Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MAKALAH

KEBERAGAMAN SUKU ASMAT DI PAPUA BARAT

PPKN

Kelas: IX.2

Disusun Oleh:

Kelompok 8

Anggota:

Cherina Asti Fadilah

Naurah Laila Naqiyah

Silvi Endang P

Rendi

Riki Kurniawan

SMPN 1 CARIU

TAHUN 2023/2024
A. Sejarah Suku Asmat

Suku Asmat adalah salah suku paling unik dari Papua yang masih eksis sampai sekarang.
Suku ini menjadi salah satu suku terbesar dan paling terkenal dari sekian banyak suku yang
mendiami Pulau Papua. Suku Asmat Bintuni dan Sentani berasal dari Pulau Papua, tepatnya
dari wilayah Asmat dan Jayapura.

Nama “Asmat” telah dikenal oleh dunia sejak tahun 1904. Sebelumnya, tercatat sebuah kapal
yang dinakhodai oleh James Cook mendarat di teluk daerah Asmat pada tahun 1770 silam.
Kemudian, muncul ratusan laki-laki berkulit gelap dari puluhan perahu lesung yang
menyerang beberapa anak buah dari James Cook.

Beberapa abad kemudian, tepatnya pada 10 Oktober 1904, terjadi peristiwa yang sama seperti
yang dialami oleh James Cook. Sebuah kapal SS Flamingo mendarat di teluk yang berada
dekat dengan pesisir barat daya Irian Jaya.

Mereka didatangi oleh pendayung perahu lesung berkulit hitam. Namun, tidak terjadi kontak
berdarah seperti yang dialami oleh anak buah James Cook sebelumnya. Justru, pada saat itu
terjadi komunikasi di antara dua belah pihak menggunakan bahasa isyarat. Komunikasi
tersebut membuat mereka berhasil melakukan pertukaran barang.

Sejak saat itu, orang-orang mulai berdatangan ke daerah yang saat itu dikenal dengan nama
Asmat. Orang-orang Asmat yang semi nomaden mengembara hingga keluar jauh dari
daerahnya. Hal ini menyebabkan peperangan dengan penduduk di daerah yang mereka
datangi.

Kini, nama Asmat telah melekat pada sebuah daerah di Provinsi Papua, yaitu Kabupaten
Asmat. Populasi masyarakat Asmat di Papua berjumlah paling banyak dibandingkan suku
lainnya. Oleh karena itu, masyarakat Asmat tidak hanya tinggal di satu wilayah saja,
melainkan menyebar ke berbagai penjuru di Papua, baik pesisir maupun pegunungan.

B. Letak Geografis Suku Asmat

Keunikan Suku Asmat berasal dari hasil ukiran, wilayah Asmat yang berdampingan langsung
dengan Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Yahukimo di Utara, Kabupaten Mappi dan Laut
Arafuru di Selatan, Kabupaten Mimika dan Laut Arafuru di bagian Barat, serta Kabupaten
Boven Digoel serta Kabupaten Mappi di bagian Timur.

Suku Asmat berasal dari daerah yang berbeda dengan daerah lain di Papua. Kaki Pegunungan
Jayawijaya tampak membentengi beberapa wilayah yang dulunya termasuk wilayah Kabupaten
Merauke. Di sisi lain, Laut Arafuru membentang di sepanjang garis pantai Asmat. Semua area
ini ditutupi oleh hutan hujan tropis yang hijau.

Karena wilayahnya berbatasan dengan Laut Arafuru dan dikelilingi kaki pegunungan
Jayawijaya, Kabupaten Asmat hanya bisa dijangkau dengan transportasi udara dan laut. Cara
tercepat untuk mencapai Asmat adalah dengan pesawat. Penerbangan ke Asmat sangat
bergantung dengan kondisi cuaca. Jadi, kita tidak akan menemukan akses darat yang
menghubungkan satu kabupaten dengan kabupaten lain di Asmat.

