Oleh:
Muhammad Hanif Amrulloh, S. Pd. (15715251006)
Miftahurrahman, S.Pd. (15715251015)
Satria Ariasena, S.Pd. (15715251049)
1. Pendahuluan
Manusia selalu berdialog dengan sesamanya. Tak hanya berdialog
manusia juga memperhatikan tiap bahasa yang muncul dalam kehidupannya
sehari-hari. Misalkan ketika terdapat informasi di papan jalan, mencoba
memahami isi bacaan, dan termasuk memahami obrolan lawan bicara. Dan semua
itu merupakan aktivitas analisis wacana. Aktivitas ini sejalan dengan pendapat
bahwa Analisis bahasa semestinya adalah analisis bahasa dalam penggunaannya
(Brown and Yule, 1983: I).
Terdapat berbagai bentuk wacana yang kemudian dianalisis untuk
dipahami oleh manusia. Proses pemahaman ini akan berhadapan dengan berbagai
jenis wacana yang sering muncul dalam kehidupan sehari-hari. Wacana itu dapat
berupa lisan, tulisan, maupun dalam bentuk-bentuk tertentu. Dalam wacana itu
sendiri terdapat hal-hal yang menyelimutinya. Van Dijk (2008) mengungkapkan
berbagai konteks yang muncul dalam wacana yaitu variasi, style, genre, konteks,
register, dan maksud. Konteks memang melingkari sebuah wacana dan sebagai
kunci utama dapat dipahaminya suatu teks atau tidak. Suatu wacana dapat
dipahami dan tidak dipahami bergantung dari penguasaan masing-masing mitra
tutur terhadap konteks yang ada.
Mempelajari analisis wacana sudah tentu harus mempelajari jenis-jenis
wacana itu sendiri. wacana terbagi atas beberapa jenis dan memiliki struktur serta
ciri tertentu. Renkema (2004) dalam bukunya Introduction of Discourse Studies
membagi klasifikasi wacana ke dalam 6 aspek sebagai berikut yaitu:
1. Variasi fungsi dan bentuk;
2. Bahasa tulis dan interaksi verbal;
3. Bahasa sehari-hari dan bahasa sastra;
1
4. Wacana elektronik;
5. Bentuk-bentuk yang dilazimkan dalam penggunaan resmi;
6. Mutimodalitas.
Keenam klasifikasi atau jenis wacana ini akan dikaji pada makalah ini.
Harapannya jenis-jenis wacana ini dapat dipahami oleh pembaca melalui kajian-
kajian yang akan dipaparkan ini. Keenam jenis pembagian wacana ini adalah
fokus dalam makalah ini. Dengan mempelajari jenis wacana, maka akan mudah
bagi pembaca untuk memahami analisis wacana pada tahap selanjutnya.
2. Jenis-Jenis Wacana
Secara garis besar, Renkema menilai studi wacana merupakan disiplin
ilmu yang ditekuni untuk mencari hubungan antara bentuk dan fungsi di dalam
komunikasi verbal. Studi wacana merupakan disiplin ilmu bahasa yang bertujuan
menyelidiki bukan saja hubungan antara bentuk dan makna, melainkan juga
keterkaitan antara bentuk dan fungsi bahasa di dalam komunikasi yang
menggunakan bahasa sebagai sarananya.
2
3. Banyak fungsi lebih dimungkinkan, misalnya: bahasa dapat digunakan
untuk menyembunyikan informasi, untuk memberikan instruksi, atau
menanamkan perasaan persahabatan.
3
Bühler berkaitan dengan tiga fungsi wacana tersebut dikembangkan oleh
Roman Jakobson sehingga mendapat terobosan baru ada enam fungsi
wacana. Enam fungsi wacana dapat dijabarkan seperti berikut.
1. Fungsi referensial.
Pada model Organon, fungsi referensial terkait dengan aspek simbol.
2. Fungsi emotif
Fungsi ini menunjukkan sikap pengirim pesan.
3. Fungsi konatif
Fungsi ini menunjukan sebuah wacana berorientasi pada penerima
pesan.
Pada model Organon, fungsi emotif dan konatif merupakan fungsi
wacana yang terkait dengan aspek gejala dan aspek tanda.
4. Fungsi poetic,
Fungsi ini menunjukan fokus dari sebuah wacana adalah pesan yang
akan disampaikan.
