id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Hakikat Wacana
a. Pengertian Wacana
commit to user
6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
yang utuh yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar
(dalam wacana lisan).
Rani, dkk (2006:3-5) menjelaskan bahwa istilah wacana mempunyai
acuan yang lebih luas sekadar bacaan sehingga para ahli telah menyepakati bahwa
wacana merupakan satuan bahasa yang paling besar yang digunakan dalam
komunikasi. Pengertian wacana menurut mereka dibagi menjadi 3, yaitu wacana
sebagai satuan bahasa, wacana sebagai hasil dan proses, dan wacana sebagai
penggunaan bahasa. (1) Wacana sebagai satuan bahasa seperti yang diungkapkan
di atas, wacana merupakan satuan bahasa yang paling besar yang digunakan
dalam komunikasi. Satuan bahasa di bawahnya secara berturut-turut adalah
kalimat, frase, kata, dan bunyi. Secara berurutan, rangkaian bunyi membentuk
kata. Rangkaian kata membentuk frase dan rangkaian frase membentuk kalimat.
Akhirnya rangkaian kalimat membentuk wacana. (2) Wacana sebagai hasil dan
proses. Dalam situasi komunikasi, apa pun bentuk wacananya, diasumsikan
adanya penyapa dan pesapa. Dalam wacana lisan penyapa adalah pembicara,
sedangkan pesapa adalah pendengar. Dalam wacana tulis penyapa adalah penulis,
sedangkan pesapa adalah pembaca. Dalam komunikasi tulis khususnya, proses
komunikasi penyapa dan pesapa tidak berhadapan langsung. Penyapa
menuangkan ide/gagasannya dalam kode-kode kebahasaan yang biasanya berupa
rangkaian kalimat. Rangkaian kalimat tersebut yang nantinya ditafsirkan
maknanya oleh pembaca. Di sini pembaca mencari makna berdasarkan untaian
kata yang tercetak dalam teks. (3) Wacana sebagai penggunaan bahasa. Menurut
Cook dalam Abdul Rani menyatakan bahwa wacana merupakan suatu
penggunaan bahasa dalam komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan.
Penggunaan bahasa dapat berupa iklan, drama, percakapan, diskusi, debat, tanya
jawab, surat, makalah, tesis, dan sebagainya.
b. Jenis Wacana
Sebagai satuan bahasa dalam komunikasi, wacana dapat diklasifikasikan
berdasarkan beberapa segi. Menurut Rani, dkk (2006:25-46) wacana
diklasifikasikan menjadi beberapa bergantung pada sudut pandang yang
commit to user
7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
digunakan. Dilihat dari bentuk saluran yang digunakan, dikenal wacana tulis dan
lisan. Dilihat dari jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi dikenal ada
wacana monolog, dialog dan polilog, sedangkan dilihat dari tujuan
berkomunikasi, ada wacana deskripsi, eksposisi, argumentasi, persuasi dan narasi.
Berdasarkan saluran yang digunakan dalam berkomunikasi, wacana
dapat dibedakan menjadi 2, yaitu (1) wacana tulis adalah teks yang berupa
rangkaian kalimat yang menggunakan ragam bahasa tulis, (2) wacana lisan adalah
merupakan rangkaian kalimat yang ditranskrip dari rekaman bahasa lisan. Wacana
tulis dapat kita temukan dalam bentuk buku, berita koran, artikel, makalah dan
sebagainya, sedangkan wacana lisan misalnya khotbah, percakapan, dan siaran
langsung di radio atau tv.
Berdasarkan jumlah peserta yang terlibat pembicaraan dalam
komunikasi. Ada 3 jenis wacana, yaitu (1) monolog, peserta dalam komunikasi
hanya ada satu orang. Pada saat itu, pembicara mempunyai kebebasan untuk
menggunakan waktunya tanpa diselingi oleh mitra tuturnya, (2) dialog, apabila
peserta dalam komunikasi itu ada dua orang dan terjadi pergantian peran (dari
pembicara menjadi pendengar atau sebaliknya), (3) polilog, jika peserta dalam
komunikasi lebih dari dua orang dan terjadi pergantian peran.