Kendaraan yang biasa digunakan masyarakat Suku Asmat berasal dari kendaran air seperti
speedboat atau long boat dengan mesin. Masih ada masyarakat setempat yang mengendarai kole-
kole (perahu kayu dengan dayung panjang) untuk pergi dari satu desa ke desa lain atau pergi ke
hutan untuk mencari sagu atau kayu gaharu.

C. Bahasa Yang Digunakan Oleh Suku Asmat

Masyarakat Suku Asmat menggunakan bahasa yang dibedakan berdasarkan pada tempat
tinggalnya, yaitu di hilir dan di hulu sungai.

Bahkan para ahli bahasa membagi bahasa suku ini berdasarkan sub kelompok Pantai Flamingo
(sebelah barat laut) dan Pantai Kasuarina (sebelah barat daya).

1. Sub Kelompok dari Pantai Flamingo atau Sebelah Barat Laut


Bahasa yang digunakan:

 Bisman
 Kaniak
 Becembub
 Simay
2. Sub Kelompok dari Pantai Kasuarina atau sebelah Barat Daya
Bahasa yang digunakan:

 Batin
 Sapan

D. Sistem Kesenian Suku Asmat


Suku bangsa Asmat memiliki bidang seni ukiranterutama ukir patung, topeng, perisai gaya seni
patung Asmat, meliputi:
1. Gaya A, Seni Asmat Hilir dan Hulu Sungai. Patung-patung dengan gaya ini tersusun dari
atas ke bawah menuruut tata urut silsilah nenek moyangnya. Contohnya, mbis yang
dibuat jika masyarakat akan mengadakan balas dendam atas kematian nenek moyang
yang gugur dalam perang melawan musuh.
2. Gaya B, Seni Asmat Barat Laut. Bentuk patung gaya ini lonjong melebar bagian
bawahnya. Bagian kepala terpisah dari bagian lainnya dan berbentuk kepala kura-kura
atau ikan. Kadang ada gambar nenek moyang dibagian kepala, sedangkan hiasan bagian
badan berbentuk musang terbang, kotak, kepala burung tadung, ular, cacing dan
sebagainya.
3. Gaya C, Seni Asmat Timur. Gaya ini merupakan ciri khusus gaya ukir prang Asmat
Timur. Perisai yang dibuat umumnya berukuran sangat besar bahkan melebihi tinggi
orang Asmat. Bagian atasnya tidak terpisah jelas dari bagian lain dan sering dihiasi garis-
garis hitam dan merah serta titik-titik putih.
4. Gaya D, Seni Asmat Daerah Sungai Brazza. Perisai Gaya D ini hamper sama besar dan
tingginya dengan perisai C, hanya bagian kepala terpisah dri badannya. Motif yang sering
digunakan adalah hiasannya geometris seperti lingkaran, spiral, siku-siku dan sebagainya.
Kesenian yang berhubungan dengan upacara keagamaan atau penghormatan kepada roh
nenek moyang, yaitu:
1) Mbisu adalah pembuatan tiang mbis atau patung nenek moyang
2) Yentpojmbu, adalah pembuatan dan pengukuhan rumah Jew
3) Tsyembu, adalah pembuatan dan pengukuhan perahu lesung
4) Yamasy, adalah upacara perisai
5) Mbipokumbu, adalah upacara topeng

