Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahasa merupakan inti kehidupan manusia di dunia, karena dengan
bahasa manusia dapat berinteraksi dengan sesama. Bahasa juga merupakan
sumber daya bagi kehidupan bermasyarakat. Adapun bahasa dapat digunakan
apabila saling memahami dan saling dimengerti. Kita dapat memahami maksud
dan tujuan orang lain berbahasa atau berbicara apabila kita mendengarkan dengan
baik apa yang dikatakan. Untuk itu, kesatuan berbahasa sangatlah penting agar
komunikasi berjalan dengan lancar.
Istilah wacana berasal dari kata sansekerta yang bermakna ucapan atau
tuturan. Kata wacana adalah salah satu kata yang banyak disebut seperti halnya
demokrasi, hak asasi manusia, dan lingkungan hidup. Pembahasan wacana
berkaitan erat dengan pembahasan keterampilan berbahasa terutama keterampilan
berbahasa keseharian, yaitu berbicara dan menulis. Wacana dengan media
komunikasi tulis dapat berwujud sebuah teks, sebuah alinea, dan sebuah wacana.
Sedangkan wacana lisan sebagai media komunikasi wujudnya berupa sebuah
percakapan atau dialog lengkap dan penggalan percakapan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, rumusan masalahnya
adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan wacana?
2. Apa saja unsur-unsur wacana?
3. Apa saja jenis-jenis wacana?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini, sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian wacana.
2. Mengetahui unsur-unsur dari wacana.
3. Mengetahui jenis-jenis wacana.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Wacana


Istilah wacana berasal dari bahasa Sansekerta yang bermakna
“ucapan atau tuturan”. Wacana dipadankan dengan istilah discourse dalam
bahasa Inggris dan le discours dalam bahasa Prancis. Kata tersebut berasal
dari bahasa Yunani discursus yang bermakna “berlari ke sana ke mari”
(Sudaryat, 2009:110). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
wacana didefinisikan sebagai: (1) ucapan, perkataan, tutur; (2) keseluruhan
tutur yang merupakan satu kesatuan; (3) satuan bahasa terlengkap,
realisasinya tampak pada bentuk karangan utuh seperti novel, buku, atau
artikel, atau pada pidato, khotbah, dan sebagainya.
Menurut Alwi (2003:419) wacana adalah rentetan kalimat yang
berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan lainnya dalam
kesatuan makna. Sejalan dengan Alwi, Deese (dalam Tarigan, 2009 : 24)
mendefinisikan wacana sebagai seperangkat preposisi yang saling
berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi bagi
penyimak atau pembaca.
Ada dua pokok dalam definisi ini yaitu wacana sebagai satuan
bahasa yang lengkap berarti di dalam wacana terdapat konsep, gagasan,
pikiran, atau ide pendengar (dalam wacana lisan) dan sebagai satuan
gramatikal tertinggi atau terbesar berarti wacana dibentuk dari kalimat-
kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal. Bahasan yang sama dari
istilah wacana juga dikemukakan oleh Abdul Rani dkk (2006:3) bahwa
wacana merupakan bahasa paling besar yang digunakan dalam
komunikasi. Bahasa paling besar ini dibentuk dari kalimat baik lisan
maupun tertulis.

2
3

2.2 Unsur Penting dan Unsur Pendukung Wacana


Tarigan (2009:24) menyebutkan ada delapan unsur penting yang terdapat
dalam wacana antara lain:
1. Satuan bahasa
Wacana dapat dipahami sebagai sebuah satuan bahasa tertinggi dan
berada pada tingkatan di atas kalimat. Satuan bahasa tersebut dapat
dikatakan sebagai sebuah wacana jika memiliki makna tertentu.
Meskipun merupakan satuan bahasa terbesar, wacana tidak harus
diwujudkan dalam rangkaian kata yang sangat panjang.
2. Terlengkap dan terbesar/tertinggi
3. Di atas kalimat/klausa
4. Teratur
5. Rapi
6. Rasa koherensi
Sumarlam (2013: 40) berpandangan bahwa bahasa terdiri atas bentuk
(form) dan makna (meaning), maka hubungan antarbagian wacana
dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu hubungan bentuk yang
disebut kohesi (cohesion) dan hubungan makna atau hubungan
semantis yang disebut koherensi (coherence). Koherensi adalah
kepaduan gagasan antarbagian dalam wacana, dan kohesi merupakan
salah satu cara untuk membentuk koherensi.
7. Lisan dan tulis
8. Awal dan akhir yang nyata

