukaan 3
1 2)      Seni Tari 4
Diri
1)      Sikap 3
2)      Kerajinan 2
2 Kepribadian 3)      Kerapian 2
4)      Kedisiplinan 4
5)      Keterampilan 1

Keterangan Predikat Skor :


 Skor 4 (Sangat Baik), jika semua kinerja mutu setiap standar aspek
yang dinilai yang sangat baik.
 Skor 3 (Baik), jika semua kinerja mutu setiap standar aspek yang
dinilai baik dan tidak ada kekurangan yang berarti.
 Skor 2 (Cukup), jika semua kinerja mutu setiap standar aspek yang
dinilai cukup, namun tidak ada yang menonjol.
 Skor 1 (Kurang), jika semua kinerja mutu setiap standar aspek yang
dinilai kurang.
 Skor 0 (Sangat Kurang), jika semua kinerja mutu setiap standar aspek
yang dinilai sangat kurang atau tidak ada.

BAB III
PENUTUP

16
A.  Kesimpulan
Pendidikan budi pekerti merupakan pendidikan nilai yang membutuhkan
keterampilan khusus untuk proses penanamannya. Oleh karena itu, dibutuhkan
kompetensi pendidik yang baik dan dapat memilih metode,model pengajajaran
yang komunikatif, inovatif, dan menarik.
Penilaian budi pekerti merupakan usaha untuk mengikuti perkembangan
siswa secara utuh dan berkelanjutan, penilaian juga merupakan faktor pendorong
suksesnya pengajaran pendidikan budi pekerti yang diajarkan.

B.  Saran
Penulis berharap semoga kita dapat berfikir tepat dan benar sehingga
terhindar dari kesimpulan yang salah dan kabur. Setidaknya dengan makalah ini,
ada semacam pencerahan intelektual dan menyuguhkan motivasi yang intrinsik
untuk segera mempelajari platform pendidikan budi pekerti sehingga kita dapat
meminimalisasi kesalahan dalam berfikir. Tentunya, dalam makalah ini akan
ditemukan kelemahan-kelemahan atau bahkan kekeliruan. Dengan itu, penulis
sangat berharap adanya masukan dari pembaca dan kritik konstruktif sebagai
upaya pembangunan mental guna perbaikan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Zuriah Nurul. 2011. Pendidikan Moral Dan Budi Pekerti Dalam Perspektif
Perubahan.Jakarta:Bumi Aksara.
hasansaddam23.blogspot.com.2014.pendidikan-afeksi.html.diakses tanggal 08,
November 2015
http://wahyutriadee13.blogspot.com/2013/01/makalah-platform-pendidikan-budi-
pekerti.html
http://geppenkpenkpenk.blogspot.com/2016/01/platfrom-budi-pekerti.html

18

Anda mungkin juga menyukai