Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KEBUDAYAAN SUKU ASMAT

Disusun Oleh :
Amalia Putri Martendi
Aris Warisman
Della Safitri
Firdaus Rizky Ramdani
Helya Aulia
Muhammad Dani

SMAN 1 PAGADEN
2022

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang masih
memberikan nafas kehidupan, sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan
makalah ini dengan judul “Kebudayaan Suku Asmat”.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran PKN
(Pendidikian Kewarganegaraan). Dalam makalah ini, banyak kesulitan yang kami
aami terutama disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan wawasan. Namun
berkat bimbingan dan bantuan dari semua pihak akhirnya makalah ini dapat
terselasaikan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................1
C. Tujuan........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................3
A. Asal Usul Suku Asmat..............................................................3
B. Lokasi Suku Asmat...................................................................3
C. Ciri-Ciri Fisik Suku Asmat........................................................4
D. Sistem Kepercayaan..................................................................4
E. Sistem Kekerabatan...................................................................5
F. Upacara Kelahiran.....................................................................6
G. Sistem Perkawinan....................................................................7
H. Tarian Tobe................................................................................8
I. Senjata Tradisional (Kapak Batu).............................................9
J. Pakaian Adat............................................................................10
K. Rumah Adat Jew.....................................................................11
L. Alat Musik Tifa.......................................................................12
BAB III PENUTUP................................................................................14
A. Kesimpulan..............................................................................14
B. Saran........................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki
keanekaragaman etnik/suku bangsa dan budaya, serta kekayaan di
bidang seni dan sastra. Semua sejalan dengan keanekaragaman etnik,
suku bangsa dan agama yang secara keseluruhan merupakan potensi
nasional.
Irian Jaya atau yang sekarang disebut dengan Papua adalah
pulau terbesar kedua di dunia setelah Greenland. Pulau ini terbagi atas 2
daerah kekuasaan, yaitu belahan timur yang merupakan daerah
kekuasaan pemerintahan Papua Nugini, yang berada di belahan barat
yaitu Papua yang termasuk daerah wilayah pemerintahan Republik
Indonesia. Di Papua ini terdiri dari beberapa kabupaten dan suku-suku
yang beraneka ragam. Suku Asmat adalah salah satu suku yang ada di
Papua (Siti Nurbayani, 2014: 1).
Dalam hal kepercayaan orang Asmat yakin bahwa mereka adalah
keturunan dewa yang turun dari dunia gaib yang berada di seberang laut
di belakang ufuk, tempat matahari terbenam tiap hari. Menurut
keyakinan orang Asmat, dewa nenek-moyang itu dulu mendarat di bumi
di suatu tempat yang jauh di pegunungan. Dalam perjalanannya turun ke
hilir sampai ia tiba di tempat yang kini didiami oleh orang Asmat hilir, ia
mengalami banyak petualangan.
Dalam hal kebudayaan Suku Asmat memiliki banyak
peninggalan yang sampai saat ini masih dijaga. Karena Suku Asmat
masih dianggap sangat tertinggal dibandingkan suku-suku lainnya di
Indonesia. Oleh sebab itu, sampai saat ini Suku Asmat masih menganut
peninggalan kebudayaan dari nenek moyangnya.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan:
1. Dimana Suku Asmat itu berada?
2. Siapakah Suku Asmat itu?
3. Bagaimana kebudayaan Suku Asmat tumbuh dan berkemabang?

C. Tujuan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penyusunan makalah ini,
diantaranya adalah :
1. Untuk mengetahui tempat keberadaan Suku Asmat.
2. Untuk mengetahui dan memahami Suku Asmat.
3. Untuk mengetahui dan memahami potensi alam masyarakat suku Suku
Asmat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Asal Usul Suku Asmat


Dari bahan-bahan yang dikumpulkan oleh Pastor Zegwaard, seorang
misionaris Katolik berbangsa Belanda, orang-orang Asmat mempercayai
bahwa mereka berasal dari Fumeripitsy (Sang Pencipta). Dalam mitologi
orang Asmat yang berdiam di Teluk Flaminggo misalnya, dewa itu
namanya Fumeripitsy. Ketika ia berjalan dari hulu sungau ke arah laut, ia
diserang oleh seekor buaya raksasa. Perahu lesung yang ditumpanginya
tenggelam. Sehingga terjadi perkelahian yang akhirnya ia dapat
membunuh buaya tersebut, tetapi ia sendiri luka parah. Ia kemudian
terbawa arus dan terdampar di tepi sungai Asewetsy, desa Syuru sekarang.
Untung ada seekor burung Flamingo yang merawatnya sampai ia sembuh
kembali.