5. Fungsi fatis
Fungsi ini menunjukan sebuah wacana berfungsi untuk membuka jalan
atau membuat kontak. Oleh karena itu fokus wacana dalah channel dan
kontak.
6. Fungsi metabahasa
Fungsi ini menunjujan suatu wacana berfokus pada kode.
4
1. Klasifikasi Steger (1974)
5
Bentuk ini menjelaskan tuturan dua arah. Selain itu, tanpa menetapkan
atau mempersiapkan sebelumnya dan bersifat nonformal cenderung ke
gaya persahabatan yang dikomunikasikan dengan tingkat predikat
sederajat
f. Wawancara
Bentuk ini menjelaskan tuturan dua arah. Selain itu, harus menetapkan
atau mempersiapkan sebelumnya dan berisi pendapat untuk
memperoleh informasi yang akurat.
6
c. Explanatory (Ekspositori)
Bentuk ini menonjolkan penjelasan-penjelasan secara informatif sehingga
bahasa yang digunakan cenderung denotatif dan rasional.
d. Argumentative (Argumentatif)
Bentuk ini menonjolkan pendapat-pendapat atau komentar dengan alasan
yang kuat agar penerima pesan percaya dengan pendapat pembuat pesan.
e. Instructive (Instruktif)
Bentuk ini menonjolkan pemberian petunjuk atau keterangan untuk
sesuatu yang harus dilakukan. Oleh karena itu, pesan yang disampaikan
mengandung perintah atau aturan dengan tujuan pelaksanaan dilakukan
dengan baik.
7
B. Bahasa Tulis dan Interaksi Verbal
Perbedaan antara wacana tertulis dan interaksi verbal menurut Chafe
(dalam Renkema, 2004: 65--66),
1. Menulis membutuhkan waktu lebih lama daripada berbicara.
2. Penulis tidak memiliki kontak dengan pembaca.
8
kata bujang mewakili lelaki yang belum menikah, sementara kata tua mewakili
kata orang yang sudah berumur sekitar 40 tahun ke atas. Dengan demikian kita
dapat mengetahui bahwa bujang tua mewakili seorang lelaki yang sudah tua dan
belum menikah.
Karya sastra sering kita jumpai di beberapa tempat. Misal pada sekolah,
toko-toko buku terdekat, dan perpustakaan atau tempat-tempat baca di lingkungan
kita. Terdapat beberapa karya sastra misal novel, cerpen, kumpulan puisi maupun
naskah drama. Ketika kita membacanya akan timbul perasaan yang membuat kita
kagum akan keindahan maupun kemampuan pengarang mengolah diksi dalam
mengungkapkan sesuatu. Proses kita berusaha memahami apa maksud, tujuan dan
menikmati keindahan juga bagian dari analisis wacana. Dan karena yang
dianalisis adalah bahasa sastra, maka dapat dengan spesifik kita menyebutkan
bahwa itu adalah analisis wacana sastra. Genete (1983) dalam bukunya Narrative
Discourse menjelaskan bahwa dalam sebuah karya naratif terdapat lima faktor
yang memengaruhi isinya yaitu tujuan, durasi, frekuensi, suasana, dan suara.
Kelima hal ini akan menjadi sasaran atau objek dalam analisis wacana sastra.
Perbedaan antara bahasa sehari-hari dan bahasa sastra dapat dilihat dari
fungsi komunikasi (Renkema, 2004:67). Ia mengutip pendapat Jakobson tentang
fungsi puisi sebagai alat komunikasi. Renkema mencoba menganalisis teori
Jakobson tersebut dengan memahami penjelasan mengenai axis atau garis yang
terbagi secara horizontal dan vertikal. Secara horizontal yaitu sintagmatik dan
vertikal secara paradigmatik. Hal ini menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara
penciptaan bahasa sastra melalui bahasa sehari-hari dan bagaimana seseorang
mengungkapkan bahasa sehari-hari (berbicara langsung) melalui bahasa sastra.
9
memahaminya dan menyimpulkan bahwa ini adalah wacana jenis a atau b serta
bertujuan tertentu. Bahasa sehari-hari sebagai bagian dari wacana juga tidak lepas
dari konteks yang menyelimutinya. Van Dijk (2008) menggambarkan bahwa
konteks ada di berbagai situasi. Misalkan pada bidang sosiologi, konteks
selanjutnya akan menghasilkan rekontekstualisasi ketika berhadapan dengan
permasalah sosial (Van Dijk, 2008:9). Bahasa sehari-hari sebagai bagian dari
masyarakat menjadi fokus bahwa konteks terdapat di dalamnya. Sebagai contoh
ketika seseorang berdialog dan saling tertawa hal itu terjadi karena keduanya
memahami konteks yang sama dan terdapat penyimpangan yang mungkin terjadi
dalam kehidupan manusia namun akan memberikan efek lucu saat dilakukan.