Berdasarkan unsur-unsur tersebut, Tarigan membuat definisi wacana


sebagai satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat
atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan
yang mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau
tulis (1993:27). Istilah wacana dipergunakan untuk mencakup bukan
hanya percakapan atau obrolan, tetapi juga pembicaraan di muka umum,
tulisan, serta upaya-upaya formal seperti laporan ilmiah dan sandiwara
atau lakon (1993:23).
4

Unsur pendukung wacana yang utama, yaitu unsur dalam (internal)


dan unsur luar (eksternal). Unsur internal berkaitan dengan aspek formal
kebahasaan, sedangkan unsur eksternal berkenaan dengan hal-hal di luar
wacana itu sendiri. Kedua unsur tersebut membentuk satu kepaduan dalam
suatu struktur yang utuh dan lengkap (Mulyana, 2005: 7-11).
1. Unsur-unsur internal wacana
Unsur internal wacana terdiri atas satuan kata atau kalimat. Yang
dimaksud dengan satuan kata adalah kata yang berposisi sebagai
kalimat, atau yang juga dikenal dengan sebutan ‘kalimat satu kata’.
Untuk menjadi satuan wacana yang besar, satuan kata atau kalimat
tersebut akan bertalian, dan bergabung membentuk wacana.
a. Kata dan kalimat. Kata, dilihat dalam sebuah struktur yang lebih
besar, merupakan bagian kalimat. Sebagaimana dipahami selama
ini, kalimat selalu diandaikan sebagai susunan yang terdiri dari
beberapa kata yang bergabung menjadi satu oengertian dengan
intonasi sempurna (final).
b. Teks dan koteks. Istilah teks lebih dekat pemaknaannya dengan
bahasa tulis, dan wacana bahasa lisan. Dalam konteks ini, teks
dapat disamakan dengan naskah. Sedangkan istilah koteks adalah
teks yang bersifat sejajar, koordinatif, dan memiliki hubungan
dengan teks lainnya, teks yang satu memiliki hubungan dengan
teks lainnya.
2. Unsur-unsur eksternal wacana
Unsur eksternal (unsur luar) wacana adalah sesuatu yang menjadi
bagian wacana, namun tidak nampak eksplisit. Sesuatu itu berada di
luar satuan lingual wacana. Kehadirannya berfungsi sebagai pelengkap
keutuhan wacana. Unsur-unsur eksternal ini terdiri atas implikatur,
preuposisi, referensi, inferensi, dan konteks. Analisis dan pemahaman
terhadap unsur-unsur tersebut dapat membantu pemahaman tentang
suatu wacana.
a. Implikatur adalah ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda
dengan yang sebenarnya diucapkan. Sesuatu yang “berbeda”
5

tersebut adalah maksud pembicara yang dikemukakan secara


eksplisit. Dengan kata lain, implikatur adalah maksud, keinginan,
atau ungkapan-ungkapan hati yang tersembunyi.
b. Istilah presuposisi adalah perkiraan, persangkaan, atau rujukan.
Dengan kata lain presuposisi adalah anggapan dasar atau
penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa yang
membuatu bentuk bahasa menjadi bermakna bagi
pendengar/pembicara.
c. Referensi adalah hubungan antar kata dengan benda (orang,
tumbuhan, buku, sesuatu lainnya) yang dirujuknya. Referensi
merupakan perilaku pembicara/penulis.
d. Inferensi berarti kesimpulan. Dalam bidang wacana inferensi
berarti sebagai proses yang harus dilakukan pembaca untuk
memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat di dalam
wacana yang diungkapkan oleh pembicara/penulis.
2.3 Jenis-Jenis Wacana
Pengklasifikasian wacana dapat didasarkan menurut beberapa segi
pandangan yaitu wacana dilihat dari bahasa pengungkapannya, media yang
digunakan, cara dan tujuan pemaparannya (Sumarlam, 2013: 30-39).
Adapun Fatimah Djajasudarma (2010: 8-13) menyatakan bahwa jenis
wacana dibagi menjadi pemaparannya, tinjauan isinya, cara
penyusunannya, dan sifatnya.
1. Berdasarkan bahasa yang dipakai untuk mengungkapkan, wacana
diklasifikasikan menjadi:
a. Wacana bahasa Indonesia, yaitu wacana yang diungkapkan dengan
bahasa Indonesia.
b. Wacana bahasa lokal atau daerah
c. Wacana bahasa Inggris yaitu wacana yang diungkapkan dengan
bahsa Inggris.
d. Wacana yang diungkapkan dengan bahasa lainnya.
2. Berdasarkan media yang diungkapkan, wacana dibagi menjadi:
6

