Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wacana diperkenalkan oleh para linguis di Indonesia sebagai terjemahan dari istilah
bahasa Inggris discourse. Namun, para ilmuan sosial lebih banyak menggunakan istilah
diskursus. Wacana, di dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Alwi, Dardjowidjojo,
Lapoliwa, dan Moeliono, 2003: 41 ) didefinisikan sebagai rentetan kalimat yang bertautan
sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat tersebut.
Sementara itu, Kridalaksana (2008:259) mendefinisikan wacana sebagai satuan bahasa
terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.
Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia,
dan sebagainya), paragraf, kalimat, atau kata yang membawa amanat lengkap.
Hal yang perlu diperhatikan dalam wacana adalah kepaduan wacana, baik antarkalimat,
maupun antarparagraf. Kepaduan antarkalimat akan tampak pada keutuhan dalam paragraf.
Adapun kepaduan antarparagraf akan tampak dalam keutuhan sebuah wacana. Membentuk
suatu wacana yang padu dan utuh akan membentuk sebuah hubungan dan makna yang jelas
antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lainnya. Wacana yang utuh adalah wacana
yang lengkap, yaitu mengandung aspek-aspek yang terpadu dan menyatu. Aspek-aspek yang
dimaksud di antaranya adalah kohesi dan koherensi. Untuk menciptakan wacana utuh
tersebut, diperlukan kemampuan untuk memahami dan menggunakan sarana kohesi dan
koherensi dengan tepat. .
Dalam sebuah wacana pastinya terdapat jenis wacana, karena wacana tidak hanya
mempunyai satu jenis saja , yang bisa di tulis atau diucapkan seseorang namun didalamnya
terdapat jenis wacana . Jenis jenis wacana tersebut berbeda-beda tergantung sudut pandang
seseorang dalam melihatnya.
Oleh karena itu dalam makalah ini kami akan memaparkan jenis jenis wacana beserta
contohnya. Berdasarkan media penyampaiannya, wacana terbagi atas dua jenis, yaitu wacana
lisan dan wacana tulis. Wacana lisan adalah jenis wacana yang disampaikan secara lisan atau
langsung dengan bahasa verbal. Sebaliknya, wacana tulis adalah jenis wacana yang
disampaikan secara tertulis dsb. Untuk lebih jelasnya, akan kami paparkan dalam BAB
selanjutnya.

B. Rumusan Masalah
Untuk menghindari adanya kesimpangsiuran dalam makalah ini, maka kami membatasi
masalah-masalah yang akan dibahas diantaranya :
1.Apa saja jenis-jenis wacana?
2.Bagaimana contoh dari jenis-jenis wacana yang sudah di klasifikasikan?
C. Tujuan Penyusunan
1.

Untuk mengetahui jenis-jenis wacana.

2.

Untuk mengetahui contoh-contoh dari jenis-jenis wacana.

BAB II
PEMBAHASAN
Jenis wacana dapat dikaji dari segi eksistensinya (realitasnya), media komunikasi, cara
pengungkapan, cara pemaparan, bentuk dan isi. Menurut realitasnya, wacana merupakan
verbal dan nonverbal sebagai media komunikasi berwujud tuturan lisan dan tulis, sedangkan
dari segi pemaparan, kita dapat memperoleh jenis wacana yang disebut naratif, deskriptif,
prosedural, ekspositori dan hortatori.

2.1

Wacana Berdasarkan Realitas


Menurut T. Fatimah Djajasudarma (1994: 6-7) realitas wacana dalam hal ini adalah

eksistensi wacana yang berupa verbal dan nonverbal. Rangkaian kebahasaan verbal atau
language exist (kehadiran kebahasaan) dengan kelengkapan struktural bahasa, mengacu pada
struktur apa adanya; nonverbal atau language likes mengacu pada wacana sebagai rangkaian
nonbahasa yakni rangkaian isyarat atau tanda-tanda yang bermakna (bahasa isyarat).
Menurut Syamsuddin dkk. (Depdikbud, 1997 : 12) syarat itu dapat dibagi atas:
1. Isyarat dengan gerak-gerik sekitar kepala atau muka, meliputi:
a. Gerakan mata, antara lain melotot, berkedip, menatap tajam (dapatkah kita
menentukan maknanya. Misalnya, melotot = marah; melotot = menyuruh pergi, dan
sebagainya).
b. Gerak bibir, antara lain senyum, tertawa, meringis.
c. Gerak kepala, antara lain mengangguk, menggeleng.
d. Perubahan raut muka (wajah), antara lain mengerutkan kening, bermuka manis,
bermuka masam.
2. Isyarat yang ditunjukkan melalui gerak anggota tubuh selain kepala, meliputi:
a. Gerak tangan, antara lain melambai, mengepal, mengacungkan ibu jari, menempelkan
telunjuk pada bibir, menunjuk dahi.

b. Gerak kaki, antara lain mengayun-ayun, menghentak-hentakkan, menendangnendang.


c. Gerak seluruh tubuh, antara lain seperti terlihat pada pantomim, memiliki makna
wacana sebagai teks.
Tanda-tanda nonbahasa yang bermakna berupa: (1) tanda rambu-rambu lalu lintas, dan (2)
di luar rambu-rambu lalu lintas. Tanda lalu lintas, misalnya dengan warna lampu pada ramburambu lalu lintas: merah berarti berhenti, kuning berarti siap untuk maju, dan hijau berarti
boleh maju; tanda diluar lalu lintas adalah bunyi-bunyi yang dihasilkan dari kentongan,
misalnya, berarti ada bahaya. Realitas makna kentongan diwujudkan oleh masyarakat
pendukung wacana tersebut.