Kemudian ia hidup sendirian di sebeuah daerah yang baru. Karena


kesepian, ia membangun sebuah rumah panjang yang diisi dengan patung-
patung dari kayu hasil ukirannya sendiri. Namun ia masih merasa
kesepian, kemudian ia membuat sebuah tifa yang ditabuhnya setiap hari.
Tiba-tiba, bergeraklah patung-patung kayu yang sudah dibuatnya tersebut
mengikuti irama tifa yang dimainkan. Sungguh ajaib, patung-patung itu
pun kemudian berubah menjadi wujud manusia yang hidup. Mereka
menari-nari mengikuti irama tabuhan tifa dengan kedua kaku agak terbuka
dan kedua lutut bergerak-gerak ke kiri dan ke kanan. Semenjak itu,
Fumeripits terus mengembara dan di setiap daerah yang disinggahinya, ia
membangun rumah panjang dan menciptakan manusia-manusia baru yang
kemudian menjadi orang-orang Asmat seperti saat ini.

B. Lokasi Suku Asmat

3
Suku Asmat berdiam di daerah-daerah yang sangat terpencil dan
daerah tersebut masih merupakan alam yang ganas (liar). Mereka tinggal
di pesisir barat daya Irian jaya (Papua). Mulanya, orang Asmat ini tinggal
di wilayah administratif Kabupaten Merauke, yang kemudian terbagi atas
4 kecamatan, yaitu Sarwa-Erma, Agats, Ats, dan Pirimapun. (Saat ini
Asmat telah masuk ke dalam kabupaten baru, yaitu kabupaten Asmat).
Batas-batas geografi daerah tempat dimana suku Asmat dahulu tinggal
adalah sebelah utara dibatasi pegunungan dengan puncak-puncak bersalju
abadi, sebelah selatan berbatasan dengan Laut Arafura, sebelah timur
berbatasan dengan Sungai Asewetsy, sebelah barat berbatasan dengan
Sungai Pomats. Pertemuan Sungai Pomats, Undir (Lorentz), dan
Asewetsy,bersama-sama kemudian menjadi satu dan mengalir ke dalam
teluk Flamingo. Di daerah hilir Sungai Asewetsy terletak Agats, tempat
kecamatan Agats, salahs atu dari empat kecamatan yang membentang di
wilayah Asmat. Batasan-batasan alamiah inilah yang melindungi orang-
orang Asmat dari serangan luar. Pada masa Perang Dunia II, daerah
tersebut merupakan semacam daerah yang tak bertuan di antara wilayah
kekuasaan tentara Jepang di sebelah barat dan tentara Australia di sebelah
timur.

C. Ciri-Ciri Fisik Suku Asmat


Bentuk tubuh orang Asmat berbeda dengan penduduk lainnya
yang berdiam di pegunungan tengah atau di bagian pantai lainnya. Tinggi
badan kaum laki-laki antara 1,67 hingga 1,72 meter, sedangkan kaum
perempuan tingginya antara 1,60 hingga 1,65 meter. Ciri-ciri bagian tubuh
lainnya adalah bentuk kepala yang lonjong (dolichocephalic), bibir tipis,
hidung mancung, dan kulit hitam. Orang Asmat pada umumnya tidak
banyak menggunakan kaki untuk berjalan jauh, oleh karena itu betis
mereka terlihat menjadi kecil. Namun, setiap saat mereka mendayung
dengan posisi berdiri sehingga otot-otot tangan dan dadanya tampak

4
terlihat tegap dan kuat. Tubuh kaum perempuan kelihatan kurus karena
banyaknya perkerjaan yang harus mereka lakukan.

