Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

SUKU ASMAT

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

NAMA : 1. CALLISTA CHIARA


2. TRIMORA
3. CHAIRANI DWI PUTRI
4. ZAKI
5. SAMUEL
6. ANDIKA
7. AYU
8. AINAL
9. EDO JUNIFOUR
KELAS : VII-5
MAPEL : PKN

SMP NEGERI 1
RANTAU UTARA
T.A 2023/2024
SUKU ASMAT

A. SEJARAH SUKU ASMAT


Sejak tahun 1700-an, suku Asmat di Papua telah dikenal dunia dengan
keterampilan mengukirnya. Kesenian mengukir di Asmat merupakan
aktualisasi dari kepercayaan terhadap arwah nenek moyang yang disimbolkan
dalam bentuk patung serta ukiran. Berawal dari latar belakang cerita legenda
Fumeripits yaitu seorang yang pandai mengukir dan memahat yang kemudian
merupakan pencipta cikal bakal manusia suku Asmat. Pada zaman dahulu di
daerah Asmat hiduplah seorang ahli pahat yang bernama Fumiriptsy.
Fumiriptsy mempunyai teman karib. Mereka hidup aman dan damai. Pada
waktu itu ada seorang gadis yang cantik bernama Tewarautsy. Fumiriptsy
kemudian jatuh cinta, namun sayangnya jalinan cinta mereka tidak mendalam
lantara kedua insane ini tidak pernah bertemu. Pada suatu hari Fumiriptsy
melihat temannya bercanda mesrah dengan tewarautsy dan ia merasa
cemburu.