2.2 Wacana Berdasarkan Media Komunikasi


Berdasarkan media komunikasinya, wacana dapat diklasifikasikan atas wacana lisan dan
tulisan.
2.2.1 Wacana Tulis
Menurut Henry Guntur Tarigan (1987:52) wacana tulis atau written discourse adalah
wacana yang disampaikan secara tertulis, melalui media tulis.
Menurut Mulyana (2005:51-52) wacana tulis adalah jenis wacana yang disampaikan
melalui tulisan. Berbagai bentuk wacana sebenarnya dapat dipresentasikan atau direalisasikan
melalui tulisan. Sampai saat ini, tulisan masih merupakan media yang sangat efektif dan
efisian untuk menyampaikan berbagai gagasan, wawasan, ilmu pengetahuan, atau apapun
yang dapat mewakili kreativitas manusia.
Wacana tulis sering dipertukarkan maknanya dengan teks atau naskah. Namun, untuk
kepentingan bidang kajian wacana yang tampaknya terus berusaha menjadi disiplin ilmu
yang mandiri. Kedua istilah tersebut kurang mendapat tempat dalam kajian wacana. Apalagi
istilah teks atau naskah tampaknya hanya berorientasi pada huruf (graf) sedangkan gambar
tidak termasuk didalamnya. Padahal gambar atau lukisan dapat dimasukkan pula kedalam
jenis wacana tulis (gambar). Sebagaiman dikatakan Hari Mukti Kridalaksana dalam Mulyana
(2005:52), wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap, yang dalam hirarki kebahasaan
merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar. Wacana dapat direalisasikan dalam
bentuk kata, kalimat, paragraf atau karangan yang utuh (buku, novel, ensiklopedia, dan lain4

lain) yang membawa amanat yang lengkap dan cukup jelas berorientasi pada jenis wacana
tulis.
Menurut T. Fatimah Djajasudarma (1994: 7-8) wacana dengan media komunikasi tulis
dapat berwujud antara lain:
a. Sebuah teks/ bahan tertulis yang dibentuk oleh lebih dari satu alinea yang
mengungkapkan sesuatu secara beruntun dan utuh, misalnya sepucuk surat, sekelumit
cerita, sepenggal uraian ilmiah.
b. Sebuah alinea, merupakan wacana, apabila teks hanya terdiri atas sebuah alinea, dapat
dianggap sebagai satu kesatuan misi korelasi dan situasi yang utuh.
c. Sebuah wacana (khusus bahasa Indonesia) mungkin dapat dibentuk oleh sebuah kalimat
majemuk dengan subordinasi dan koordinasi atau sistem elipsis.
Contohnya adalah sebagai berikut.
Kelas VI E Progam studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas PGRI
Palembang terdiri atas 26 mahasiswa, ketua tingkat dari kelas ini adalah Ridho Andi Sucipto
dan wakilnya adalah Amin Syahril.
2.2.2 Wacana Lisan
Menurut Henry Guntur Tarigan (1987:55) wacana lisan atau spoken discourse adalah
wacana yang disampaikan secara lisan, melalui media lisan.
Menurut Mulyana (2005:52) wacana lisan (spoken discourse) adalah jenis wacana
yang disampaikan secara lisan atau langsung dalam bahasa verbal. Jenis wacana ini sering
disebut sebagai tuturan (speech) atau ujaran (utterance). Adanya kenyataan bahwa pada
dasrnya bahasa kali pertama lahir melalui mulut atau lisan. Oleh karena itu, wacana yang
paling utama, primer, dan sebenarnya adalah wacana lisan. Kajian yang sungguh-sungguh
terhadap wacana pun seharusnya menjadikan wacana lisan sebagai sasaran penelitian yang
paling utama. Tentunya, dalam posisi ini wacana tulis dianggap sebagai bentuk turunan
(duplikasi) semata.
Wacana lisan memiliki kelebihan dibanding wacana tulis. Beberapa kelebihan wacana
lisan di antaranya ialah:
a. Bersifat alami (natural) dan langsung.
b. Mengandung unsur-unsur prosodi bahasa (lagu, intonasi).
c. Memiliki sifat suprasentensial (di atas struktur kalimat).
d. Berlatar belakang konteks situasional.
Menurut Henry Guntur Tarigan (1987:122) wacana lisan diciptakan atau dihasilkan dalam
waktu dan situasi yang nyata. Oleh sebab itu, dalam semua bentuk wacana lisan terdapat
5

