Anda di halaman 1dari 18

Kelompok 1 : suku asmat

Nama anggota kelompok :

1 2 3
Achmad Shendy M. Irgi Saputra Reynaldi Oktavia
Ardya Djati

4 5 6
ICCA ramda
Dwiasty Puput maelani
dania
Pengertian suku Dami / Asmat
Suku Dami atau Suku Hubula adalah sekelompok
suku yang mendiami wilayah Lembah Baliem di
Pegunungan Tengah, Papua Pegunungan,
Indonesia. Pemukiman mereka berada di antara
Bukit Ersberg dan Grasberg di Kabupaten
Jayawijaya serta sebagian Kabupaten Puncak
Jaya , sedangan Suku Asmat adalah sebuah
suku di Papua Selatan. Suku Asmat dikenal
dengan hasil ukiran kayunya yang unik. Populasi
suku Asmat terbagi dua, yaitu mereka yang
tinggal di pesisir pantai dan mereka yang tinggal
di bagian pedalaman. Kedua suku ini memiliki
karakteristik yang sama dan saling berkaitan satu
sama lain.
Suku Asmat memiliki rata-rata ketinggian
sekitar 172 cm untuk pria dan 162 cm
untuk wanita. Kulit mereka umumnya
hitam dengan rambut yang keriting. Ciri
fisik ini disebabkan karena suku Asmat
masih satu keturunan dengan warga
Polynesia.
Kondisi alam
Suku Asmat adalah sebuah suku di Papua Selatan.
Suku Asmat dikenal dengan hasil ukiran kayunya yang
unik. Populasi suku Asmat terbagi dua, yaitu mereka
yang tinggal di pesisir pantai dan mereka yang tinggal
di bagian pedalaman. Kedua populasi ini saling
berbeda satu sama lain dalam hal dialek, cara hidup,
struktur sosial dan ritual. Populasi pesisir pantai
selanjutnya terbagi ke dalam dua bagian, yaitu suku
Bisman yang berada di antara Sungai Sinesty, dan
suku Simai di Sungai Nin.
Rumah adat

Rumah tradisional suku Asmat adalah Jeu


dengan panjang sampai 25 meter. Sampai
sekarang masih dijumpai rumah tradisional
ini jika kita berkunjung ke Asmat
pedalaman. Bahkan masih ada juga di
antara mereka yang membangun rumah di
atas pohon.
Pakaian adat

Diketahui, para pria suku Asmat


mengenakan hiasan kepala, rompi,
koteka dan hiasan kalung berupa
gigi, tulang hewan, dan
kerang.Dijelaskan bahwa pakaian
adat wanita suku Asmat
mengenakan topi atau tutup kepala
yang dihiasi bulu burung
cendrawasih, pakaian dan rok
rumbai.
Persebaran

Suku Asmat tersebar dan mendiami wilayah


disekitar pantai Laut Arafuru dan Pegunungan
Jayawijaya, dengan medan yang lumayan berat
mengingat daerah yang ditempati adalah hutan
belantara, dalam kehidupan suku Asmat, batu
yang biasa kita lihat dijalanan ternyata sangat
berharga bagi mereka. Bahkan, batu-batu itu bisa
dijadikan sebagai maskawin. Semua itu
disebabkan karena tempat tinggal suku Asmat
yang membetuk rawa-rawa sehingga sangat sulit
menemukan batu-batu jalanan yang sangat
berguna bagi mereka untuk membuat kapak, palu,
dan sebagainya.
Pola hidup dan mata pencaharian
Satu hal yang patut ditiru dari pola hidup penduduk asli suku
Asmat adalah mereka merasa dirinya sebagai bagian dari
alam. Oleh karena itu, mereka sangat menghormati dan
menjaga alam sekitar. Bahkan, pohon di sekitar tempat hidup
mereka dianggap menjadi gambaran dirinya. Batang pohon
menggambarkan tangan, buah menggambarkan kepala, dan
akar menggambarkan kaki mereka.Kebiasaan bertahan hidup
dan mencari makan antara suku yang satu dengan suku yang
lainnya di wilayah Distrik Citak-Mitak ternyata hampir sama.
Suku Asmat Darat, suku Citak dan suku Mitak mempunyai
kebiasaan sehari-hari dalam mencari nafkah adalah berburu
binatang hutan seperti, ular, kasuari, burung, babi hutan, dll.
Mereka juga selalu meramu/menokok sagu sebagai makanan
pokok. Adapun nelayan mencari ikan dan udang untuk
dimakan.
Kepercayaan dasar dan agama
Adat istiadat suku Asmat mengakui dirinya sebagai anak dewa yang berasal
dari dunia mistik atau gaib yang lokasinya berada di mana mentari tenggelam
setiap sore hari. Mereka yakin bila nenek moyangnya pada zaman dulu
melakukan pendaratan di bumi di daerah pegunungan. Selain itu orang suku
Asmat juga percaya bila di wilayahnya terdapat tiga macam roh yang masing-
masing mempunyai sifat baik, jahat dan yang jahat namun mati. Berdasarkan
mitologi masyarakat Asmat berdiam di Teluk Flamingo, dewa itu bernama
Fumuripitis. Masyarakat suku Asmat beragama Katolik, Protestan, dan
Animisme yakni suatu ajaran dan praktik keseimbangan alam dan
penyembahan kepada roh orang mati atau patung. Bagi suku Asmat ulat sagu
merupakan bagian penting dari ritual mereka. Setiap ritual ini diadakan, dapat
dipastikan, banyak sekali ulat yang dipergunakan.
Upacara adat suku asmat
1. Ritual kematian
Dalam budaya masyarakat Suku Asmat, kematian seseorang dianggap sebagai sesuatu
yang sakral. Mereka menyebut meninggalnya seseorang karena adanya roh jahat yang
mengganggu dan menyebabkan orang tersebut mati. Maka dari itu, orang Asmat percaya
bahwa anggota mereka yang sedang sakit harus dibuatkan pagar dari dahan pohon nipah.