E. Rumah Adat Suku Asmat


1) Jew

Rumah Jew atau dikenal sebagai Rumah Bujang merupakan salah satu rumah adat yang berasal
dari Suku Asmat, khususnya dari ibu kota provinsi Papua yaitu Agats. Rumah Jew yang memiliki
beberapa nama lain yaitu Je, Jeu, Yeu, atau Yai ini merupakan rumah panggung berbentuk
persegi panjang yang terbuat dari kayu dan dinding beserta atapnya terbuat dari daun pohon sagu
atau pohon nipah yang telah dianyam. Hal unik yang terdapat dalam Rumah Jew ini adalah sama
sekali tidak menggunakan paku melainkan menggunakan akar rotan sebagai penghubung.
Disebut sebagai Rumah Bujang karena dalam rumah inilah tempat berkumpulnya laki-laki yang
belum berkeluarga atau yang masih berstatus bujang. Anak-anak dibawah umur 10 tahun, wanita
tidak perbolehkan masuk kedalam Rumah Jew ini.
b) Ciri-ciri Rumah Jew
Rumah panggung bujang ini dibangun benar-benar menggunakan bahan-bahan alami yang
didapatkan dari hasil alam sekitar kampung sesuai dengan kepercayaan adat Asmat bahwa
leluhur mereka dan alam sekitar telah bersinergi untuk menyediakan kebutuhan mereka. Kayu
yang digunakan untuk membangun sebuah Rumah Jew menggunakan kayu besi yang kuat serta
tahan terhadap air terutama air laut karena lokasi geografis suku Asmat yang terletak disekitar
pesisir laut dan sekitar rawa-rawa. Rumah Jew juga selalu didirikan menghadap ke arah sungai
tepatnya di pinggir sungai terutama di daerah kelokan sungai dengan tiang penyangga utama
rumah diukir dengan ukiran motif Asmat. Alasan dibangunnya Rumah Jew di kelokan sungai
karena zaman dahulu sering terjadi peperangan antar etnis suku Asmat. Dengan dibangun
dipinggir sungai terutama di daerah kelokan sungai akan memudahkan penghuni Rumah Jew
tersebut mengetahui keberadaan serangan musuh. Walau zaman sekarang sudah tidak terjadi
peperangan maupun pengayauan antar etnis suku Asmat.
Jumlah pintu Rumah Jew sama dengan jumlah tungku api dan patung Mbis (patung
leluhur Asmat) yang juga mencerminkan jumlah keluarga atau Tysem pada rumpun
suku Asmat yang tinggal disekitar Rumah Jew tersebut. Patung mbis menurut keyakinan
suku Asmat adalah patung untuk mengusir pengaruh jahat terhadap para bujang didalam rumah
tersebut. Selain itu, terdapat ciri-ciri khusus Rumah Jew lainnya, seperti:

 Luas bangunan Rumah Jew umumnya adalah 10 x 15 meter.


 Rumah Jew bahkan bisa mencapai ukuran 30 - 60 meter dengan lebar 10 meter.
 Terdapat 2 buah pintu yang terletak di depan dan belakang rumah
 Atap rumah yang terbuat dari daun nipah atau daun sagu yang dianyam sedemikian rupa.
 Tiang penyangganya terbuat dari kayu besi setinggi 2,5 meter dan diukir dengan motif ukiran
suku Asmat
 Lantai Rumah Jew biasanya terbuat dari bahan yang sama dengan bahan atap yaitu daun
sagu.
 Dinding rumah terbuat dari batang sagu yang dianyam secara vertikal dan diikat dengan akar
rotan.
 Untuk Dinding, atap, dan lantainya selalu diganti 5 tahun sekali.
 Rumah Jew biasanya didirikan disekitar rumah-rumah keluarga kecil yang biasa disebut
dengan Cem atau Tysem.
2. Rumah Tysem

Jika rumah adat Yahudi hanya digunakan atau penempatan oleh kaum lelaki alias bujang,
berbeda dengan rumah adat Tsyem yang digunakan atau penempatan oleh keluarga. Rumah ini
memang menjadi tempat tinggal penduduk Asmat yang sudah berkeluarga saja.

Dalam membangun rumah Tsyem ini harus menggunakan material bahan yang sama dengan
material yang digunakan pada rumah bujang. Bahan-bahannya natural atau alami dan tidak
memakai paku sama sekali. Rumah adat Tsyem ini dibangun di sekitar rumah bujang dan
ukurannya lebih kecil. Ukuran dan luas rumahnya hanya sekitar 3x4x4 m saja.

