Dosen Pengampu:
Dr. Endry Boeriswati, M.Pd.
Dosen Pembimbing:
1. Prof. Dr. Sakura Ridwan, M.Pd.
2. Dr. Miftahul Khairah, M.Hum.
Disusun Oleh:
Adi Darmawan (2115101141)
Kelas 3A
PENDAHULUAN
Bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi arbitrer yang digunakan oleh
sistematis dan sistemis. Dikatakan sistematis karena bahasa memiliki kaidah atau
tersebut bertemu dalam dunia bunyi dan dunia makna. Bunyi secara detail dikaji
dalam ilmu yang disebut fonologi, sedang makna secara mendalam dikaji dalam
semantik haruslah dapat memahami beberapa sifat bahasa yang salah satunya
adalah bahasa bersifat arbitrer. Sifat arbitrer dalam bahasa ini diartikan bahwa
tidak ada hubungan spesifik antara deretan fonem pembentuk kata dengan
terdiri atas unsur bunyi dan unsur makna 3. Kedua unsur tersebut merupakan unsur
Umpamanya tanda linguistik yang dieja ”kursi.” Tanda ini terdiri dari
unsur makna atau diartikan ’kursi’ (inggris: chair) dan unsur bunyi yang
1
Yayat Sudaryat, Makna dalam Wacana (Bandung: CV Yrama Widya, 2009), hlm. 2.
2
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (Jakarta:Rineka Cipta, 2009), hlm. 32.
3
Ibid., hlm. 29
mengartikan dalam wujud runtutan fonem [k, u, r, s, i]. Tanda kursi ini mengacu
kepada suatu referen yang berada di luar bahasa, yaitu kursi sebagai salah satu
perabot rumah tangga yang biasanya digunakan untuk duduk. Dengan demikian,
kata kursi adalah hal yang menandai (tanda linguistik) dan sebuah kursi sebagai
Ruang lingkup kajian tentang makna sangatlah luas. Dan untuk membuat
makalah ini menjadi lebih terarah pembahasanya, maka tema yang diangkat
sebagai bahan kajian utama makalah ini adalah tentang makna yang ada dalam
arti kiasan atau makna figuratif ini sebagai oposisi dari arti sebenarnya. Oleh
karena itu, semua bentuk bahasa (baik kata, frasa, maupun kalimat) yang tidak
merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, arti konseptual, atau arti denotatif)
disebut mempunyai arti kiasan4. Arti kiasan ini banyak ditemukan dalam karya
dalam sebuah kalimat ini diangkat. Kata atau frasa bermetafora yang akan diteliti
bersumber dari novel Bumi Manusia yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer.
Alasan penulis memilih novel sebagai objek kajian adalah karena seperti
yang diketahui, dalam karya sastra, tulisan yang digunakan tentu berbeda dengan
karya ilmiah atau non-fiksi karena kata atau frasa dalam sebuah kalimat yang
sudah pasti bukanlah kalimat sembarangan, pasti bernilai atau bermakna tinggi,
novel Tetralogi Pulau Buru yang lain seperti Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah,
dan Rumah Kaca, ditemukan lebih banyak kata atau frasa bermetafora dalam
novel Bumi Manusia. Dalam novel tersebut akan dianalisis penggunaan metafora
serta makna apa yang terkandung dari kata atau frasa bermetafora dalam kalimat-
kalimat tersebut.
menulis teks sastra seperti puisi atau cerpen, akan diuji. Penggunaan metafora ini
2. Kata atau frasa apa saja yang mengandung metafora dalam novel Bumi
Manusia?
3. Apa makna dari kata atau frasa bermetafora dalam novel tersebut?
tersebut?
1.3. Pembatasan Masalah
Tujuan penelitian ini adalah untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah
Sepersi dan dapat diajukan ke tahap yang lebih tinggi, yaitu untuk tugas skripsi
metode yang lebih tepat dalam memahami dan menggunakan metafora. Bagi
membaca dan menulis. Bagi penulis lain yang meneliti novel, penelitian ini dapat
KAJIAN TEORITIK
studi tentang makna. Istilah ini merupakan istilah baru dalam bahasa Inggris. Para
ahli bahasa memberikan pengertian semantik sebagai cabang ilmu bahasa yang
Istilah lain yang pernah digunakan hal yang sama adalah semiotika,
semantik adalah studi tentang makna (lihat juga Lyons 1, 1977:1), bagi Lehrer
semantik merupakan bidang kajian yang sangat luas karena turut menyinggung
atau teori arti. Batasan yang hampir sama ditemukan pula dalam Ensiklopedia
“Semantik adalah studi tentang hubungan antara suatu pembeda linguistik dengan
hubungan proses mental atau simbol dalam aktifitas bicara.” Soal makna menjadi
urusan semantik.
Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna
gramatikal, berdasarkan ada atau tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem
ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna
kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus. Lalu berdasarkan
kriteri lain atau sudut pandang lain dapat disebutkan adanya makna-makna
leksikon. Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang
kata, maka leksem dapat kita persamakan dengan kata. Dengan demikian,
makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat
leksem, atau bersifat kata. Lalu, karena itu, dapat pula dikatakan makna
leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai
5
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 1994)
dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata
tifus. Makna ini tampak jelas dalam kalimat Tikus itu mati diterkam kucing,
Kalau makna leksikal berkenaan dengan makna leksem atau kata yang sesuai
dengan referennya, maka makna gramatikal ini adalah makna yang hadir
reduplikasi, dan proses komposisi (Chaer, 1994). Proses afiksasi awalan ter-
pada kata angkat dalam kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh adik,
melahirkan makna ’dapat’, dan dalam kalimat Ketika balok itu ditarik, papan
ada tidak adanya referen dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai
referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu, maka kata
referen, yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut ’meja’. Sebaliknya
bermakna nonreferensial.
makna denotatif lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan
informasi faktual objektif. Oleh karena itu, makna denotasi sering disebut
kata itu mempunyai dua makna yang sama, yaitu ’manusia dewasa bukan laki-
laki’.
mempunyai ”nilai rasa”, baik positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai
rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi. Tetapi dapat juga disebut
berkonotasi netral. Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu.
penggunaannya makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada
antara makna kata dan istilah dapat dilihat dari contoh berikut
atau bermakna sama. Namun dalam bidang kedokteran kedua kata itu
dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun.
Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata
berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di
luar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau
kesucian.
orang yang tidak pernah akur’. Makna ini memiliki asosiasi, bahwa binatang
yang namanya anjing dan kucing jika bersua memang selalu berkelahi, tidak
pernah damai.
g. Makna Kias
sebagai oposisi dari arti sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa
(baik kata, frase, atau kalimat) yang tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti
leksikal, arti konseptual, atau arti denotatif) disebut mempunyai arti kiasan.
arti ’matahari’.
2.3. Metafora
Gaya metafora itu melihat sesuatu dengan perantaraan benda yang lain.
Salah satu unsur yang dibandingkan, yaitu citra, memiliki sejumlah komponen
6
Pradopo, Rahmat Djoko Pradopo, Stilistika dalam Buletin Humaniora No.1 tahun 1994
(Yogyakarta: Fakultas Sastra UGM, 1994), hlm. 66.
makna dan biasanya hanya satu dari komponen makna tersebut yang relevan dan
atas tiga bagian, yaitu (a) topik, yaitu benda atau hal yang dibicarakan; (b) citra,
yaitu bagian metaforis dari majas tersebut yang digunakan untuk mendeskripsikan
topik dalam rangka perbandingan; (c) titik kemiripan, yaitu bagian yang
memperlihatkan persamaan antara topik dan citra. Ketiga bagian yang menyusun
metafora tersebut tidak selalu disebutkan secara eksplisit. Adakalanya, salah satu
dari ketiga bagian itu, yaitu topik, sebagian dari citra, atau titik kemiripannya
He is also Baldwin’s legal eagle. ‘Dia juga elang dalam urusan hukum
Baldwin’.
Keraf menyebut metafora termasuk dalam gaya bahasa kiasan. Gaya ini
termasuk dalam gaya bahasa polos atau langsung seperti “Dia sama pintar dengan
kakaknya.” Sedangkan bentuk yang satu lagi adalah perbandingan yang termasuk
langsung dan gaya bahasa kiasan. Perbandingan biasa atau langsung mencakup
dua anggota yang termasuk dalam kelas kata yang sama, sedangkan perbandingan
berupa gaya bahasa kiasan mencakup dua hal yang termasuk dalam kelas kata
yang berlainan7.
3) Perhatikan konteks di mana ciri-ciri kedua hal itu ditemukan. Jika tak
kemiripan atau relasi idenstitas antara dua pasangan istilah berdasarkan sejumlah
besar ciri yang sama. Sedangkan, dalam pengertian kualitatif, analogi menyatakan
kemiripan hubungan sifat antara dua perangkat istilah. Dalam arti yang lebih luas
ini, analogi lalu berkembang menjadi bahasa kiasan. Metafora merupakan analogi
kualitatif9.
Kata manis dalam frasa ”lagu yang manis” adalah suatu ringkasan dari
analogi yang berbunyi:”Lagu ini merangsang telinga” dengan cara yang sama
7
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1994), hlm. 136.
8
Ibid., hlm. 137.
9
Ibid.
mengandung pula analogi yang berarti: hubungan antara tanah air dengan
kualitatif ini juga dipakai untuk menciptakan istilah baru dengan mempergunakan
organ-organ manusia atau organ binatang. Misalnya kapal laut berlayar di laut
secara langsung, tetapi dalam bentuk singkat: bunga bangsa, buaya darat, buah
Bila dalam sebuah metafora, kita masih dapat menentukan makna dasar
dari konotasinya sekarang, maka metafora itu masih hidup. Tetapi kalau kita tidak
Contoh:
dengan arti aslinya. Oleh sebab itu, penyimpangan makna seperti terdapat dalam
semacam itu pada saat dapat membawa pengaruh lebih lanjut dalam perubahan
makna kata. Menurut Keraf kebanyakan perubahan makna kata mula-mula karena
metafora.
10
Ibid., hlm. 139.