kaidah-kaidah atau aturan-aturan mengenai siapa yang berbicara (kepada siapa) apabila
(waktunya). Dengan perkataan lain, dalam wacana lisan, kita harus mengetahui dengan pasti:
a. Siapa yang berbicara
b. Kepada siapa
c. Apabila; pada saat yang nyata
Sebagai pegangan dalam pembicaraan selanjutnya dalam buku kecil ini, maka yang
dimaksud dengan wacana lisan adalah satuan bahasa yang terlengkap dan terbesar di atas
kalimat atau klausa dengan kohesi dan koherensi tinggi yang berkesinambungan yang
mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan.
Disamping terdapat banyak persamaan, terdapat juga sejumlah perbedaan antara wacana
tulis dan wacana lisan. Perbedaan itu dapat pula kita anggap sebagai ciri masing-masing.
Dalam uraian berikut ini akan kita bicarakan beberapa hal yang merupakan ciri atau unsur
khas wacana lisan, antara lain:
a. Aneka tindak
b. Aneka gerak
c. Aneka pertukaran
d. Aneka transaksi
e. Peranan kinesik
Menurut T. Fatimah Djajasudarma (1994:7) sebagai media komunikasi, wujud wacana
sebagai media komunikasi berupa rangkaian ujaran (tuturan) lisan dan tulis. Sebagai media
komunikasi wacana lisan, wujudnya berupa:
a. Sebuah percakapan atau dialog yang lengkap dari awal sampai akhir, misalnya obrolan di
warung kopi.
b. Satu penggalan ikatan percakapan (rangkaian percakapan yang lengkap, biasanya
memuat: gambaran situasi, maksud, rangkaian penggunaan bahasa) yang berupa:
Ica : .........................
Ania : Apakah kau punya korek?
Rudi : Tertinggal di ruang makan tadi pagi.
Penggalan wacana ini berupa bagian dari percakapan dan merupakan situasi yang
komunikatif.
2.3

Wacana Berdasarkan Cara Pengungkapan

2.3.1 Wacana Langsung (Direct Discourse)

Wacana langsung atau direct discourse adalah kutipan wacana yang sebenarnya
dibatasi oleh intonasi atau pungtuasi (Kridalaksana dalam Henry Guntur Tarigan, 1987:55).
Contohnya adalah sebagai berikut.
Ibu Nursalamah berkata, Untuk menjadi terkenal, sesuatu/ seseorang itu haruslah menjadi
yang pertama, terbaik dan berbeda.
2.3.2 Wacana Tidak Langsung (Indirect Discourse)
Wacana tidak langsung atau indirect discourse adalah pengungkapan kembali wacana
tanpa mengutip harfiah kata-kata yang dipakai oleh pembicara dengan mempergunakan
konstruksi gramatikal atau kata tertentu, antara lain dengan klausa subordinatif, kata bahwa,
dan sebagainya. (Kridalaksana, 1964: 208-9).
Contohnya adalah sebagai berikut.
Ibu Nursalamah pernah berkata bahwa untuk menjadi terkenal, sesuatu/ seseorang itu
haruslah menjadi yan pertama, terbaik dan berbeda.
2.4 Wacana Berdasarkan Cara Pembeberan (Pemaparan)
Wacana pembeberan atau expository discourse adalah wacana yang tidak mementingkan
waktu dan penutur, berorientasi pada pokok pembicaraan, dan bagian-bagiannya diikat secara
logis (Kridalaksana dalam Henry Guntur Tarigan, 1987:56).
2.4.1 Wacana Naratif (Narasi)
Menurut T. Fatimah Djajasudarma (1994:8) wacana naratif adalah rangkaian tuturan
yang menceritakan atau menyajikan hal atau kejadian (peristiwa) melalui penonjolan pelaku.
Isi wacana ditujukan ke arah memperluas pengetahuan pendengar atau pembaca. Kekuatan
wacana ini terletak pada urutan cerita berdasarkan waktu, cara-cara bercerita, atau aturan alur
(plot).
Menurut Abdul Rani, Bustamul Arifin, dan Martutik (2006:45-46) wacana narasi
merupakan satu jenis wacana yang berisi cerita. Dalam narasi terdapat unsu-unsur cerita yang
penting misalnya unsur waktu, pelaku, dan peristiwa. Dalam wacana narasi harus ada unsur
waktu, bahkan unsur pergeseran waktu itu sangat pentng. Unsur pelaku atau tokoh
merupakan pokok yang dibicarakan, sedangkan unsur peristiwa adalah hal-hal yang dialami
oleh sang pelaku.
Wacana narasi pada umumnya ditujukan untuk menggerakan aspek emosi. Dengan
narsi, penerima dapat membentuk citra atau imajinasi. Aspek intelektual tidak banyak
digunakan dalam memahami wacana narasi.
Contohnya adalah sebagai berikut.
7