Seperti itulah gambaran bahwa bahasa sehari-hari muncul dalam kehidupan
manusia dan mengandung konteks untuk saling dipahami sesama partisipan.
Dalam bahasa sehari-hari bahasa yang digunakan juga merupakan bahasa
yang sering manusia pahami. Misalkan bahasa yang bersifat pernyataan. Sebagai
contoh peryataan berikut.
10
2) Bahasa Sastra
Bahasa sastra dapat ditemukan dalam karya-karya sastra seperti puisi,
cerpen, novel, dan naskah drama. Renkema (2004) mengutip pendapat Jakobson
tentang bahasa puitis mengenai teori axis terhadap seleksi dan kombinasi pada
garis horizontal yaitu aspek sintagmatis dan garis vertikal yaitu paradigmatis.
Secara mudah, pada garis vertikal yaitu paradigmatis, bahasa sastra dapat berupa
paradigma yang menggambarkan sesuatu secara tersirat dan memiliki maksud
tertentu. Penjelasan itu dapat dicontohkan pada kalimat berikut.
a. Budi melewati jalan.
b. Budi menerjang jalan.
Kedua kalimat di atas memiliki nilai rasa yang berbeda. Pada kalimat Budi
melewati jalan, merupakan kalimat yang biasa diucapkan sehari-hari dan berarti
bahwa tokoh Budi memang melewati jalan (dalam konteks bahasa sehari-hari).
Selanjutnya pada kalimat kedua yaitu Budi menerjang jalan secara maknawi
kalimat ini sama dengan kalimat pertama. Hanya saja, diksi menerjang terasa
lebih ekstrim dan memiliki nilai puitis yang berbeda. Misalkan pada bahasa sastra
itu digambarkan bahwa Budi melewati jalan yang penuh dengan tantangan seperti
serangan musuh, ideologi yang bertentangan dan bencana-bencana alam. Oleh
karena itu kata yang dipilih adalah menerjang. Dan hal ini sesuai dengan
penjelasan Jakobson tentang unsur paradigmatik dalam bahasa sastra.
Secara sintagmatik bahasa sastra dapat digambarkan dengan sebagai unsur
yang ada dalam sebuah karya sastra. Jakobson dalam Renkema (2004:68)
menjelaskan bahwa unsur sintagmatik sendiri sebenarnya terpengaruh dari unsur
paradigmatik suatu karya sastra. Unsur sintagmatik itu antara lain unsur-unsur
yang ada dalam karya sastra misalnya plot, tokoh, amanat, latar, waktu, dan lain-
lain. Penjelasan ini menjelaskan bahwa dalam paradigmatik sebuah bahasa sastra
adalah tersirat dengan arti-arti pada tiap kosakata, sedangkan pada sintagmatik
maka bahasa sastra lebih dalam dari itu berupaya untuk menelusuri makna yang
muncul dari berbagai unsur instrinsik yang ada.
Konteks dalam sastra merupakan jalan untuk menuju pemahaman manusia
terhadap teks (Van Dijk, 2008:5). Hal ini didapatkan dari bagaimana cara manusia
11
memahami, dalam kehidupan secara umum, dan dalam sastra, teks, atau
pembicaraan itu sendiri. Penyusun berasumsi bahwa sesungguhnya bahasa sastra
itu sendiri memiliki konteks-konteks tertentu untuk membawa pembaca agar
memahami teks sastra itu sendiri. Sebagai contoh misal pada puisi berikut.
Ya Rasul
Setelah gurun
Merah
Mengitar Ka‟bah
Sehabis tahun-tahun
Resah
Mengalir cair
Daun-daun
Zaitun
Ombak putih
Benua
Langit panas
Yang salju
Jawaban kurnia
Ummat manusia
Lamat
Lamat
Ya Rasul, Rasulku!
