Anda di halaman 1dari 15

Pendahuluan

Latar Belakang
Ihwal teks dan jenis teks menjadi topik pembicaraan yang hangat di
kalangan “pemangku kepentingan” bahasa sejak topik itu secara eksplisit ada
pada kurikulum pelajaran bahasa di sekolah. Pada Kurikulum 2013 (K-13) mata
pelajaran bahasa Indonesia (juga bahasa Inggris), teks menjadi “materi pokok”
dan pendekatan sekaligus. Dikatakan demikian karena semua Kompetensi
Dasar (KD) 3 dan 4 untuk semua jenjang pendidikan dari SD samapi SMA/SMK
bersangkutan dengan teks; model pembelajaran babahasa yang digunakan
adalah pendekatan berbasis genre (teks).
Yang menjadi masalah adalah bahwa pengertian teks yang dipahami
oleh para guru bahasa Indonesia selama ini agak berbeda dengan yang
dikehendaki dalam K-13 itu. Para guru pada umumnya telah memahami bahwa
teks merupakan bagian dari wacana, yaitu bahwa teks identik dengan wacana
tulis. Demikian juga tentang jenis teks yang ada pada K-13 agak berbeda
dengan jenis wacana yang telah dipahami oleh guru selama ini. Dalam
pemahaman tentang jenis wacana, para guru umumnya sudah akrab dengan
penjenisan wacana yang dikemukakan oleh Keraf pada serial bukunya yang
terbit pada 1980-an—1990-an.1
Makalah ini berusaha menjelaskan pengertian teks dan genre teks
dengan menggunakan rujukan yang juga digunakan dalam K-13. Dengan
penjelasan ini diharapkan pemahaman tentang teks dan genre teks akan lebih
baik.

Rumusan Masalah
1. Hakikat Teks Atau Pesan
2. Jenis Pesan Dalam Komunikasi
3. Terampil Membawa Pesan

1
Misalnya Komposisi; Diksi dan Gaya Bahasa; Deskripsi dan Eksposisi; Narasi dan
Argumentasi yang ditulis oleh Gorys Keraf.

1
Pembahasan

Hakikat Teks atau Pesan


Istilah teks sebenarnya telah dikenal oleh guru bahasa sebelum istilah
wacana mengemuka. Hanya saja, pengertian tentang teks itu tidak selalu sama
bagi setiap orang. Dalam pengertian yang umum, istilah teks selalu
diasosiasikan dengan bahasa tulis atau yang tertulis. Maka, teks proklamasi,
misalnya, dipahami sebagai tulisan yang berisi pernyataan kemerdekaan yang
dibacakan pertama kali oleh Soekarno atas nama bangsa Indonesia bersama
Mohammad Hatta. Demikian juga dengan teks-teks lain, selalu dikaitkan
dengan bahasa tertulis.
Istilah wacana kemudian mengemuka sebagai padanan istilah
discourse dalam bahasa Inggris. Ada berbagai macam definisi tentang
wacana, tetapi dari berbagai definisi itu dapat disimpulkan dengan satu
kalimat saja. Wacana adalah hasil dari penggunaan bahasa dalam konteks
yang wajar (alamiah). Dengan memperhatikan definisi wacana seperti itu
dapat dipahami apabila orang berpendapat bahwa wacana merupakan wujud
penggunaan bahasa sesuai dengan konteksnya. Oleh karena itu, wacana
memiliki bentuk yang beragam, dapat berupa ujaran pendek atau uraian
panjang lebar tentang suatu hal; dapat berupa pesan pendek tertulis, seperti
sms, dapat juga berupa paparan panjang lebar tentang suatu bidang, seperti
laporan penelitian; dapat berupa teks puisi, lagu, novel atau darama; dapat
berupa dialog dapat juga berupa monolog.
Penggunaan istilah wacana terdapat dalam berbagai bidang di luar
bidang bahasa itu sendiri. Dari bidang filsafat, komunikasi, media massa,
sosial budaya, sampai pada politik, ekonomi, bahkan olahraga, dapat
ditemukan kata wacana di dalamnya (Baca juga Oetomo, 1993). Dalam
pengertian umum, wacana dapat diartikan sebagai `dalam perbincangan, dalam
pembahasan, atau dalam perdebatan', belum menjadi putusan atau kebijakan
publik.
Pengertian umum wacana seperti itu rupanya sesuai dengan pengertian
dasarnya bahwa discourse adalah talk. Secara etimologis, istilah discourse
berasal dari bahasa Latin discursus yang berarti `lari' atau ‘melancarkan’ atau