Kegiatan disekolahku demikian padatnya. Setiap hari, aku masuk pukul 07.00. Agar
tidak terlambat, aku selalu bangun pukul 04.30. Setelah mandi, akupun shalat subuh.
Kemudian, aku segera mengenakan seragam sekolah. Tak lupa aku lihat-lihat lagi buku yang
harus aku bawa. Yah, sekedar mengecek apakah buku-buku yang aku bawa sudah sesuai
dengan jadwal pelajaran hari itu. Selanjutnya, aku makan pagi. Lalu, kira-kira pukul 06.00,
aku berangkat ke sekolah. Seperti biasanya, aku ke sekolah naik angkutan umum. Jarak
rumah dengan sekolahku tidak jauh, sekitar enam kilometer. Aku memang membiasakan
berangkat pagi-pagi. Maklum, angkutan kota sering berhenti lama untuk mencari penumpang.
Jika aku berangkat agak siang, wah, bisa terlambat sampai di sekolah.
Di sekolah, aku belajar selama kurang lebih enam jam. Jam pelajaran berakhir pukul
12.45. Itu untuk hari-hari biasa. Hari Rabu, aku pulang pukul 14.30, karena mengikuti
kegiatan ekstrakulikuler dulu. Khusus hari Jumat, aku bisa pulang lebih awal, yaitu pukul
11.00.
Paragraf narasi diatas berisi sebuah fakta. Apabila dicermati, paragraf tersebut berisi
urutan peristiwa berikut: bangun pukul 04.30, mandi, shalat subuh, berpakaian, mengecek
buku, makan pagi, berangkat sekolah, belajar di sekolah, pulang sekolah. Rangkaian
peristiwa tersebut dialami oleh tokoh aku. Aku mengalami konflik dengan dirinya sendiri,
yaitu kebiasaannya setiap hari.
2.4.2 Wacana Deskriptif (Deskripsi)
Menurut T. Fatimah Djajasudarma (1994:11) wacana deskriptif berupa rangkaian
tuturan yang memaparkan sesuatu atau melukiskan sesuatu, baik berdasarkan pengalaman
maupun pengetahuan penuturnya. Wacana itu biasanya bertujuan mencapai penghayatan dan
imjinatif terhadap sesuatu sehingga pendengar atau pembaca seolah-olah merasakan atau
mengalami sendiri secara langsung. Wacana deskriptif ini, ada yang hanya memaparkan
sesuatu secara objektif dan ada pula yang memaparkannya secara imajinatif. Pemaparan
secara objektif bersifat menginformasikan sebagaimana adanya, sedangkan pemaparan secara
imajinatif bersifat menambahkan daya khayal. Daya khayal yang didapatkan didalam novel
atau cerpen, atau isi karya sastra pada umumnya.
Menurut Abdul Rani, Bustamul Arifin, dan Martutik (2006:37-38) wacana deskripsi
merupakan jenis wacana yang ditujukan kepada penerima pesan agar membentuk suatu citra
(imajinasi) tentang sesuatu hal. Aspek kejiwaan yang dapat mencerna wacana tersebut adalah
emosi. Hanya melalui emosi, seseorang dapat membentuk citra atau imajinasi tentang
sesuatu. Oleh sebab itu, ciri khas wacana deskripsi ditandai dengan pengggunaan kata-kata
atau ungkapan yang bersifat deskriptif, seperti rambutnya ikal, hidungnya mancung, dan
8

matanya biru. Dalam wacana ini biasanya tidak digunakan kata-kata yang bersifat evaluatif
yang terlalu abstrak seperti, tinggi sekali, berat badan tidak seimbang, matanya indah, dan
sebagainya.
Wacana deskripsi banyak digunakan dalam katalog penjualan dan juga data-data
kepolisian. Kalimat yang digunakan dalam wacana deskripsi umumnya kalimat deklaratif dan
kata-kata yang digunakan bersifat objektif. Wacana deskripsi cenderung tidak mempunyai
penanda pergeseran waktu seperti dalam wacana narasi.
Contohnya sebagai berikut.
SMA Negeri 1 Kota Sukabumi merupakan SMA tertua di Kota Sukabumi. SMA
Negeri 1 Kota Sukabumi lahir pada bulan Oktober 1961.
SMA Negeri 1 mempunyai jumlah murid kurang lebih 1.500 siswa dan mempunyai 4
lapangan, yaitu lapangan basket, lapangan volly, lapangan sepak bola, dan lapangan
badminton. Luas Smansa kuarng lebih 3 hektare dan memiliki 37 kelas serta 71 guru mata
pelajaran. Smansa juga memiliki kantin yang begitu banyak.
Ketika bel istirahat berbunyi, kanti di Smansa sangatlah ramai hingga siswa-siswi pun
harus berdesak-desakan untuk membeli makanan. Kantin Smansa menjual bermacam-macam
makanan seperti gorengan, mie ayam, juice, dan masih banyak lagi Ketika kantin ini ramai,
suasana pun menjadi sangat panas, berisik dan kotor. Kantin di Smansa sungguh sempit
sedangkan muridnya sangatlah banyak, sehingga kantin ini pun menjadi hiruk-pikuk.
2.4.3 Wacana Prosedural (Eksposisi)
Menurut T. Fatimah Djajasudarma (1994:9) wacana prosedural dipaparkan dengan
rangkaian tuturan yang melukiskan sesuatu secara berurutan dan secara kronologis. Wacana
prosedural disusun untuk menjawab pertanyaan bagaimana cara mengerjakan atau
menghasilkan sesuatu.
Menurut Abdul Rani, Bustamul Arifin, dan Martutik (2006:38-39) wacana eksposisi
bertujuan untuk menerangkan sesuatu hal kepada penerima (pembaca) agar yang
bersangkutan memahaminya. Wacana eksposisi dapat berisi konsep-konsep dan logika yang
harus diikuti oleh penerima. Oleh sebab itu, untuk memahami wacana eksposisi, diperlukan
proses berpikir.
Wacana eksposisi menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan kata tanya
bagaimana. Oleh karena itu, wacana tersebut dapat digunakan untuk menerangkan proses
atau prosedur suatu aktivitas. Khusus untuk menerangkan proses dan prosedur, kalimatkalimat yang digunakan dapat berupa kalimat perintah disertai dengan kalimat deklaratif.
Contohnya sebagai berikut.
9