12
Jika kita amati secara isi, puisi berjudul Ya Rasulku menyampaikan tentang
kerinduan umat Islam akan Rasulnya. Konteks yang menyelimuti puisi ini adalah
tentang keagamaan dan kerinduan manusia akan Rasulnya. Puisi ini memiliki
bentuk yang mencolok dengan tipografi berbentuk zig-zag. Melalui membaca
puisi ini maka akan timbul analisis wacana untuk memahami maksud dan tujuan
dari puisi ini. Kurang lebih inilah gambaran mengenai bahasa sastra sebagai
bagian dari jenis wacana.
D. Wacana Elektronik
Sejak tahun 1970an sebuah mode baru dalam komunikasi muncul.
Peristiwa ini disebut wacana elektronik, Netspeak, komunikasi web, komunikasi
mediasi computer atau e-language. Dampak dari mode komunikasi ini ini adalah
menganggap sebuah dampak besar dari televise dan telepon. Oleh karena itu ,
banyak peneliti dan para ahli mengharapkan pada tampilan baru komunikasi ini,
dan secara khusus internet, akan menungubah tatanan komunikasi (Renkema,
2004:69)
Sebagai bahasa lisan dan tertulis menyelimuti bentuk dari perubahan jenis
wacana, wacana komputer termediasi juga menggantikan perbedaan jenis wacana.
Sebuah perbedaan saat ini digunakan pada perbedaan sinkronus komunikasi dan
asinkronus komunikasi yang merupakan perbedaan utama jenis wacana umum
disajikan dalam tabel berikut.
No Jenis Contoh
13
Pidato Tertulis atau Tulisan pembicaraan?
Komunikasi komputer termediasi telah mempercepat bahasa lisan dan
proses permanen komunikasi tertulis. Sebuah obrolan dalam chat grup adalah
sebuah obrolan tatap muka, tetapi mengetik lebih lambat daripada berbicara.
Sebuah kontak e-mail terlihat seperti surat saat seseorang menulisnya, tapi pada
bagian itu nampak lebih tidak formal dalam kontak e-mail hanya terlihat seperti
pesan yang dijawab oleh mesin. Apakah sebuah mode baru komunikasi dalam
campuran sempurna dapat diberi label “obrolan tekstual,” “berbicara dalam
menulis”,”Pidato tertulis‟ atau „ Tulisan pembicaraan”?
Manusia memiliki aturan tersendiri dalam berkomunikasi dengan
menggunakan peralatan ini. Misalkan kata Halo merupakan kata awal yang
diucapkan seseorang saat menggunakan telepon. Lalu penyiar berita di televisi
dengan tatanan tersendiri seperti mengucapkan salam (greeting) menyampaikan
berita dengan cepat dan akurat dan menyajikan peristiwa yang terekam di kamera
sembari menjelaskan peristiwa itu. Inilah keunikan peralatan telekomunikasi yang
menghasilkan struktur wacana baru.
Menggunakan alat telekomunikasi canggih juga memiliki faktor tertentu.
Karena peralatan yang digunakan adalah peralatan elektronik, sudah tentu akan
banyak pembayaran misal listrik, pulsa, keterbatasan alat itu sendiri, maupun
faktor lain seperti sinyal dan lain-lain. Oleh karena itu, bahasa yang efektif sangat
diperlukan dalam penyampaian wacana elektronik. Misal pada dialog
menggunakan telepon berikut.
Ani : “Halo Assalamualaikum!”
Ida : “Waalaikumsalam!”
Ani : “Halo Ida, ini Ani.”
Ida : “ Oh iya ada apa?”
Ani : “Besok kita segera mengerjakan tugas kelompok ya! Soalnya waktunya
tinggal dua hari lagi!”
Ida : “Oh iya-iya, di rumahku atau rumahmu?”
Ani : “Di rumahku saja jam 2 siang. Sepulang sekolah oke?”
Ida : “Ok…ok siap!”
Ani : “Gitu aja ya, Assalamualaikum!”
14
Ida : “Waalaikumsalam.”
Seiring dengan bertambahnya pengetahuan manusia, dengan mendengarkan atau
melihat struktur dan aturannya saja maka kita dapat mengetahui bahwa ini adalah
pembicaraan lewat telepon. Stile yang khas sangat terlihat pada kata halo dan
ditutup dengan salam, juga didukung dengan pembicaraan yang efektif.
Pembicaraan yang efektif ini juga akan mempengaruhi pulsa yang dikeluarkan.
Jika pembicaraan dapat efektif maka pulsa yang dikeluarkan tidak terlalu banyak.