Senada dengan Beekman dan Callow, Parera mengatakan salah satu unsur
metafora utama yang utama ialah (1) topik yang dibicarakan; (2) citra atau topik
kedua; (3) titik kemiripan atau kesamaan. Hubungan antara topik atau citra dapat
bersifat objektif dan emotif. Berdasarkan pilihan citra yang dipakai oleh pemakai
bahasa dan para penulis di pelbagai bahasa, pilihan citra dibedakan atas empat
hewan, (3) metafora bercitra abstrak ke konkret, (4) metafora bercitra sinestesia
terdapat pada dirinya atau tubuh mereka sendiri. Metafora antropomorfik dalam
banyak bahasa dapat dicontohkan dengan mulut botol, jantung kota, bahu jalan,
dan lain-lain.
citra humor, ironi, peyoratif, atau citra konotasi yang luar biasa, misalnya, fable
dalam Fabel MMM yang dikutip oleh Parera terdapat nama-nama seperti Mr.
(MPR), dan lain-lain.
Jos Daniel Parera, Teori Semantik (Jakarta: Erlangga, 2004), hlm. 119.
11
12
Ibid., hlm. 119.
Dalam metafora bercitra hewan diungkapkan bahwa manusia disamakan
“Seperti kerbau dicocok hidung”, ungkapan “buaya darat”, dan ungkapan makian
ungkapan itu masih bersifat transparan tetapi dalam beberapa kasus penelusuran
oleh Parera, secepat kilat ‘satu kecepatan yang luar biasa’, moncong senjata
berdasarkan pengalihan indra, pengalihan dari satu indra ke indra yang lain.
untuk musik walaupun makna enak selalu dikatkan dengan indra rasa; “sedap
a. Metafora Nominatif
13
Ibid., hlm. 120.
14
Akip Effendy, Metafora dalam Puisi (online),
http://akipeffendy.blogspot.com/2009/07/metafora-dalam-puisi.html
subjek dan objek, sehingga metafora ini terbagi menjadi dua macam,
Sukirnanto berikut.
15
Wahab dalam Akip Effendy, loc.cit.
langsung. Contoh metafora komplementatatif dapat dilihat pada sebuah
larik yang ditemukan dalam puisi Tonggak karya Ismet Natsir berikut.
b. Metafora Predikatif
lain kalimat itu (jika ada) masih dinyatakan dalam makna langsung.
dapat terbaring.
c. Metafora Kalimat
terbatas pada nomina (baik yang berlaku sebagai subjek maupun yang
berikut.
Seluruh kalimat di atas adalah kias. Tidak ada satu komponen pun
langsung.
Dari sekian banyak bentuk sastra seperti esai, puisi, novel, cerita pendek,
drama, bentuk novel, cerita pendeklah yang paling banyak dibaca oleh para
karya-karya novel.
atau sepotong berita”. Penulis novel disebut novelis. Novel lebih panjang
(setidaknya 40.000 kata) dan lebih kompleks dari cerpen, dan tidak dibatasi
sehari-hari, dengan menitik beratkan pada sisi-sisi yang aneh dari naratif tersebut.
ceritanya lebih kompleks dan jumlah pemeran atau tokoh cerita juga lebih banyak.
Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia. Bentuk sastra
ini paling banyak beredar, lantaran daya komunikasinya yang luas pada
menurut-para-pakar.html.
masyarakat. Sebagai bahan bacaan, novel dapat dibagi menjadi dua golongan
yaitu karya serius dan karya hiburan. Pendapat demikian memang benar tapi juga
ada kelanjutannya. Yakni bahwa tidak semua yang mampu memberikan hiburan
bisa disebut sebagai karya sastra serius. Sebuah novel serius bukan saja dituntut
agar dia merupakan karya yang indah, menarik dan dengan demikian juga
memberikan hiburan pada kita. Tetapi ia juga dituntut lebih dari itu. Novel adalah
Novel yang baik dibaca untuk penyempurnaan diri. Novel yang baik
novel hiburan hanya dibaca untuk kepentingan santai belaka. Yang penting
hiburan terikat dengan pola- pola. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa novel
serius punya fungsi sosial, sedang novel hiburan hanya berfungsi personal. Novel
berfungsi sosial lantaran novel yang baik ikut membina orang tua masyarakat
menjadi manusia. Sedang novel hiburan tidak memperdulikan apakah cerita yang
dihidangkan tidak membina manusia atau tidak, yang penting adalah bahwa novel
definisi novel. Batasan atau definisi yang mereka berikan berbeda-beda karena
budaya sosial, moral, dan pendidikan (Dr. Nurhadi, Dr. Dawud, Dra. Yuni
c. Novel merupakan karya sastra yang mempunyai dua unsur, yaitu : undur
d. Novel adalah karya sastra yang berbentuk prosa yang mempunyai unsur-
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai tujuan penelitian, tempat dan waktu
penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. Hal tersebut
metafora kalimat.
metafora yang dirinci menjadi jenis metafora dan makna metafora dalam
dibantu oleh beberapa data yang ada dan tabel analisis sebagai berikut.
sebagai berikut:
Ananta Toer.
6. Memberikan interpretasi.