Anda di halaman 1dari 8

makalah paragraf dan wacana

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Bahasa merupakan suatu hal yang tidak bisa terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bahasa selalu berkaitan dengan setiap aktifitas kita. Selain sebgaia alat komunikasi, bahasa
merupakan media penyampai informasi. Secara tidak sadar kita sudah melakukan fungsi itu.
Ketika kita berdialog dengan tetangga, dengan kawan, dengan penjual sayur, dan sebagainya.
Bahkan ketika kita membaca sebuah pengumuman di pinggir jalan, membaca surat kabar pagi,
mendengarkan informasi dari televisi, maupun radio.

Bahasa, mulai dari unit gramatikal terkecil, yaitu kata, kalimat, paragraf, wacana,
semuanya mempunyai kesinambungan yang tidak dapat terpisahkan. Dari mulai unsur kata,
hingga wacana yang merupakan unit gramatikal terbesar dari bahasa, mempunyai sebuah maksud
yang ingin disampaikan kepada pembaca. Wacana yang merupakan gramatikal terbesar
mempunyai peran untuk menyampaikan maksud secara rinci dan jelas kepada pembaca. Untuk
itu pada kesempatan kali ini penulis ingin memaparkan tentang paragrafsebagai unsur
pembentuk wacana.

B. Rumusan masalah
1. Apakah pengertian wacana?
2. Bagaimana paragraf sebagai unsur pembentuk wacana?
3. Apa saja jenis-jenis dari wacana?
BAB II
PEMBAHASAN

Pada bab-bab terdahulu telah diungkapkan apakah itu kata, kalimat, paragraf serta jenis-
jenis dan syarat-syarat paragraf yang baik. Wacana terdiri atas berbagai paragraf yang
mempunyai koherensi dan kohesi. Sebuah paragraf yang saling tidak memiliki koherensi maka
tidak bisa disebut sebagai wacana. Wacana menurut beberapa ahli mempunyai pengertian yang
berbeda-beda. Namun esensinya tetap sama.
A. Pengertian wacana
beberapa tokoh bahasa dan ilmuwan bahasa memiliki pengertian tersendiri
tentangwacana. Berikut ini pemeparan pengertian wacana menurut beberapa tokoh dan literatur :
1. Menurut buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, wacana adalah rentetan kalimat yang
berkaitan yang menghubungkan proposisi satu dengan proposisi yang lain membentuk kesatuan
yang dinamakan wacana[1].
2. wacana adalah unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat[2]
3. Wacana menurut Kridalaksana dalam Kamus Linguistik Edisi Ketiga (1993: 231) adalah satuan
bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau
terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri
ensiklopedia, dsb)[3]
4. Aminudin mengemukanan wacana adalah kesuluruhan unsur-unsur yang membangun
perwujudan paparan bahasa dalam peristiwa komunikasi[4]
5. Edmonson di dalam spoken Discourse: A model jor Analysism(1981), wacana adalah satu
peristiwa yang terstruktur diwujudkan di dalam perilaku linguistik (bahasa) atau yang lainnya[5]
6. Menurut Abdul Chaer Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap, sehingga dalam hierarki
gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar
7. Soeseno Kartomihardjo menyatakan bahwa analisis wacana merupakan cabang ilmu bahasa
yang dikembangkan untuk menganalisis suatu unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat dan
lazim disebut wacana. Unit yang dimaksud dapat berupa paragraf, teks bacaan, undangan,
percakapan, cerpen, dan sebagainya
8. Renkema mengemukakan studi wacana adalah disiplin ilmu yang ditekuni untuk mencari
hubungan antara bentuk dan fungsi di dalam komunikasi verbal. Studi wacana merupakan
disiplin ilmu linguistik yang bertujuan menyelidiki bukan saja hubungan antara bentuk dan
makna, melainkan juga keterkaitan antara bentuk dan fungsi bahasa di dalam komunikasi yang
menggunakan bahasa sebagai sarananya.
9. B.H. Hoed mengatakan wacana adalah suatu bangun teoritis yang bersifat abstrak. Wacana
dikaji sebagai bangun teoritis yang memperlihatkan hubungan antara satu proposisi atau
sejumlah proposisi dengan kerangka acuannya yang berupa konteks dan sittuasi.
10. Praptomo Baryadi mengemukakan wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan
secara lisan seperti pidato, ceramah, kutbah, dan dialog, atau secara tertulis seperti cerpen, novel,
buku, surat, dan dokumen tertulis, yang dilihat dari segi bentuk bersifat kohesif, saling terkait
dan dari segi makna bersifat koheren, terpadu[6]
Dari beberapa pemaparan para tokoh dan berbagai literatur diatas dapat kita tarik benang merah
bahwa wacana merupakan sebuah kesatuan dari berbagai kalimat yang berkaitan yang
menghubungkan proposisi satu dengan yang lainnya, serta kesatuan gramatikal tertinggi atau
terbesar. Wacana dikatakan pula sebagai salah satu istilah umum dalam ilmu komunikasi
(Richards, dkk., 1989). Tata bahasa, dikatakannya mengacu pada kaidah-kaidah pemakaian
bahasa, pada bentuk unit-unit gramatikal, seperti ; frase, klausa, kalimat, sedangkan wacana
mengacu pada unit-unit bahasa yang lebih besar, seperti paragraf-paragraf, percakapan-
percakapan, dan wawancara-wawancara. Wacana, dalam hal ini dianggap sebagai hasil tindakan
komunikasi (pemakaian bahasa), dengan acuan bahwa wacana berkaitan dengan unit-unit
gramatikal dalam pemakaian bahasa, dan menunjukkan unit-unit bahasa yang lebih besar dari
gramatika (morfologi sitaksis) jelas pada tataran yang diacu sebagai unsur yang disebut wacana.
Wacana adalah kesatuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas
kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan, yang mampu
mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan dan tulis (lihat tarigan,
1987:27). Pemahaman ini memacu kita pada wacana yang kohesif dan koheren. Kohesi
merupakan keserasian hubungan unsur-unsur dalam wacana, sedangkan koheren merupakan
kepaduan wacana sehingga komunikatif mengandung satu ide.[7]