2. Upacara Mbismbu
Mbis merupakan ukiran patung tonggak nenek moyang atau kerabat yang telah meninggal.
Upacara adat ini dimaksudkan agar mereka selalu mengingat orang yang telah mati. Jika
kematian tersebut karena dibunuh, maka mereka akan membalaskan dendamnya dengan cara
membunuhnya juga.
3. Upacara Tsyimbu
Tsyumbu adalah uparaca pembuatan dan pengukuhan rumah lesung
atau perahu yang diadakan 5 tahun sekali. Pada upacara ini, perahu
akan diwarnai dengan warna merah dan putih secara berseling di bagian
luar dan berwarna putih di bagian dalam. Perahu juga akan diukir dengan
gambar keluarga yang telah meninggal, serta gambar binatang dan
sebagainya.

Selain itu, perahu tersebut akan dihias dengan sagu. Namun


sebelumnya, keluarga besar akan berkumpul di rumah kepala suku atau
adat untuk melakukan pertunjukkan nyanyian dan tarian diiringi tifa.
Bahasa suku asmat

1. Bahasa Asmat Sawa


Bahasa Asmat Sawa digunakan oleh masyarakat Kampung
Sawa, Distrik Sawaerma, Kabupaten Asmat, Provinsi Papua.
Penduduk setempat mengaku wilayah tutur bahasa Asmat Sawa
berbatasan dengan wilayah tutur bahasa Asmat Tomor di sebelah
timur, bahasa Asmat Yamas di sebelah barat, dan bahasa Asmat
Buagani di sebelah utara Kampung Sawa. Di sebelah selatan
Kampung Sawa digunakan bahasa Asmat Sawa
2. Bahasa Asmat Bets Mbup 3. Bahasa Asmat Safan
Bahasa asmat Bets Mbup terdiri atas Bahasa Asmat Safan (Asmat Pantai)
tiga dialek, yaitu bahasa Asmat dialek digunakan oleh etnik Asmat Safan di
Bets Mbup, bahasa Asmat dialek Kampung Aworket, Distrik Safan,
Bismam, dan bahasa Asmat dialek Kabupaten Asmat, Provinsi Papua. Ini
Simay. Bahasa dialek ini memiliki digunakan oleh masyarakat yang
perbedaan sekitar 51%-80%. berdomisili di sebelah timur yaitu Kampung
Emene, di sebelah barat yaitu Kampung
Bahasa dialek Bets Mbup dipakai oleh Primapun, dan di sebelah selatan
masyarakat Kampung Atsi, Distrik Atsi, Kampung Aworket.
Kabupaten Asmat, Provinsi Papua.
4. Bahasa Asmat Sirat 5. Bahasa Asmat Unir Sinau
Bahasa Asmat Sirat digunakan oleh Bahasa Asmat Unir Sirau digunakan
masyarakat Kampung Yaosakor, Distrik oleh masyarakat Kampung Paar,
Sirets, Kabupaten Asmat, Provinsi Papua. Distrik Unir Sirau, Kabupaten Asmat,
Bahasa Asmat Sirat juga digunakan oleh Provinsi Papua. Bahasa ini juga
masyarakat Kampung Awok, Kaimo, Pos, dipakai oleh masyarakat Kampung
Waganu I, Waganu II, Jinak, Pepera, dan Komor, Birip, Amor, Warer, Munu,
Karpis. Di sebelah timur yaitu Kampung Abamu, Tomor, Sagapo, Tii, Koba,
Amborep digunakan dialek Simay, di dan Jipawer.
sebelah barat yaitu Kampung Biwar Laut
digunakan dialek Bets Mbup, dan di
sebelah utara Kampung Yaosakor yaitu
Kampung Kaimo digunakan bahasa Asmat
Sirat.
Senjata tradisional suku asmat

Senjata tradisional Suku


Asmat adalah kapak batu yang
terbuat dari batu hijau yang
memberikan kesan artistik pada
kapak ini. Kapak ini memiliki
panjang sekitar 45 cm dengan
panjang bilah batu sekitar 20
cm dan memiliki berat 1 kg.
Tarian suku asmat
Tarian tobe merupakan tarian khas dari Suku
Asmat. Tari tobe merupakan tarian perang yang
melambangkan kepahlawanan dan kegagahan
masyarakat Suku Asmat. Tarian ini biasanya
dilakukan saat kepala suku memerintahkan
untuk berperang. Tujuannya untuk
mengobarkan semangat masyarakat dalam
menghadapi perang. Hal inilah yang membuat
Suku Asmat terlihat tak pernah takut dalam
menghadapi musuh mereka di medan perang.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai