Berdasarkan hierarkinya, wacana merupakan tataran bahasa yang terbesar dan terlengkap. Wacana meliputi tataran dibawahnya, yakni fologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan ditunjang oleh struktur lainnya, yaitu situasi pemakaian dalam masyarakat. Kemunculan istilah wacana sekitar tahun 70-an. Menurut Firth, languange was only meaningful in its context of situation. Jadi, pembahasan wacana adalah pembahasan tentang bahasa dan tuturan yang harus dalam satu kesatuan situasi atau dengan kata lain, makna suatu bahasa berada dalam rangkaian konteks dan situasi. Tarigan mengatakan bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar diatas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tertulis (Tarigan, 1987:27) Pemahaman ini membawa kita pada wacana kohesi dan koheren. Kohesi adalah keserasian hubungan unsur-unsur dalam wacana, sedangkan koheren adalah kepaduan wacana sehingga komunikatif dan mengandung satu ide. Ditinjau dari kelengkapan unsur-unsurnya, wacana merupakan unit bahasa yang paling lengkap unsurnya. Wacana tidak hanya didukung oleh unsur nonsegmental dan suprasegmental. Menurut Harimurti Kridalaksana, dalam kamus linguistiknya mengemukakan bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap; dalam hierarkis gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Menurut Sobur Alex (2001), wacana adalah rangkaian ujar atau tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratu, sistematis, dalam suatu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh suatu unsur segmental dan nonsegmental bahasa. Jadi, wacana adalah proses komunikasi menggunakan simbol- simbol yang berkaitan dengan interpretasi dan peristiwa-peristiwa di dalam sistem kemasyarakatan yang luas. Sementara itu, Analisis wacana adalah suatu disiplin ilmu yang berusaha mengkaji penggunaan bahasa yang nyata dalam komunikasi. Menurut Stubbs (1983:1) mengatakan bahwa analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti dan menganalisis bahasa yang digunakan secara ilmiah baik secara lisan maupun tulisan, misalnya dalam penggunaan bahasa dalam percakapan sehari-hari. Lebih lanjut, Stubbs juga menerangkan bahwa analisis wacana menekankan kajiannya pada penggunaan bahasa dalam konteks sosial, pada penggunaan bahasa antarpenutur khususnya. Jadi, analisis wacana bertujuan mencari keteraturan, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan keberterimaan penggunaan bahasa di masyarakat secara realita dan cenderung tidak merumuskan kaidah bahasa seperti dalam tata bahasa. Menurut Kartomiharjo (1999:21) mengungkapkan bahwa analisis wacana merupakan cabang ilmu bahasa yang dikembangkan untuk menganalisis suatu unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat. Lazimnya, analisis wacana dipakai untuk menemukan makna wacana yang persis sama atau paling tidak sangat ketat dengan makna yang dimaksud oleh pembicara dalam wacana lisan, atau oleh penulis dalam wacana tulis. Tokoh analisis wacana adalah Sinclair dan Coulthard (1979). Kedua tokoh ini meneliti wacana yang dibentuk dalam interaksi seorang guru dan murid pada percakapan di kelas di sekolah dasar di Inggris. Menurut Coultdhard analisis wacana dimulai oleh ide Firth yang mengungkap tentang linguistik kontekstual bahwa bahasa baru memiliki makna apabila berada dalam suatu konteks. Sependapat dengan Firth, Brown dan Yule menyatakan bahwa dalam menginterpretasi makna sebuah ujaran perlu memerhatikan konteks, karena kontekslah yang akan memaknai ujaran. Sumber: Darma, Yoce Aliah. 2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama Widya