Anda di halaman 1dari 4

SUKU ASMAT

I. Pengertian Suku Asmat


Suku Asmat adalah sebuah suku di Papua. Suku Asmat dikenal dengan hasil ukiran kayunya yang
unik. Populasi suku Asmat terbagi dua yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantai dan mereka yang tinggal
di bagian pedalaman. Kedua populasi ini saling berbeda satu sama lain dalam hal dialek, cara hidup,
struktur sosial dan ritual. Populasi pesisir pantai selanjutnya terbagi ke dalam dua bagian yaitu suku
Bisman yang berada di antara sungai Sinesty dan sungai Nin serta suku Simai.
Daerah kebudayaan suku bangsa Asmat adalah daerah pegunungan di bagian selatan Papua
(Irian). Suku bangsa Asmat terdiri dari Asmat Hilir dah Asmat Hulu. Asmat Hilir bertempat tinggal di
dataran rendah yang luas sepanjang pantai yang tertutup hutan rimbun, rawa dan sagu. Sedangkan suku
Asmat Hulu bertempat tinggal di daerah berbukit-bukit dengan padang rumput yang luas. Suku bangsa
Asmat menggunakan bahasa lokal yaitu bahasa Asmat.

II. Kondisi dan Letak Geografis


Letak Geografis Suku Asmat terdiri dari pantai selatan dan merupakan wilayah yang terisolasi di
Propinsi Irian Jaya. Papua terletak tepat di sebelah selatan garis khatulistiwa, namun kerana daerahnya
yang bergunung-gunung maka iklim di Papua sangat bervariasi melebihi daerah Indonesia lainnya. Di
daerah pesisiran barat dan utara beriklim tropika lembap dengan tadahan hujan rata-rata berjumlah
diantara 1.500 – 7.500 mm pertahun. Tadahan hujan tertinggi terjadi di pesisir pantai utara dan di
pegunungan tengah, sedangkan tadahan hujan terendah terjadi di pesisir pantai selatan. Suhu udara
bervariasi sejajar dengan bertambahnya ketinggian. Daerah ini memiliki luas sekitar 10.000 mil persegi dan
terdiri daria rawa dan hutan bakau.
Populasi suku Asmat:
1. Penduduk daerah pantai dan kepulauan dengan ciri-ciri umum rumah di atas tiang (rumah panggung)
dengan mata pencaharian menokok sagu dan menangkap ikan).
2. Penduduk daerah pedalaman yang hidup di daerah sungai, rawa danau dan lembah serta kaki gunung.
Umumnya mereka bermata pencaharian menangkap ikan, berburu dan mengumpulkan hasil hutan.
3. Penduduk daerah dataran tinggi dengan mata pencaharian berkebun dan berternak secara sederhana.

III. Sistem Religi Dan Kepercayaan


Masyarakat Suku Asmat beragama Katolik,Protestan,dan Animisme yakni suatu ajaran dan praktek
keseimbangan alam dan penyembahan kepada roh orang mati atau patung. Bagi Suku Asmat ulat sagu
merupakan bagian penting dari ritual mereka.Setiap ritual ini diadakan,dapat dipastikan,kalau banyak
sekali ulat yang dipergunakan.
Adat istiadat suku Asmat mengakui dirinya sebagai anak dewa yang berasal dari dunia mistik atau
gaib yang lokasinya berada di mana mentari tenggelam setiap sore hari. Mereka yakin bila nenek
moyangnya pada jaman dulu melakukan pendaratan di bumi di daerah pegunungan. Selain itu orang suku
Asmat juga percaya bila di wilayahnya terdapat tiga macam roh yang masing-masing mempunyai sifat
baik, jahat dan yang jahat namun mati. Berdasarkan mitologi masyarakat Asmat berdiam di Teluk
Flamingo, dewa itu bernama Fumuripitis. Orang Asmat yakin bahwa di lingkungan tempat tinggal manusia
juga diam berbagai macam roh yang mereka bagi dalam 3 golongan. Yaitu :
1. Yi – ow atau roh nenek moyang yang bersifat baik terutama bagi keturunannya.
2. Osbopan atau roh jahat dianggap penghuni beberapa jenis tertentu.
3. Dambin – Ow atau roh jahat yang mati konyol.
Kehidupan orang Asmat banyak diisi oleh upacara-upacara. Upacara besar menyangkut seluruh
komuniti desa yang selalu berkaitan dengan penghormatan roh nenek moyang seperti berikut ini :
o Mbismbu (pembuat tiang)
o Yentpokmbu (pembuatan dan pengukuhan rumah yew)
o Tsyimbu (pembuatan dan pengukuhan perahu lesung)
o Yamasy pokumbu (upacara perisai)
o Mbipokumbu (Upacara Topeng)
Suku ini percaya bahwa sebelum memasuki surga, arwah orang yang sudah meninggal akan
mengganggu manusia. Gangguan bisa berupa penyakit, bencana, bahkan peperangan. Maka, demi
menyelamatkan manusia serta menebus arwah, mereka yang masih hidup membuat patung dan
menggelar pesta seperti pesta patung bis (Bioskokombi), pesta topeng, pesta perahu, dan pesta ulat-ulat
sagu.
IV. Sistem Kekerabatan
Suku bangsa Asmat, dalam sistem kelerabatan mengenal 3 (tiga) bentuk keluarga, yaitu :
1. Keluarga Inti Monogamy dan Kandung Poligami
2. Keluarga Luas Uxorilokal : keluarga yang telah menikah berdiam di rumah keluarga dari pihak istri
3. Keluarga Ovunkulokal : keluarga yang sudah menikah bediam di rumah keluarga istri pihak ibu.
Di samping itu, orang-orang Asmat tinggal bersama dalam rumah panggung seluas 3 x 4 x 4 meter
yang disebut Tsyem. Ini juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan senjata dan peralatan berburu,
bercocok tanam, dan menangkap ikan. Suku bangsa Asmat mengenal rumah panggung Yew seluas 10 x 15
meter. Fungsinya sebagai rumah keramat dan untuk upacara keagamaan. Yew ini pada umumnya di
kelilingi oleh 10 – 15 tsyem dan rumah keluarga Luas.
Masyarakat Asmat mengenal sistem kemasyarakatan disebut Aipem. Pemimpin Aipem biasanya
mengambil prakarsa untuk menyelenggarakan musyawarah guna membicarakan suatu persoalan atau
pekerjaan. Syarat untuk dapat dipilih menjadi pemimpin Aipem yaitu harus orang-orang yang pandai
berkelahi, kuat dan bijaksana.

V. Sistem Mata Pencaharian Hidup


Pada masyarakat yang tingkat peradaban atau kebudayaan masih sederhana, mata
pencahariannya juga bersifat sederhana. Sistem mata pencaharian meliputi : berbur dan meramu,
bercocok tanam di ladang, bercocok tanam dengan irigasi, beternak dan mencari ikan. Beruburu dan
meramu merupakan bentuk mata pencaharian yang tertua dan terjadi di berbagai tempat di dunia. Untuk
meningkatkan hasil berburu biasanya dengan teknik tertentu missalnya dengan cara ilmu ghaib.
Di samping itu ada kebiasaan membagi hasil buruan kepada kerabat maupun tetangga. Sisanya
diproses dan dijual kepada msyarakat luar dan ke pasar-pasar. Bercocok tanam di ladang merupakan
bentuk bercocok tanam tanpa irigasi, tetapi lambat laun diganti dengan bercocok tanam menetap :
bercocok tanam di ladang terdapat di daerah rimba tropik terutama di Asia Tenggara.
Bercocok tanam dengan irigasi timbul di berbagai dunia yang terletak di perairan sungai besar,
karena tanahnya subur. Beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu masalah tanah, modal, tenaga kerja
dan masalah teknologi tentang irigasi, konsumsi, distribusi dan pemasaran. Berternak biasanya dilakukan
di daerah sabana, stepa dan gurun. Di Asia tengah memelihara kuda, unta kambing dan domba. Mencari
ikan juga merupakan mata pencaharian yang tua ini dilakukan manusia zaman purba yang hidup di dekat
sungai, danau atau laut.