Jatuhnya pesawat berkapasitas 266 penumpang airbus A300- 600 merupakan peristiwa
kedua bagi American Airlines beberapa detik lepas landas dari bandar udara internasional
OHare Chicago, tiba-tiba mesin kiri lepas dari dudukannya. Pilot tidak bisa mengendalikan
pesawat akibat keseimbangan pesawat mendadak berubah dengan jatuhnya mesin berbobot
sekitar 5 ton. Pesawat mendarat dan menghujam tempat parkir kendaraan 31 detik kemudian
dan 271 penumpang plus awak tewas seketika. Kecelakaan lain menyangkut mesin copot
dialami oleh pesawat kargo El-Al milik flag carier Israel, 4 Oktober 1992. Mesin nomor
empat atau yang paling ujung pada sayap kanan, tiba-tiba lepas akibat dua fuse-pin (baut
kedudukan mesin) lepas. Disusul kemudian oleh mesin nomor tiga. Mendadak kehilangan
dua mesin, pilot tidak dapat mengendalikan pesawat dan menabrak gedung bertingkat di
Amsterdam, Belanda. Empat awak tewas berikut 47 penghuni flat yang ditabrak.
2.4.4 Wacana Hortatori (Argumentasi)
Menurut Abdul Rani, Bustamul Arifin, dan Martutik (2006:39-40) wacana argumentasi
merupakan salah satu bentuk wacana yang berusaha mempengaruhi pembaca atau pendengar
agar menerima pernyataan yang dipertahankan, baik yang didasarkan pertimbangan logis
maupun emosional (Rottenberg, 1988:9). Senada dengan itu, Salmon (1984:8) memberikan
definisi argumentasi sebagai seperangkat kalimat yang disusun sedemikian rupa sehingga
beberapa kalimat berfungsi sebagai bukti-bukti yang mendukung kalimat lain yang terdapat
dalam perangkat itu.
Menurut T. Fatimah Djajasudarma (1994:10) wacana hortatori adalah tuturan yang
berisi ajakan atau nasihat. Tuturan dapat pula berupa ekspresi yang memperkuat keputusan
untuk menyakinkan. Wacana ini tidak disusun berdasarkan urutan waktu, tetapi merupakan
hasil. Wacana ini digunakan untuk mempengaruhi pendengar atau pembaca agar terpikat akan
suatu pendapat yang dikemukakan. Isi wacana selalu berusaha untuk memiliki pengikut atau
penganut, atau paling tidak menyetujui pendapat yang dikemukakannya itu, kemudian
terdorong untuk melakukan atau mengalaminya. Yang termasuk wacana hortatori antara lain
khotbah, pidato tentang politik.
Sebuah wacana dikategorikan argumentasi apabila bertolak dari adanya isu yang
sifatnya kontroversi antara penutur dan mitra tutur. Dalam kaitannya dengan isu tersebut,
penutur berusaha menjelaskan alasan-alasan yang logis untuk meyakinkan mitra tuturnya
(pembaca atau pendengar). Biasanya, suatu topik diangkat karena mempunyai nilai, seperti
indah, benar, baik, berguna, efektif atau swebaliknya.
Pada dasarnya, kekuatan argumen terletak pada kemampuan penutrur dalam
mengemukakan tiga prinsip pokok, yaitu apa yang disebut pernyataan, alasan, dan
10

pembenaran. Pernyataan mengacu pada kemampuan penutur dalam menentukan posisi.