Berdasarkan tujuan berkomunikasi, wacana dapat dibedakan menjadi 5,
yaitu (1) wacana deskripsi merupakan jenis wacana yang ditujukan kepada
penerima pesan agar dapat membentuk suatu citra (imajinasi) tentang sesuatu hal,
(2) wacana eksposisi bertujuan untuk menerangkan sesuatu hal kepada penerima
(pembaca) agar yang bersangkutan memahaminya, (3) wacana argumentasi
merupakan sebuah wacana yang bertolak dari adanya isu yang sifatnya
kontroversi antara penutur dan mitra tutur, (4) wacana persuasi merupakan
wacana yang bertujuan memengaruhi mitra tutur untuk melakukan tindakan sesuai
yang diharapkan penuturnya, dan (5) wacana narasi merupakan suatu jenis wacana
yang berisi cerita.
Di samping pengklasifikasian yang dikemukakan oleh Rani,dkk.,
Sumarlam (2003:15) mengklasifikasikan wacana menjadi beberapa jenis menurut
dasar pengklasifikasiannya. Misalnya, berdasarkan bahasanya, media yang
commit to user
8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dipakai untuk mengungkapkan, jenis pemakaian, bentuk serta cara dan tujuan
pemaparannya. .
Berdasarkan bahasa yang dipakai sebagai sarana untuk
mengungkapkannya, wacana dapat diklasifikasikan menjadi (a) wacana bahasa
nasional (Indonesia), (b) wacana bahasa lokal atau daerah (bahasa Jawa, Bali,
Sunda, Madura, dan sebagainya), (c) wacana bahasa internasional (Inggris), dan
(d) wacana bahasa lainnya, seperti bahasa Belanda, Jerman, Perancis, dan
sebagainya.
Wacana bahasa Indonesia ialah wacana yang diungkapkan dengan
menggunakan bahasa Indonesia sebagai sarananya; wacana bahasa Jawa adalah
wacana yang diungkapkan dengan menggunakan sarana bahasa Jawa; wacana
bahasa Inggris merupakan wacana yang dinyatakan dengan menggunakan bahasa
Inggris, dan seterusnya. Apabila dilihat dari ragam bahasa yang digunakannya
maka wacana tersebut dapat berupa wacana bahasa Indonesia ragam baku dan
wacana bahasa Indonesia ragam takbaku; wacana bahasa Jawa dapat terdiri atas
wacana bahasa Jawa ragam ngoko (ragam bahasa Jawa yang kurang halus, ragam
rendah), krama (ragam bahasa Jawa halus, ragam tinggi), dan campuran antara
kedua ragam tersebut.
Berdasarkan media yang digunakan maka wacana dapat dibedakan atas
(1) wacana tulis, dan (2) wacana lisan. Wacana tulis artinya wacana yang
disampaikan dengan bahasa tulis atau melalui media tulis, untuk dapat menerima
atau memahami wacana tulis maka sang penerima atau pesapa harus
membacanya. Di dalam wacana tulis terjadi komunikasi secara tidak langsung
antara penulis dengan pembaca. Wacana tulis ini dalam referensi bahasa Inggris
disebut oleh sebagian ahli dengan written discourse dan sebagian lagi dengan
istilah written text. Sementara itu, wacana lisan berarti wacana yang disampaikan
dengan bahasa lisan atau media lisan. Untuk dapat menerima dan memahami
wacana lisan maka sang penerima dan pesapa harus menyimak atau
commit to user
9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
(5) Wacana persuasi, yaitu wacana yang isinya bersifat ajakan atau nasihat,
biasanya ringkas dan menarik, serta bertujuan untuk memengaruhi secara kuat
pada pembaca atau pendengar agar melakukan nasihat atau ajakan tersebut.
Di samping jenis wacana seperti telah dijelaskan di atas, ada pula ahli
yang mengklasifikasikan wacana menurut cara penyusunan, isi, dan sifatnya.
Misalnya, Llamzon dalam bukunya Discourse Analysis (dalam Sumarlam,
2003:20) menyebutkan wacana ada yang bersifat naratif, prosedural, hortatorik,
ekspositorik, dan deskriptif. (1) Wacana naratif, yaitu rangkaian tuturan yang
menceritakan atau menyajikan suatu hal atau kejadian melalui penonjolan tokoh
atau pelaku (orang pertama atau ketiga) dengan maksud memperluas pengetahuan
pendengar atau pembaca. Kekuatan wacana ini terletak pada urutan cerita
berdasarkan waktu dan cara-cara bercerita yang diatur melalui alur (plot). (2)
Wacana prosedural, yaitu rangkaian tuturan yang melukiskan sesuatu secara
berurutan yang tidak boleh dibolak-balik unsur-unsurnya karena urgensi unsur
terdahulu menjadi landasan unsur yang berikutnya. Wacana ini biasanya disusun
untuk menjawab pertanyaan bagaimana sesuatu bekerja atau terjadi, atau
bagaimana cara mengerjakan sesuatu, misalnya bagaimana membongkar dan
memasang mesin mobil atau bagian-bagian tertentu yang memerlukan prosedur
seperti itu. (3) Wacana hortatorik, yaitu tuturan yang isinya bersifat ajakan atau
nasihat, kadang-kadang tuturan itu bersifat memperkuat keputusan agar lebih
meyakinkan. Tokoh penting di dalamnya adalah orang. Wacana ini tidak disusun
berdasarkan urutan waktu, tetapi merupakan hasil atau produksi suatu waktu.
Wacana hortatorik ini hampir sama dengan wacana persuasi yang telah dijelaskan.
(4) Wacana ekspositorik, yaitu rangkaian tuturan yang bersifat memaparkan suatu
pokok pikiran. Pokok pikiran itu lebih dijelaskan lagi dengan cara menyampaikan
uraian bagian-bagian atau detilnya. Tujuan pokok dari wacana ini adalah
tercapainya tingkat pemahaman terhadap sesuatu secara lebih jelas, mendalam,
dan luas daripada sekadar sebuah pertanyaan yang bersifat umum atau global.
Kadang-kadang wacana ini dapat berbentuk ilustrasi dengan contoh,
perbandingan, dan penentuan identifikasi dengan orientasi pokok pada masalah,
bukan kepada tokohnya. (5) Wacana deskriptif pada dasarnya berupa rangkaian
commit to user
12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ataupun dari struktur semantik dengan pengacuan atau referensi yang sama.
Seperti pengertian analisis dalam jurnal berikut.
3. Hakikat Kohesi
Suwandi (2008:119) menyatakan bahwa kohesi merupakan salah satu
aspek penting dalam analisis wacana. Sebuah kalimat di dalam teks pun pasti
berkaitan dengan kalimat lain yang datang sebelum atau sesudahnya. Hal ini
senada dengan pendapat Sumadi (2010:38) yang menyatakan konstituen-
konstituen wacana saling berhubungan satu dengan yang lain dengan sarana
satuan gramatikal dan sarana leksikal tertentu. Demikian pula, di sisi lain, tanpa
bahasa, tidak akan ada wacana. Ada sesuatu yang menciptakan suatu wacana (the
property of being a text), yaitu keadaan unsur-unsur bahasa yang saling merujuk
dan berkaitan secara semantis (Halliday dan Hassan dalam Kushartanti,dkk, 2007:
96). Keadaan unsur-unsur bahasa yang saling merujuk dan berkaitan secara
semantis disebut kohesi. Dengan kohesi, sebuah wacana menjadi padu: setiap
bagian pembentuk wacana mengikat bagian lain secara mesra dan wajar. Ini
sejalan dengan pendapat Sarwiji yang menyatakan kohesi membuat karangan
menjadi padu dan konsisten sehingga mudah dipahami oleh pembaca (Suwandi,
2008:121).
Banyak linguis seperti, Widdowson dan koleganya (1978) (dalam
Santoso, 2003:64), membedakan antara kohesi dan koherensi. Kohesi oleh mereka
digunakan untuk merujuk pada pertautan bentuk, sedangkan koherensi digunakan
untuk merujuk pertautan makna. Akan tetapi, Halliday dan koleganya kohesi
digunakan untuk merujuk keduanya: pertautan bentuk dan makna sekaligus. Hal
ini disebabkan bahwa bentuk merupakan simbol yang merealisasikan maknanya
(Halliday dalam Santoso, 2003: 64). Dengan demikian, yang disebut kohesi
adalah pertautan bentuk dan makna.
Kushartanti, dkk (2007:96) kohesi tidak datang dengan sendirinya, tetapi
diciptakan secara formal oleh alat bahasa, yang disebut pemarkah kohesi
commit to user
16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Jamak Kami
kami semua
kita
II
Tunggal Kamu, anda, anta/ente
PERSONA terikat lekat kiri: kau-
lekat kanan: -mu
Jamak Kamu
kalian
kalian semua
III
Tunggal Ia, dia, beliau
terikat lekat kiri: di-
lekat kanan: -nya
Jamak Mereka
mereka semua
2) Pengacuan Demonstratif
Pengacuan demostratif (kata ganti penunjuk) dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu pronomina demonstratif waktu (temporal) dan pronomina
demonstratif tempat (lokasional). Pronomina demonstratif waktu ada
yang mengacu pada waktu kini (seperti kini dan sekarang), lampau
(seperti kemarin dan dulu), akan datang (seperti besuk dan yang akan
datang), dan waktu netral (seperti pagi dan siang). Sementara itu,
commit to user
19
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3) Pengacuan Komparatif
Pengacuan komparatif (perbandingan) ialah salah satu jenis kohesi
gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang
memunyai kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk atau wujud, sikap,
sifat, watak, perilaku, dan sebagainya. Kata-kata yang biasa digunakan
untuk membandingkan misalnya, seperti, bagai, bagaikan, laksana,
sama dengan, tidak berbeda dengan, persis seperti, dan persis sama
dengan.
2. Substitusi
Kushartanti, dkk., (2007:97) menyatakan bahwa substitusi adalah
hubungan antara kata (-kata) dan kata (-kata) lain yang digantikannya.
Contoh alat gramatikal yang digunakan untuk menciptakan substitusi
adalah demonstrativa itu, begini, di bawah ini, dan berikut ini untuk
menggantikan kata yang akan disebut; demonstrativa itu, begitu, demikian,
commit to user
20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
tersebut dan di atas untuk menggantikan kata yang sudah disebut; dan
pronomina persona untuk menggantikan nomina persona yang sudah
disebut. Adapun hubungan substitusi dapat terjadi secara nominal
(substitusi nominal), verbal (substitusi verbal), dan klausal (substitusi
klausal).
Mulyana (2005:28) menyatakan bahwa substitusi (penggantian)
adalah proses dan hasil penggantian unsur bahasa oleh unsur lain dalam
satuan yang lebih besar. Penggantian dilakukan untuk memeroleh unsur
pembeda atau menjelaskan struktur tertentu.
Halliday dan Hasan (dalam Parera, 2004:226) berpendapat bahwa
substitusi adalah satu unsur gramatikal yang menyatakan hubungan
antarkata dan bukan hubungan dalam makna.
Sumarlam (2003:28) menjelaskan penyulihan atau substitusi adalah
salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual
tertentu (yang telah disebut) dengan satuan lain dalam wacana untuk
memperoleh unsur pembeda. Dilihat dari segi satuan lingualnya, substitusi
dapat dibedakan menjadi substitusi nominal, verbal, frasal, dan klausal.
1) Substitusi Nominal
Substitusi nominal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori
nomina (kata benda) dengan satuan lingual lain yang juga berkategori
nomina. Misalnya, kata derajat, tingkat diganti dengan pangkat, kata
gelar diganti dengan titel.
2) Substitusi Verbal
Substitusi verbal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori
verba (kata kerja) dengan satuan lingual lainnya yang juga berkategori
verba.
3) Substitusi Frasal
Substitusi frasal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang
berupa kata atau frasa dengan satuan lingual lainnya yang berupa
frasa.
commit to user
21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4) Substitusi Klausal
Substitusi klausal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang
berupa klausa atau kalimat dengan satuan lingual lainnya yang berupa
kata atau frasa.
Penggantian satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain
dalam wacana itu berfungsi untuk (1) menghadirkan variasi bentuk,
(2) menciptakan dinamisasi narasi, (3) menghilangkan kemonotonan,
dan (4) memperoleh unsur pembeda.
3. Elipsis
Kata yang disebutkan atau dituliskan secara berulang mungkin dapat
mengganggu pemahaman. Dalam hal itu, elipsis atau pelesapan dapat
dilakukan untuk menciptakan kepaduan wacana. Elipsis adalah
penghilangan kata (-kata) yang dapat dimunculkan kembali dalam
pemahamannya (Kushartanti, dkk., 2007: 98).
Mulyana (2003:28) elipsis juga merupakan penggantian unsur kosong
(zero), yaitu unsur yang sebenarnya ada tetapi sengaja dihilangkan atau
disembunyikan. Sementara itu, menurut Harimurti Kridalaksana (dalam
Mulyana, 2003:28), elipsis (penghilangan atau pelesapan) adalah proses
penghilangan kata atau satuan-satuan kebahasaan lain. Tujuan pemakaian
elipsis ini, salah satunya yang terpenting adalah untuk mendapatkan
kepraktisan bahasa, yaitu agar bahasa yang digunakan menjadi lebih
singkat, padat dan mudah dimengerti dengan cepat. Dengan kata lain,
elipsis digunakan untuk efektivitas dan efisiensi bahasa.
Sumarlam (2003:30) menyatakan bahwa pelesapan (elipsis) adalah
salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penghilangan atau
pelesapan satuan lingual tertentu yang telah disebutkan sebelumnya. Unsur
atau satuan lingual yang dilesapkan itu dapat berupa kata, frasa, klausa,
atau kalimat. Adapun fungsi pelesapan dalam wacana antara lain ialah
untuk (1) menghasilkan kalimat yang efektif (untuk efektivitas kalimat),
(2) efisiensi, yaitu untuk mencapai nilai ekonomis dalam pemakaian
bahasa, (3) mencapai aspek kepaduan wacana, (4) bagi
commit to user
22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4. Konjungsi
Konjungsi atau penghubungan dengan bantuan kata sambung atau
konjungsi besar pula peranannya dalam mewujudkan kohesi gramatikal-
perhatikan bahwa di sini kata konjungsi digunakan sebagai salah satu jenis
kohesi gramatikal sekaligus alat gramatikalnya. Penghubungan dapat
dilakukan antargagasan di dalam sebuah kalimat ataupun antarkalimat.
Konjungsi, sebagai alat gramatikal yang digunakan untuk menghubungkan
satu gagasan dengan gagasan di dalam sebuah kalimat disebut konjungsi
intrakalimat, sedangkan konjungsi yang dipakai untuk menghubungkan
satu gagasan dengan gagasan lain di dalam kalimat yang berbeda disebut
konjungsi antarkalimat (Kushartanti, dkk., 2007: 98).
Harimurti Kridalaksana (dalam Mulyana, 2003:29) konjungsi adalah
bentuk atau satuan kebahasaan yang berfungsi sebagai penyambung,
perangkai atau penghubung antara kata dengan kata, frasa dengan frasa,
klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat dan seterusnya.
Sumarlam (2003:32) konjungsi adalah salah satu jenis kohesi
gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu
dengan unsur yang lain dalam wacana. Unsur yang dirangkaikan dapat
berupa satuan lingual kata, frasa, klausa, kalimat, dan dapat juga berupa
unsur yang lebih besar dari itu, misalnya alinea dengan pemarkah lanjutan,
dan topik pembicaraan dengan pemarkah alih topik atau pemarkah
disjungtif.
Dilihat dari segi maknanya, perangkaian unsur dalam wacana
mempunyai bermacam-macam makna. Makna perangkaian beserta
konjungsi yang dapat dikemukakan di sini antara lain sebagai berikut.
commit to user
23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
b. Kohesi Leksikal
Kohesi leksikal adalah hubungan semantis antarunsur pembentuk wacana
dengan memanfaatkan unsur leksikal atau kata. Kohesi leksikal dapat
diwujudkan reiterasi dan kolokasi.
Reiterasi adalah pengulangan kata-kata pada kalimat berikutnya untuk
memberikan penekanan bahwa kata-kata tersebut merupakan fokus
pembicaraan. Reiterasi dapat berupa repetisi, sinonimi, hiponimi, metonimi,
dan antonimi. Hal ini sejalan dengan pendapatnya Candrawati (2008:16) yang
berpendapat bahwa hubungan antara kalimat pembentuk wacana dapat
dinyatakan dengan pertalian antara unsur-unsur leksikal yang terdapat di dalam
kalimat-kalimat itu. Pertalian antarleksikal itu ada lima jenis, yaitu (1) repetisi,
(2) sinonimi, (3) antonimi, (4) hiponimi, dan (5) kolokasi.
1) Repetisi
Repetisi adalah pengulangan kata yang sama (Kushartanti,dk., 2007:99).
Sejalan dengan pengertian di atas, Rani, dkk., (2006:130) menyatakan
bahwa repetisi atau ulangan merupakan salah satu cara untuk
mempertahankan hubungan kohesif antarkalimat. Hubungan itu dibentuk
dengan mengulang sebagian kalimat. Pengulangan itu berarti
mempertahankan ide atau topik yang sedang dibicarakan. Dengan
mengulang, berarti terkait antara topik kalimat yang satu dengan kalimat
sebelumnya yang diulang.
Sumarlam (2003:35) menyatakan bahwa repetisi adalah pengulangan
satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat) yang dianggap
commit to user
25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
biasanya atau kiranya dapat juga frasa atau kalimat) yang maknanya
commit to user
29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7) Ekuivalensi (kesepadanan)
Sumarlam (2003:46) menyatakan bahwa ekuivalensi adalah hubungan
kesepadanan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain
dalam sebuah paradigma. Dalam hal ini, sejumlah kata hasil proses
afiksasi dari morfem asal yang sama menunjukkan adanya hubungan
kesepadanan. Misalnya, hubungan makna antara kata membeli, dibeli,
membelikan, dibelikan, dan pembeli, semuanya dibentuk dari bentuk asal
yang sama yaitu beli. Demikian pula belajar, mengajar, pelajar, pengajar,
dan pelajaran yang dibentuk dari bentuk asal ajar juga merupakan
hubungan ekuivalensi.
4. Hakikat Koherensi
Koherensi adalah keberterimaan suatu tuturan atau teks karena kepaduan
semantisnya (Kushartanti, dkk., 2007:101). Secara lebih spesifik, koherensi
diartikan sebagai hubungan antara teks dan faktor di luar teks berdasarkan
pengetahuan seseorang. Pengetahuan seseorang yang berada di luar teks itu sering
disebut konteks bersama (shared-context) atau pengetahuan bersama (shared-
knowledge).
Widdowson menyatakan bahwa dengan menggunakan peranti kohesi
diharapkan sebuah wacana dapat menjadi koherensi. Hal ini senada dengan
pendapat (2012:92) yang menyatakan bahwa Cohesive
devices, along with the interpretation of readers, are used to make a text
more coherent. General cohesion devices in a legal text are: reference,
conjunctions, substitution,ellipsis and lexical cohesion. Jadi, penggunaan peranti
kohesi dan interpretasi pembaca dapat digunakan untuk membuat teks menjadi
koheren, peranti kohesi yang dapat digunakan antara lain: referensi, konjungsi,
substitusi, elipsis dan konjungsi leksikal. Istilah koherensi mengacu pada aspek
tuturan, bagaimana proposisi yang terselubung disimpulkan untuk
menginterpretasikan tindakan ilokusinya dalam membentuk sebuah wacana
(dalam Rani,dkk., 2006:134). Proposisi-proposisi di dalam suatu wacana dapat
commit to user
31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Beberapa bentuk atau jenis hubungan koherensi dalam wacana yang telah
akibat.
2) Hubungan sarana-hasil
3) Hubungan alasan-sebab
4) Hubungan sarana-tujuan
-hasil, dalam
hubungan sarana tujuan, belum tentu tujuan tersebut tercapai.
5) Hubungan latar-kesimpulan
commit to user
33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6) Hubungan kelonggaran-hasil
Salah satu bagian kalimat menyatakan kegagalan suatu usaha.
7) Hubungan syarat-hasil
memperoleh
8) Hubungan perbandingan
Salah satu bagian kalimat menyatakan perbandingan dengan bagian kalimat
yang lain.
9) Hubungan parafrastis
Salah satu bagian kalimat mengungkapkan isi dari bagian kalimat dengan cara
lain.
10) Hubungan amplikatif
Salah satu bagian kalimat memperkuat atau memperjelas bagian kalimat
lainnya.
11) Hubungan aditif waktu (simultan dan beruntun)
12) Hubungan aditif non waktu
13) Hubungan identifikasi
Salah satu bagian kalimat menjadi penjelas identifikasi dari sesuatu istilah
yang ada di bagian kalimat lainnya.
14) Hubungan generik-spesifik
15) Hubungan ibarat
Salah satu bagian kalimat memberikan gambaran perumpamaan (ibarat).
Dalam tataran analisis wacana, kajian tentang koherensi merupakan hal
mendasar dan relatif paling penting. Berkaitan dengan hal itu, Labov (Mulyana,
the fundamental problem of discourse analysis is to
show how one utterance follows another in a rational, rule-governed in other
Yaitu bahwa pokok
permasalahan dalam analisis wacana adalah bagaimana mengungkapkan
commit to user
34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Sebutan ini, sama halnya dengan pendapat Mappau (2010:47) menyatakan bahwa
sebutan lain untuk Tajuk Rencana ialah Editorial Media Indonesia (EDMI) yang
termasuk ke dalam jenis atau kolom opini. Sebelum ada istilah tajuk rencana,
koran- g
HoofdArtike
Leaders News
Indonesia, karangan WJS Purwodarminto, tajuk rencana diartikan sebagai induk
karangan pada surat kabar/majalah (dalam Djuroto, 2000:77).
Djuroto (2000:77) menyatakan bahwa tajuk rencana merupakan sikap,
pandangan penerbit terhadap masalah-masalah yang sedang hangat dibicarakan
masyarakat. Menulis tajuk memerlukan situasi dan kondisi tertentu yang sangat
dipengaruhi oleh peristiwa atau kejadian dalam penerbitan sehari-hari. Tajuk tidak
bisa mengupas suatu kejadian yang sudah lama berlangsung. Tajuk juga
menggambarkan falsafah dan pandangan hidup dari penerbitnya.
commit to user
35
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
merupakan pernyataan mengenai fakta dan opini secara singkat, logis, menarik
ditinjau dari segi penulisan dan bertujuan untuk memengaruhi pendapat atau
memberikan interpretasi terhadap suatu berita yang menonjol sebegitu rupa
sehingga bagi kebanyakan pembaca surat kabar akan menyimak pentingnya arti
berita yang ditajukkan tadi (dalam Djuroto, 2000:78).
Sumadiria (2006:7) menyatakan bahwa tajuk rencana atau editorial
adalah opini berisi pendapat dan sikap resmi suatu media sebagai institusi
penerbitan terhadap persoalan aktual, fenomenal, dan atau kontroversial yang
berkembang dalam masyarakat. Tajuk rencana bukan merupakan karya pribadi
atau perseorangan, melainkan karya lembaga penerbitan. Opini yang ditulis pihak
redaksi diasumsikan mewakili sekaligus mencerminkan pendapat dan sikap resmi
media pers bersangkutan secara keseluruhan sebagai suatu lembaga penerbitan
media berkala. Suara tajuk rencana bukanlah suara perorangan atau pribadi-
pribadi yang terdapat di jajaran redaksi atau di bagian produksi dan sirkulasi,
melainkan suara kolektif seluruh wartawan dan karyawan dari suatu lembaga
penerbitan pers.
Assegaf (dalam Jauhari, 2009: 215) berpendapat agar sebuah tulisan
termasuk tajuk rencana harus ada lima unsur, yaitu tajuk harus menyatakan suatu
pendapat; pendapat itu harus logis dan sistematis; pemaparannya harus singkat;
menarik untuk dibaca; dan dapat memengaruhi para pembuat kebijakan dalam
pemerintah atau lembaga lainnya dan masyarakat.
commit to user
37
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis. (2) Menghargai dan
bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa
negara. (3) Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan
kreatif untuk berbagai tujuan. (4) Menggunakan bahasa Indonesia untuk
meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial.
(5) Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan,
memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
berbahasa. (6) Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah
budaya dan intelektual manusia Indonesia.
commit to user
40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2.
kepaduan bentuk atau kohesi yang dapat digunakan dalam analisis wacana
Dadaisme yaitu gramatikal dan leksikal. Penanda aspek gramatikal dapat
ditentukan antara lain: referensi yang meliputi referensi persona, referensi
demonstratif, dan referensi komparatif; substitusi; elipsis. Adapun penanda
aspek leksikal antara lain : repetisi, sinonim dan ekuivalensi. Alat yang
digunakan untuk mendukung koherensi antara lain : hubungan sebab-akibat,
hubungan alasan-akibat, hubungan sarana-tujuan, hubungan latar-kesimpulan.
Persamaan yang ada dengan penelitian ini, yaitu sama-sama meneliti
kohesi dan koherensi. Perbedaan yang ada dalam penelitian ini, yaitu objek
kajiannya. Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Sulistyawati objek kajiannya
berupa novel, sedangkan objek penelitian saya berupa surat kabar.
3.
Glanggang Remaja Rubrik Tekno dalam Majalah Panjebar Semangat (Kajian
C. KERANGKA BERPIKIR
Hal pertama yang akan diteliti untuk mengetahui keutuhan wacana tulis
(yakni Tajuk Rencana surat kabar Solopos) adalah aspek kohesi. Analisis terhadap
kohesi ada dua macam, yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Ada tiga
unsur dalam kohesi gramatikal, yaitu referensi atau pengacuan, elipsis atau
pelesapan, dan konjungsi atau penghubung. Sementara itu, unsur yang ada dalam
kohesi leksikal dibedakan menjadi 4, yaitu repetisi atau pengulangan, sinonimi
atau padan kata, antonimi atau lawan kata, dan ekuivalensi atau kesepadanan.
Selain menganalisis dari aspek kohesi untuk mengetahui keutuhan wacana
tulis, juga dilakukan analisis terhadap aspek koherensi. Aspek koherensi
ditunjukkan dengan pemakaian peranti kohesi, baik kohesi gramatikal maupun
kohesi leksikal yang memiliki peran dalam pembentukan teks dalam wacana,
sehingga wacana tersebut dapat tersusun secara koheren.
Setelah menganalisis aspek kohesi dan koherensi maka akan diketahui
bagaimana keutuhan wacana tulis pada Tajuk Rencana. Langkah selanjutnya
adalah mencari jawaban mengenai hubungan wacana pada Tajuk Rencana dalam
surat Kabar Solopos dengan pembelajaran, yaitu dapat digunakan sebagai
alternatik bahan ajar.
Alur berpikir penelitian ini dapat diperjelas dengan melihat bagan alur
kerangka berpikir. Berikut bagan alur kerangka berpikir dalam penelitian ini.
commit to user
42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Kohesi Koherensi
Gramatikal Leksikal
referensi repetisi
elipsis sinonimi
konjungsi antonimi
ekuivalensi
Simpulan
commit to user
43