Namun jumlah rumah ini bisa lebih banyak karena ukurannya memang kecil. Bahan dasar
utamanya adalah kayu untuk bagian dinding. Sedangkan bagian atap menggunakan bahan daun
nipah yang sudah dianyam terlebih dahulu. Untuk merekatkan bagian yang satu dengan yang
lainnya pada rumah ini adalah dengan menggunakan rotan atau akar, sehingga tidak perlu paku
dalam pembangunan rumah Tsyem tersebut.

a) Fungsi

Fungsi dari rumah adat Tsyem ini agak berbeda dari rumah bujang atau Yahudi. Rumah ini
adalah rumah yang dihuni oleh satu keluarga.Maka tak ada fungsi yang bersifat sakral karena
segala jenis kegiatan atau acara tradisional, dan acara yang berkaitan dengan adat dan budaya
Suku Asmat sudah diselenggarakan di rumah bujang.

b) Ketentuan Rumah Tysem

Satu hal yang membedakan antara rumah Yahudi dan rumah Tsyem adalah ketentuan dari
penghuninya sendiri.Misalnya rumah bujang hanya berlaku untuk para bujang saja sedangkan
rumah Tsyem diperuntukkan keluarga.
Secara umum rumah Tsyem ini cocok untuk 2-3 pasang keluarga, yang meliputi 2 keluarga
junior dan 1 keluarga inti.Sedangkan untuk jumlah anggota keluarga inti masyarakat dari Suku
Asmat terdiri dari 4-5 orang atau bisa juga mencapai 8-10 orang.

F. Sistem Kepercayaan Suku Asmat


Suku Asmat merupakan suku yang menganut kepercayaaan animisme yaitu suatu ajaran dan
praktek keseimbangan alam dan penyembahan kepada roh orang mati atau patung, sampai
dengan masuknya Misionaris pembawa ajaran baru, maka mereka mulai mengenal agama lain
selain agama yang berasal dari nenek moyang mereka. Masyarakat suku asmat sekarang ini telah
menganut berbagai agama antara lain adalah Protestan, Katholik, bahkan agama Islam telah
masuk didalam mayarakat tersebut.
G. Sistem Kekerabatan Suku Asmat

Suku bangsa Asmat, dalam sistem kekerabatan mengenal tiga bentuk keluarga, antara lain
sebagai berikut :

1. Keluarga inti monogami dan kandung poligami


2. Keluarga luas Uxorilokal
Keluarga yang telah menikah, dan kemudian tinggal dirumah keluarga dari pihak istri.

3. Keluarga Avunkulokal
Keluarga yang sudah menikah dan tinggal di rumah keluarga istri dari pihak ibu.

Orang-orang suku Asmat sendiri tinggal secara bersamaan dalam suatu rumah panggung dengan
dengan luas 3x4x4 meter yang disebut dengan “ Tsyem. Rumah ini juga berfungsi sebagai
tempat untuk penyimpanan senjata dan peralatan berburu, bercocok tanam, dan menangkap ikan.
Suku bangsa Asmat mengenal rumah panggung yewini seluas 10×15 meter. Dan funsi rumah
tersebut sebagai keramat dan untuk upacara keagamaan. Yewini pada umumnya dikelilingi oleh
10×15 tsyem dan rumah keluarga luas. Masyarakat suku Asmat mengenal sistem
kemasyarakatan yang disebut sebagai Aipem. Pemimin Aipem biasanya mengambil prakarsa
untuk menyelenggarakan musyarawarah yang diharapkan untuk membicarakan suatu persoalan,
masalah bahkan pekerjaan. Syarat untuk dapat menjadi pemimpin Aipem yaitu harus orang-
orang yang pandai berkelahi, kuat,dan juga bijaksana.