VI. Sistem Peralatan dan Perlengkapan Hidup yang Dipakai Suku Asmat
Berdasarkan macam bahan mentahnya maka berupa alat-alat batu, tukang, kayu, bambu dan
logam. Menurut K.T Oakley dalam budaya berjudul ”Man The Tool Maker”, teknik pembuatan alat-alat
batu adalah dengan : pemukulan (Percussion Hacking), penekanan (Presure Feaking), pemecahan
(Chipping) dan penggilingan (Glinding).
a. Alat Produksi
Alat-alat produksi dalam masyarakat tradisional dibedakan menurut fungsi dan lapangan
pekerjaannya. Berdasarkan fungsinya, alat-alat produksi berupa alat potong, alat tusuk, alat menyalakan
api, alat pukul dan sebagainya. Berdasarkan lapangan pekerjaannya, alat-alat produksi berupa alat ikat,
alat tenun, alat pertanian, alat menangkap ikan, dan sebagainya.
b. Senjata
Senjata dalam kebudayaan tradisional dibedakan nmenurut fungsi dan pemakaiannya. Menurut
fungsinya dapat berupa alat potong, alat tusuk, senjata lepas. Sedang menurut pemakaiannya senjata
digunakan untuk berburu, berperang dan sebaginya.
c. Wadah
Dalam budaya masyarakat tradisional, wadah digunakan untuk menyimpan, menimbun dan membawa
barang. Berdasarkan bahan mentahnya wadah tersebut terbuat dari kayu, bambu, kulit kayu, tempurung
dan tanah liat. Ada pula yang terbuat dari serat-serat seperti keranjang. Selain tempat penyimpanan,
wadah digunakan untuk memasak atau membawa barang (transportasi)
d. Makanan
Makanan dilihat dari bahan mentahnya berupa sayur-sayuran dan daun-daunan, buah-buahan, biji-
bijian, daging, susu, ikan dan sebaginya.
e. Pakaian
Pekaian merupakan benda budaya yang sangat penting bagaimana tingkat kebudayaan masyarakat
tercermin dari cara pemilihan dan mengenakan pakaian. Pada masyarakat tradisional cara berpakaian
masih sangat sederhana. Dari bahan mentahnya, pekaian terbuat dari daun-daunan, seperti diikat dan
dicelup. Ditinjau dari fungsinya, pakaian tradisional dibagi menjadi 4 (empat) macam, yaitu :
1) Alat untuk melindungi tubuh dari pengaruh alam (panas dan dingin)
2) Lambang keunggulan
3) Simbol yang dianggap suci
4) Sebagai perhiasan
Pada masysarakat modern, fungsi pakaian sudah lebih komplek dan bervariasi. Selain keempat
fungsi tersebut, pakaian merupakan simbol dan status sosial budaya.
f. Rumah Adat
Rumah Tradisional Suku Asmat adalah Jeu dengan panjang sampai 25 meter.Sampai sekarang
masih dijumpai Rumah Tradisional ini jika kita berkunjung ke Asmat Pedalaman.Bahkan masih ada juga
diantara mereka yang membangun rumah tinggal diatas pohon.
Ada 3 (tiga) bentuk rumah, yaitu :
1) Rumah setengah dibawah tanah (semi sub-terranian dwelling)
2) Rumah di atas tanah (surface dwellings)
3) Rumah-rumah di atas tiang (Pile dwelling)
Dilihat dari pemakaiannya rumah sebagai tempat berlindung dibagi ke dalam rumah tadah angin,
tenda-tenda, rumah menetap. Rumah menetap dapat dibedakan menjadi : rumah tempat tingggal
keluarga kecil, rumah tempat tinggal keluarga besar, rumah-rumah suci, rumah-rumah pemujaan dan
sebagainya
g. Alat – alat transportasi
Alat-alat transportasi dengan segala jenis dan bentuknya merupakan unsur kebudayan. Sejak zaman
purba, manusia telah mengembangkan alat transportasi, walaupun sifatnya masih sederhana. Pada
masyarakat tradisional, alat-alat transportasi terpenting adalah rakit/sampan, perahu, kereta beroda, alat
seret dan binatang. Sejak dulu manusia telah menggunakan binatang sebagai alat transportasi. Di siberia
sejak dahulu orang telah menggunakan sapi, kerbau, keledai, dan gajah sebagai alat angkut. Asia Utara
dan Kanada Utara, rusa Reider dan anjing menjadi binatang transpotasi yang penting. Untuk mengangkut
barang menggunakan alat yang disebut Travois dan alat seret (sledge).