Pada suatu hari Fumiriptsy dan Tewarautsy benjanji untuk bertemu di


tanjung dekat sebuah sungai pada pagi hari, rencana ini dirahasiakan agar
tidak diketahui oleh siapa pun. Setelah tiba hari yang ditentukan, Tewarautsy
mengajak beberapa teman-teman wanitanya agar dapat pergi bersama-sama
dengannya mencari ikan di tanjung. Setelah tewarautsy dan teman-temannya
berangkat, beberapa saat kemudian Fumiriptsy bersama teman karibnya
menyusul mereka. Ketika mendekati tempat yang dijanjikan, Fumiriptsy
berkata kepada temannya ?Teman, saya mau pergi buang air di hutan sana,
boleh teman menunggu di sini. Fumiriptsy pergi dengan sebuah perahu ke tepi
sungai yang telah disepakati dengan Tewarautsy, mereka bercanda ria.
Sementara itu teman karibnya menjadi gelisah karena Fumiriptsy tak kunjung
datang, maka ia bergegas menyusul Fumiriptsy dengan berjalan kaki. Setelah
mencari beberapa lama, lewat celah-celah pohon ia melihat Fumiriptsy sedang
asik becanda dengan seorang gadis.
Hatinya sangat kesal dan marah ketika ia mengetahui bahwa gadis itu
adalah Tewarautsy, kemudian ia mengambil perahu mereka dan bergegas
pulang ke kampung. Fumiriptsy tidak bisa pulang ke kampung dan ia bertanya
kepada Tewarautsy, ?Bagaimana cara saya dapat kembali ke kampung.??.
Tewarautsy memutar otak , memikirkan cara yang harus ditempuh akhirnya ia
mendapat ide yaitu dengan cara membungkus si ahli pahat dengan anyaman
daun nipah lalu diikat dan diletakan di haluan perahu. Keduanya
melaksanakan gagasan itu namun dalam perjalanan pulang perahu
yangmereka tumpangi dihempas badai. Akibatnya tali pengikat Fumiriptsy
terlepas dari perahu dan jatuh kedalam sungai.
Tewarautsy tidak bisa berbuat apa-apa ia terus mendayung perahunya
pulang ke kampung dan menceritakan kepada teman-temannya hingga tersiar
kabar ke seluruh kampung. Orang kampung memutuskan untuk mencari
Fumiriptsy di muara sampai ke hulu sungai. Ternyata usaha mereka sia-sia,
Fumiriptsy telah dibawa oleh arus sungai dan terdampar di pantai utara muara
sungai Yet dalam keadaan tak bernyawa. Yang berhasil menemukan mayat
Fumiriptsy adalah Eer dan Samaar. Mereka berdua mencoba menghidupkan
kembali Fumiriptsy dengan cara memanggil semua burung yang berada di
daerah itu, namun burung-burung yang datang tak sanggup untuk
menghidupkan Fumiriptsy. Tiba-tiba datanglah seekor burung Aseh (pembawa
berita) setelah melihat keadaan Fumiriptsy burung ini segera terbang menemui
burung Rajawali.
Burung Rajawali langsung mengumpulkan ramuan yang terdiri dari
telur buaya, telur ayam hutan dan telur kasuari. Telur ayam hutan dipecahkan
lalu digosokan pada seluruh tubuh sang ahli pahat, selanjutnya telur buaya dan
telur kasuari diolesi. Akhirnya Fumiriptsy hidup kembali dan diantar pulang
ke kampong oleh Eer dan Samaar. Beberapa hari kemudian Fumiriptsy
membangun sebuah ?Yayuro? (rumah panjang). Ruangan dihiasi dengan
patung hasil karya Fumiriptsy sendiri termasuk yang diberi nama ?Mbis?
(patung Panjang) yang pertama, selain itu Fumiriptsy juga membuat ?Eme
(tifa) yang sangat indah. Apabila Eme ditabuh maka Mbis dan patung lainnya
yang tergantung dalam Yayuro akan hidup dan menari-nari. Mereka menari
mengikuti irama eme.
Fumiriptsy berkata kepada Mbis dan kawan-kawannya, ?Mulai saat
ini, kamu menjadi anak-anakku. Oleh karena itu pergi dan tempati seluruh
pelosok daerah lain. Suku Asmat adalah salah satu suku di Papua Barat yang
memiliki kebudayaan mengukir dan memahat sejak dari masa nenek
moyangnya. Berawal dari latar belakang cerita legenda Fumeripits yaitu
seorang yang pandai mengukir dan memahat yang kemudian merupakan
pencipta cikal bakal manusia suku Asmat. Oleh latar belakang legenda
tersebut, suku Asmat mempunyai kebudayaan mengukir yang konon
diturunkan oleh Fumeripits. Suku Asmat menganut animisme yaitu
kepercayaan terhadap roh-roh yang mendiami sekalian benda (pohon, batu dan
sebagainya). Walaupun pada saat ini agama kristen telah masuk ke papua dan
animisme sudah banyak ditinggalkan pengikut-pengikutnya, kegiatan yang
berhubungan dengan animisme masih dilakukan. Hal ini terlihat pada
kehidupan suku Asmat yang masih melakukan pembuatan patung-patung
leluhur mereka dalam kehidupan adat istiadatnya guna menghormati nenek
moyangnya.
Pada mulanya, patung-patung dibuat secara kasar dan setelah
digunakan dalam upacara agama tertentu lalu ditinggalkan di dalam rawa. Ini
sebagai wujud para arwah yang tinggal untuk menjaga hutan sagu dan pohon
palem yang merupakan sumber makanan utama masyarakat Asmat. Ukiran
Asmat sudah cukup dikenal didunia. Mulai dari perisai, patung Mbis,
gendang, perahu lesung dan lain-lain. Dapat dikatakan juga bahwa ukiran
Asmat lahir dari upacara adat. Orang Asmat percaya bahwa arwah leluhurnya
hidup bersama diantara mereka. Arwah-arwah tersebut mempengaruhi segala
kehidupan mereka dengan demikian kuatnya.
B. LAGU DAERAH SUKU ASMAT
Apuse adalah sebuah lagu yang berasal dari daerah Kampung Kabouw,
Wondiboy, Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat. Lagu "Apuse" diciptakan
oleh Tete Mandosir Sarumi dalam bahasa Biak dan dipopulerkan oleh Corry
Rumbino, serta dinyanyikan dalam lomba Bintang Radio. Lagu Apuse
kemudian dikenal di tingkat nasional. Lagu ini memiliki irama yang indah dan
sederhana sehingga lagu ini sering dipelajari dalam pelajaran kesenian di
tingkat Sekolah Dasar.
Apuse menceritakan tentang seorang cucu yang berpamitan kepada
kakek dan neneknya. Cucu tersebut berpamitan karena hendak pergi merantau
yaitu ke Teluk Doreri di Manokwari. Memang Teluk Doreri sempat menjadi
pelabuhan penting dengan bukti banyaknya kapal yang karam di dalamnya.
Teluk Doreri adalah pintu masuk menuju Manokwari melalui jalur
laut. Dalam sejarahnya, teluk ini berperan penting dalam penyebaran agama
Kristen di tanah Papua. Saat ini Teluk Doreri menjadi salah satu pelabuhan
untuk kapal domestik, nasional, dan antarpulau di Papua.
C. MAKANAN TRADISIONAL SUKU ASMAT
1. Papeda
Salah satu makanan khas suku Asmat yang paling terkenal adalah
Papeda. Papeda terbuat dari sagu, yang merupakan hasil olahan dari pohon
sagu yang tumbuh di hutan-hutan Papua. Proses pembuatan Papeda dimulai
dengan pengolahan sagu, tepung yang dihasilkan dari batang pohon sagu yang
melimpah di daerah tersebut. Setelah mengumpulkan pohon sagu yang cukup,
suku Asmat mengambil batang pohon sagu dan mengupasnya untuk
mendapatkan serat sagu yang kemudian dihancurkan dan disaring. Proses ini
memastikan tepung sagu yang halus dan bersih. Tepung sagu kemudian
dicampur dengan air hingga membentuk adonan yang kental.
Biasanya, Papeda disajikan dengan lauk pauk tradisional seperti ikan
bakar atau kuah kental yang terbuat dari daging ikan atau udang. Tambahan
sambal pedas dan rempah-rempah khas suku Asmat sering kali memberikan
sentuhan rasa yang kaya pada hidangan ini.
Papeda tidak hanya makanan yang lezat, tetapi juga memiliki makna
budaya yang dalam bagi suku Asmat. Hidangan ini telah menjadi bagian
integral dari upacara adat, perayaan budaya, dan pertemuan penting suku
Asmat. Makan Papeda juga mencerminkan hubungan yang harmonis antara
suku Asmat dengan alam sekitar dan ketergantungan mereka pada bahan-
bahan alami yang melimpah.