D. Sistem Kepercayaan
Menurut Eros Rumansa (2003), ada banyak pertentangan di
antara masyarakat Asmat, yang paling mengerikan adalah cara yang
dipakai untuk membunuh musuhnya. Ketika musuh terbunuh, mayatnya
dibawa ke kampung, kemudian dipotong dan dibagikan kepada seluruh
penduduk untuk memakan bersama. Mereka menyanyikan lagu kematian
dan memenggal kepalanya. Otaknya dibungkus daun sago dan
dipanggang kemudian dimakan.Ini menunjukkan bahwa jika setelah
berhasil membunuh musuhnya, lalu memakan mayat musuh
melambangkan seluruh kekuatan musuh berpindah ketubuhnya. (Eros,
2003)

Gambar 1. Patung kepercayaan Suku Asmat


Orang Asmat yakin bahwa di lingkungan tempat tinggal manusia
juga didiami berbagai macam roh yang mereka bagi dalam 3 golongan,
yaitu: Yi – ow atau roh nenek moyang yang bersifat baik terutama
bagi keturunannya,Osbopan atau roh jahat dianggap penghuni beberapa
jenis tertentu, Dambin – Ow atau roh jahat yang mati konyol.
(Depdikbud, 1990: 16)

5
E. Sistem Kekerabatan

Gambar 2. Memasak Ubi


Suku bangsa Asmat, dalam sistem kekerabatan mengenal 3 (tiga)
bentuk keluarga, yaitu : Keluarga Inti Monogamy dan Kandung
Poligami, Keluarga Luas Uxorilokal (keluarga yang telah menikah
berdiam di rumah keluarga dari pihak istri), Keluarga Ovunkulokal
(keluarga yang sudah menikah berdiam di rumah keluarga istri pihak
ibu). (Depdukbud, 1990: 13)

Puji Striya menyatakan, perkawinan yang dianggap ideal


(prefence) adalah perkawinan sepupu dua kali atau sepupu tiga kali. Hal
ini menunjukan bahwa masyarakat disana cenderung untuk melakukan
perkawinan endogamus kerabat. Alasan perkawinan seperti itu (secara
adat) karena “bukan orang lain”, sehingga kemungkinan bertengkar itu
jarang terjadi. Selain itu untuk mendapatkan kembali “nyala api semakin
padam”. Hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa perkawinan diluar
kerabat itu tidak dilakukan. Perkawinan semacam ini juga dijumpai
disana, dimana alasan perkawinan itu disebabkan karena dulunya yang
bersangkutan pernah bertugas didaerah tersebut. (Puji Striya, 2012)
Hal ini menunjukkan bahwa sistem kekerabatan di Papua sangat
berkaitan erat dengan perkawinan antara anggota kerabat sendiri,

6
sehingga menumbuhkan hubungan kekerabatan yang bersifat “bilateral”
supaya tali temali hubungan kekerabatan yang berantai tak terputus. Dan
itulah yang menyebabkan dalam suatu kampung terdiri dari satu rumpun
keluarga.

F. Upacara Kelahiran
Suku asmat merupakan suku yang sangat memperhatikan nasib
generasi penerusnya. Suku asmat akan menjaga dengan baik calon
generasi penerusnya mulai dari saat masih di dalam kandungan sang ibu
agar bisa lahir ke dunia dengan selamat. Proses itu pun berlanjut hingga
sang bayi lahir. Tak lama setelah lahir, keluarga akan mengadakan
upacara sederhana bersama anggota suku yang lain.

Gambar 3. Tarian Upacara Kelahiran

Menurut Puji Setriya, upacara ini adalah acara pemotongan tali


pusar dengan menggunakan sembilu, alat yang terbuat dari
bambu yang dilanjarkan. Selanjutnya sang bayi akan di beri asi sampai
sang bayi berusia 2-3 tahun (Puji Setriya, 2012). Semua itu merupakan
wujud cinta dan kasih sayang mereka terhadap generasi penerus mereka.

7
G. Sistem Perkawinan
Suku asmat merupakan salah satu suku terbesar di papua yang
masih eksis. Tidak ada upacara khusus dalam pernikahan suku asmat.
Menurut Hanisa, saat ada laki-laki dan wanita akan menikah, laki-laki
harus “membeli” wanita pilihannya dengan menawarkan mas kawin
berupa piring antik dan uang yang senilai dengan perahu Johnson
(sejenis perahu motor untuk melaut). Pihak laki-laki dilarang melakukan
tindakan aniaya walaupun sudah diperbolehkan tinggal dalam satu atap.
(Hanisa, 2011). Hal ini menunjukan bentuk bahwa suku asmat sangat
menghargai dan menjunjung derajat wanita.