Brown dan Yule (1988: 9) menyebutkan bahwa pembicaraan yang
direkam menggunakan tape recorder merupakan contoh teks lisan. Tape recorder
merupakan contoh media elektronik yang dapat menghasilkan wacana. Oleh
karena itu pembicaraan menggunakan alat komunikasi cenderung berbentuk teks
lisan. Misalkan saat seseorang berbicara lewat telepon maupun siaran televisi.
Meskipun begitu, wacana yang ditulis dalam internet tidak bisa semena-mena
dianggap teks lisan. Sebab informasi yang disajikan dalam bentuk teks tertulis dan
menggunakan struktur wacana tulis tertentu. Pernyataan ini juga sesuai dengan
pendapat Renkema (2004) mengenai munculnya berbagai aspek terkait wacana
elektronik. Bahwa wacana elektronik cenderung ke bahasa lisan, wacana
elektronik juga memunculkan bahasa tulis yang efektif, wacana elektronik
mempertimbangkan berbagai maksim dalam penyajiannya, wacana elektronik
cenderung menciptakan kreatifitas, dan wacana elektronik dapat berkombinasi
baik lisan maupun tulisan yang menghasilkan multimodal teks. Dengan demikian
wacana elektronik dapat dikatakan memiliki struktur tersendiri yang tidak dapat
disepadankan strukturnya dengan wacana yang lain.
15
E. Bentuk-Bentuk yang Dilazimkan dalam Penggunaan Resmi
Tabel.1
16
tanggapan dari apa yang disampaikan oleh si penutur tadi contohnya bisa berupa
memberikan perintah atau arahan melakukan sesuatu. Ini berlaku juga pada
wacana argumentatif (persuasion) pada partisipan dengan jumlah bervarasi.
Selain model maupun tipe yang dikemukakan oleh Jacobson mengenai tiga
peranan wacana tersebut ada bentuk dasar (basic form) yang dikemukakan oleh
Werlich dalam Werlich’s discourse typology (1982) dalam Renkema 2004. Yaitu
pada tabel berikut.
Tabel.2
Lebih penting yang perlu diketahui adalah jenis yang menjadi batasan
konsep dari setiap model maupun tipe wacana sebagaimana yang dikemukakan
oleh Swales (1990). Karakteristik dari jenis yang dimaksud dapat dijelaskan
berikut ini. Jenis (genre), Sebagaimana definisi oleh Swales dalam Rankema
2004.
17
gramatikal atau tidaklah dibatasi oleh pendengar atau pembaca melainkan tujuan
utamanya sebagai sarana komunikasi untuk mencapai tujuan. Tujuan tersebut
tercipta dalam kontak bahasa yang terjadi dalam peristiwa komunikasi.
Berbicara tentang tujuan, dalam pembahasan ini terdapat batasan bentuk dan
isi. Swales dalam Renkema (2004) memaparkan dua batasan jenis dari isi yaitu
Struktur (structure) dan gaya (style) wacana yang sangat menentukan tipe wacana
berdasarkan penyampaian isi; positive letter dan negative letter. Positive letter
biasanya bahasa yang digunakan lebih komunikatif mengundang rasa senang
(antusias) ketika membaca atau mendengar dan menggunakan gaya mengajak
(inviting style) sedangkan negative letter lebih menitikberatkan dalam bentuk
formal (formal style) dan fokus pada akhir kontak komunikasi berupa kesimpulan.
F. Multimodalitas
Lima level analisis multimodalitas dalam wacana (the GeM model) dalam
Renkema 2004.
18
4. Struktur navigasi (navigation structure)
Bagaimana teks wacana sebagai dokumen yang dikonsumsi oleh
audiens
5. Struktur Bahasa (linguistic structure)
Struktur bahasa yang digunakan sebagai tampilan
Penyajian dari multimodal ini dalam wacana memiliki pola khusus yang bisa
dianalisis sebagai kajian wacana. Hierarki representasi (hierarchical
representation) sebagaimana yang diungkapkan Gannet dalam Renkema (2004)
menunjukkan hubungan diantara bagian-bagian isi tanpa membedakan
kebahasaan dan grafik yang menyajikan informasi.