2
‘menghafal’. Secara historis hal ini diterapkan pada kegiatan melatih bahasa
lisan, seperti pidato dengan `menghafal' tentang suatu topik (Carter, et al.,
1997:165). Istilah wacana dalam KBBI berarti (1) ucapan perkataan, tutur; (2)
keseluruhan tutur yang merupakan suatu kesatuan; (3) satuan bahasa
terlengkap, realisasinya tampak pada bentuk karangan yang utuh, seperti
novel, buku, atau artikel, atau pada pidato, khotbah, dan sebagainya
(Departemen Pendidikan Nasional, 2014:1552).
Dalam linguistik, wacana adalah unit kebahasaan yang lebih besar
daripada kalimat, dapat berupa paragraf, kartu undangan, percakapan, cerita
pendek, dan sebagainya (Kartomihardjo, 1993:23).
Senada dengan itu, dikatakan oleh Crystal (1993:106), “Wacana adalah
suatu rangkaian sinambung bahasa (khususnya lisan) yang lebih besar
daripada kalimat.” Sementara itu dikatakan oleh Alwi dkk. (1998:419) bahwa
wacana adalah rentetan kalimat yang menhubungkan proposisi yang satu
dengan proposisi yang lain. Pengertian yang lebih mengarah ke pandangan
fungsional dikemukakan oleh van Dijk (1985) bahwa wacana tidak hanya
sekedar objek verbal, tetapi merupakan bentuk interaksi sosial. Pandangan ini
didasari oleh retorika klasik yang menyatakan bahwa wacana tidak hanya
melibatkan gramatika, tetapi merupakan kaidah bagaimana berbicara secara
tepat. Dalam hal ini yang menjadi fokus adalah keefektifan fungsi komunikatif
persuasif. Pandangan inilah yang dianut oleh sebagian jumhur linguis bahwa
wacana merupakan wujud atau hasil penggunaan bahasa. Wijana dan Rohmadi
(2009:67--69) mengumpulkan definisi dari para ahli, kemudian menyimpulkan
bahwa pendefinisian wacana selalu berkembang bergantung kepada sudut
pandang pendefinisinya; hal ini karena wacana merupakan satuan bahasa yang
tertinggi dan terlengap sehingga para linguis dapat mengkajinya dari berbagai
sudut pandang, berdasarkan materi yang dikandungnya, berdasarkan struktur
generiknya, dan berdasarkan kultur bahkan ideologi yang tersembunyi di
baliknya.
Kembali kepada istilah teks. Dari penjelasan sebelumnya diketahui
bahwa teks lebih mengarah kepada bahasa tulis, sedangkan wacana dapat
mencakup bahasa tulis ataupun lisan. Akan tetapi, ada juga pendapat yang
menyatakan bahwa teks itu mencakup tulisan dan lisan. Stoddard (1991) dikutip

3
Ahmad (2010) menjelaskan definisi teks berdasarkan pendapat beberapa ahli,
yang kemudian diulas oleh Ahmad bahwa teks merupakan entitas yang terlihat
sebagai wujud bahasa, dapat berbentuk lisan (spoken) dapat tulis (written); jadi
teks identik dengan bahasa. Bahkan teks mencakup tanda (sign) yang bersifat
nonverbal, seperti tanda lalu lintas, gambar-gambar dalam iklan, dan ikon atau
simbol yang dipahami maksudnya.
Dalam kaitannya dengan K-13, teks dijelaskan sebagai proses sosial
yang berorientasi pada tujuan sosial; tujuan sosial yang dituju ditampilkan
melalui ranah-ranah yang disebut konteks situasi (Mahsun, 2013). Agar tujuan
sosial dapat dicapai, diperlukan sarana komunikasi yang berupa bahasa.
Bahasa yang muncul berdasarkan konteks situasi mewujudkan register atau
bahasa sebagai teks. Karena konteks situasi beragam, teks akan beragam juga
(Suwaji, 2013). Ini salah satu dasar penjenisan teks.