Gambar 4. Perkawinan Suku Asmat


Sistem kekerabatan orang asmat yang mengenal sistem clan
mengatur penikahan berdasarkan prinsip mencari jodoh diluar
lingkungan sosialnya, seperti di lingkungan kerabat, golongan sosial dan
lingkungan pemukiman. (Hanisa, 2011)

Macam-macam adat perkawinan menurut Hanisa (2011):

8
a) Adat virilokal adalah garis keturunan orang asmat yang ditarik berdasarkan
garis keturunan orang tua laki-laki. Sesudah menikah, adat virilokal
mengharuskan pasangan suami-istri tinggal di sekitar pusat kediaman
kerabat suami.
b) Adat levirat adalah pernikahan seorang janda dengan saudara kandung bekas
suaminya yang telah meninggal. Akibat dari adanya adat ini yaitu terjadinya
sistem perkawinan poligini di dalam suku asmat.
c) Adat tinis adalah pernikahan seorang anak dalam masyarakat asmat yang
biasanya di atur kedua orang tua kedua belah pihak, tanpa diketahui oleh
sang anak.
d) Adat persem adalah perkawinan yang terjadi akibat adanya hubungan rahasia
antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang kemudian diakui
secara sah oleh orang tua kedua belah pihak.
e) Adat mbeter yakni kawin lari yang artinya seorang pria melarikan gadis yang
disenanginya. Ke 3 cara inilah yang sering digunakan suku asmat dan telah
menjadi budaya yang turun-temurun.

H. Tarian Tobe

Gambar 5. Suku Asmat melakukan Tari Tobe

9
Masyarakat papua merupakan masyarakat yang mengenal banyak
tari dengan fungsinya masing-masing. Salah satunya adalah tarian tobe
dari suku asmat. Menurut Kemendikbud tari tobe merupakan tarian
perang yang ada di suku asmat. Tarian ini melambangkan kepahlawanan
dan kegagahan masyarakat suku asmat. Tarian ini biasanya di lakukan
saat kepala suku memerintahkan untuk berperang. Tujuan tarian ini
untuk mengobarkan semangat masyarakat dalam menghadapi perang
(Kemendikbud, 2013).

I. Senjata Tradisional (Kapak Batu)

Gambar 6. Kapak Batu


Seperti suku-suku yang lain dipapua masyarakat suku asmat juga
memiliki senjata tradisional. Menurut Ahmadibo dalam website-nya
mengatakan senjata tradisional suku asmat adalah kapak batu yang
terbuat dari batu hijau memberikan kesan artistik pada kapak ini. Kapak
ini memiliki panjang kira- kira 45 cm dengan panjang bilah batu kira-
kira 20 cm memiliki berat 1 kg.

Meski berukuran lebih kecil dari kapak pada umumnya namun


kapak ini sangat kuat dan menjadi salah satu benda yang paling

10
berharga bagi suku asmat. Biasanya masyarakat asmat menggunakan
kapak batu untuk menebang pohon dan membantu mereka dalam proses
membuat sagu. Bagi suku asmat kapak batu bukan sekedar sebuah
senjata, namun juga merupakan barang mewah. Ini karena cara
membuatnya yang rumit dan bahan pembuatnya merupakan batu nefrit
yang sulit ditemukan.

J. Pakaian Adat
Selain terkenal dengan ukirannya, suku asmat juga memiliki
pakaian adat yang khas. Seluruh bahan yang digunakan pakaian tersebut
langsung berasal dari alam. Ini merupakan representati kedekatan suku
asmat dengan alam sekitarnya.tidak hanya bahan, desain pakaian
tradisional suku asmat pun juga terinspirasi dari alam.

Gambar 7. Pakaian adat Suku Asmat

Pakaian tradisional laki-laki dibuat menyerupai burung atau


binatang lainnya karena di anggap sebagai lambing kkejantanan.
Sementara rok dan penutup dada bagi perempuan yang dibuat dengan
daun sagu sehingga sekilas mirip dengan keindahan bulu burung kasuari
(Ahmadibo, 2011). Bagian penutup kepala juga terbuat dari daun sagu

11
dengan bagian samping menggunakan bulu burung kasuari. Semua hal
tersebut seolah menunjukkan betapa dekatnya suku asmat dengan
alamnya.

K. Rumah Adat Jew


Suku asmat memiliki sebuah rumah adat yang di berinama Jew.
Setiap desa suku asmat umumnya memiliki satu buah jew dengan fungsi
yang mirip dengan balai desa.
Menurut Ahmadibo, Jew merupakan sebuah rumah yang cukup
besar yang biasa dibangun diantara pohon di pinggir sungai dengan
pondasi menggunakan kayu-kayu besi yang kokoh. Bentuknya
memanjang memiliki pintu masuk yang lebih dari satu dengan tangga
sederhana untuk jalur masuk didepan pintu rumah.