Alasan mengacu pada kemampuan penutur untuk mempertahakn pernyataannya dengan
memberikan alasan-alasan yang relevan. Pembenaran mengacu pada kemampuan penutur
dalam menunjukkan hubungan antara pernyataan dan alasan.
Contohnya sebagai berikut.
Akibat perkembangan perekonomian dan pertambahan jumlah penduduk, komsumsi
energi di dalam negeri juga meningkat. Kebutuhan gas di pulau jawa pada tahun 2002
sebanyak 943 juta kaki kubik per hari (MMCFD). Tahun 2005, meningkat menjadi 1,136
MMCFD. Pada tahun 2010, kebutuhan gas di pulau jawa diperkirakan 2.252 MMCFD dan
tahun 2015, sebanyak 3,441 MMCFD.
2.4.5 Wacana Ekspositori
Menurut T. Fatimah Djajasudarma (1994:10-11) wacana ekpositori bersifat
menjelaskan sesuatu. Biasanya berisi pendapat atau simpulan dari sebuah pandangan. Pada
umumnya, ceramah, pidato, atau artikel pada majalah dan surat kabar termasuk wacana
ekspositori. Wacana ini dapat berupa rangkaian tuturan yang menjelaskan atau memeparkan
sesuatu. Isi wacana lebih menjelaskan dengan cara menguraikan bagian-bagian pokok
pikiran. Tujuan yang ingin dicapai melalui wacana ekspositori adalah tercapainya tingkat
pemahaman akan sesuatu.
Wacana ekspositori dapat berbentuk ilustrasi dengan contoh, berbentuk perbandingan,
uraian kronologis, identifikasi. Identifikasi dengan orientasi pada meteri yang dijelaskan
secara rinci atau bagian demi bagian.
Contohnya sebagai berikut.
Menurut Mulayana (2005: 49) mengatakan bahwa:
CDMA merupakan salah satu teknologi yang digunakan dalam sistem
telekomunikasi.

Beberapa

operator

seluler

sebelumnya

pernah

muncul,

menggunakan teknologi AMPS, misalnya Metrosel. Lahir pula operator GSM


seperti Telkomsel dan Indosat. Kini ada operator yang memanfaatkan teknologi
CDMA. Ketiganya sama-sama teknologi yang diimplementasikan dalam
penyediaan layanan komunikasi.
2.4.6 Wacana Dramatik
Wacana dramatik adalah bentuk wacana yang berisi percakapan antar penutur. Sedapat
mungkin menghindari atau meminimalkan sifat narasi di didalamnya. Contoh teks dramatik
adalah skenario film/sinetron, pentas wayang orang, ketoprak, sandiwara, dan sejenisnya.
11

Contoh wacana dramatik adalah sebagai berikut.


Ibu

: Anakku, kamu sudah dewasa. Apalagi sekarang ini ibu sudah tua.

Anak : Maksud ibu?


Ibu

: Ibu ingin segera punya cucu. Ibu ingin sekali menjadi nenek. Kamu harus segera
mencari istri.

Anak : Saya kan belum punya pekerjaan tetap, Bu! Bagaimana nanti saya menghidupi istri
dan anak-anak saya.
Ibu

: Tidak usah khawatir. Ibu ada tabungan yang cukup buat kamu buka usaha. Tapi
kamu harus pandai cari tambahan modal. Terima ini.

Anak : Terimakasih, Bu.


Wacana dramatik menyangkut beberapa orang penutur (persona) dan sedikit bagian
naratif. Pentas drama merupakan wacana dramatik.
2.4.7 Wacana Epistoleri
Wacana epistoleri biasa dipergunakan dalam surat-menyurat. Pada umumnya memiliki
bentuk dan sistem tertentu yang sudah menjadi kebiasaan atau aturan. Secara keseluruhan,
bagian wacana ini diawali oleh alinea pembuka, dilanjutkan bagian isi, dan diakhiri alinea
penutup.
Contohnya adalah sebagai berikut.
Kepada ayah dan ibu beribu-ribu rasa kangen ananda disini. Rasa ingin berjumpa dan
memeluk tidak dapat ananda pungkiri.
Ayah, ibu ananda sebentar lagi akan menempuh ujian. Ananda meminta maaf atas
kesalahan ananda pada ibu dan ayah. Maaf ananda tidak bisa langsung mencium tanggan
ayah dan ibu untuk minta maaf karena jarak yang jauh yang menghalangi. Ananda hanya bisa
kirim surat untuk minta maaf dan minta doa dari ayah dan ibu serta keluarga.
Terakhir, salam sayang terkasih kepada ibu dan ayah tercinta. Semoga Allah selalu
menjaga ayah dan ibu.
2.4.8 Wacana Serimonial
Wacana seremonial adalah bentuk wacana yang digunakan dalam kesempatan semonial
(upacara). Karena erat kaitannya dengan konteks situasi dan kondisi yang terjadi dalam
seremoni, maka wacana ini tidak digunakan di sembarang waktu. Inilah bentuk wacana yang
dinilai khas dan khusus dalam Bahasa Jawa. Wacana ini umumnya tercipta kerena tersedianya
konteks sosio-kultural yang melatarbelakanginya. Secara keseluruhan, teks wacana
seremonial terdiri dari alinea pembuka, dilanjutkan isi, dan diakhiri alinea penutup. Contoh

12

wacana ini adalah pidato dalam upacara peringatan hari-hari besar, upacara pernikahan (Jawa:
tanggap wacana manten).
Contohnya adalah sebagai berikut.
Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara sekalian yang saya hormati, saya mengucapkan
selamat datang dan terimakasih kepada Anda sekalian atas kehadiran Anda untuk datang
memenuhi undangan kami. Pada kesempatan ini saya dan keluarga ingin berbagi sukacita
karena pada hari ini kami menikahkan anak kami Riko dan Rini Acara akad nikah sudah
dilangsungkan tadi pagi di hadapan anggota keluarga kedua menpelai. Untuk itu, kami
mohon doa restu Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara sekalian untuk kebahagian kedua anak
kami semoga pernikahan mereka langgeng samapai akhir hayat dan diberi Yang Maha Kuasa
anak-anak yang saleh. Amin.
Akhirnya, kami berharap Anda semua merasa nyaman di dalam acara ini. Jika di dalam
menerima Anda semua terdapat kekeliruan atau ada yang kurang berkenan, kami mohon maaf
yang seluas-luasnya. Terima kasih.
2.5

