PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
3
c. Wacana Polilog
Wacana polilog merupakan terjadinya komunikasi lebih dari dua
orang dan terjadi pergantian peran dari masing-masing pembicara
dan pendengar. Bentuk wacana Polilog antara lain perbincangan
antara beberapa orang dan mereka memiliki peran pembicaraan
dan pendengar.
Perhatikan contoh wacana polilog yang dikutip dari teks drama
berjudul Orkes Madun I karya Arifin C Noer berikut ini.
Konteks: kehadiran Waska disambut gembira oleh komunitasnya.
Waska dijadikan tempat mengadu bagi Tarkeni yang sedang
berselisih dengan Madekur, suaminya.
WASKA : Peran Waska akan tampil memberi ruh pada jasadku
yang lunglai kecapean yang kosong yang gosong yang bagai
kepompong.
KOOR : Uuuuuuuuuuu
WASKA : Langit hanya berisi angin hari itu dan warna hitam
Tumpah diseanteronya dimana– ana dan aku Waska sedang minum
air kelapa.
TARKENI : Lalu aku Tarkeni datang menangis bersujud di kaki
Waska mengadukan ihwal duka.
WASKA : Ada apa anakku? Kenapa menangis seperti itu?
TARKENI : Sakit kepalaku sampai ke kalbu lantaran dipukul
suamiku.
WASKA : Madekur!!!!!
MADEKUR : Madekur luka hatinya disobek – sobek cemburu oleh
cemburu buta.
WASKA : Yak karena tidak matang jiwanya.
(Orkes Madun I : 663-664)
4. Berdasarkan cara dan tujuan pemaparannya
a. Wacana narasi yaitu wacana yang mementingkan urutan waktu
yang dituturkan oleh persona pertama atau ketiga dalam waktu
8
memiliki inisiatif dan kreasi tinggi, dapat bekerja dalam tim, tidak
egois, dan tidak merasa paling biasa.
e. Wacana hartotori yaitu tuturan yang berisi ajakan atau nasihat.
Contoh:
“Mendidik agar anak berjiwa mandiri memang menjadi tantangan
tersulit, apalagi banyak anak didik kita yang tumbuh dalam
rutinitas. Mereka rutin berangkat kesekolah, rutin mendengar
keterangan guru, mengerjakan setumpuk PR, berbaju seragam, dan
rutin “diperiksa” membaca buku paket yang belum tentu menarik.
Akibatnya, kreatifitas mereka pun menjadi rutin dan tidak
optimal.”
f. Wacana seremonial yaitu dipergunakan dalam surat-surat, dengan
bentuk dan sistem-sistem tertentu.
Contoh:
“Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara sekalian yang saya hormati, saya
mengucapkan selamat datang dan terimakasih kepada Anda
sekalian atas kehadiran Anda untuk datang memenuhi undangan
kami. Pada kesempatan ini saya dan keluarga ingin berbagi
sukacita karena pada hari ini kami menikahkan anak kami Riko
dan Rini Acara akad nikah sudah dilangsungkan tadi pagi di
hadapan anggota keluarga kedua menpelai. Untuk itu, kami mohon
doa restu Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara sekalian untuk
kebahagian kedua anak kami semoga pernikahan mereka langgeng
samapai akhir hayat dan diberi Yang Maha Kuasa anak-anak yang
saleh. Amin.
6. Berdasarkan sifatnya ada 2 (dua) wacana, yaitu:
a. Wacana Fiksi
Wacana fiksi merupakan wacana yang bentuk dan isinya
berorientasi pada imajinasi. Bahasanya menganut aliran konotatif,
analogis, dan multi interpretabble. Umumnya penampilan dan rasa
bahasanya dikemas secara literal atau estesis (indah), disamping itu
tidak menutup kemungkinan bahwa karya-karya fiksi mengandung
10
3.1 Kesimpulan
Istilah wacana berasal dari bahasa Sansekerta yang bermakna “ucapan atau
tuturan”. Wacana adalah kesatuan yang tatarannya lebih tinggi atau sama dengan
kalimat, terdiri atas rangkaian yang membentuk pesan, memiliki awal dan akhir.
Wacana ditekankan pada satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki
gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Bahasa paling
besar ini dibentuk dari kalimat baik lisan maupun tertulis. Wacana dapat dipahami
sebagai sebuah satuan bahasa tertinggi dan berada pada tingkatan di atas kalimat.
Satuan bahasa tersebut dapat dikatakan sebagai sebuah wacana jika memiliki
makna tertentu. Meskipun merupakan satuan bahasa terbesar, wacana tidak harus
diwujudkan dalam rangkaian kata yang sangat panjang. Untuk menyusun wacana
yang padu memperhatikan dari segi hubungan bentuk atau struktur lahir bersifat
kohesif, dan dilihat dari segi hubungan makna atau struktur batinnya bersifat
koheren.
3.2 Saran
Adapun saran bagi pembaca antara lain:
1. Hendaknya memperhatikan kaidah penulisan pada kalimat dalam
wacana lisan atau wacana tulis karena cenderung kurang terstruktur
(gramatikal) dibandingkan dengan bahasa tulis.
2. Dalam pembuatan wacana juga memperhatikan tujuan utama yang
akan dicapai. Termasuk wacana deskripsi, eksposisi, argumentasi,
persuasi, atau narasi karena masih banyak penulis belum dapat
membedakan antar tujuan wacana itu sendiri.
11
12
DAFTAR PUSTAKA
http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74653/potongan/S2-2014-338931-
chapter1.pdf.
http://abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/S111308002_bab2.pdf.
http://www.ukg2016.com/2015/11/unsur-wacana.html
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Balai Pustaka. Jakarta.