Jenis Teks dalam komunikasi


Dalam literatur tentang jenis teks, dikenal istilah genre (genre) dan jenis
teks (text types). Seperti dijelaskan oleh Lee (2001), genre dan jenis teks
memiliki kriteria yang berbeda: genre berdasarkan kriteria eksternal, sedangkan
jenis teks berdasarkan kriteria internal. Perhatikan daftar di bawah ini.

GENRE TEXT TYPE


Recipe Procedure
Personal letter Anecdote
Advertisement Description
Police report Description
Student essay Exposition
Formal letter Exposition
News item Recount
Biology textbook Report
Film review Riview
Sumber: Lee, 2001: 40

4
Dari tabel itu dapat dilihat bahwa genre kurang jelas dasar
penjenisannya daripada jenis teks. Jenis teks lebih didasarkan pada jenis
struktur retorik/wacana yang berbeda dari setiap jenis teks itu. Memang
kriteria eksternal apa yang menjadi dasar genre pada tabel itu tidak begitu
jelas; dasar yang digunakan sepertinya hanya nama umum saja, seperti
resep, surat pribadi, laporan polisi, dan sebagainya.
Istilah genre sering bertumpang tindih, bahkan digunakan secara silih-
berganti dengan istilah register. Lee (2001: 41) menjelaskan bahwa salah
satu perbedaannya adalah bahwa genre cenderung diasosiasikan dengan
organisasi budaya dan tujuan sosial, dan lebih terikat pada pertimbangan
ideologi dan kekuasaan, sementara itu register dikaitkan dengan organisasi
situasi atau konteks langsung.
Sedangkan kriteria jenis teks berdasarkan proses sosial atau tujuan
sosial, yaitu mendeskripsikan (describe), menjelaskan (explain),
menginstruksikan (instruct), berargumentasi (argue), dan bercerita (narrate).
Dari tujuan atau proses sosial itulah kemudian hasilnya berupa genre (jenis)
dan subjenis teks dari setiap jenis. Di samping itu, ada genre teks yang
digolongkan dalam teks berjenis ganda (multi-generic genre) karena di dalam
teks itu dapat ditemukan lebih dari satu jenis teks. Pada teks Eksperimen
ilmiah, misalnya, terdapat deskripsi, eksplanasi, dan eksposisi.

Sementara itu, Derewianka (2003) menyusun genre (jenis) teks yang


dilengkapi dengan tujuan sosial, subjenis, dan contoh. Apa yang dikemukakan
oleh Derewianka itu dapat digunakan sebagai panduan bagi para guru atau
penulis buku teks. Sebagian dari genre dan subtipe teks itu dikemukakan
pada tabel berikut (dengan contoh yang sudah disesuaikan).

TUJUAN GENRE SUBTIPE CONTOH


SOSIAL
Menjelaskan Deskripsi Deskripsi objektif Keluargaku
informasi Deskripsi “bersastra” Sosok Ikal dalam
tentang orang, Lasykar Pelangi
tempat, benda
Menyampaikan Laporan Laporan diskriptif Hutan bakau

5
informasi Informasi Laporan taksonomi
tentang Laporan Jenis tumbuhan
golongan suatu perbandingan Kuda dan keledai
benda Laporan sejarah Dinosaurus
Memberi tahu Prosedur Instruksi Membuat layang-
cara melakukan Pengarahan/petunjuk layang
sesuatu Aturan Menuju P. Kemarau
Tata tertib kelas kita
Menceritakan Menceritakan Personal Liburanku ke
apa yang terjadi kembali Faktual Bangka
(recount) Biografi Mengkap pencuri
Sejarah mobil
Ayahku di masa
muda
Kesultanan
Palembang
Menjelaskan Eksplanasi Eksplanasi urutan Siklus air
bagaimana atau Eksplansi sebab Runtuhnya Kerajaan
mengapa Sriwijaya
fenomena terjadi Eksplanasi akibat Akibat hutan gundul

Menggali kondisi Genre cerita Naratif Ketika cinta


manusia melalui Cerita moral atau bertasbih
bercerita fabel Kancil yang cerdik
Pak Pandir
Anekdot
Menanggapi Genre Tanggapan personal Kesanku terhadap
karya sastra tanggapan cerpen ...
atau karya seni Review Membaca cerpen
Interpretasi terbaik
Sengsara tetap
bahagia (tokoh
Tanggapan kritis wanita dalam novel
(kritik) Hati dalam Gelas)
Apakah Fakhri
dalam Ayat-Ayat

