Palanta Baikoeni
Sebelum kita memahami pengertian kohesi dan koherensi terlebih dahulu
hendaklah kita memahami beberapa konsep yang terkait dengan kohesi dan
unit bahasa tersebut adalah merupakan unit gramatikal seperti klausa atau kalimat
terkadang pula digambarkan sebagai sejenis kalimat yang super yaitu sebuah unit
gramatikal yang lebih panjang daripada sebuah kalimat yang saling berhubungan
satu sama lain. Jadi sebuah teks terdiri dari beberapa kalimat sehingga hal itulah
yang membedakannya dengan pengertian kalimat tunggal. Selain itu sebuah teks
dianggap sebagai unit semantik yaitu unit bahasa yang berhubungan dengan bentuk
klausa yaitu satuan bahasa yang terdiri atas subyek dan predikat dan apabila diberi
pengertian dalam bahasa tertulis, kohesi juga akan berhubungan dengan konsep
wacana yaitu sebagai kesinambungan cerita dengan bahasa yang mudah dan
kesinambungan ini ditunjang oleh jalinan informasi. Dalam Kamus Besar Bahasa
didefenisikan sebagai: (1) ucapan, perkataan, tutur; (2) keseluruhan tutur yang
merupakan satu kesatuan; (3) satuan bahasa terlengkap, realisasinya tampak pada
bentuk karangan utuh seperti novel, buku, atau artikel, atau pada pidato, khotbah,
dan sebagainya.
merupakan kata serapan yang digunakan sebagai pemadan kata dari bahasa
sering digunakan dalam pengertian nomor 2 dan nomor 3 di atas. Kalau dalam surat
kabar dikatakan "menurut wacana yang beredar", pemakaian itu masih dapat
diterima dengan pengertian seperti pada nomor 1: perkataan, ucapan, atau tuturan.
Dasar sebuah wacana ialah klausa atau kalimat yang menyatakan keutuhan
pikiran. Wacana adalah unsur gramatikal tertinggi yang direalisasikan dalam bentuk
karangan yang utuh dan dengan amanat yang lengkap dengan koherensi dan
kohesi yang tinggi. Wacana utuh harus dipertimbangkan dari segi isi (informasi)
proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan,
sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. Wacana
adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat
atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan, yang
mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau
tertulis.
berikut:
i. Harimurti (1984:204)
kalimat yang berdiri secara utuh tanpa dipengaruhi oleh proses-proses kelahiran
kalimat. Ini bermaksud bahawa kalimat yang selalu didapati dalam struktur dan
sistem secara teratur. Asmah telah membedakan kalimat sistem dari ayat wacana.
Kalimat sistem adalah kalimat atau tutur yang dikeluarkan dan diasingkan dari
konteks wacana, sedangkan kalimat wacana yang juga disebut kalimat teks adalah
kalimat yang betul-betul terdapat dalam wacana teks dan wacana lisan.
seperti yang diterangkan di atas akan dilihat dari segi makna logik dan makna
tautan. Makna tautan inilah yang merupakan konsep semantik dan merujuk kepada
perkaitan kebahasaan yang didapati pada suatu ujaran yang membentuk wacana.
persamaan dan juga perbedaan pendapat mengenai dengan definisi wacana yang
Di samping itu juga, wacana letaknya lebih tinggi daripada kalimat pada skala
tata tingkat tatabahasa dan mempunyai keteraturan fikiran logik (koherensi) dan
kohesi, lisan atau tulisan awal dan juga akhir yang nyata.
Kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam wacana. Dengan itu kohesi
adalah 'organisasi sintaktik'. Organisasi sintaktik ini adalah merupakan wadah ayat-
ayat yang disusun secara padu dan juga padat. Dengan susunan demikian
kohesi adalah hubungan di antara ayat di dalam sebuah wacana, baik dari segi
tingkat gramatikal maupun dari segi tingkat leksikal tertentu. Dengan penguasaan
dan juga pengetahuan kohesi yang baik, seorang penulis akan dapat menghasilkan
penyampaian informasi lama dan informasi baru. Kaedah-kaedah itu adalah seperti
dan kohesi leksikal. Wacana juga dicirikan oleh kesinambungan informasi yang
diartikan sebagai kesatuan makna. Kesatuan makna dalam wacana ini pula dapat
kebahasaan yang didapati pada suatu ujaran yang membentuk wacana. Manakala
menurut Halliday dan Hasan (1976:5) bahwa kohesi merupakan satu set
kemungkinan yang terdapat dalam bahasa untuk menjadikan suatu 'teks' itu memiliki
kesatuan. Hal ini berarti bahwa hubungan makna baik makna leksikal maupun
Halliday dan Hasan (1976:7) telah mencoba melihat kohesi makna itu dari dua
sudut, iaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Kedua-dua gramatikal ini terdapat
dalam sesuatu kesatuan teks. Kohesi ini juga memperlihatkan jalinan ujaran dalam
bentuk kalimat untuk membentuk suatu teks atau konteks dengan cara
menghubungkan makna yang terkandung di dalam unsur. Kaedah kohesi ini lebih
3.1. Perujukan
Perujukan ataupun rujukan ini ialah merujuk kepada unsur sebelum atau
selepas yang berkaitan dengan hubungan semantik. Perujukan ini dilihat dari dua
Pengertian eksoforik adalah berasal dari kata “ekso” yaitu “keluar” yang berarti
apabila kita tidak dapat menemukan rujukan dalam teks maka kita akan keluar dari
teks agar dapat memahami teks tersebut. Selain itu perujukan eksoforik ini
digunakan untuk merujuk kepada hal-hal yang mempunyai kaitan dengan situasi
menerangkan tentang situasi yang merujuk kepada sesuatu yang telah diidentifikasi
(1982) memberikan pengertian bahawa perujukan eksoforik ini adalah hal ataupun
fungsi yang menunjukkan kembali kepada sesuatu yang ada di luar daripada sebuah
situasi. Hal ini berarti bahwa perujukan eksoforik ini adalah merujuk kepada hal-hal
yang di luar daripada konteks. Dalam situasi ini kaedah perujukan eksoforik inilah
yang akan digunakan bagi menunjuk sesuatu yang telah berlaku pada saat ujaran
itu disampaikan.
Menurut Azmi Abdullah, perujukan eksoforik ini mengandungi tiga perkara iaitu,
wacana.
langsung memahami maksud kalimat itu melalui pemahaman yang kita miliki
i. Pengetahuan dikongsi bersama (shared knowledge) seperti dalam contoh ayat
berikut:
“Keadaan ekonomi dunia sekarang adalah gawat. Oleh karena itu, kerajaan
telah mengambil beberapa langkah yang praktikal untuk menangani
masalah tersebut”.
ii. Pengetahuan dalam suatu dunia wacana sebagaimana contoh ayat:
“Berikutan dari kelakuannya, Baginda Queen telah murka kepada Puteri
Diana. Ini adalah suatu isu hangat yang mamakukan golongan diraja”.
Namun demikian ada kalimat atau wacana yang tidak segera memberikan
pemahaman kepada pembaca maksud kalimat atau wacana tersebut. Untuk itu kita
sesuatu peristiwa yang dikeluarkan dalam suatu akhbar. Untuk memahami dengan
baik peristiwa yang dijelaskan pada bulan September kita mestilah merujuk laporan
atau berita yang pernah dimuat pada edisi keluaran sebelumnya yaitu bulan Juli
Untuk memahami informasi pada bulan September kita harus merujuk pada
informasi bulan Juli dan bulan Mei. Karena dalam teks tidak disebut sehingga kita
harus keluar dari teks untuk memahami makna dalam teks tersebut.