VII. Sistem Bahasa


Bahasa baik lisan, tulisan, maupun isyarat merupakan komponen kebudayaan. Dengan bahasa,
manusia dapat memberikan arti secara aktif pada suatu obyek materiil sehingga bahasa dapat merupakan
dasar kebudayaan. Manusia dapat berkomunikasi karena ada bahasa-bahasa yang digunakan sebagai alat
penghubung.
Pada masyarakat Asmat terdapat bahasa-bahasa yang oleh para ahli lingustik disebut kelompok
bahasa Language Of The Southern Division yaitu bahasa-bahasa bagian selatan Papua. Penggolongan
bahasa tersebut telah dipelajari oleh C. L. Voorhoeve (1965) dan masuk pada golongan filum bahasa-
bahasa Papua Non-Melanesia. Bahasa-bahasa tersebut digolongkan lagi berdasarkan wilayah orang Asmat
yaitu orang Asmat wilayah pantai atau hilir sungai dan Asmat hulu sungai.
Secara khusus, para ahli linguistik membagi bahasa-bahasa tersebut yaitu pembagian bahasa
Asmat hilir sungai menjadi bagian kelompok pantai barat laut atau pantai Flamingo seperti bahasa Kaniak,
Bisman, Simay, dan Becembub dan bagian kelompok Pantai Barat daya atau Kasuarina seperti misal
bahasa Batia dan Sapan. Pembagian bahasa Asmat hulu sungai menjadi bagian kelompok Keenok dan
Kaimok.
Untuk mengetahui bahasa masyarakat Asmat dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasi bahasa-
bahasa sedunia pada rumpun, subrumpun, keluarga, dan subkeluarga. Selain itu, upaya untuk
mengidentifikasi bahasa masyarakat Asmat dapat dilakukan dengan cara melihat aspek fonetik, fonologi,
sintaksis, morfologi dan semantik bahsa Asmat.
VIII. Sistem Kesenian
Suku bangsa Asmat memiliki bidang seni ukiran terutama ukir patung, topeng, perisai gaya seni patung
Asmat, meliputi :
1. Gaya A, Seni Asmat Hilir dan Hulu Sungai.
Patung-patung dengan gaya ini tersusun dari atas ke bawah menurut tata urut silsilah nenek moyangnya.
Contohnya, mbis yang dibuat jika masyarakat akan mengadakan balas dendam atas kematian nenek
moyang yang gugur dalam perang melawan musuh.
2. Gaya B, Seni Asmat Barat Laut.
Bentuk patung gaya ini lonjong agak melebar bagian bawahnya. Bagian kepala terpisah dari bagian lainnya
dan berbentuk kepala kura-kura atau ikan. Kadang ada gambar nenek moyang di bagian kepala, sedangkan
hiasan bagian badan berbentuk musang terbang, kotak, kepala burung tadung, ular, cacing, dan
sebagainya.
3. Gaya C, Seni Asmat Timur.
Gaya ini merupakan ciri khusus gaya ukir orang Asmat Timur. Perisai yang dibuat umumnya berukuran
sangat besar bahkan melebihi tinggi orang Asmat. Bagian atasnya tidak terpisah jelas dari bagian lain dan
sering dihiasi garis-garis hitam dan merah serta titik-titik putih.
4. Gaya D, Seni Asmat Daerah Sungai Brazza.
Perisai gaya D ini hampir sama besar dan tingginya dengan perisai gaya C, hanya bagian kepala terpisah
dari badannya. Morif yang sering digunakan aladalh hiasannya geometris seperti lingkaran, spiral, siku-siku
dan sebagainya. Kesenian yang berhubungan dengan upacara keagamaan atau penghormatan kepada roh
nenek moyang, yaitu :
1) Mbisu adalah pembuatan tiang mbis atau patung nenek moyang
2) Yentpojmbu, adlah pembuatan dan pengukuhan rumah Yew
3) Tsyembu, adalah pembuatan dan pengukuhan perahu lesung
4) Yamasy, adalah upacara perisai
5) Mbipokumbu, adalah upacara topeng

IX. Sistem Pengetahuan


Sistem pengetahuan dalam suatu kebudayaan meliputi pengetahuan tentang:
1. Alam sekitarnya
2. Alam flora dalam daerah tempat tinggalnya
3. Alam fauna dalam daerah tempat tinggalnya
4. Zat-zat bahan-bahan mentah dan benda-benda dalam lingkungan
5. Tubuh manusia
6. Sifat-sifat dan kelakuan sesama manusia
7. Ruang dan waktu
Pengetahuan tentang alam sekitarnya berupa pengetahuan tentang musim-musim, bintang-bintang,
dan tentang sifat-sifat dari gejala-gejala alam
Pengetahuan tentang alam flora merupakan salah satu pengetahuan dasar bagi kehidupan manusia
dalam masyarakat kecil, terutama mata pencaharian yaitu pertanian. Pengetahuan tentang fauna
merupakan pengetahuan dasar, suku-suku bangsa hidup dari berburu dan perikanan. Daging binatang
merupakan unsur penting dalam makanan.
Pengetahuan tentang ciri-ciri dan zat-zat bahan-bahan mentah, benda-benda sekelilingnya juga
penting bagi manusia karena tanpa itu manusia tidak mungkin dapatmempergunakan alat-alat hidup.
Pengetahuan tentang tubuh manusia dalam kebudayaan belum banyak dipengaruhi oleh ilmu kedokteran
modern.
Pengetahuan dan ilmu untuk menyembuhkan penyakit-penyakit dalam masyarakat pedesaan
dilakukan oleh para dukun dan tukang pijat. Manusia yang hidup dalam masyarakat perlu mengetahui
sesama manusia termasuk pengetahuan tentang sopan-santun bergaul, norma dan sebagainya.
Pengetahuan tentang ruang dan waktu meliputi sistem untuk menghitung, mengukur, menimbang,
untuk mengukur waktu misalnya dengan tanggalan.

Anda mungkin juga menyukai