3. Penutup
Simpulan makalah ini adalah sebagai berikut.
a. Studi wacana merupakan disiplin ilmu bahasa yang bertujuan menyelidiki
bukan saja hubungan antara bentuk dan makna, melainkan juga
keterkaitan antara bentuk dan fungsi bahasa di dalam komunikasi yang
menggunakan bahasa sebagai sarananya.
b. Dalam memahami, menguraikan, dan menganalisis secara tepat
diperlukan klasifikasi atau pembagian. Kita perlu mengetahui terlebih
dahulu jenis wacana ketika melakukan analisis. Pemahaman tersebut
sangat penting supaya proses pengkajian, pendekatan, dan teknik analisis
wacana yang digunakan tepat dan sesuai yang diharapkan.
c. Renkema (2004) mengungkapkan bahwa bahasa sehari-hari dan bahasa
sastra dapat saling berimplikasi. Ia mengutip pendapat Jakobson tentang
fungsi puisi sebagai alat komunikasi. Renkema mencoba menganalisis
teori Jakobson tersebut dengan memahami penjelasan mengenai axis atau
garis yang terbagi secara horizontal dan vertikal. Secara horizontal yaitu
sintagmatik dan vertikal secara paradigmatik. Hal ini menjelaskan bahwa
terdapat hubungan antara penciptaan bahasa sastra melalui bahasa sehari-
hari dan bagaimana seseorang mengungkapkan bahasa sehari-hari
(berbicara langsung) melalui bahasa sastra.
19
d. Peralatan telekomunikasi canggih seperti internet, telepon, televisi dan
lain-lain telah mengubah tata cara manusia berkomunikasi (Renkema,
2004). Manusia memiliki aturan tersendiri dalam berkomunikasi dengan
menggunakan peralatan ini. Misalkan kata Halo merupakan kata awal
yang diucapkan seseorang saat menggunakan telepon. Lalu penyiar berita
di televisi dengan tatanan tersendiri seperti mengucapkan salam (greeting)
menyampaikan berita dengan cepat dan akurat dan menyajikan peristiwa
yang terekam di kamera sembari menjelaskan peristiwa itu. Inilah
keunikan peralatan telekomunikasi yang menghasilkan struktur wacana
baru.
e. Tiga model pengorganisasian konsep yaitu simbol (symbol) tidak terlepas
dari penggunaan bahasa (language) kemudian gejala (symptom) yang
mengarah pada ekspresi (expression) dan tanda (signal) yang bertujuan
untuk persuasif mengajak maupun mempengaruhi. Fungsinya sebagai
informasi (wacana informasi) disampaikan dengan gaya formal (formal
style) dengan maksud bahwa simbol sebagai tipe wacana informasi
digunakan dalam tataran bahasa ilmiah. jadi jenis atau model wacana
sebenarnya ditentukan dari bagaimana penulis/pembicara mengungkapkan
tujuannya pada lawan bicara. Kemudian fungsinya sebagai ekspresi
(expression), di dalam buku pengenalan wacana (introduction of
discourse study) Renkema 2004 partisipan diberi istilah addresser dan
addressee. Penutur (addresser) dan penerima (addressee) merupakan
konsep yang dikemukakan oleh Roman Jacobson.
f. Sebuah wacana di dalam situasi-situasi tertentu akan memiliki lebih
kurangnya kesamaan karakteristik dan itu menentukan tipe dari wacana
itu sendiri. Pemahaman tentang jenis (genre) tidaklah ditentukan oleh
bentuk dasar leksikal yang sama maupun gramatikal atau tidaklah dibatasi
oleh pendengar atau pembaca melainkan tujuan utamanya sebagai sarana
komunikasi untuk mencapai tujuan. Tujuan tersebut tercipta dalam kontak
bahasa yang terjadi dalam peristiwa komunikasi.
g. Swales dalam Renkema (2004) memaparkan dua batasan jenis dari isi
yaitu Struktur (structure) dan gaya (style) wacana yang sangat
20
menentukan tipe wacana berdasarkan penyampaian isi; positive letter dan
negative letter. Positive letter biasanya bahasa yang digunakan lebih
komunikatif mengundang rasa senang (antusias) ketika membaca atau
mendengar dan menggunakan gaya mengajak (inviting style) sedangkan
negative letter lebih menitikberatkan dalam bentuk formal (formal style)
dan fokus pada akhir kontak komunikasi berupa kesimpulan.
h. Saat ini penyajian wacana tidak sebatas pada penggunaan teks saja tetapi
melibatkan berbagai model berupa gambar, suara, maupun grafik yang
tentu saja mendukung agar informasi yang disajikan melalui teks lebih
jelas
DAFTAR PUSTAKA
Van Dijk, Teun A. 2008. Discourse and Context A Sociocognitive Approach. New
York: Cambridge University Press.
21