a. Wacana tulis yaitu wacana yang disampaikan dengan bahasa tulis


atau media tulis.
b. Wacana lisan yaitu wacana yang disampaikan dengan bahasa lisan
atau media lisan.
3. Berdasarkan jenis pemakaiannya
a. Wacana monolog yaitu yaitu wacana yang disampaikan seorang
diri tanpa mellibatkan secara langsung pada orang lain untuk
berbicara dan pembicaraannya dilakukan sendiri. Wacana
menolong sifatnya searah dan tidak interaktif.
Contoh:
(1) Siapa bilang remaja Indonesia cengeng? (2) Banyak yang
berprestasi di forum Internasional, walaupun minim fasilitas. (3)
Buktinya, dalam beberapa tahun terakhir kita membawa pulang
puluhan medali dalam berbagai olimpiade dunia. (4) Ada
matematika, fisika, biologi, kimia, juga astronomi, komputer.
b. Wacana dialog yaitu wacana atau percakapan yang dilakukan dua
orang atau lebih secara langsung. Wacana dialog bersifat dua arah
dan masing-masing perilaku secara aktif ikut berperan dalam
komunikasi tersebut sehingga disebut komunikasi interaktif.
Contoh:
SUNSLIK GINGSENG
C : Betulkan ?
W : Iya
C : Aku paling sebel deh kalau cowokku naksir cewek yang lain.
W : Cowokku dulu juga gitu. Dia itu suka melirik cewek yang
rambutnya panjang. Padahal dulu aku takut manjangin rambut.
Takut patah-patah dan rontok. Sunslik gingseng membuat rambut
semakin kuat tumbuh sepanjang yang kamu suka.
C : Sekarang rambut kamu sudah panjang ?
W : Ya
C : Berarti cowok kamu sudah tidak lirik-lirik lagi dong ?
W : Cowokku si ndak, cowok-cowok yang lain pada lirik aku
7

c. Wacana Polilog
Wacana polilog merupakan terjadinya komunikasi lebih dari dua
orang dan terjadi pergantian peran dari masing-masing pembicara
dan pendengar. Bentuk wacana Polilog antara lain perbincangan
antara beberapa orang dan mereka memiliki peran pembicaraan
dan pendengar.
Perhatikan contoh wacana polilog yang dikutip dari teks drama
berjudul Orkes Madun I karya Arifin C Noer berikut ini.
Konteks: kehadiran Waska disambut gembira oleh komunitasnya.
Waska dijadikan tempat mengadu bagi Tarkeni yang sedang
berselisih dengan Madekur, suaminya.
WASKA : Peran Waska akan tampil memberi ruh pada jasadku
yang lunglai kecapean yang kosong yang gosong yang bagai
kepompong.
KOOR : Uuuuuuuuuuu
WASKA : Langit hanya berisi angin hari itu dan warna hitam
Tumpah diseanteronya dimana– ana dan aku Waska sedang minum
air kelapa.
TARKENI : Lalu aku Tarkeni datang menangis bersujud di kaki
Waska mengadukan ihwal duka.
WASKA : Ada apa anakku? Kenapa menangis seperti itu?
TARKENI : Sakit kepalaku sampai ke kalbu lantaran dipukul
suamiku.
WASKA : Madekur!!!!!
MADEKUR : Madekur luka hatinya disobek – sobek cemburu oleh
cemburu buta.
WASKA : Yak karena tidak matang jiwanya.
(Orkes Madun I : 663-664)
4. Berdasarkan cara dan tujuan pemaparannya
a. Wacana narasi yaitu wacana yang mementingkan urutan waktu
yang dituturkan oleh persona pertama atau ketiga dalam waktu
8