B. Paragraf sebagai unsur wacana


Wacana merupakan kesatuan gramatikal tertinggi dan terbesar. Wacana terdiri atas
beberapa paragraf yang mempunyai koherensi dan kohesif antara paragraf satu dengan yang
lainnya. Kohesi adalah keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain
dalam wacana sehingga terciptalah pengertian yang apik atau koheren. Salah satu unsur kohesi
adalah hubungan sebab-akibat, baik antarklausa maupun antarkalimat.[8] Sedangkan koheren
adalah kepaduan antara paragraf satu dengan yang lainnya.
Sebagaimana yang telah kita pelajari bersama bahwa syarat-syarat paragraf yang baik
adalah :
1. Kesatuan paragraf
2. Kepaduan paragraf
3. Ketuntasan
4. Konsistensi sudut pandang
5. Keruntutan
Mengacu pada syarat-syarat yang menjadikan paragraf itu baik, maka seperti halnya pula sebuah
wacana. Sebuah pemaparan bisa dikatakan wacana apabila terdiri dari paragraf-paragraf yang
padu, runtut, konsisten terhadap sudut pandang, dan tuntas.
Sebuah wacana harus mempunyai kesatuan dan kepaduan antar paragraf satu dengan
yang lain. Sebuah wacana mempunyai topik yang harus terkandung di setiap bagian paragraf dari
sebuah wacana. Sebuah wacana juga harus mempunyai konsitensi sudut pandang dalam
memaparkan sebuah berita, masalah, ataupun cerita. Ke-konsistensi-an sudut pandang
menentukan bagaimana penulis melihat sebuah realita, masalah, atau cerita. Antara paragraf
pertama sampai dengan paragraf terakhir sebuah wacana harus mempunyai sudut pandang yang
sama. Ini dimaksudkan agar pembaca bisa memahami wacana yang telah penulis buat.
Wacana merupakan sarana penyampai informasi dari penyapa dan pesapa. Dalam wacana
lisan, penyapa adalah pembicara, sedangkan pesapa adalah pendengar. Dalam bentuk tulis,
penyapa adalah penulis, sedangkan pesapa adalah pembaca[9]. Sehingga hal ini menutut sebuah
wacana untuk bisa difahami oleh pesapa. Wacana harus bisa menyampaikan maksud dari
penyapa menuju pesapa. Inilah salah satu fungsi wacana, yaitu untuk menyampaikan informasi
dari pihak satu ke pihak lainnya.

