PENDAHULUAN
Suku Asmat adalah nama dari sebuah suku terbesar dan paling terkenal
diantara sekian banyak suku yang ada di Papua, Irian Jaya, Indonesia. Salah satu hal
yang membuat suku asmat cukup dikenal adalah hasil ukiran kayu tradisional yang
sangat khas. Beberapa ornamen / motif yang seringkali digunakan dan menjadi tema
utama dalam proses pemahatan patung yang dilakukan oleh penduduk suku asmat
adalah mengambil tema nenek moyang dari suku mereka, yang biasa disebut mbis.
Namun tak berhenti sampai disitu, seringkali juga ditemui ornamen / motif lain yang
menyerupai perahu atau wuramon, yang mereka percayai sebagai simbol perahu
arwah yang membawa nenek moyang mereka di alam kematian. Bagi penduduk asli
suku asmat, seni ukir kayu lebih merupakan sebuah perwujudan dari cara mereka
dalam melakukan ritual untuk mengenang arwah para leluhurnya. Ada banyak
pertentangan di antara desa asmat. yang paling mengerikan adalah cara yang dipakai
suku asmat membunuh musuhnya. ketika musuh bunuh, mayatnya dibawa
kekampung, kemudian dipotong dan dibagikan kepada seluruh penduduk untuk
memakan bersama. mereka menyanyikan lagu kematian dan memenggal kepalanya.
otaknya dibunngkus daun sago dan dipanggang kemudian dimakan. sekarang
biasanya di satu kampung dihuni kira-kira 100 sampai 1000 orang. setiap kampung
punya satu rumah bujang dan banyak rumah keluarga. rumah bujang dipakai untuk
upacara adat dan upacara keagamaan. rumah keluarga dihuni oleh dua sampai tiga
keluarga, yang mempunyai kamar mandi dan dapur sendiri. Suku asmat meiliki cara
yang sangat sederhana untuk merias diri mereka. mereka hanya membutuhkan tanah
merah untuk menghasilkan warna merah. untuk menghasilkan warna putih mereka
membuatnya dari kulit kerang yang sudah dihaluskan.
Sedangkan warnah hitam mereka hasilkan dari arang kayu yang dihaluskan.
cara menggunakan pun cukup simpel, hanya dengan mencampur bahan tersebut
dengan sedikit air, pewarna itu sudah bisa digunkan untuk mewarnai tubuh. selain
budaya, penduduk kampung syuru juga amat piawai membuat ukiran seperti suku
asmat umumnya. Ukiran bagi suku asmat bisa menjadi penghubung antara kehidupan
masa kini dengan kehidupan leluhur. di setiap ukiran bersemayam citra dan
penghargaan atas nenek moyang mereka yang sarat dengan kebesaran suku asmat.
Patung dan ukiran umumnya mereka buat tanpa sketsa. bagi suku asmat kala menukir
patung adalah saat di mana mereka berkomunikasi dengan leluhur yag ada di alam
lain. Itu dimungkinkan karena mereka mengenal tiga konsep dunia : Amat ow capinmi
(alam kehidupan sekarang), Dampu ow campinmi (alam pesinggahan roh yang sudah
meninggal), dan Safar (surga). Percaya sebelum memasuki surga, arwah orang sudah
meninggal akan mengganggu manusia. Gangguan bisa berupa penyakit, bencana
bahkan peperangan. Maka, demi menyelamatkan manusia serta menebus arwah,
mereka yang masih hidup membuat patung dan mengelar pesta seperti pesta patung
bis (Bioskokombi), pesta topeng, pesta perahu, dan pesta ulat ulat sagu. Konon patung
bis adalah bentuk patung yang paling sakral. Namun kini membuat patung bagi suku
asmat tidak sekadar memenuhi panggilan tradisi. sebab hasil ukiran itu juga mereka
jual kepada orang asing di saat pesta ukiran. mereka tahu hasil ukiran tangan dihargai
tinggi antara Rp. 100 ribu hingga jutaan rupiah diluar papua. Hal di atas adalah sedikit
uraian mengenai suku Asmat agar kita memiliki gambaran tentang suku tersebut.
Adat istiadat suku Asmat mengakui dirinya sebagai anak dewa yang berasal
dari dunia mistik atau gaib yang lokasinya berada di mana mentari tenggelam setiap
sore hari. Mereka yakin bila nenek moyangnya pada jaman dulu melakukan
pendaratan di bumi di daerah pegunungan. Selain itu orang suku Asmat juga percaya
bila di wilayahnya terdapat tiga macam roh yang masing-masing mempunyai sifat
baik, jahat dan yang jahat namun mati. Berdasarkan mitologi masyarakat Asmat
berdiam di Teluk Flamingo, dewa itu bernama Fumuripitis. Orang Asmat yakin bahwa
di lingkungan tempat tinggal manusia juga diam berbagai macam roh yang mereka
bagi dalam 3 golongan, yaiu :
Yi ow atau roh nenek moyang yang bersifat baik terutama bagi keturunannya.
Osbopan atau roh jahat dianggap penghuni beberapa jenis tertentu.
Dambin Ow atau roh jahat yang mati konyol. Kehidupan orang Asmat banyak diisi
oleh upacara-upacara. Upacara besar menyangkut seluruh komuniti desa yang selalu
berkaitan dengan penghormatan roh nenek moyang seperti berikut ini :
Suku ini percaya bahwa sebelum memasuki surga, arwah orang yang sudah
meninggal akan mengganggu manusia. Gangguan bisa berupa penyakit, bencana,
bahkan peperangan. Maka, demi menyelamatkan manusia serta menebus arwah,
mereka yang masih hidup membuat patung dan menggelar pesta seperti pesta patung
bis (Bioskokombi), pesta topeng, pesta perahu, dan pesta ulat-ulat sagu.
2.3 Ciri ciri dan adat istiadat suku asmat
Suku asmat adalah suatu suku yang mendiami salah satu wilayah di Papua
yang terkenal dalam menciptakan ukiran-ukiran kayu yang unik. Ternyata tidak hanya
itu saja keunikan dan hal yang menarik dari suku Asmat, masih ada banyak hal lain
yang bisa dipelajari dari suku Asmat ini
Kelahiran
Pada saat ada kelahiran, tidak ada hal yang khusus seperti pada umumnya suku lain.
Bayi yang baru lahir hanya dibersihkan lali tali pusarnya dipotong dengan bambu
yang disebut dengan sembilu.
Pernikahan
Dalam upacara pernikahan, ritual yang dilakukan sangat sederhana. Seorang pria suku
Asmat yang ingin menikahi seorang wanita harus "membelinya" dengan menawarkan
mas kawin berupa piring antik dan uang yang nilainya disamakan dengan perahu
Johnson. Perahu ini biasanya digunakan untuk melaut. Jika seorang pria memberikan
mas kawin yang kurang dari harga kapal Johnson, maka ia masih boleh menikah,
hanya saja harus tetap membayar sisa hutang mas kawin tersebut.
Kematian
Ritual adat kematian suku Asmat bisa jadi akan membuat orang kebanyakan bergidik
jika yang meninggal adalah kepala suku. Mayat kepala suku akan dimumikan dan
dipajang di depan rumah adat. Namun jika masyarakat biasa yang meninggal akan
dikuburkan seperti biasa. Upacara kematian diiringi dengan tangisan dan nyanyian
dalam bahasa Asmat. Dahulu, salah satu anggota keluarga orang yang meninggal akan
dipotong satu ruas jarinya. Namun saat ini kebiasaan tersebut sudah mulai
ditinggalkan.
Sistem pemerintahan
Suku Asmat memiliki satu kepala suku dan kepala adat yang sangat dihormati. Akan
segala tugas kepala suku harus sesuai dengan kesepakatan masyarakat, sehingga
hubungan antara kepala suku dengan masyarakat cukup harmonis. Jika kepala suku
meninggal dunia, maka kepemimpinan diserahkan pada marga keluarga lain yang
dihormati oleh warga. Kepemimpinan juga bisa diserahkan kepada orang yang
berhasil mendapatkan kemenangan dalam perang.
Peperangan
Suku Asmat memakai senjata berupa busur dan panah. Di masa lalu ada suatu
kesepakatan bahwa musuh yang sudah mati akan dibawa ke kampung oleh pemenang
perang lalu mayatnya akan dipotong dan dimakan bersama-sama. Kepalanya akan
dijadikan hiasan. Suku Asmat percaya bahwa kekuatan mereka akan bertambah jika
memakan daging musuh. Namun saat ini praktek tersebut sudah tidak ada lagi. Itulah
beberapa gambaran mengenai suku Asmat yang mendiami wilayah Papua, sebenarnya
masih banyak data-data yang dimiliki suku Asmat. Namun makalah ini dibatasi hanya
sampai pada hukum adatnya saja, mungkin tadi ada beberapa data lain yang mungkin
bisa mendukung rangkaian kalimat dari makalah ini.
BAB III
KASUS
Peperangan
Suku Asmat memakai senjata berupa busur dan panah. Dimasalalu ada suatu
kesepakatan bahwa musuh yang sudah mati akan dibawa ke kampong oleh
pemenangnya, lalu mayatnya akan dipotong dan dimakan bersama-sama. Kepalanya
akan dijadika hiasan. Suku Asmat percaya bahwa kekuatan mereka akan bertambah
jika memakan daging musuh. Namun saat ini praktek tersebut tidak ada lagi.
BAB IV
ANALISA KASUS
Dalam hukum pidana kasus yang terjadi dalam peperangan Suku Asmat bias
dikenakan pasal 340 KUHP jo. 314 KUHP dengan pidana minimal 15 tahun penjara
dan maksimal hukuman mati. Akan tetapi dalam perjanjian perang di Suku Asmat jika
musuh kalah dalam peperangan, mayatnya akan dibawa dan dipotong-potong lalu
dibagikan kepada masyarakat setempat untuk dikonsumsi. Itu sudah menjadi
kesepakatan awal sebelum terjadi perang, jadi pemahaman kami bahwa kasus yang
terjadi tidak dimasukkan dalam hokum positif, karena sudah ada kesepakatan dari dua
belah pihak.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Beragam sekali budaya dan hukum kebiasaan yang dimiliki oleh kelompok-kelompok
suku yang ada di Indonesia. Itu semua merupakan budaya daerah dan sekaligus
budaya serta hukum kebiasaan milik nasional yang jelas dilestarikan. Salah satunya
suku Asmat, Suku Asmat merupakan suku yang mendiami wilayah Papua. Suku
Asmat memiliki beberapa budaya dan hukum adat dari berbagai segi kehidupan,
anatara lain : mengenai kelahiran, peperangan, kematian, sistem pemerintahan, dan
sistem kepercayaan. Misalnya dari sistem kepercayaan, masyarakat suku Asmat masih
menganut sistem animisme dan dinamisme. Namun setelah masuknya kelompok asing
sperti kelompok misionaris, sekarang masyarakat suku Asmat banyak juga yang
menganut agama islam dan kristen