Kehidupan suku Asmat dulunya adalah semi nomad, namun sekarang ini sudah ditinggalkan.
Mereka tinggal di pegunungan yang saling berjauhan karena adanya perasaan takut diserang oleh
musuh. Rumah Bujang merupakan tempat semua kegiatan desa dan upacara adat terpusat.

Dasar organisasi sosial masyarakat suku bangsa Asmat adalah keluarga inti monogami kadang-
kadang poligini. Sebagai wujud budaya, suku Asmat mengenal istilah sistem clan. Clan
merupakan wujud budaya Asmat yang telah mereka lakukan. Dengan prinsip pernikahan yang
mengharuskan orang mencari jodoh diluar lingkungan sosialnya, seperti diluar lingkungan
kerabat, golongan sosial, dan lingkungan pemukiman (adat eksogami clan). Garis keturunan
ditarik secara patrlineal (garis keturunan pria), dengan adat menetap sesudah menikah yang
virilokal. Adat Virilokal adalah yang menentukan bahwa sepasang suami-istri diharuskan
menetap di sekitar pusat kediaman kaum kerabat suami. Dalam masyarakat suku Asmat terjadi
juga sistem pernikahan poligini yang disebabkan adanya pernikahan levirat. Pernikahan levirat
adalah pernikahan antara seorang janda dengan saudara kandung bekas suaminya yang telah
meninggal dunia berdasarkan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Pernikahan seorang anak dalam suku Asmat biasanya diatur oleh kedua orang tua kedua belah
pihak tanpa diketahui oleh sang anak. Peminangan biasanya dilakukan oleh pihak kerabat
perempuan. Namun, dalam hal pencarian jodoh, mereka juga mengenal kawin lari, yang artinya
seorang laki – laki melarikan gadis yang di senanginya. Kawin ini berakhir dengan pertikaian
dan pembunuhan. Perkawinan dalam masyarakat Asmat sebanyak lebih dari 25% adalah
poligini.

H. Sistem Ekonomi Suku Asmat


Mata pencaharian masyarakat Asmat antara lain meramu sagu dan berburu binatang (babi hutan).
Masyarakat Asmat yang tinggal di daerah hulu menanam pohon pada kebun-kebun mereka.
Pemerintah Indonesia memerhatikan pendidikan suku bangsa Asmat, yaitu melakukan kerja
sama dengan organisasi penyiaran agama Katolik di Belanda dan Amerika. Selain itu, untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat Asmat, sagu dimanfaatkan sebagai komoditas ekspor.
I. Pakaian Adat Suku Asmat
Pakaian adat Suku Asmat yakni Rumbai-rumbai. kaum pria memakai hiasan kepala, rompi,
celana rumbai, dan hiasan kalung berupa gigi, tulang hewan, dan kerang.
Sementara wanitanya memakai tutup kepala yang dihiasi bulu cendrawasih, pakaian berumbai,
dan rok berumbai. Tidak lupa memakai kalung dari kerang, gigi binatang dan hiasan kaki.

J. Masakan Suku Asmat


1) Sate Ulat Sagu
Hidangan khas Suku Asmat yang akan kita bahas pertama ini memang sangat terkenal di Papua,
dan menjadi hidagan kesukaan Suku Asmat. Namun memang kebanyakan orang mengatakan jika
Ulat Sagu salah satu makanan yang megeliat, bikin geli, dan menjijikan. Namun, Sate Ulat
Sagu ini ternyata memiliki banyak sekali manfaat untuk tubuh, dan ulat sagu ini memiliki kadar
kolestrol yang rendah. Untuk rasa dari Sate Ulat Sagu ini manis, asin, dan tektur dari Sate Ulat
Sagu ini memang gurih pada bagian luarnya, namun pada bagian dalam Sate Ulat Sagu ini terasa
sangat lembut. Selain memiliki rasa yang sehat, dan kandungan kolestrol yang rendah Sate Ulat
Sagu ini tenyata memiliki manfaat lain. Diantaranya memiliki kandungan asam aspartat, asam
glutamat, lisin, methionin, dan tirosin. Karena makanan ini menjadi salah satu makanan khas
Suku Asmat, dan termasuk makanan kesukaan diberbagai daerah yang ada di Papua.
2) Ikan Bungkus