D. TARIAN TRADISIONAL SUKU ASMAT


1. Tarian Tobe Suku Asmat
Tarian tobe merupakan tarian khas dari Suku Asmat. Tari tobe
merupakan tarian perang yang melambangkan kepahlawanan dan kegagahan
masyarakat Suku Asmat. Tarian ini biasanya dilakukan saat kepala suku
memerintahkan untuk berperang. Tujuannya untuk mengobarkan semangat
masyarakat dalam menghadapi perang. Hal inilah yang membuat Suku Asmat
terlihat tak pernah takut dalam menghadapi musuh mereka di medan perang.
Seperti tari-tarian lain, tarian ini juga diiringi alat musik tifa dan alat
musik lainnya dengan lantunan lagu-lagu perang pembangkit semangat.
Masyarakat biasanya menggunakan busana tradisional dengan menggunakan
manik-manik penghias dada, rok yang terbuat dari akar dan dedaunan yang
diselipkan pada tubuh.

E. ADAT SUKU ASMAT


Masyarakat Suku Asmat juga punya kepercayaan melalui upacara adat.
Upacara adat ini biasanya dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap
sesuatu yang dianggap penting.
1. Ritual Kematian
Dalam budaya masyarakat Suku Asmat, kematian seseorang dianggap
sebagai sesuatu yang sakral. Mereka menyebut meninggalnya seseorang
karena adanya roh jahat yang mengganggu dan menyebabkan orang tersebut
mati. Maka dari itu, orang Asmat percaya bahwa anggota mereka yang
sedang sakit harus dibuatkan pagar dari dahan pohon nipah.

Pagar ini bertujuan agar roh jahat yang berada di sekitar mereka pergi
dan tidak mendekat kembali. Selain itu, orang-orang akan didatangkan
untuk mengerumuni sekeliling orang sakit meski tidak mengobati atau
memberi makan. Setelah orang yang sakit meninggal, mereka akan berebut
untuk memeluk dan menggulingkan badan di lumpur.
Jasad orang yang meninggal lalu akan diletakkan di atas para atau
anyaman bambu hingga membusuk. Tulang belulangnya selanjutnya akan
disimpan di atas pokok kayu. Sedangkan tengkoraknya akan dijadikan
bantal sebagai simbol kasih sayang terhadap kerabat mereka.
Namun ada juga yang meletakkan mayat di atas perahu lesung dengan
disertai sagu dan dibiarkan terombang-ambing di laut. Tapi terkadang ada
mayat dikuburkan dengan ketentuan pria tanpa busana dan wanita
mengenakan busana. Mayat tersebut akan dikubur di hutan, tepi sungai,
atau semak-semak.
Selanjutnya orang yang meninggal tersebut akan dibuatkan ukiran
yang disebut mbis. Masyarakat Suku Asmat percaya jika roh orang mati
masih berkeliaran di sekitar rumah mereka.