Wacana Berdasarkan Bentuk


Menurut Henry Guntur Tarigan (1987:57-59), wacana berdasarkan bentuknya dapat

dibagi atas:
2.5.1 Wacana Prosa
Wacana prosa adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk prosa. Wacana ini
didapat dan tertulis atau lisan, dapat berupa wacana langsung, dapat pula dengan pembeberan
atau penuturan. Contoh: novel, cerpen, tesis, skripsi, dan lain-lain.
Contohnya adalah sebagai berikut.
Matahari terbit terang bahkan mungkin teramat terang dibanding hari-hari biasanya.
Motor, becak, mobil dan seluruh corak kendaraan berhulu halang mengitari aktifitas tunjuk
jarum di pagi hari. Kokokan ayam yang biasanya gemuruh menyapa dan membangunkan
tidur malasku pun justru hari itu terasa hilang perlahan satu per satu. Kotaku teramat ramai
saat itu dan bisa dipastikan hari ini mungkin akan menjadi goresan anyar yang menyulam
diary hidup kecilku.Aku bergegas menyingsing barunya catatan tatangan yang tak tertulis
sejak cerita-cerita yang lalu telah habis terputar pada rotasi detik, menit, jam, hari hingga
tahun yang dimakan masa yang benar begitu cepat.Tapi hidup hanya satu hari yakni hari ini,
karena kemarin adalah kenangan dan besok adalah masa depan. Akh, tak ada gunanya
berlama bersandar di atas tempat tidur. Saatnya untukku menjemput peradapan dihari ini.
(Novellet Ketika Aku Harus Karya Alvian Kurniawan).
13

2.5.2 Wacana Puisi


Wacana puisi adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk puisi baik secara tertulis
maupun lisan.
Contohnya adalah sebagai beriut.
Teratai-Teratai Mekar
(Oleh: Alvian Kurniawan)
Teratai-teratai mekar,
Menguncup dipagi hari tanpa sebab,
Mungkinkah layu tapi tak tua,
Ataukah mimpi tapi tak manusia,
Aku gerah melihatnya,
Ingin ku petik tapi tak mengerti,
Hanya diam beribu patri,
Menunggu jawab yang mudah-mudahan tiba.
2.5.3 Wacana Drama
Wacana drama adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk drama, dalam bentuk
katalog baik secara tertulis maupun secara lisan.
Contohnya adalah sebagai berikut.
.
Kendil : Bukannya kendil kemarin sudah cari kayu banyak, masa cepet banget habis.
Si Mbok : Lha kemarinkan simbok masak banyak.
(Naskah Perubahan Pementasan Drama Mata Kuliah PPD kelas V E Jaka Kendil Mencari
Cinta Karya Heru Subrata)
2.6 Wacana Berdasarkan Isi
Menurut Mulyana (2005:57-63) klasifikasi wacana berdasarkan isi, relatif mudah
dikenali. Hal ini disebabkan antara lain, oleh tersedianya ruang dalam berbagai media yang
secara khusus langsung mengelompokkan jenis-jenis wacana atas dasar isinya. Isi wacana
sebenarnya lebih bermakna sebagai nuansa atau muatan tentang hal yang ditulis, disebutkan,
diberitakan, atau diperbincangkan oleh pemakai bahasa (wacana).
Berdasarkan isinya, wacana dapat dipilah menjadi: wacana politik, wacana sosial, wacana
ekonomi, wacana budaya, wacana militer, wacana hukum, dan wacana kriminalitas. Wacana
yang berkembang dan digunakan secara khusus dan terbatas pada dunia-nya itu, dapat juga