Ikan Bungkus yang menjadi salah satu hidangan khas Suku Asmat yang memiliki rasa gurih
yang sempurna. Memang sekilas Ikan Bungkus ini mirip sekali dengan pepes ikan, dan yang
membuat ikan bungkus ini berbeda dari pepes ikan ialah bungkus daunnya, jika ikan bungkus ini
menggunakan daun alas, tentunya sangat berbeda dengan pepes ikan biasanya yang
menggunakan daun pisang. Hal ini tentunya memiliki maksud yaitu agar aroma dari ikan
bungkus ini terasa sangat menggiurkan, dan rempah-rempah pada sajian ikan bungkus ini sangat
kaya akan rempah. jadi biasanya ikan bungkus yang sudah dibumbui, dan dibungkus daun alas
ini akan dipanggang diapi yang kecil sehingga ikan bungkus ini akan matang dengan sempurna.
3) Sagu Lempeng

Kue yang satu ini memang memiliki bentuk yang terlihat sederhana, namun camilan yang satu
ini menjadi salah satu kuliner kesukaan Suku Asmat, dan camilan yang satu ini terbuat dari
tepung sagu yang akan dibuat adonan lalu dimasukan kedalam cetakan besi. setelah matang
dicetakan besi ini Sagu Lempeng akan menjadi gepeng, dan berwarna kecokelatan. Untuk rasa
tidak perlu ditanya Sagu Lempeng ini sangat gurih, dan rasanya ada manis sedikit. biasanya
orang Papua akan memakan Sagu Lempeng ini dengan cara dicelup dengan kopi yang panas
sehingga membuat Sagu Lempeng ini tekturnya tidak keras, dan Sagu Lempeng ini memang
menjadi salah satu makanan tradisional yang sangat populer di Papua.
4) Aunu Sanabre

Aunu Senebre ini adalah teri putih yang dimakan bersama papeda, dan Aunu Senebre ini menjadi
salah satu hidangan kesukaan Suku Asmat saat pagi, siang, ataupun malam hari. Jadi untuk kamu
yang penasaran dengan rasa Aunu Senebre yang terdiri dari ikan teri, dan papeda yang lembut ini
wajib banget cobain Aunu Senebre. Namun Aunu Senebre ini masih susah ditemukan dibeberapa
daerah di Papua, dan kalian hanya bisa menemukan Aunu Senebre ini diarea Suku Asmat tinggal
dibagian Pedalaman ataupun Pesisir Pantai. Dengan memakan Aunu Senebre ini tentunya kalian
lebih tau banyak tentang budaya, dan suku Asmat lebih banyak. Karena hanya suku Asmat yang
bisa mengolah Aunu Senebre dengan benar, dan enak.
5) Papeda

Papeda menjadi salah satu sajian yang sangat populer di Indonesia menjadi salah satu makanan
khas Papua. Jadi Papeda ini memiliki rasa yang tawar, dan biasanya Papeda akan dimakan
menggunakan ikan bakar atau beraneka lauk. Jadi seakan-akan Papeda yang lembut ini menjadi
pengganti nasi bagi Suku Asmat, dan orang Papua. Namun yang harus kalian tau untuk memakan
Papeda ini tidak menggunakan garpu ataupun sendok. Jadi biasanya akan menggunakan alat
yang bernama Gata-gata, dan dari gata-gata memang sekilas mirip dengan sumpit namun
ukurannya memang lebih besar dari sumpit. Untuk mengambil Papeda pun harusd di gulung-
gulung agar menggumpal, dan setelah menggumpal Papeda bisa dimasukan dipiring lalu
dimakan bersama lauk serta sayuran.

Anda mungkin juga menyukai