Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Peranan bahasa sangat penting dalam kegiatan komunikasi di masyarakat.


Bahasa adalah alat untuk menyatakan pikiran dan perasaan. Bahasa sebagai
lambang mampu mentransmisikan pikiran, ide, pendapat dan sebagainya baik
mengenai hal abstrak maupun yang konkret, tidak saja tentang hal-hal atau
peristiwa yang terjadi pada saat sekarang tetapi juga pada waktu yang lalu atau
masa mendatang.

Bahasa sebagai sarana berinteraksi mengalami perubahan sejalan dengan


perubahan yang terjadi di dalam masyarakat penuturnya. Keberhasilan diri,
eksistensi, dan kecendikiaan pikir seseorang ditunjukkan oleh bagaimana
seseorang mengorganisasikan bahasa. Oleh karena itu, kebanyakan media
merupakan alat atau sarana yang diciptakan untuk meneruskan pesan komunikasi
dengan bahasa. Media yang digunakan untuk penyampaian pesan tersebut sangat
beraneka ragam. Pesan wacana dapat diterima oleh masyarakat dengan baik
apabila wacana tersebut benar-benar persuasif. Artinya, pesan wacana tersebut
menarik dan memiliki kesanggupan menimbulkan sugesti pada penerima pesan
wacana yang selalu berusaha meyakinkan pembaca terhadap isi wacana.

Wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan


seperti pidato, ceramah, khotbah, dan dialog, atau secara tertulis seperti cerpen,
novel, buku, surat, dan dokumen tertulis, yang dilihat dari struktur lahirnya (dari
segi bentuk) bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari
segimakna) bersifat koheren, terpadu. Kohesi menunjuk pada perpautan bentuk,
sedangkan koherensi pada perpautan makna. Kerapian bentuk dan kepaduan
makna merupakan faktor yang penting dalam menentukan tingkat keterbacaan
dalam keterpahaman wacana.

1
Kohesi dibagi menjadi dua jenis, yaitu kohesi gramatikal (grammatical
cohesion) dan kohesi leksikal (lexical cohesion). Sebagai bagian dari wacana,
aspek gramatikal dan leksikal bukan hanya berkedudukan sebagai alat
penghubung unit struktur, melainkan juga membawa fungsi semantis. Wacana
yang kohesif akan membawa pengaruh pada kejelasan hubungan antara satuan
bentuk kebahasaan yang satu dengan yang lain sehingga ide dalam wacana dapat
lebih terarah secara jelas dan utuh. Peranan dan fungsi penanda kohesi secara
formal hadir sebagai alat untuk menciptakan keselarasan dan kepaduan informasi
yang berimplikasi pada kelancaran pemahaman wacana. Ketepatan penggunaan
dan penempatan penanda kohesif dalam wacana akan menghindarkan gangguan
salah tafsir baik bagi pembaca atau pendengar.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan beberapa
masalah yang dibahas dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1. Apa itu wacana ?
2. Bagaimana yang dikatakan dengan analisis wacana?
3. Apa yang dimaksud dengan kohesi?
4. Apa saja yang termasuk ke dalam aspek leksikal wacana ?

BAB II
PEMBAHASAN

2
2.1 Wacana
Kata wacana merupakan kata serapan yang digunakan sebagai pemadan
kata dari bahasa Inggris discourse. Kata discourse sendiri berasal dari bahasa
Latin discursus yang berarti lari kian-kemari, yang diturunkan dari dis- dari,
dalam arah yang berbeda, dan currere lari, (Sobur, 2009: 9). Istilah discourse
ini selanjutnya digunakan oleh para ahli bahasa dalam kajian linguistik, sehingga
kemudian dikenal istilah Discourse Analyse atau dalam bahasa Perancis dikenal
dengan istilah lAnalyse du Discours.
Menurut Kridalaksana (dalam Mulyana 2005: 259), wacana (discourse)
adalah satuan bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan
gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk
karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dsb), paragraf, kalimat atau
kata yang membawa amanat yang lengkap. Sedangkan menurut Tarigan (2009:
19), wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas
kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan
yang mempunyai awal dan akhir nyata disampaikan secara lisan atau tertulis.
Sejalan dengan pendapat di atas, Sudaryat (2009: 112) mengemukakan
ciri-ciri wacana yaitu (1) satuan gramatikal, (2) satuan terbesar, tertinggi, atau
terlengkap, (3) untaian kalimat-kalimat, (4) memiliki hubungan proposisi, (5)
memiliki hubungan kontinuitas, berkesinambungan, (6) memiliki hubungan
koherensi, (7) memiliki hubungan kohesi, (8) rekaman kebahasaan yang utuh dari
peristiwa komunikasi, (9) bisa transaksional juga interaksional, (10) mediumnya
bisa lisan maupun tulisan, dan (11) sesuai dengan konteks atau kontekstual.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa wacana
adalah satuan bahasa terlengkap atau terbesar dan dalam hierarki gramatikal,
merupakan satuan gramatikal tertinggi yang terdiri dari seperangkat kalimat yang
berkaitan satu sama lain, dan membentuk suatu jaringan yang berupa pertalian
semantik, dilengkapi dengan kohesi dan koherensi.

2.2 Analisis Wacana


Menurut Cook (dalam Arifin & Rani, 2000: 8), analisis wacana merupakan
kajian yang membahas tentang wacana sedangkan wacana adalah bahasa yang
digunakan untuk berkomunikasi. Senada dengan itu, Stubbs (dalam Arifin & Rani,

3
2000:8), menyatakan bahwa analisis wacana merupakan suatu kajian yang
meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam
bentuk tulis maupun lisan. Penggunaan bahasa secara alamiah tersebut berarti
penggunaan bahasa seperti dalam komunikasi sehari-hari. Stubbs juga
menambahkan bahwa analisis wacana menekan kajian penggunaan bahasa dalam
konteks sosial, khususnya dalam interaksi antar penutur.
Kartomihardjo (1993: 21), menyatakan bahwa analisis wacana merupakan
cabang ilmu bahasa yang dikembangkan untuk menganalisis suatu unit bahasa
yang lebih besar daripada kalimat dan lazim disebut wacana. Unit yang dimaksud
dapat berupa paragraf, teks bacaan, undangan, percakapan, cerpen, dan
sebagainya. Analisis wacana berusaha mencapai makna yang persis sama atau
paling tidak sangat dekat dengan makna yang dimaksud oleh pembicara dalam
wacana lisan atau oleh penulis dalam wacana tulisan. Sementara itu, Sobur (2006:
48) mendefinisikan analisis wacana sebagai studi tentang struktur pesan pada
dalam komunikasi. Lebih tepatnya lagi, telaah mengenai aneka fungsi (prakmatik)
bahasa.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa analisis


wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang
digunakan untuk berkomunikasi serta menelaah berbagai fungsi (pragmatik)
bahasa dan berusaha mencapai makna yang sangat dekat dengan makna yang
dimaksud oleh pembicara dalam wacana lisan atau oleh penulis dalam wacana
tulisan.

2.3 Kohesi
Kohesi merupakan salah satu unsur pembentuk teks yang penting.
Moeliono (1988: 34), menyatakan bahwa kohesi adalah keserasian hubungan
antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana sehingga terciptalah
pengertian yang apik dan koheren. Konsep kohesi pada dasarnya mengacu kepada
hubungan bentuk. Artinya, unsur-unsur wacana (kata atau kalimat) yang
digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan secara padu dan
utuh. Dengan kata lain, kohesi termasuk dalam aspek internal struktur wacana.

4
Berkenaan dengan masalah kohesi Haliday dan Hasan (1976: 6) membagi
kohesi menjadi dua jenis, yaitu kohesi gramatikal (grammatical cohesion) dan
kohesi leksikal (lexical cohesion). Dalam analisis wacana, segi bentuk atau
struktur lahir wacana disebut aspek gramatikal wacana, sedangkan segi makna
atau struktur batin wacana disebut aspek leksikal wacana.

2.4 Aspek Leksikal


Aspek leksikal atau kohesi leksikal ialah hubungan antar unsur dalam
wacana secara semantis (Sumarlam, 2003: 34). Aspek leksikal dalam wacana
dapat dibedakan sebagai berikut:
2.4.1 Repetisi (Pengulangan)
Repetisi adalah pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau
bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah
konteks yang sesuai. Berdasarkan tempat satuan lingual yang diulang dalam baris,
klausa atau kalimat, repetisi dapat dibedakan menjadi delapan macam, yaitu
sebagai berikut:
1. Repetisi Epizeuksis
Repetisi epizeuksis ialah pengulangan satuan lingual (kata) yang
dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut.
Contoh repetisi epizeukis, sebagai berikut:
Sebagai seorang beriman, berdoalah selagi ada kesempatan, selagi diberi
kesehatan, dan selagi diberi umur panjang. Berdoa wajib bagi manusia.
2. Repetisi Tautotes
Repetisi tautotes ialah pengulangan satuan lingual (sebuah kata) beberapa
kali dalam sebuah konstruksi.
Contoh repetsi tautotes, sebagai berikut:
Aku dan dia terpaksa harus tinggal berjauhan, tetapi aku sangat mempercayai
dia, dia pun sangat mempercayai aku. Aku dan dia saling mempercayai.
3. Repetisi Anafora
Repetisi anafora adalah pengulangan satuan lingual berupa kata atau frasa
pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya.
Contoh repetisi anafora, sebagai berikut:

5
Bukan nafsu,
bukan wajahmu,
bukan kakimu,
bukan tubuhmu,
aku mencintaimu karena hatimu.
4. Repetisi Epistrofa
Repetisi epistrofa ialah pengulangan satuan lingual kata/frasa pada
akhir baris (dalam puisi) atau akhir kalimat (dalam prosa) secara berturut-turut.
Contoh repetisi epistrofa, sebagai berikut:
Bumi yang kaudiami, laut yang kaulayari, adalah puisi..
Udara yang kauhirup, air yang kauteguki, adalah puisi.
Kebun yang kautanami, bukit yang kaugunduli, adalah puisi.
Gubug yang kauratapi, gedung yang kautinggali, adalah puisi.
5. Repetisi Simploke
Repetisi simploke ialah pengulangan satuan lingual pada awal dan
akhir beberapa baris/kalimat berturut-turut.
Contoh repetisi simploke, sebagai berikut:
Kamu bilang hidup ini brengsek. Biarin.
Kamu bilang hidup ini nggak punya arti. Biarin.
Kamu bilang nggak punya kepribdian. Biarin.
Kamu bilang nggak punya pengertian. Biarin.
6. Repetisi Mesodiplosis
Repetisi mesodiplosis ialah pengulangan satuan lingual di tengah-
tengah baris atau kalimat secara berturut-turut.
Contoh repetisi mesodiplosis, sebagai berikut:
Pegawai kecil jangan mencuri kertas karbon.
Babu-babu jangan mencuri tulang-tulang ayam goreng.
Para pembesar jangan mencuri bensin.
Para gadis jangan mencuri perawannya sendiri.
7. Repetisi Epanalepsis
Repetisi epanalepsis ialah pengulangan satuan lingual, yang kata/frasa
terakhir dari baris/kalimat itu merupakan pengulangan kata/frasa pertama.
Contoh repetisi epanalepsis, sebagai berikut:
Minta maaflah kepadanya sebelum dia datang minta maaf.
Kamu mengalah bukan berarti dia mengalahkan kamu.
Berbuat baiklah kepada sesama selagi bisa berbuat baik.

6
8. Repetisi Anadipolis
Repetisi anadipolis ialah pengulangan kata/frasa terakhir dari baris/kalimat
itu menjadi kata/frasa pertama pada baris/kalimat berikutnya.
Contoh repetisi anadiplosis, sebagai berikut:
dalam hidup ada tujuan
tujuan dicapai dengan usaha
usaha disertai doa
doa berarti harapan
harapan adalah perjuangan
perjuangan adalah pengorbanan
2.4.2 Sinonim (Padan Kata)
Sinonim dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang
sama; atau ungkapan yang maknanya kurang lebih sama dengan ungkapan lain
(Abdul Chaer, 1994:85). Sinonim merupakan salah satu aspek leksikal untuk
mendukung kepaduan wacana dan berfungsi menjalin hubungan makna yang
sepadan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana.
Berdasarkan wujud satuan lingualnya, sinonim dapat dibedakan menjadi
lima macam, yaitu:
1. Sinonimi morfem (bebas) dengan morfem (terikat)
Aku mohon kau mengerti perasaanku.
Kamu boleh bermain sesuka hatimu.
Dia terus berusaha mencari jati dirinya.
2. Sinonimi dengan kata
Meskipun sedikit, saya sudah terima bayaran. Setahun menerima gaji 80%.
SK PNSku keluar. Gajiku naik.

3. Sinonimi kata dengan frasa atau sebaliknya


Kota itu semalam dilanda hujan dan badai. Akibat adanya musibah itu
banyak gedung yang runtuh, rumah-rumah penduduk roboh, dan pohon-
pohon pun tumbang disapu badai.
4. Sinonimi frasa dengan frasa

Tina adalah sosok wanita yang pandai bergaul. Betapa tidak. Baru pindah
dua hari ke sini, dia sudah bisa beradaptasi dengan baik.
5. Sinonimi klausa/kalimat dengan klausa/kalimat

7
Gunakan landasan teori yang tepat untuk memecahkan masalah tersebut.
Pendekatan yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan itu pun
juga harus akurat.
2.4.3 Antonim (Lawan Kata)
Antonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang lain
atau satuan lingual yang maknanya berlawanan/beroposisi dengan satuan lingual
yang lain. Antonimi juga disebut oposisi makna. Berdasarkan sifatnya oposisi
makna dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu sebagai berikut:
1. Oposisi Mutlak adalah pertentangan makna secara mutlak.
Contoh opoisisi mutlak, sebagai berikut:
Hidup dan matinya perusahaan tergantung dari usaha kita. Jangan hanya
diam menunggu kehancuran, mari kita mencoba bergerak dengan cara lain.
2. Oposisi Kutub adalah oposisi makna yang tidak bersifat mutlak, tetapi bersifat
gradasi. Artinya terdapat tingkatan makna pada kata-kata tersebut.
Contoh oposisi kutub, sebagai berikut:
Baik orang kaya maupun orang miskin, semua mempunyai hak yang sama
unutk mengenyam pendidikan.

3. Oposisi Hubungan adalah oposisi makna yang bersifat saling melengkapi.


Contoh oposisi hubungan, sebagai berikut:
Ibu Rini adalah seorang guru yang cantik dan cerdas, sehingga semua murid
senang kepadanya.
Pak Rahmat adalah dokter. Beliau sangat baik kepada semua pasiennya.

4. Oposisi Hirarkial adalah oposisi makna yang menyatakan deret jenjang atau
tingkatan.
Misalnya pada oposisi kata-kata di bawah ini.
milimeter >< sentimeter >< meter
kilogram >< kuintal >< ton
detik >< menit >< jam
SD >< SMP >< SMU
5. Oposisi Majemuk adalah oposisi makna yang terjadi pada beberapa
kata (lebih dari dua).
Contoh oposisi majemuk, sebagai berikut:
Adi berlari karena takut dimarahi ibunya. Setelah agak jauh dari ibunya, ia
berjalan menuju rumah temannya. Sesampai dirumah itu lalu ia
melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Mendadak ia berhenti dan
terkejut karena ternyata yang tampak di depan mata Adi adalah ibunya
sendiri.

8
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis
bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi serta menelaah berbagai fungsi
(pragmatik) bahasa dan berusaha mencapai makna yang sangat dekat dengan
makna yang dimaksud oleh pembicara dalam wacana lisan atau oleh penulis
dalam wacana tulisan. Wacana adalah satuan bahasa terlengkap atau terbesar dan
dalam hierarki gramatikal, merupakan satuan gramatikal tertinggi yang terdiri dari
seperangkat kalimat yang berkaitan satu sama lain, dan membentuk suatu jaringan

9
yang berupa pertalian semantik, dilengkapi dengan kohesi dan koherensi. Kohesi
adalah keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam
wacana.

Kohesi dibagi menjadi dua jenis, yaitu kohesi gramatikal (grammatical


cohesion) atau disebut dengan aspek gramatikal wacana dan kohesi leksikal
(lexical cohesion) atau disebut dengan aspek leksikal wacana. Aspek leksikal
wacana terbagi menjadi tiga jenis, yaitu: (1) repetisi yang terdiri dari repetisi
epizeuksis, repetisi tautotes, repetisi anafora, repetisi epistrofa, repetisi simploke,
repetisi mesodiplosis, repetisi epanalepsis, dan repetisi anadipolis, (2) sinonim
yang dibedakan menjadi sinonimi morfem (bebas) dengan morfem
(terikat), sinonimi dengan kata, sinonimi kata dengan frasa atau sebaliknya,
sinonimi frasa dengan frasa, dan sinonim klausa/kalimat dengan klausa/kalimat,
serta (3) antonim yang terbagi menjadi opoisisi mutlak, oposisi kutub, oposisi
hubungan, oposisi hirarkial, dan oposisi majemuk.

3.2 Saran
Sebelum menganalisis sebuah wacana yang arah kajiannya mengarah ke
aspek leksikal wacana, sebaiknya memahami dan mempelajari dengan penuh
pemahaman mengenai aspek leksikal tersebut. Sehingga mempermudah kegiatan
analisi yang akan dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Bustanul dan Rani, Abdul. 2000. Prinsip-Prinsip Analisis Wacana. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Febiyanto, Indro. 2009. Aspek Gramatikal dan Leksikal Pada Wacana Tajuk
Rencana Surat Kabar Kompas. Skripsi Sarjana Fakultas Sastra dan Seni
Rupa Universitas Sebelas Maret: tidak diterbitkan.

Halliday, M.A.K., dan Ruqaiya Hasan. 1976. Cohesion in English. London:


Longman.

10
Kartomihardjo, Soeseno. 1993. Analisis Wacana dengan Penerapannya pada
Beberapa Wacana (Bambang Kaswanti Purwo. Ed) PELLIBA 6.
Yogyakarta: Kanisius.

Moeliono, Anton., dkk. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.

Mulyana. 2005. Kajian Wacana Teori, Metode dan Aplikasi Prinsip-Prinsip


Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Sobur, Alex. 2006. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Yosdakarya.

Sobur, Alex. 2009. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia Bandung.

Sudaryat, Yayat. 2009. Makna dalam Wacana. Bandung: CV Yrama Widya.

Sumarlam. 2003. Analisis Wacana: Teori dan Praktik. Surakarta: Pustaka Cakra.

Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Analisis Kontrastif Bahasa. Bandung:


Angkasa.

11

Anda mungkin juga menyukai