14

disebut sebagai register, yaitu pemakaian bahasa dalam suatu lingkungan dan kelompok
tertentu dengan nuansa makna tertentu pula.
2.6.1 Wacana Politik
Sebagian orang memandang dunia politik sebagai dunia sesat, penuh strategi, dan
mungkin kelicikan. Lingkungan politik yang demikian itu pada gilirannya melahirkan istilahistilah tertentu yang maknanya sangat terbatas.
Contohnya adalah sebagai berikut.
Pemilu 2009 diikuti oleh lebih dari 30 partai besar dan kecil, mungkin di antaranya
ada yang merupakan partai sempalan, yang munculnya, antara lain karena adanya konplik
kepentingan di dalam tubuh partai.
2.6.2 Wacana Sosial
Wacana sosial berkaitan dengan kehidupan sosial dan kehidupan sehari-hari
masyarakat. Memang sulit untuk mengatakan: apa persoalan yang bukan merupakan
persoalan sehari-hari. Masalah makan, pangan, rumah, tanah, pernikahan, kematian, dan
sebagainya merupakan sejumlah kecil masalah sosial tersebut.
Contohnya adalah sebagai berikut.
Persoalan tanah menjadi salah satu persoalan hidup yang utama, serius, dan sensitif
karena persoalan tanah mudah menimbulkan konflik sosial dan bisa melibatkan lembaga atau
institusi. Secara hukum formal, setatus tanah sebagai atas hak pakai (HP), hak guna bangunan
(HGB) dan hak milik (HM). Bahkan, akhir-akhir ini ada yang menurut adanya setatus tanah,
sebagai hak menetap, tanah rakyat, tahan warisan Tuhan, dan tanah untuk hak tinggal seumur
hidup.
2.6.3 Wacana Ekonomi
Wacana ekonomi berkaitan dengan persoalan ekonomi. Dalam wacana ekonomi, ada
beberapa register yang hanya dikenal di dunia bisnis dan ekonomi. Ungkapan-ungkapan
seperti persaingan pasar, biaya produksi tinggi, langkanya sembako, konsumen dirugikan,
inflasi, devaluasi, harga saham gabungan, nata unag dan sejenisnya merupakan contoh-contoh
regester ekonomi.
Contohnya adalah sebagai berikut.
Upaya Pemerintah untuk melakukan kembali kemabil surat utang negara (buy back
SUN) lebih dari Rp 1 triliun pada setiap jatuh tempo SUN bertujuan untuk mengurangi beban
pembayaran pokok utang pada tahun-tahun yang memiliki jatuh tempo besar. Upaya itu
2.6.4 Wacana Budaya

15

Wacana budaya berkaitan dengan aktivitas kebudayaan. Meskipun sampai saat ini
makna kebudayaan masih terus diperdebatkan, namun pada wilayah kewicanaan ini,
kebudayaan lebih dimaknai sebagai wilayah kebiasaan atau tradisi, adat, sikap hidup, dan
hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia sehari-hari. Wilayah tersebut kemudian
menghasilkan bentuk-bentuk kebahasaan sabagai representasi aktivitasnya yang kemudian
disebut wacana budaya.
2.6.5 Wacana Militer
Hingga saat ini wacana militer hanya dipakai dan berkembang di bidang militer. Nama
instansi militer, nama dukumen, bahkan birokrasi kepangkatan ataupun komunikasi di bidang
militer sering mengunakan istilah yang hanya dikenal di kalangan militer. Istilah ataupun
mana itu pada umumnya berbentuk singkatan dan akronim, baik silabis maupun alfabetis.
Contohnya adalah sebagai berikut.
Koramil (komando rayon militer)
Dephankam (depertemen pertahanan dan keamanan)
letjen (letnan jenderal)
opsmil (oprasi militer)
wamil (wajib militer)
pamen (perwira menengah)
prada (prajurid dua)
yonziepur (batalyon zeni tempur)
Kata, nama, ataupun istilah itu umumnya hanya dikenal dan di gunakan di bidang
militer. Munculnya singkatan atau akronim baru di dunia militer biasanya berkait langsung
dengan munculnya kebijakan atau keputusan baru.
2.6.6 Wacana Hukum dan Kriminalitas
Persoalan hukum dan kriminalitas, sekalipun bisa dipisahkan, namun keduanya
bagaikan dua sisi dari mata uang: berbeda tetapi menjadi satu kesatuan. Kriminalitas
menyangkut hukum, dan hukum mengelilingi kriminalitas. Contoh istilah yang digunakan
dalam wacana hukum dan kriminalitas seperti tersangka, tim pembela, kasasi, vonis, hakim.
2.6.7 Wacana Olahraga dan Kesehatan
Bidang olahraga dan kesehatan bisa debedakan meskipun kedudukannya berkaitan dan
mungkin memiliki timbal balik. Tentu saja pilihan kata dan istilah khusus dapat ditafsirkan
dengan benar jika diketahui konteks pemakaiannya.
Wacana olahraga dan kesehatan berkaitan dengan masalah olahraga dan kesehatan.
Masalah yang berkaitan dengan kesehatan misalnya, muncul kalimat Sempat joging 10
16

menit, didiagnosis jantung ringan. Istilah joging adalah aktivitas olahraga ringan yang
berkaitan dengan kesehatan. Oleh karena itu, munculnya istilah jantung ringan pada bagian
berikutnya sama sekali bukan berarti berat jantung yang ringan (tidak berat), tetapi jenis sakit
jantung pada stadium awal (masih belum mengkhawatirkan).

17

BAB III
PENUTUP
3.1

Simpulan

3.2

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA
Djajasudarma, Fatimah. 1994. Wacana (Pemahaman dan Hubungan Antar Unsur). Bandung:
PT. UNESCO.
Mulyana. 2005. Kajian Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Rani, Abdul dkk. 2006. Analisis Wacana. Malang: Bayumedia Publishing.
Sumarlam, dkk. Analilisis Wacana: Teori dan Praktik.
Tarigan, Henry Guntur. 1987. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.

19

Anda mungkin juga menyukai