Gambar 8. Rumah Bujang Jew Suku Asmat

Jew disebut juga rumah bujang karena yang tinggal didalam


rumah tersebut adalah kaum laki-laki yang belum pernah menikah.
Rumah ini juga dapat digunakan untuk seluruh penduduk suku asmat
terutama laki-laki karena dianggap sebagi pimpinan keluarga. Biasanya
rumah ini digunakan juga untuk berkumpulnya para pemuka adat dan
pimpinan suku asmat untuk melakukan rapat desa maupun menentukan
strategi perang. (Ahmadibo, 2011).

12
L. Alat Musik Tifa
Seperti daerah-daerah di Indonesia lannya, papua juga memiliki
alat musik khas daerahnya. Tifa merupakan alat musik yang mirip
dengan gendang yang merupakan alat musik khas daerah Maluku dan
Papua. Menurut Ahmadibo, alat musik ini terbuat dari kayu yang di
lubangi tengahnya dengan penutup biasanya menggunakan kulit rusa.
Hal ini dimaksudkan untuk membuat bunyi-bunyian yang indah
(Ahmadibo, 2011).s

Gambar 9. Tifa Suku Asmat

Alat musik ini biasa digunakan untuk acara-acara tertentu seperti


upacara adat dan yang paling sering dalam tari-tarian peperangan.
Layaknya sebuah genderang, tifa digunakan untuk mengobarkan
semangat masyarakat saat akan melakukan perang. Beda dengan
genderang tifa biasanya digunakan untuk mengiringi tari-tarian yang
dilakukan sebelum perang.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Suku asmat merupaka suku terbesar di tanah papua. Mereka memiliki
berbagaimacam budaya yang unik dan menarik. Kehidupan adat yang sangat
kompleks menjadi sebuah hal yang menarik untuk selalu di pelajari.
Kehidupan sehari-hari suku asmat memang tidak bisa lepas dari akar budaya
mereka. Dimulai dari rumah, pakaian senjata bahkan proses pernikahan pun
terlihat sangat khas.
Adat istiadat suku Asmat mengakui dirinya sebagai anak dewa yang
berasal dari dunia mistik atau gaib yang lokasinya berada di mana mentari
tenggelam setiap sore hari. Mereka yakin bila nenek moyangnya pada jaman
dulu melakukan pendaratan di bumi di daerah pegunungan. Selain itu orang
suku Asmat juga percaya bila di wilayahnya terdapat tiga macam roh yang
masing-masing mempunyai sifat baik, jahat dan yang jahat namun mati.
Berdasarkan mitologi masyarakat Asmat berdiam di Teluk Flamingo, dewa
itu bernama Fumuripitis.
Kedekatan mereka dengan alam sangat tercermin dari tatacara
kehiidupan mereka. Pakaian mereka yang terbuat dari bahan-bahan yang ada
di alam. Ukiran-ukiran bahkan konsep tata cara hidup mereka juga
terinspirasi dari alam.

B. Saran
Mungkin inilah yamg diwacanakan pada penulisan kelompok ini
meskipun penulisan ini jauh dari sempurna minimal kita
mengimplementasikan tulisan ini. Masih banyak kesalahan penulisan
kelompok kami, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadibo. 2011. Budaya Suku Asmat.

Http://www.indonesiakaya.com/kanal/detail/budayasukuasmat (Kamis,
27 Januari 2022 : 17:00)

Enos Rumansa, Antropologi Papua. Volume 1 No.3 Tahun 2003

Garista. 2011. Sistem Kepercayaan Suku Asmat.

http://loita-kurrota-a.blog.ugm.ac.id/2011/11/09/sistem-kepercayaan-
suku- asmat/ (Rabu, 26 Januari 2022 : 15:28

Hanisa. 2011. Perkawinan Adat Suku Asmat, Bgu, dan Moi.

Http://www.anneahira.com/adat-suku-asmat.htm (Kamis 27
Januari 2022 : 14:00)

Puji Setriya. 2012. Mengenal Adat Suku Asmat.

Siti Nurbayani, Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Papua. 2014


(http://e- journal.uajy.ac.id/1247/2/1MIH01594.pdf)

15

Anda mungkin juga menyukai