2. Upacara Mbismbu
Mbis merupakan ukiran patung tonggak nenek moyang atau kerabat
yang telah meninggal. Upacara adat ini dimaksudkan agar mereka selalu
mengingat orang yang telah mati. Jika kematian tersebut karena dibunuh,
maka mereka akan membalaskan dendamnya dengan cara membunuhnya
juga.

3. Upacara Tsyimbu
Tsyimbu adalah uparaca pembuatan dan pengukuhan rumah lesung
atau perahu yang diadakan 5 tahun sekali. Pada upacara ini, perahu akan
diwarnai dengan warna merah dan putih secara berseling di bagian luar dan
berwarna putih di bagian dalam. Perahu juga akan diukir dengan gambar
keluarga yang telah meninggal, serta gambar binatang dan sebagainya.

Selain itu, perahu tersebut akan dihias dengan sagu. Namun


sebelumnya, keluarga besar akan berkumpul di rumah kepala suku atau adat
untuk melakukan pertunjukkan nyanyian dan tarian diiringi tifa.
Para pendayung tersebut menggunakan hiasan cat berwarna merah
putih dengan aksesori bulu-bulu burung. Upacara adat ini sangat ramai
dengan sorak-sorak anak-anak dan wanita. Namun, ada pula yang menangis
karena mengenang kerabat mereka yang meninggal.
Tradisi zaman dahulu menggunakan perahu-perahu tersebut untuk
melakukan provokasi terhadap musuh agar berperang. Namun seiring
perkembangan zaman, fungsinya berubah menjadi pengangkut makanan.

F. SENJATA TRADISIONAL SUKU ASMAT


Suku Asmat juga memiliki senjata tradisional. Senjata tradisional Suku
Asmat adalah kapak batu yang terbuat dari batu hijau yang memberikan kesan
artistik pada kapak ini. Kapak ini memiliki panjang sekitar 45 cm dengan
panjang bilah batu sekitar 20 cm dan memiliki berat 1 kg.

Meski berukuran lebih kecil dari kapak pada umumnya, namun kapak
ini sangat kuat dan menjadi salah satu benda yang paling berharga bagi Suku
Asmat. Biasanya masyarakat Asmat menggunakan kapak batu untuk
menebang pohon dan membantu mereka dalam proses membuat sagu.
Bagi Suku Asmat kapak batu bukan sekedar sebuah senjata, namun
juga merupakan barang mewah. Ini karena cara membuatnya yang rumit dan
bahan pembuatnya merupakan batu nefrit yang sulit ditemukan.
G. RUMAH ADAT SUKU ASMAT
Suku Asmat memiliki sebuah rumah adat yang diberi nama Jew. Setiap
desa Suku Asmat umumnya memiliki satu buah Jew dengan fungsi yang mirip
dengan balai desa.

Jew merupakan sebuah rumah yang cukup besar yang biasa dibangun
di antara pohon di pinggir sungai dengan fondasi menggunakan kayu-kayu
besi yang kokoh. Bentuknya memanjang memiliki 17 pintu masuk yang lebih
dari satu dengan tangga sederhana untuk jalur masuk di depan pintu rumah.
Selain itu, Jew juga disebut rumah bujang karena yang tinggal di
dalam rumah tersebut adalah kaum laki-laki yang belum pernah menikah.
Rumah ini juga dapat digunakan untuk seluruh penduduk Suku Asmat
terutama laki-laki karena dianggap sebagi pimpinan keluarga. Biasanya rumah
ini digunakan juga untuk berkumpulnya para pemuka adat dan pimpinan Suku
Asmat untuk melakukan rapat desa maupun menentukan strategi perang.

Anda mungkin juga menyukai