C. Jenis-jenis wacana
Jenis wacana dapat dikaji dari segi eksistensinya (realitasnya), media wacana merupakan verbal
(1) dan non verbal (1) sebagai media komunikasi berwujud tuturan lisan dan tulis, sedangkan
dari segi pemaparan, kita dapat memperoleh jenis wacana yang disebut naratif, deskriptif,
prosedural, dan hortatori. Dari jenis pemakaian kita akan mendapatkan wujud monolog (satu
penutur), dialog (dua orang penutur), dan polilog (lebih dari dua orang penutur).
1. Realitas wacana
Realitas wacana dalam hal ini adalah eksistensi wacana yang berupa verbal dan non verbal.
Rangkaian kebahasaan verbal atau language exist kehadiran kebahasaan) dengan kelengkapan
struktural bahasa, mengacu pada struktur apa adanya. Nonverbal atau language likes mengacu
pada wacana sebagai rangkaian non bahasa. Wacana non bahasa yang berupa isyarat antara lain
berupa :
a. Isyarat dengan gerak-gerik sekitar kepala atau muka. Misalnya gerak mata, melotot atau
berkedip
b. Isyarat melalui gerak anggota tubuh selain kepala misalnya gerak seluruh tubuh yang terlihat
pada pantomim.
Tanda-tanda non bahasa yang bermakna berupa:(1) tanda-tanda rambu lalu lintas.
2. Media komunikasi wacana
Wujud wacana sebagai media komunikasi berupa rangkaian ujaran (tuturan) lisan dan tulis.
Sebagai media komunikasi wacana lisan, wujudnya berupa :
a. Sebuah percakapan atau dialog yang lengkap dari awal sampai akhir, misalnya obrolan di
warung kopi
b. Satu penggalan ikatan percakapan (rangkaian percakapan yang lengkap, biaanya memuat:
gambaran situasi, maksud, rangkaian penggunaan bahasa) yang berupa :
Ica :.................................................
Ania : “apakah kau punya korek?”
Rudi : “tertinggal di ruang makan tadi pagi”
Penggalan wacana ini berupa bagian dari percakapan dan merupakan situasi yang komunikatif.
3. Pemaparan wacana
Pemaparan wacana ini sama dengan tinjauan isi, cara penyusunan, dan sifatnya. Berdasarkan
pemaparan, wacana meliputi wacana : naratif, prosedural, hortatori, ekspositori, dan deskritptif
(lihat Liamzom, 1984).
Wacana naratif adalah rangkaian tuturan yang menceritakan atau menyajikan hal atau
kejadian (peristiwa) melalui penonjolan pelaku. Isi wacana ditujukan ke arah memperluas
pengetahuan pembaca atau pendengar. Kekauatan wacana ini terletak pada urutan cerita
berdasarkan waktu, cara-cara bercerita, atau alur (plot). Perhatikan cerita di bawah ini :
Sambil merapatkan kaca nako, Odi mengamati keadaan di luar. Ia merasa heran
melihat daun palem yang tumbuh belum seberapa tinggi itu bergoyang.
“Tidak mungkin digoyang angin. Ah, pasti ada kucing yang lewat tadi,” pikir Odi
menenteramkan hati. Odi kembali ke meja belajar, meneruskan pekerjaannya yang
belum tuntas. Tetapi beberapa menit kemudian, ia merasa ingin menoleh sekali lagi
ke jendela kamar. Odi berpekik kaget. Secara spontan, ia langsung menghamburkan
langkahnya keluar kamar menuju kamar bang Agus di sebelah kamarnya.
(wajah di balik jendela)

Wacana prosedural dipaparkan dengan rangkaian tuturan yang melukiskan sesuatu secara
berurutan dan secara kronologis. Wacana prosedural disusun untuk menjawab pertanyaan
bagaimana cara mengerjakan atau menghasilkan sesuatu.
Petunjuk menelepon
a. Angkatlah gagang telepon umum koin tersebut.
b. Masukkan koin sebanyak yang diminta.
c. Tekanlah nomor telepon temanmu tersebut.
d. Tunggulah sampai terdengar nada sambung.
e. Jika telah tersambung, berikan salam dan sebutkan namamu.
f. Katakan maksudmu dan siapa yang akan diajak bicara.
g. Gunakan kalimat singkat dan sopan.
h. Akhiri menelepon dengan ucapan terima kasih dan salam penutup.
i. Letakkan gagang telepon di tempat semula

Wacana hortatori adalah tuturan yang berisi ajakan atau nasihat. Tuturan dapat pula berupa
ekspresi yang memperkuat keputusan untuk lebih meyakinkan. Wacana ini digunakan untuk
mempengaruhi pendengar atau pembaca agar terpikat akan suatu pendapat yang dikemukakan.
Wacana ekspositori bersifat menjelaskan sesuatu. Biasanya berisi pendapat atau simpulan dari
sebuah pandangan. Pada umumnya ceramah atau pidato
Wacana derkriptif berupa rangkaian tuturan yang memaparkan sesuatu atau melikiskan sesuatu,
baik berdasarkan pengalaman maupun pengetahuan penuturnya.

4. Jenis pemakaian wacana


Jenis pemakaian wacana berwujud monolog, dialog dan polilog. Wacana monolog
merupakan wacana yang tidak melibatkan bentuk tutur percakapan atau pembicara anatara dua
pihak yang berkepentingan. Jenis wacana ini berupa : surat, bacaan, cerita, dll. Wacan yang
berwujud dialog berupa percakapan atau pembicaraan antara dua pihak, terdapat pada
konversasi(percakapan). Wacana dialog dapat berupa : pembicaraan tekepon, tanya jawab,
wawancara, teks drama dan film. Wacan polilog melibatkan partisipan pembicara di dalam
konversasi[10].
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Wacana adalah satuan gramatikal terbesar dan tertinggi, kesatuan dari beberapa klausa yang
mempunyai proposisi yang berkaitan antara satu dengan yang lainnya.
2. Paragraf sebagai unsur pembentuk wacana harus memenuhi persyaratan paragraf yang baik dan
harus padu serta runtut terhadap paragraf satu dengan yang lainnya. Karena sebuah wacana
merupakan sarana untuk menyampaikan maksud dari penulis
3. Jenis-jenis wacana:
 Dari segi realitasnya :verbal dan non verbal
 Dari segi media komunikasi wacana : lisan dan tulis
 Dari segi pemaparan wacana : naratif, prosedural, hortatori,ekspositori, dan deskriptif
 Dari segi jenis pemakaian wacana : monolog, dialog, polilog
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional. 1993. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. jakarta:
perum balai pustaka
fatimah djajasudarma. 1994. Wacana pemahaman adan hubungan antar unsur. Bandung:
PT Refika Aditama
http://beningembun-apriliasya.blogspot.com/2010/10/pengertian-wacana-dan-macam-
macamnya.html di upload pada 12-05-2013 06.58
http://susrydwi15.blogspot.com/2012/05/defenisi-wacana.html di upload pada 12-05-
2013 pkl 06.58
[1] Departemen Pendidikan Nasional, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, (jakarta: perum balai
pustaka,1993) 334
[2] http://beningembun-apriliasya.blogspot.com/2010/10/pengertian-wacana-dan-macam-macamnya.html di upload
pada 12-05-2013 06.58
[3] http://beningembun-apriliasya.blogspot.com/....... di upload pada 12-05-2013 06.58
[4] http://susrydwi15.blogspot.com/2012/05/defenisi-wacana.html di upload pada 12-05-2013 pkl 06.58
[5] Edmonson: 1981 oleh fatimah djajasudarma, Wacana pemahaman adan hubungan antar unsur, (Bandung:
PT Refika Aditama,1994),2
[6] http://susrydwi15.blogspot.com/2012/05/defenisi-wacana.html di upload pada 12-05-2013 pkl 06.58
[7] fatimah djajasudarma, Wacana pemahaman adan hubungan antar unsur, (Bandung: PT Refika
Aditama,1994),3-4
[8] Departemen Pendidikan Nasional, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, (jakarta: perum balai
pustaka,1993), 343
[9] fatimah djajasudarma, Wacana pemahaman adan hubungan antar unsur, (Bandung: PT Refika
Aditama,1994), 4
[10] fatimah djajasudarma, Wacana pemahaman adan hubungan antar unsur, (Bandung: PT Refika
Aditama,1994), 5-13

Anda mungkin juga menyukai