6
cinta
mahasiswa yang
gagal?
Meyakinkan Eksposisi Persuasi Merokok
dengan argumen Diskusi/debat membunuhmu
Pro dan kontra
tentang bisnis sejak
sekolah
Sumber: Derewianka, 2003:137

Genre atau jenis teks inilah yang mendasari kompetensi dasar (KD)
mata pelajaran BI dalam K-13. Oleh pengembang kurikulum, genre teks apa
yang harus “diajarkan” dari SD sampai SMA/SMK telah disertakan sebagai
lampiran. Guru dan penulis buku pelajaran tinggal menggunakan sebagai
dasar. Apabila tidak dipahami dengan baik, beberapa subtipe dapat
bertumpang tindih. Misalnya, teks prosedur mirip dengan teks eksplanasi
urutan. Memang yang menjadi dasar penjenisan ini lebih pada tujuan
sosialnya. Sama-sama menggambarkan urutan, tetapi berbeda tujuannya:
yang satu memberi instruksi atau pengarahan yang harus diikuti, yang lain
memberikan penjelasan yang harus dipahami.

Terampil membawakan pesan

1. Awali Pembicaraan Dengan Menarik Perhatian Audiens


Untuk memulai presentasi, maka ada banyak hal yang harus
dipertimbangkan agar presentasi menjadi menarik dan efektif.
Tanyalah kepada pembicara yang profesional apa yang mereka
lakukan jika ingin mengawali presentasinya, tentu mereka akan
berkata awalilah presentasi dengan yang menarik dan penuh
perhatian oleh audiens. Untuk mendapatkan hal ini, praktis setiap
pembicara sukses terlebih dahulu merencanakan apa kata-kata yang
tepat untuk disampaikan dan digunakan diawal pembicaraan. Apakah
begitu juga bagi pembicara baru? Tentunya jarang sekali.

7
Perencanaan memerlukan waktu, membutuhkan pemikiran, dan
menuntut kekuatan kehendak.
Lord Norhcliffe, yang berjuang dari seorang pekerja mingguan
bergaji kecil menjadi seorang pemilik surat kabar paling kaya dan
paling berpengaruh di Inggris di masanya, dia berkata “ untuk
meramal atau melakukan sesuatu adalah untuk menguasai”. Motto
semacam ini merupakan barometer atau tolak ukur kepada diri kita
bahwa jika ingin menguasai sesuatu maka lakukan dengan
kesungguhan untuk menjadi yang terbaik.
Dalam kisah lain Dr. Martin Luther King dan Mari Fisher. Mereka
memiliki talenta mendapatkan perhatian audiensnya secara ketika,
semua ini dikarenakan merekaa memulai presentasinya dengan
bahasa yang baaik, anggun, dan penuh makna. Mari fisher
memberikan suatu kejutan bagi dunia publik, dia sesungguhnya
bukanlah seorang pembicara yang handal dan diharapkan, tetapi
saat dia menyampaikan pidatonya di hadapan Konvensi Nasional
Partai Republik pada 1992, pidatonya menyentuh hati seluruh orang
yang mendengarnya baik yang berada di tengah-tengah konvensi
maupun yang berada di luar konvensi menyaksikan melalui televisi.
Kebanyakan pembicara akhir-akhir ini tidak mampu melakukan
pesentasinya dengan menarik dan bahkan sangat buruk sekali.
Semua ini diakibatkan tidak telatih dalam bebicara dan kurang
cekatan dalam keterampilan.2

2. Jangan Awali Dengan Kata Maaf


Kesalahan yang membuat presentasi seseorang menjadi gagal
dan fatal adalah apabila mengawali perkataan dengan minta maaf. 3
Anda mungkin sering mendengar sesi presentasi di mana presenter
membuka presentasi atau perkenalan dirinya dengan menyelipkan
kalimat-kalimat berikut:

2
Dale Karnegie, Public Speaking For Success, Ragam Media, 2009, hal. 184.
3
Ibid., hal. 190

8
“Maaf saya belum siap/ belum belajar/ belum latihan menyampaikan
presentasi ini”
“ Maaf saya tidak biasa/ tidak pintar berbicara di depan umum ”
“ Maaf saya gugup/ grogi/ gemetar/ deg-degan ”
“ Saya kurang tidur/ kerja semalaman, jadi harap maklum kalau
saya ..”
“ Saya sedang flu/ tidak enak badan/ kurang fit/ jadi …. ”
“ Slide ini saya buat dengan buru-buru dan kurang waktu, jadi …. ”
“ Saya belum pernah/ sudah lama/ tidak biasa menyampaikan
presentasi ini ”

Kalimat-kalimat di atas adalah sebagian dari banyak kalimat


permintaan maaf dan dalih yang biasa kita dengar di banyak
kesempatan sesi presentasi. Presenter yang melakukan hal ini
berharap audiens akan memaklumi semua kekurangan saat
presentasi berlangsung karena dengan suatu alasan, Ia merasa saat
ini, Ia tidak dalam kondisi dan penampilan terbaiknya untuk
membawakan sebuah presentasi. Memulai presentasi dengan cara
ini walau terlihat cukup lazim, akan menurunkan tingkat kredibilitas
presenter di mata audiens. Audiens akan meragukan apakah mereka
akan mendapatkan manfaat maksimal dari mengikuti presentasi yang
dimulai dengan lontaran kalimat seperti di atas. Audiens mulai
merasa bahwa presentasi yang akan berlangsung tidak akan berjalan
baik karena presenternya baru saja memberitahukannya demikian.
Presenter sedikit banyak merusak kepercayaan dan harapan audiens
untuk mendapatkan suatu pengalaman presentasi yang akan berjalan
baik, mulus dan berkesan.4

3. Menguasai Materi Atau Bahan Yang Akan Dibicarakan


Seorang presenter diharapkan menjadi kredebilitas. Kredibilitas
presenter di mata audiens tergantung dari seberapa besar audiens
mempersepsi tingkat kelayakan seorang presenter membawakan

4
Ibid, 190-195.

9
sebuah presentasi. Untuk menciptakan kredibilitas, presenter harus
menampilkan dirinya sebagai seorang yang mempunyai otoritas,
layak dan tepat untuk menyampaikan sebuah presentasi. Seorang
presenter harus berupaya menciptakan kesan bahwa dirinya adalah
presenter yang sudah mempersiapkan diri dengan maksimal, percaya
diri, menguasai topik dan siap memberikan yang terbaik kepada
audiensnya, walaupun pada kenyataannya Ia mungkin sebenarnya
sedang tidak terlalu siap karena suatu hal, sedikit gerogi dan kurang
fit misalnya.
Pada kenyataannya, audiens sebenarnya tidak akan terlalu
menyadari kalau seorang presenter sebenarnya dalam kondisi sedikit
kurang siap, gerogi atau kurang fit kalau Ia tidak memberitahukannya
kepada mereka. Presenter harus percaya bahwa apa yang
disampaikannya adalah sesuatu yang berharga dan layak didengar
audiens dan berusaha menyampaikannya sebaik mungkin. Terlepas
dari situasi dan kondisi yang Anda hadapi saat mempersiapkan
presentasi, jangan buka presentasi Anda dengan permintaan maaf
dan dalih yang tidak perlu. Bawakan presentasi Anda kali ini
semaksimal mungkin yang Anda bisa. Berpikirlah positif dan tetap
berusaha menjadi diri Anda yang terbaik dalam menyampaikan pesan
Anda kepada audiens.5
Untuk pembicara pemula, disarankan agar mempersiapkan bahan
yang akan dibicarakan. Tidak hanya dipersiapkan saja, tetapi betul-
betul dikuasai. Pengertian penguasaan berarti betul-betul harus
dipelajari sampai menemukan kejelasan dan paham apa yang nanti
akan dibicarakan. Subtansi yang dibicarakan harus dikuasai,
sistematika atau urutan tentang apa yang akan disampaikan harus
jelas, sehingga pada saat tampil tidak mengalami tumpang tindih atau
perbelitan dalam bahasa.6

5
Munaya P. Khaura Anjali, Pintar Presentasi, Diva Press : Yogyakarta, 2008, Hal.145-
153.
6
Khoirul Muslimin dkk,Mengatasi Cemas Dalam Berkomunikasi di Depan Umum,
Lingkar Media, Yogyakarta, 2013, hal. 54.

10
4. Lancar Atau Terampil Dalam Berbicara
Keterampilan berbicara yang baik dan benar ketika dibutuhkan
tidak terjadi dengan sendirinya, butuh latihan dan pembiasaan.
Pernahkah Anda melihat seseorang yang berbicara di depan orang
banyak dengan penampilan yang memukau? Kata-kata mengalir
lancar, bahasa tubuh begitu sempurna, dan tampil begitu percaya diri.
Percayalah, itu bukan hasil latihan semalam, melainkan hasil latihan
yang cukup lama.7
Bagaimanakah melatih diri anda agar lancar dalam berbicara di
depan umum? Salah satu caranya adalah belajar Public Speaking.
Karena dengan belajar Public Speaking ini membuat lidah anda
terbiasa dalam berbicara. Hal ini dapat anda lakukan dengan cara
berdiskusi, aktif di organisasi, dan bebicara depan orang banyak.8

5. Ketahui Audiens Anda


Sebelum kita melakukan presentasi, salah satu hal yang harus
kita perhatikan adalah mengenali audiens. Audiens merupakan
orang-orang yang memiliki latar belakang dan pola pikir yang berbeda
yang mendengarkan dan mengkonsumsi materi presentasi yang kita
sajikan. Sehingga keberhasilan kita salah di tentukan oleh respon dari
audiens. Ahli pidato atau speaker ahli sekalipun bisa gagal
berkomunikasi secara efektif jika audiens tidak bisa memahami pesan
yang anda sampaikan.
Jumlah audiens dalam suatu kegiatan presentasi juga sangatlah
beragam. Dalam presentasi kerja, umumnya jumlah audiens tidaklah
banyak, yakni sekitar 8-12 orang. Sementara presentasi kelas, jumlah
audiens biasanya mencapai 30-35 orang. Namun tidak tertutup
kemungkinan presentasi dilakukan di hadapan audiens yang
berjumlah besar.
Berapa pun jumlah audiens dalam presentasi tidak akan menjadi
masalah, apabila kita telah memiliki persiapan yang baik. Persiapan
7
Imam Mujiono, success Trainer Indicator, Slide Power Point, Yogyakarta, 2015.
8
Tubagus Wahyudi, The Secret of Public Speaking Era Konseptual, BBC Publisher,
Jakarta, 2013, hal. 61.

11
yang baik ini tidak hanya mencakup penguasaan materi dan
sistematika alur pikir, tetapi juga mengenali audiens. Kesiapan materi
dan sistematika alur pikir tidak selalu menjamin kesuksesan sebuah
presentasi, jika tidak di dukung dengan audiens yang tepat. Mengenal
audiens itu penting, sehingga tidak bisa disepelekan. Pasti kita
pernah mendengar sebuah pepatah yang mengatakan “Tak Kenal
Maka Tak Sayang”.
Logikanya, bagaimana mungkin kita bisa memberikan sesuatu
kepada audiens jika kita tidak mengenal mereka. Jika antara
presenter dan audiens tidak saling kenal, maka bisa berdampak pada
sebuah mis komunikasi. Kalau sudah begini maka presentasi yang
Anda lakukan sia-sia belaka. Mengenali audiens, inilah yang
membedakan seorang presenter hebat dari sekumpulan para pelaku
presentasi yang biasa saja.9

9
Dale Karnegie, Public Speaking For Success, Ragam Media, 2009, hal.121

12
Penutup

Kesimpulan
Teks dapat dikatakan identik walaupun pada awalnya teks dianggap
lebih mengarah ke bahasa tulis, sedangkan wacana mencakup lisan dan tulis.
Genre teks atau jenis teks dapat didasarkan pada banyak kriteria; genre
menggunakan kriteria eksternal, sedangkan jenis teks menggunakan kriteria
internal. Walaupun demikian, genre teks dapat dikatakan identik dengan jenis
teks. Salah satu dasar yang penting dalam penjenisan teks adalah tujuan
sosial atau fungsi sosial dari suatu teks. Tujuan sosial yang berbeda
menghasilkan jenis teks yang berbeda.
Yang masih menjadi masalah adalah potensi tumpang tindih pada
berbagai jenis teks itu. Pada penjelasan Knapp dan Witkins (2005) yang telah
dikemukakan sebelumnya, misalnya, explanation essay yang merupakan
subjenis teks eksplanasi sangat mirip dengan teks essay yang merupakan
subjenis argue (berargumentasi). Hal ini menjadi tugas bagi peneliti teks atau
wacana untuk menelusuri lebih jelas karakteristik sertiap jenis teks.

13
Daftar Pustaka

Ahmad, M. 2010. Ijtihad Politik Gus Dur: Analisis Wacana Kritis. Yogyakarta:
LKiS.
Alwi, H., S. Dardjowidjojo, H. Lapoliwa, dan A.M. Moeliono. 1998. Tata Bahasa
Baku Bahasa Indonesia. Ed. Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Carter, R., A, Goddard, D. Reah, K. Sanger, dan M. Bowring. 1997. Working
with Texts: A Core Book for Language Analysis. London: Routledge.
Crystal, D. 1991. A Dictionary of Linguistics and Phonetics. 3`d. ed. Oxford: Basil
Blacwell.
Departemen Pendidikan Nasional. 2014. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cet.
Ketujuh Ed. Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Derewianka, B. 2003. Trends and Issues in Genre-Based Approaches. RELC
Journal,
34 (2), pp 133—154.
Halliday, M.A.K. dan R. Hasan. 1989. Language, Context, and Text: Aspects of
Language in a Social-Semiotic Perspective. Oxford: Oxford University
Press.
Kartomihardjo. 1993. "Analisis Wacana dengan Penerapanya pada Beberapa
Wacana." Dalam Kaswanti Purwo, B. Ed. PELLBA 6. Yogyakarta:
Kanisius, hlm. 21--52.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Bahasa Indonesia Ekspresi
Diri dan Akademik: Buku Guru. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Knapp, P dan M. Witkins. 2005. Genre, Text, Grammar: Technologies for
Teaching and Assessing Writing. Sidney: University of New South Wales
Press Ltd.
Lee, D. 2001. “Genres, Registers, Text Types, Domains, and Styles: Clarifying
the Concepts and Navigating a Path through the BNC Jungle.” Language
Learning and Technology, Vol. 5(3), pp 33—72.
Mahsun. 2013. “Pembelajaran Teks dalam Kurikulum 2013.” Media Indonesia,
April 2013.

14
McCarthy, M. dan R. Carter. 1994. Language as Discourse: Perspectives for
Language Teaching. Harlow: Longman.
Oetomo, D. 1993. "Pelahiran dan Perkembangan Analisis Wacana." Dalam
Kaswanti Purwo, B. Ed. PELLBA 6. Yogyakarta: Kanisius, hlm. 3-14.
Purnomo, M.E. 2014. “Pendekatan Berbasis Genre (Teks) dalam Pembelajaran
BI Kurikulum 2013.” Makalah Seminar Balai Bahasa Sumatera Selatan
bekerja sama dengan SMA PT BA, Tanjung Enim, 22 Oktober 2014.
Suwaji, S. 2013. “Pembelajaran Bahasa dan Sastra dalam Kurikulum 2013:
Beberapa catatan terhadap Konsep dan Implementasinya.” Makalah
Seminar Nasional ‘Respons Kebijakan Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia dalam Kurikulum 2013’, Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, FBS Universitas Negeri Yogyakarta, 19 November
2013.
Van Dijk, T.A. 1985. “Introduction: Levels and Dimensions of Discourse
Analysis.” Dalam van Djik, T. A. Ed. Handbook of Discourse Analysis Vol.
2: Dimensions of Discourse. London: Academic Press, hlm. 1-9.
Wijana, I.D.P dan M. Rohmadi. 2009. Analisis Wacana Pragmatik: Kajian Teori
dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka.
Carnegie, Dale.2009.Public Speaking For Success.Ragam Media.
Wahyudi, Tubagus.2013.The Secret Of The Public Speaking Era
Konseptual.Jakarta: BBc Publisher.
Julian, M. James dan Alfred, John.2007.The Accelerated Learning for
Personality.Yogyakarta: Pustaka Baca.
Muslimin, Khoiru dkk.2013.Mengatasi Cemas dalam Berkomunikasi di Depan
Public. Yogyakarta: Lingkar Media.
Mujiono, Imam. 2015.Success Trainer Indicator & Activ Training:Slide Power
Point, Yogyakarta.
P. Khaura Anjali, Munaya.2008.Pintar Presentasi. Yogyakarta: Diva Press.
Harefa, Andrias.2009.Seri Ketrampilan Presentasi: Presentasi Efektif.
Yogyakarta: Penerbit Andi.

15

Anda mungkin juga menyukai