Perujukan endoforik ini pula merujuk apa yang hanya ada di dalam sesebuah
teks. Seperti apa yang telah diterangkan oleh Halliday dan Hasan (1976:9) yang
mengatakan bahwa perujukan endoforik ini merujuk hanya kepada teks yaitu
merujuk semata-mata hanya kepada teks. Harimurti Kridalaksana (1982)
memberikan pendapat bahwa perujukan endoforik ini adalah hal atau fungsi yang
menunjukkan kembali pada hal-hal yang ada dalam wacana, mencakupi perujukan
letak perujuk dan penganjur. Letak “perujuk” dalam perujukan anaforik adalah
Ahmad tidak banyak tahu tentang erti bahasa kebangsaan dan sejauh
mana sudah perjuangan hendak mendaulatkan bahasa Melayu sebagai
bahasa resmi negara ini. Tetapi yang ia dapat berfikir mengapa bahasa
yang sekian lama terpakai itu mau diperjuangkan lagi untuk memakainya.
Kata “ia” pada kalimat kedua merujuk kepada “Ahmad” pada kalimat pertama. Kata
“ia” disebut sebagai perujuk sedangkan Ahmad disebut sebagai penganjur. Untuk
mengetahui lebih jauh tentang Ahmad maka kita harus keluar dari teks.
Contoh kutipan kalimat pada novel “Puncak Pertama” karya Muslim Burmat
sedangkan Ahmad dan Rokayah disebut penganjur. Kalau diamati kalimat di atas
3.2. Penggantian
alihan atau pertukaran bagi sesuatu segmen kata, frasa atau klausa oleh kata ganti
yang lainnya. Penggantian ini juga ada penggantian nomina, penggantian verba dan
penggantian klausa.
Contoh kutipan kalimat pada surat kabar Media Permata edisi 8 April 2005 halaman
berikut ini:
Kini “kereta” itu dijumpai semula oleh Polis. Bagaimanapun kereta itu
sudah bertukar wajah menjadi "besi buruk".
3.2.2 Penggantian Verba
B: So do you!
Ada yang mengatakan bahawa pengguguran ini juga sebagai penghilangan dan
A: " Kita ini perlu anak. Tau anak! Adanya anak akan lebih bererti hidup …"
B: "Kenapa diungkit-ungkit juga soal ^ itu?"
3.3.2 Pengguguran Verba
3.4 Konjungsi
bentuk oleh karena itu dalam kalimat (3). Konjungsi ini menghubungkan kalimat (3)
dengan kalimat (2). Dalam hal ini, bentuk konjungsi itu adalah konjungsi antar
kalimat.
Kekuatan Awang Semaun yang luar biasa ini dikatakan kerana ia telah
makan sejenis ikan yang bernama 'sumpit-sumpit' yang sangat ganjil dan
kononnya ikan ini memang mempunyai kekuatan yang luar biasa. Cerita ini
mungkin hanya sebagai suatu dongeng yang diceritakan oleh orang tua-tua
kita. Walau bagaimanapun kekuatan Awang Semaun itu memang dari
keadaan bentuk badannya yang tegap sasa.
3.4.3 Temporal
Kohesi Leksikal diperoleh dengan cara memilih kosa kata yang serasi. Ada dua
cara bagi mencapai aspek leksikal kohesi ini, iaitu reiterasi dan kolokasi.
3.5.1 Reiterasi (Pernyataan Semula)
Reiterasi atau pernyataan semula berlaku melalui tiga cara, iaitu pengulangan
Pengulangan kata ini dikenali juga sebagai repetition. Kata yang sering kali
diulang ini adalah dari 'kata isi' (content word). Ini bermakna kata itu adalah kata
yang amat penting bagi sesuatu ayat yang dibentuk dan dibina bagi teks ataupun
wacana. Kata isi ini boleh dikenal pasti melalui dua cara. Cara yang pertama ialah
kata itu atau 'kata isi' tersebut akan dijadikan sebagai unsur yang tidak boleh
Manakala cara yang kedua ialah jika kata tersebut tidak diulang maka
bawah ini:
kalimat yang lain sudah terjalin dengan erat. Alat-alat yang digunakan untuk
menjalin keeratan hubungan itu ialah penngunaan bentuk kami dalam kalimat (2)
dan (3) yaitu penggulangan bentuk kami dalam kalimat (1). Begitu pula bentuk
buku-buku dalam kalimat (2) merupakan repetisi bentuk buku-buku dalam kalimat
(1).
Dalam bahasa Melayu, kata yang akan diulang itu boleh berubah bentuk dari
segi ataupun sudut morfologi. Ini dapat dikategorikan di dalam pengulangan kata ini,
Sinonim ialah suatu kata yang mempunyai makna yang sama dengan 'kata
searti'. Sinonim ini digunakan kerana ianya untuk mengelakkan kebosanan bagi
pengulangan kata yang sama di dalam teks dan juga sinonim ini memberikan variasi
kepada sesuatu teks. Sesetengah kata dikatakan sinonim adalah disebabkan kedua-
3.5.1.3 Superordinat
Superordinat ialah penggunaan kata yang lebih khusus atau 'hiponim' kepada
kata yang lebih umum atau dikenali sebagai 'hiperonim'. Contoh dalam Tarigan, H.G.
Semua yang ada di desa seperti kambing, biri-biri, kerbau, lembu dan
ayam, harus dibuatkan kandangnya secara teratur. Ketua Kampung
mengarahkan penduduk desa membuat kandang ternakan masing-masing.
Superordinat bagi contoh di atas ialah kata umum yang merujuk 'kambing, kerbau,
biri-biri, ayam', iaitu 'ternakan'. Kata 'kambing, kerbau, ayam' adalah kata khusus
Kata-kata umum ialah kata-kata yang tidak tentu kelasnya sebagaimana contoh
Bagi mengenal kolokasi adalah melihat dari dua sudut, iaitu dari sudut sintaksis
Ketika itu nama Brunei dikenali sebagai Puni, kerana ibu kotanya bernama
Puni. Pada zaman Sultan Muhyiddin iaitu Sultan Brunei yang ke-XIV
baharulah Kerajaan Brunei itu dipindahkan ke tempat yang ada sekarang.
Contoh (2) dalam Tarigan, H.G.(1995: 138) sebagai berikut:
Setelah dilihat mengenai dengan kaedah-kaedah tautan atau kohesi yang telah
adalah bagi memudahkan dan juga memperlihatkan hubungan tautan atau kohesi itu
Unsur tautan ataupun tetenunan ini membentuk satu sifat kesatuan, iaitu di
antara satu dengan yang lainnya perlu berperanan bersama. Oleh itu, untuk
yang penuh.
Rujukan
Ann M. Martin. 1995. The Baby Sitters Club. New York: Scholastic Inc.
Halliday dan Hasan. 1976. Cohession in English. New York. Longman Group Limited
Harun Aminurrashid. 2001. Sinar Baru. Bandar Seri Begawan: Dewan Bahasa dan
Pustaka.
Bahasa.1994. Jakarta
Leman Ahmad. 1984. Air Biru Ombak Biru. Bandar Seri Begawan: Dewan Bahasa
dan Pustaka.
Muslim Burmat. 1988. Puncak Pertama. Bandar Seri Begawan: Dewan Bahasa dan
Pustaka.
Sabariyanto, Dirgo. 1998. Bahasa Surat Dinas.. Jakarta. Mitra Gama Widya.
Berdasarkan Buku Teks Bahasa Melayu Darjah Empat dan Menengah Satu.
Tags:
8383:U2FsdGVkX1.dV0ZBdw GUhAECgRRGG9ctk0t5jMW4Y
http://baikoeni.multiply.com/journal/item/135