tertentu. Berorientasi pada pelaku dan seluruh bagiannya diikat


secara kronologis.
b. Wacana deskripsi yaitu wacana yang bertujuan melukiskan atau
menggambarkan atau memberikan sesuatu sesuai apa adanya.
c. Wacana eksposisi yaitu wacana yang tidak mementingkan urutan
waktu atau penutur, wacana ini berorientasi pada pokok
pembicaraaan dan bagian-bagiannya diikat secara kronologis.
d. Wacana argumentasi yaitu wacana yang berisi ide atau gagasan
yang dilengkapi data-data sebagai bukti yang bertujuan
meyakinkan pembaca akan kebenaran ide atau gagasan.
e. Wacana persuasi yaitu wacana atau tuturan yang isinya bersifa
ajakan atau nasihat, biasanya ringkas dan menarik serta bertujuan
untuk mempengaruhi secara kuat kepada pembaca atau pendengar
agar melakukan nasihat atau ajakan tersebut.
5. Berdasarkan pemaparannya, merupakan tujuan isi, cara penyusunan,
dan sifatnya (Fatimah Djajasudarma, 1994: 8-13).
a. Wacana naratif yaitu rangkaian tuturan yang menceritakan hal atau
kejadian melalui penjojolan pelaku.
b. Wanca deskriptif yaitu rakaian tuturan yang memaparkan suatu
atau melukiskan, baik berdasarkan pengalaman maupun
pengetahuan penuturnya.
c. Wacana prosedural, yaitu rangkaian tuturan yang melukiskan
sesuatu secara berurutan dan secara kronologis.
d. Wacana ekspositori yaitu tuturan yang menjelaskna sesuatu, berisi
pendapat atau simpulan dari sebuah pandangan.
Contoh:
Mau Mudah Dapat Kerja
Prinsip “yang unggul, yang mahal” berlaku bagi dunia kerja.
Pekerjaan unggul mudah mendapat kemudahan karena memiliki
criteria prima. Biasanya daya kerjanya tinggi, penuh tanggung
jawab, tekun, hemat waktu, produktif, dapat berkomunikasi dengan
baik, tidak bertele-tele, ahli terampil, jujur, profesionalismenya,
9

memiliki inisiatif dan kreasi tinggi, dapat bekerja dalam tim, tidak
egois, dan tidak merasa paling biasa.
e. Wacana hartotori yaitu tuturan yang berisi ajakan atau nasihat.
Contoh:
“Mendidik agar anak berjiwa mandiri memang menjadi tantangan
tersulit, apalagi banyak anak didik kita yang tumbuh dalam
rutinitas. Mereka rutin berangkat kesekolah, rutin mendengar
keterangan guru, mengerjakan setumpuk PR, berbaju seragam, dan
rutin “diperiksa” membaca buku paket yang belum tentu menarik.
Akibatnya, kreatifitas mereka pun menjadi rutin dan tidak
optimal.”
f. Wacana seremonial yaitu dipergunakan dalam surat-surat, dengan
bentuk dan sistem-sistem tertentu.
Contoh:
“Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara sekalian yang saya hormati, saya
mengucapkan selamat datang dan terimakasih kepada Anda
sekalian atas kehadiran Anda untuk datang memenuhi undangan
kami. Pada kesempatan ini saya dan keluarga ingin berbagi
sukacita karena pada hari ini kami menikahkan anak kami Riko
dan Rini Acara akad nikah sudah dilangsungkan tadi pagi di
hadapan anggota keluarga kedua menpelai. Untuk itu, kami mohon
doa restu Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara sekalian untuk
kebahagian kedua anak kami semoga pernikahan mereka langgeng
samapai akhir hayat dan diberi Yang Maha Kuasa anak-anak yang
saleh. Amin.
6. Berdasarkan sifatnya ada 2 (dua) wacana, yaitu:
a. Wacana Fiksi
Wacana fiksi merupakan wacana yang bentuk dan isinya
berorientasi pada imajinasi. Bahasanya menganut aliran konotatif,
analogis, dan multi interpretabble. Umumnya penampilan dan rasa
bahasanya dikemas secara literal atau estesis (indah), disamping itu
tidak menutup kemungkinan bahwa karya-karya fiksi mengandung
10

fakta, dan bahkan hampir sama dengan kenyataan. Namun


sebagaimana proses kelahiran dan sifatnya, karya semacam ini
tetap termasuk dalam kategori fiktif. Bahasa yang digunakan
wacana fiksi umumnya menganut azas licentia puitica (kebebasan
berpuisi) dan licentia gramatica (kebebasan bergramatika). Wacana
fiksi ada 3 (tiga) jenis, yaitu:
1) Wacana Prosa
Wacana prosa merupakan wacana yang disampaikan atau ditulis
dalam bentuk prosa. Wacana ini dapat berbentuk tulisan atau
lisan (HG Taarigan, 1987:57). Bentuk wacana prosa adalah
novel, cerita pendek, artikel, makalah, buku, laporan penelitian,
skripsi, tesis, disertas, dan sebagainya.
2) Wacana Puisi
Wacana puisi merupakan jenis wacana yang dituturkan atau
disampaikan dalam bentuk puisi. Wacana puisi juga dapat
berbentuk tulisan atau lisan. Bentuk wacana puisi adalah puisi
dan syair.
3) Wacana Drama
Wacana drama merupakan jenis wacana yang disampaikan
dalam bentuk drama. Pola yang digunakan umumnya bentuk
percakapan atau dialog. Oleh karena itu, dalam wacana ini harus
ada pembicaraan dan pasangan bicara.
b. Wacana Nonfiksi
Wacana nonfiksi disebut juga wacana ilmiah. Jenis wacana ini
disampaikan dengan pola dan cara-cara ilmiah yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Bahasa yang digunakan
bersifat denotative, lugas, dan jelas. Aspek estetika bukan lagi
menjadi tujuan utama. Secara umum penyampaiannya tidak
mengabaikan kaidah-kaidah grametika bahasa yang bersangkutan.
Bentuk wacana nonfiksi adalah laporan penelitian, buku materi
perkuliahan, petunjuk mengoperasikan pesawat.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Istilah wacana berasal dari bahasa Sansekerta yang bermakna “ucapan atau
tuturan”. Wacana adalah kesatuan yang tatarannya lebih tinggi atau sama dengan
kalimat, terdiri atas rangkaian yang membentuk pesan, memiliki awal dan akhir.
Wacana ditekankan pada satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki
gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Bahasa paling
besar ini dibentuk dari kalimat baik lisan maupun tertulis. Wacana dapat dipahami
sebagai sebuah satuan bahasa tertinggi dan berada pada tingkatan di atas kalimat.
Satuan bahasa tersebut dapat dikatakan sebagai sebuah wacana jika memiliki
makna tertentu. Meskipun merupakan satuan bahasa terbesar, wacana tidak harus
diwujudkan dalam rangkaian kata yang sangat panjang. Untuk menyusun wacana
yang padu memperhatikan dari segi hubungan bentuk atau struktur lahir bersifat
kohesif, dan dilihat dari segi hubungan makna atau struktur batinnya bersifat
koheren.
3.2 Saran
Adapun saran bagi pembaca antara lain:
1. Hendaknya memperhatikan kaidah penulisan pada kalimat dalam
wacana lisan atau wacana tulis karena cenderung kurang terstruktur
(gramatikal) dibandingkan dengan bahasa tulis.
2. Dalam pembuatan wacana juga memperhatikan tujuan utama yang
akan dicapai. Termasuk wacana deskripsi, eksposisi, argumentasi,
persuasi, atau narasi karena masih banyak penulis belum dapat
membedakan antar tujuan wacana itu sendiri.

11
12

DAFTAR PUSTAKA

http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74653/potongan/S2-2014-338931-
chapter1.pdf.
http://abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/S111308002_bab2.pdf.
http://www.ukg2016.com/2015/11/unsur-wacana.html
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Balai Pustaka. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai