Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan Bahasa Indonesia sekarang ini dapat diibaratkan seperti mobil tua yang
mesinnya rewel dan sedang melintasi jalur lalu lintas di jalan bebas hambatan. Betapa
tidak, pada satu sisi dunia pendidikan Bahasa Indonesia saat ini dirundung masalah yang
besar dan pada sisi lain tantangan menghadapi milenium ketiga semakin besar. Dari aspek
kualitas, pendidikan Bahasa Indonesia kita memang sungguh sangat memprihatinkan
dibandingkan dengan kualitas pendidikan bangsa lain.

Sejalan dengan berkembangnya zaman perkembangan bahasa pun juga ikut berkembang
dan mengalami pergeseran-pergeseran makna. Pergeseran makna bahasa memang tidak
dapat dihindari, hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor yang nantinya akan di bahas
secara mendalam di dalam pembahasan.

Atas dasar itu, tidak mengherankan dalam beberapa tahun terakhir ini di Indonesia
muncul berbagai kata yang memiliki banyak makna baru. Meski demikian makna yang
melekat terlebih dahulu tidak serta merta hilang begitu saja. Perubahan makna suatu kata
yang terjadi, terkadang hampir tidak disadari oleh pengguna bahasa itu sendiri. Untuk itu
perlu bagi kita mengetahui dan memahami ilmu kebahasaan secara utuh.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian semantik?
2. Apa saja unsur-unsur semantik?
3. Apa saja jenis-jenis makna?
4. Apa hubungan antara  Semantik, Fonologi, Morfologi, dan Sintaksis

1.3 Tujuan

1.    Untuk mengetahui pengertian semantik.

2.    Untuk mengetahui unsur-unsur semantik.

3.    Untuk mengatahui jenis-jenis makna.

4.    Untuk mengetahui hubungan antara  Semantik, Fonologi, Morfologi, dan Sintaksis
1.4 Manfaat

Manfaat penulisan makalah ini antara lain:

1.    Menambah pengetahuan dan wawasan penulis dan pembaca.

2.    Memahami tentang semantik .

3.    Memotivasi guru atau calon pendidik untuk lebih memahami perkembangan bahas
BAB II

PEMBAHASAN

1.    Pengertian Semantik

Semantik adalah cabang linguistik yang meneliti arti atau makna. Semantik sebagai cabang
ilmu bahasa mempunyai kedudukan yang sama dengan cabangcabang ilmu bahasa lainnya.
Semantik berkedudukan sama dengan fonologi, morfologi, dan sintaksis. Di sini, yang
membedakan adalah cabang-cabang ilmu bahasa ini terbagi menjadi dua bagian besar yaitu
morfologi dan sintaksis termasuk pada tataran gramatika, sedangkan fonologi dan semantik
termasuk pada tataran di luar gramatika.

Sejak Chomsky menyatakan betapa pentingnya semantik dalam studi linguistik, maka studi
semantik sebagai bagian dari studi linguistik menjadi semakin diperhatikan. Semantik tidak
lagi menjadi objek periferal, melainkan menjadi objek studi yang setaraf dengan bidang-
bidang studi linguistik lainnya, baik fonologi, morfologi, maupun sintaksis. Berbagai teori
tentang makna mulai bermunculan, Ferdinand de Saussure, dengan teorinya bahwa tanda
linguistic (signe linguistique) terdiri atas komponen signifian dan signifie. Selanjutnya,
Hockett (1954) dalam Chaer (1994), menyatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem yang
kompleks dari kebiasaan-kebiasaan. Sistem bahasa ini terdiri atas lima subsistem, yaitu
subsistem gramatika, subsistem fonologi, subsistem morfofonemik, subsistem semantik, dan
subsistem fonetik. Chomsky sendiri, dalam bukunya yang pertama tidak menyinggung-
nyinggung masalah makna, baru pada buku yang kedua, (1965), menyatakan bahwa semantik
merupakan salah satu komponen dari tata bahasa, di samping dua komponen lain yaitu
sintaksis dan fonologi, serta makna kalimat sangat ditentukan oleh komponen semantik.

Pandangan yang bermacam-macam dari para ahli mejadikan para ahli memiliki perbedaan
dalam mengartikan semantik. Pengertian semantik yang berbeda-beda tersebut justru
diharapkan dapat mngembangkan disiplin ilmu linguistik yang amat luas cakupannya.

1.    Charles Morrist

Mengemukakan bahwa semantik menelaah “hubungan-hubungan tanda-tanda dengan objek-


objek yang merupakan wadah penerapan tanda-tanda tersebut”.

2.    J.W.M Verhaar; 1981:9

Mengemukakan bahwa semantik (inggris: semantics) berarti teori makna atau teori arti, yakni
cabang sistematik bahasa yang menyelidiki makna atau arti.

3.    Lehrer; 1974: 1


Semantik adalah studi tentang makna. Bagi Lehrer, semantik merupakan bidang kajian yang
sangat luas, karena turut menyinggung aspek-aspek struktur dan fungsi bahasa sehingga dapat
dihubungkan dengan psikologi, filsafat dan antropologi.

4.    Kambartel (dalam Bauerk, 1979: 195)

Semantik mengasumsikan bahwa bahasa terdiri dari struktur yang menampakan makna
apabila dihubungkan dengan objek dalam pengalaman dunia manusia.

5.    Ensiklopedia britanika (Encyclopedia Britanica, vol.20, 1996: 313)

Semantik adalah studi tentang hubungan antara suatu pembeda linguistik dengan hubungan
proses mental atau simbol dalam aktifitas bicara.

6.    Dr. Mansoer pateda

Semantik adalah subdisiplin linguistik yang membicarakan makna.

7.    Abdul Chaer

Semantik adalah ilmu tentang makna atau tentang arti. Yaitu salah satu dari 3 (tiga) tataran
analisis bahasa (fonologi, gramatikal dan semantik).

Semantik mengandung pengertian studi tentang makna dengan anggapan bahwa makna
menjadi bagian dari bahasa, maka semantic merupakan bagian dari linguistik.

Semantic sebenarnya merupakan ilmu tentang makna, dalam bahasa Inggris disebut meaning.
Kata semantic sendiri berasal dari bahasa Yunani. Yaitu sema (kata benda) yang berarti
“menandai” atau “lambang”. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti “menandai” atau
“melambangkan”. Kemudian semantic disepakati sebagai istilah yang digunakan dalam
bidang linguistic untuk memelajari hubungan antara tanda-tanda linguistic dengan sesuatu
yang ditandainya.

Namun istilah semantic sama halnya dengan kata semantique dalam bahasa Perancis yang
diserap dari bahasa Yunani yang diperkenalkan oleh M. Breal. Di dalam kedua istilah
semantics dan semantique, sebenarnya semantic belum secara tegas membahas makna karena
lebih banyak membahas tentang sejarahnya.

Selain itu istilah semantic dalam sejarah linguistic digunakan pula istilah seperti semiotika,
semiologi, semasiologi, sememik, dan semik yang merupakan bidang studi yang memelajari
makna dari suatu lambang atau tanda pada objek cakupan yang lebih luas yakni mencakup
lambang atau tanda pada umumnya. Berbeda dengan istilah sematik yang digunakan dalam
bidang studi linguistic.
2.    Unsur Semantik

Semantik berhubungan dengan tanda-tanda, sintaksis berhubungan dengan gabungan tanda-


tanda (susunan tanda-tanda) sedangkan pragmatik berhubungan dengan asal-usul, pemakaian
dan akibat pemakaian tanda-taqnda di dalam tingkah laku berbahasa. Penggolongan tanda
dapat dilakukan denagn cara:

1.    Tanda yang ditimbulkan oleh alam, diketahui manusia karena pengalaman, misalnya:

a.    Hari mendung tanda akan hujan.

b.    Hujan terus-menerus dapat menimbulkan banjir.

c.    Banjir dapat menimbulkan wabah penyakit dan kelaparan.

2.    Tanda yang ditimbulkan oleh binatang, diketahui manusia dari suara binatang tersebut,
misalnya:

a.    Anjing menggonggong tanda ada orang masuk halaman.

b.    Kucing bertengkar (mengeong) dengan ramai suaranya tanda ada wabah penyakit atau
keribytan (bagi masyarakat bangsa Indonesia yang ada di Jawa Barat), dst.

3.    Tanda yang ditimbulkan oleh manusia, tanda ini dibedakan atas:

a.    Yang bersifat verbal, adalah tanda yang dihasilkan menusia melalui alat-alat bicara.

b.    Yang bersifat non-verbal, dibedakan menjadi 2, yaitu:

    tanda yang dihasilkan anggota badan, dikenal sebagai bahasa isyarat, misalnya acungan
jempol bermakan hebat, bagus.

    tanda yang dihasilkan melalui bunyi (suara), misalnya bersiul bermakna gembira,
memanggil, ingin kenal, dsb.

3. Jenis – Jenis Makna

1.    Makna Leksikal: makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, yang sesuai dengan
hasil observasi indera kita, makna apa adanya, makna yang ada di dalam kamus.

Misalnya, kuda bermakna leksikal sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai.

2.    Makna Gramatikal: makna gramatikal terjadi apabila terdapat proses afiksasi,
reduplikasi, komposisi dan kalimatisasi.
Misalnya, berkuda, kata dasar kuda berawalan ber- yang bermakna mengendarai kuda.

3.    Makna Kontekstual: makna sebuah kata yang berada di dalam suatu konteks. Misalnya:

    Rambut di kepala nenek belum ada yang putih (bermakna kepala)

    Sebagai kepala sekolah dia harus menegur murid itu.

Makna konteks dapat juga berkenaan dengan konteks situasinya, yakni tempat, waktu dan
lingkungan penggunaan bahasa itu, misalnya: tiga kali empat berapa? Pertanyaan tersebut
apabila dilontarkan kepada anka SD jawabannya adalah dua belas, tetapi apabila dilontarkan
kepada tukang cetak foto jawabanya adalah dua ratus atau tiga ratus, karena pertanyaan
tesebut mengacu pada biaya pembuatan pas photo yang berukuran tiga kali empat centimeter.

4.    Makna referansial adalah makna yang berhubungan langsung dengan kenyataan atau
referent (acuan), makna referensial disebut juga makna kognitif, karena memiliki acuan.
Misalnya :

1)    orang itu menampar orang

2)    orang itu menampar dirinya

Pada (1) orang1 dibedakan maknanya dari orang2 karena orang1 sebagai pelaku dan orang2
sebagai pengalam, sedangkan pada (2) orang memiliki makna referensial yang sama dengan 
orang1 dan orang2 karena mengacu kepada konsep yang sama.

5.    Makna kognitif disebut juga makna denotative adalah makna yang menunjukkan adanya
hubungan antara konsep dengan dunia kenyataan. Makna kognitif tidak hanya dimiliki kata-
kata yang menunjuk benda-benda nyata, tetapi mengacu pula pada bentuk-bentuk yang
makna kognitifnya, antara lain itu, ini, ke sana, ke sini.

Misalnya orang itu mata duitan.

6.    Makna konotatif adalah makna yang bersifat negatif, misalnya berbunga-bunga sampai
tidak tahu sedangkan makna sedangkan makna emotif adalah makna yang bersifat positif,
misalnya dia adalah bunga di kampung itu.

7.    Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari sebuah
konteks atau asosiasi apa pun, misalnya kata kuda memiliki makna konseptula sejenis
binatang berkaki empat yang biasa dikendarai.

Misalnya Kuda memiliki konseptual sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai.
8.    Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem atau kata berkenaan
dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa.

 misalnya kata melati berasosiasi dengan suci atau kesucian, kata merah berasosiasi dengan
berani.

9.    Makna idiom adalah makna leksikal yang terbentuk dari beberapa kata. Kata-kata yang
disusun dengan kombinasi kata lain dapat pula menghasilkan makna berlainan.

misalnya meja hijau bermakna pengadilan, membanting tulang bermakna bekerja keras.

10.    Makna pribahasa adalah makna yang hampir mirip dengan makna idiom, akan tetapi
terdapat perbedaan, makna pribahasa adalah makna yang masih dapat ditelusuri dari makna
unsur-unsurnya karena adanya asosiasi antara makna asli dengan maknanya sebagai
pribahasa, sedangkan makna idiom tidak dapat diramalkan.

Misalnya, seperti anjing dan kucing yang bermakna dua orang yang tidak pernah akur.
Makna ini memiliki asosiasi bahwa binatang yang namanya anjing dan kucing jika bersuara
memang selalu berkelahi, tidak pernah damai.

4. Relasi Makna

Didalam Linguistik Umum (Karsinem 2008 : 297) Relasi Makna merupakan hubungan
semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya. Satuan
Bahasa (Frase, kata maupun Kalimat).

Drs. Abdul Chear (1989 : 82) mengemukan bahwa Relasi Makna merupakan hubungan
kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa yang lainya lagi.  

Menurut KBBI (2008 : 1159) Relasi adalah hubungan, perhubungan, pertalian.  Sintagmatis
ling adalah hubungan kata atau frase dengan dasarnya dari sudut urutan gramatikal. Dan
makna adalah arti.

Pada dasarnya prinsip relasi makna ada empat jenis, yaitu :


1. Prinsip kontiguitas yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa beberapa kata dapat
memiliki makna sama atau mirip. Prinsip ini dapat menimbulkan adanya relasi makna yang
disebut sinonimi.
2. Prinsip komplementasi yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa makna kata yang satu
berlawanan dengan makna kata yang lain. Prinsip ini dapat menimbulkan adanya relasi
makna yang disebut antonimi.
3. Prinsip overlaping yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa satu kata memiliki makna
yang berbeda atau kata-kata yang sama bunyinya tetapi mengandung makna berbeda. Prinsip
ini dapat menimbulkan adanya relasi makna yang disebut homonimi dan polisemi.
4. Prinsip inklusi yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa makna satu kata mencakup
beberapa makna kata lain. Prinsip ini dapat menimbulkan adanya relasi makna yang disebut
hiponimi. Jenis – jenis Relasi Makna.

1.1 Sinonimi
Sinonim : hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna
antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya. Relasi sinonim ini bersifat dua arah,
maksudnya jika ujaran A bersinomnim dengan B maka B bersinonim dengan A.Contoh :
benar = betul, sama dengan betul = benar.
Faktor ketidaksamaan dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan sama persis
adalah :
a. Faktor waktu, contoh : hulubalang dan komandan
b. Faktor tempat, contoh : saya dan beta
c. Faktor keformalan, contoh : uang dan duit
d. Faktor sosial, contoh : saya dan aku
e. Faktor bidang kegiatan, contoh : matahari dan surya
f. Faktor nuansa makna, contoh : melihat, melirik, menonton

1.2 Antonimi
Istilah antonimi digunakan untuk makna yang bertentangan. Tarigan (1985: 36)
mengemukakan antonimi adalah kata yang mengandung makna yang berkebalikan atau
berlawanan dengan kata lain. Verhaar (1983: 133) mengatakan: “Antonimi adalah ungkapan
(biasanya kata, tetapi dapat juga frase atau kalimat) yang dianggap bermakna kebalikan dari
ungkapan alain.” Sedangkan menurut Palmer (1976: 94) antonimi sering dianggap sebgai
lawan sinonim. Secara sederhana dapat dikatakan istilah antonimi digunakan untuk
menyatakan kata-kata yang berlawanan maknanya.
Crystal (dalam Ba’dulu, 2001:25) antonimi merujuk secara kolektif kepada semua jenis
perlawanan semantis. Antonim adalah hubungan semantik dua buah satuan ujaran yang
maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan dengan ujaran yang lain.Contoh : hidup x
mati
Jenis antonim :
a. Antonim yang bersifat mutlak, contoh : diam x bergerak
b. Antonim yang bersifat relatif / bergradasi, contoh : jauh x dekat
c. Antonim yang bersifat relasional, contoh : suami x istri
d. Antonim yang bersifat hierarkial, contoh : tamtama x bintara
Menurut Hurford dan Heasly (dalam Ba’dulu, 2001: 25) pandangan tradisional tentang
antonimi yang menyatakan bahwa antonimi semata-mata merupakan perlawanan arti adalah
keliru. Pandangan ini tidak memadai, karena kata-kata mungkin berlawanan dalam artinya
secara berbeda-beda, dan beberapa kata tidak mempunyai perlawanan yang nyata. Contoh:
hot bukan lawan dari cold dengan cara yang sama dengan borrow sebagai lawan dari lend.
Demikian pula, thick bukan lawan dari thin dengan cara yang sama dengan dead sebagai
lawan dari live.
Sehubungan dengan hal yang telah dikemukakan di atas, Hurford dan Heasly (dalam Ba’dulu,
2001: 25) membagi antonim ke dalam empat jenis, yaitu:
a. Antonimi biner, adalah predikat-predikat yang muncul berpasang-pasangan, dan di
antaranya tercakup semua kemungkinan yang relevan. Jika satu predikat dapat diaplikasikan,
maka predikat lainnya tidak dapat diaplikasikan, demikian pula sebaliknya. Contoh: tua dan
muda); panjang dan pendek. Kadang-kadang dua antonim biner yang berbeda dapat
berkombinasi dalam suatu himpunan predikat untuk menghasilkan suatu kontras empat.
Contoh: laki-laki (man), anak laki-laki), perempuan), dan gadis apabila dimasukkan ke dalam
kotak-kotak berikut:
b. Konversi (Converses), adalah jika suatu predikat memerikan suatu hubungan yang sama
apabila kedua benda atau orang itu disebutkan dalam urutan yang berlawanan, maka kedua
predikat itu merupakan konversi antara satu dengan yang lainnya. Contoh: orang tua dan anak
adalah konversi karena X adalah orang tua dari Y (urutan yang satu) memerikan situasi atau
hubungan yang sama seperti Y adalah anak X (urutan yang berlawanan).
c. Gradabel (Gradable antonyms), adalah dua predikat merupakan antonim bertingkat jika
keduanya berada pada ujung yang berlawanan dari suatu skala nilai yang berkesinambungan,
yaitu suatu skala yang bervariasi menurut konteks pemakaian.
Contoh: tua dan anak-anak
Di antara tua dan anak-anak terdapat suatu skala nilai yang berkesinambungan, yang dapat
diberikan nama-nama seperti remaja dan dewas. Apa yang disebut tua dalam suatu konteks,
misalnya: umur orang (jompo)dalam konteks lain adalah matang ( buah-buahan) sudah dapat
dipetik. Contoh lain: tinggi dan rendah; panjang dan pendek; serta pintar dan bodoh.Untuk
mengkaji antonim-antonim bertingkat ini, kita dapat mengkombinasikannya dengan kata
sangat , sangat banyak , bagaimana , atau berapa banyak.
d. Kontradiksi, adalah suatu proposisi merupakan suatu kontaradiktori dari preposisi lain jika
tidak mungkin bagi keduanya benar pada saat yang sama dan pada peristiwa yang sama pula.
Definisi ini dapat diperluas ke kalimat. Jadi, suatu kalimat yang mengungkapkan satu
proposisi adalah kontradiktori dari suatu kalimat yang mengungkapkan proposisi yang lain
jika tidak mungkin bagi kedua proposisi itu benar pada saat yang sama dan pada peristiwa
yang sama pula. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa suatu kalimat berlawanan dengan
kalimat lain jika kalimat itu menghasilkan negasi kalimat yang lainnya. Contoh: Pak Arya
pengusaha kaya kontradiksi dengan Pak Udin petani miskin.
Selanjutnya, Verhaar (dalam Chaer, 1997: 26) membedakan antonim berdasarkan sistemnya,
yaitu:
a. Antonim antarkalimat, contoh: Dia cantik dan Dia tidak cantik.
b. Antonim antarfrase, contoh: secara teratur dan secara tidak teratur.
c. Antonim antarkata, contoh: kuat dan lemah; kencang dan lambat.
d.Antonim antarmorfem, contoh: thankful dan thankless (Inggris), yang berantonim adalah
morfem ful dan les.

1.3 Polisemi
Polisemi adalah relasi makna suatu kata yang memiliki makna lebih dari satu atau kata yang
memiliki makna yang berbeda-beda tetapi masih dalam satu aluran arti. Dalam kasus
polisemi ini, biasanya makna pertama ( yang didaftarkan kamus) adalah makna leksikal,
makna denotatif dan makna konseptualnya. Yang lainnya adalah makna yang dikembangkan
berdasarkan salah satu komponen makna yang dimiliki kata atau satuan ujaran itu. Oleh
karena itu, makna pada polisemi masih berkaitan satu sama lain.
Contoh:
# Ranbut di kepala nenek sudah putih.( Kepala yang berarti bagian tubuh yang bagian atas)
# Pak Harjo adalah seorang kepala sekolah.( Kepala yang menyatakan pimpinan)

1.4 Homonimi
Homonim adalah dua kata kebetulan bentuk, ucapan, tulisannya sama tetapi beda
makna.Contoh :
1. Bisa : Bisa yang berarti racun, Bisa yang berarti dapat atau mampu.
Pada kasus homonimi ada dua istilah lain yang biasa dibicarakan, yaitu homofon dan
homograf. Homofon adalah dua kata yang mempunyai kesamaan bunyi tanpa memperhatikan
ejaanya, dengan makna yang berbeda.Contoh :
1.Bang : sebutan saudara laki-laki,
2. Bank : tempat penyimpanan dan pengkreditan uang
Homograf adalah dua kata yang memiliki ejaan sama, tetapi ucapan dan maknanya beda.
Contoh : 1. Apel : buah, 2. Apél : rapat, pertemuan.
Ada cara untuk menentukan homonimi dengan polisemi. Patokan pertama adalah dua buah
bentuk ujaran atau lebih yang kebetulan sama, dan maknanya tentu berbeda, sedangkan
polisemi sebuah ujaran yag memiliki makna lebih dari satu. Makna dalam polisemi meski
berbeda tetapi masih dapat dilacak secara etimologi dan semantik bahwa makna itu masih
mempunyai hubungan.

1.5 Hiponimi
Hiponimi adalah sebuah bentuk ujaran yang mencakup dalam makna bentuk ujaran
lain.Relasi makna bersifat searah. Contoh: antara kata jeruk dengan kata buah. Disini makna
kata jeruk tercakup dalam kata buah, tetapi buah bukan hanya jeruk tapi bisa juga apel,
mangga, pepaya dan jambu.
Hipernim adalah bagian dari hiponimi. Dengan kata lain jika jeruk berhiponim dengan buah,
maka buah berhipernim dengan jeruk. Ada juga yang menyebut hiponom dengan
superordinat. Sedangkan hubungan antar jeruk, apel, mangga, dan jenis buah lainnya adalah
kohiponim.

1.6 Ambiguiti atau Ketaksaan


Ambiguitas adalah gejala yang terjadi akibat kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal
yang berbeda. Tergantung jeda dalam kalimat. Umumnya terjadi pada bahasa tulis, karena
bahasa tulis unsur suprasegmentalnya tidak dapat digambarkan secara akurat. Contoh: Buku
sejarah baru. Dapat diartikan (1) buku sejarah yang baru. Dapat juga bermakna (2) buku
tentang sejarah baru.
Ketaksaan dapat juga terjadi bukan karena tafsiran gramatikal yang berbeda tetapi karena
masalah homonimi, sedangkan konteksnya tidak jelas. Contoh: Kami bertemu paus. Dapat
ditafsirkan, (1) ikan paus, dan (2) pemimpin agama katolik di Roma.
Ada juga ketaksaan yang terjadi dalam bahasa lisan, meskipun intonasinya tepat. Ketaksaan
dalam bahasa lisan biasanya adalah karena ketidakcermatan dalam menyusun kontruksi
beranaforis. Contoh: Ujang dan Doni bersahabat karib. Dia sangat mencintai istrinya. Dapat
ditafsirkan (1) ujang mencintai istri ujang, (2) Ujang mencintai istri Doni, (3) Doni mencintai
istrinya, dan (4) Doni mencintai istri Ujang. Ketaksaan ini terjadi karenakata ganti dia dan
nya tidak jelas mengacu pada siapa.

1.7 Redundansi
Redundansi adalah berlebih-lebihannya penggunaan unsur segmental dalam suatu bentuk
ujaran. Contoh : Hamid menggenakan topi berwarna ungu, tidak akan berbeda maknanya
Memang dalam ragam bahasa baku kita dituntut untuk menggunakan kata-kata secara efisien,
sehingga kata berlebihan, sepanjang tidak mengurangi atau mengganggu makna ( lebih tepat
informasi), harus dibuang, tetapi dalam analisis semantik, setiap penggunaan unsur segmental
dianggap membawa makna masing-masing.

6 . Perubahan Makna
Dalam perubahan makna selalu ada hubungan (asosiasi) antara makna lama dan makna baru,
tidak peduli apapun yang menyebabkan perubahan itu terjadi. Dalam beberapa hal, asosiasi
bisa begitu kuat untuk mengubah makna dengan sendirinya, sebagian lagi asosiasi itu
hanyalah suatu wahana untuk suatu perubahan yang ditentukan oleh sebab-sebab lain tetapi
bagaimanapun suatu jenis asosiasi akan selalu mengalami proses. Dalam pengertian ini
asosiasi dapat dianggap sebagai suatu syarat mutlak bagi perubahan makna ( Stephen, 2007 :
263-264 ).
Dalam sejarah ilmu semantik, teori asosiasi muncul dalam dua bentuk. Beberapa dari ahli
semantik awal mengakui suatu asosiasinisme yang sederhana, mereka mencoba menjelaskan
perubahan makna sebagai hasil asosiasi antara kata-kata yang diisolasikan (berdiri sendiri).
Pada beberapa dekade terakhir suatu pandangan yang lebih maju berdasarkan prinsip-prinsip
struktural telah meluas, perhatian telah berubah dari kata-kata tunggal menjadi satuan-satuan
yang lebih luas yaitu yang disebut “medan asosiatif” yang mencakupi kata-kata tersebut.

2.1 Sebab-sebab Perubahan Makna


Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan makna suatu kata. Diantaranya
adalah sebagai berikut :

1) Perkembangan dalam ilmu dan teknologi


Dalam hal ini sebuah kata yang tadinya mengandung konsep makna mengenai sesuatu yang
sederhana, tetap digunakan walaupun konsep makna yang dikandung telah berubah sebagai
akibat dari pandangan baru atau teori baru.
2) perkembangan sosial dan budaya
Dalam perkembangan sosial dan budaya kemasyarakatan turut memengaruhi perubahan
makna. Sebagai contoh kata saudara dalam bahasa sansekerta bermakna seperut atau satu
kandungan. Sekarang kata saudara walaupun masih juga digunakan dalam artian tersebut tapi
juga digunakan untuk menyebut siapa saja yang dianggap sederajat atau berstatus sosial yang
sama.
3) Pebedaan bidang pemakaian
Kata-kata yang menjadi kosa kata dalam bidang-bidang tertentu itu dalam kehidupan dan
pemakaian sehari-hari dapat juga dipakai dalam bidang lain atau menjadi kosa kata umum.
Sehingga kata-kata tersebut memiliki makna yang baru, atau makna lain disamping makna
aslinya.
4) Adanya Asosiasi
Kata-kata yang digunakan diluar bidangnya seperti dibicarakan pada bagian sebelumnya
masih ada hubungan atau pertautan maknanya dengan makna yang digunakan pada idang
asalnya. Agak berbeda dengan perubahan makna yang terjadi sebagai akibat penggunaan
dalam bidang yang lain, disini makna baru yang muncul adalah berkaitan dengan hal atau
peristiwa lain yang berkenaan dengan kata tersebut.
5) Pertukaran Tanggapan Indra
Dalam penggunaan bahasa banyak terjadi kasus pertukaran tanggapan antara indera yang satu
dengan indera yang lain. Rasa pedas, misalnya yang seharusnya ditanggap dengan alat indera
perasa pada lidah tertukar menjadi ditanggap oleh alat indera pendengaran seperti tampak
dalam ujaran kata-katanya cukup pedas.
6) Perbedaan Tanggapan
Setiap unsur leksikal atau kata sebenarnya secara sinkronis telah mempunyai makna leksikal
yang tetap. Namun karena pandangan hidup dan ukuran dalam norma kehidupan di dalam
masyarakat maka banyak kata yang menjadi memiliki nilai rasa yang rendah, kurang
menyenangkan. Di samping itu ada juga yang menjadi memiliki nilai rasa yang tinggi atau
menyenangkan. Kata-kata yang nilainya merosot menjadi rendah ini disebut dengan istilah
peyoratif sedangkan yang nilainya naik menjadi tinggi disebut ameliorative.
7) Adanya Penyingkatan
Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata atau ungkapan yang karena sering digunakan
maka kemudian tanpa diucapkan atau dituliskan secara keseluruhan orang sudah mengerti
maksudnya. Oleh karena itu kemudian banyak orang menggunakan singkatannya saja
daripada menggunakan bentukya secara utuh.
8) Proses Gramatikal
Proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi dan komposisi akan menyebabkan pula
terjadinya perubahan makna. Tetapi dalam hal ini yang terjadi sebenarnya bukan perubahan
makna sebab bentuk kata itu sudah berubah sebagai hasil proses gramatikal dan proses
tersebut telah melahirkan makna-makna gramatikal.
9) Pengembangan Istilah
Salah satu upaya dalam pengembangan atau pembentukan istilah baru adalah dengan
memanfaatkan kosa ata bahasa Indonesia yang ada dengan jalan member makna baru baik
dengan menyempitkan, meluaskan maupun memberi makna baru. Seperti pada kata papan
yang semula bermakna lempengan kayu tipis kini diangkat menjadi istilah untuk makna
perumahan, kata teras yang semula bermakna inti atau saripati kayu sekarang memiliki
makna yang baru yaitu utama atau pimpinan.

2.2 Jenis Perubahan Makna


Dalam bagian ini akan diuraikan beberapa jenis perubahan makna yang terjadi dalam bahasa
Indonesia. Berikut pemaparannya :
1. Perubahan Meluas
Yang dimaksud perubahan yang meluas adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau
leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah makna tetapi kemudian karena berbagai
factor menjadi memiliki makna-makna yang lain. Proses perluasan makna ini dapat terjadi
dalam kurun waktu yang relative singkat tetapi dapat juga dalam kurun waktu yang lama.
Dan makna-makna lain yang terjadi sebagai hasil perluasan makna itu masih berada dalam
lingkup poliseminya artinya masih ada hubungannya dengan makna asalnya.
2. Perubahan Menyempit
Perubahan menyempit merupakan suatu gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada
mulanya mempunyai makna yang cukup luas namun kemudian berubah menjadi terbatas
hanya memiliki sebuah makna saja.
3. Perubahan Total
Yang dimaksud perubahan total yaitu suatu makna sebuah kata yang berubah total atau
berubah sama sekali dari makna asalnya. Memang ada kemungkinan makna yang dimiliki
sekarang masih ada sangkut pautnya dengan makna asal tapi keterkaitannya ini tampaknya
sudah jauh sekali.
4. Penghalusan (ufemia)
Penghalusan dalam perubahan makna ini maksudnya adalah suatu gejala ditampilkannya
kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih halus atau lebih
sopan daripada yang akan digantikan.
5. Pengasaran (disfemia)
Pengasaran yang dimaksud adalah suatu usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus
atau bermakna biasa menjadi kata yang maknanya kasar. Usaha atau gejala pengasaran ini
biasanya dilakukan oleh orang dalam situasi yang tidak ramah atau dalam keadaan jengkel.

7. Medan Makna dan Komponen Makna


1. Medan Makna
Medan makna (semantic domain, semantik field) atau medan leksikal adalah seperangkat
unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari
bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu. Misalnya, nama-nama warna,
nama-nama perabotan rumah tangga, yang masing-masing merupakan medan makna.
Contoh: nama-nama warna, yang termasuk medan warna antara lain :
- merah – hijau
- coklat – kuning
- biru – abu-abu
Kata-kata yang mengelompok dalam satu medan makna, berdasarkan sifat hubungan
semantisnya dapat dibedakan atas kelompok medan kolokasi dan medan set.
Ÿ Medan kolokasi menunjuk pada hubungan sintagmantik yang terdapat antara kata-kata itu.
Contoh : cabe, bawang, terasi, garam, merica. Kata-kata tersebut berada dalam satu kolokasi
yaitu berkenaan dengan bumbu dapur.
Ÿ Medan set menunjuk pada hubungan paradigmatik, karena kata-kata yang berada dalam
satu kelompok set itu saling bisa disubstitusikan, biasanya mempunyai kelas yang sama dan
merupakan satu kesatuan.
Contoh : remaja, kanak-kanak, dewasa. Remaja merupakan perkembangan dari kanak-kanak
menjadi dewasa.
Semua ini bermanfaat bagi kita dalam memahami konsep-konsep budaya yang ada dalam
suatu masyarakat bahasa.

2. Komponen Makna
Makna yang dimiliki oleh setiap kata itu terdiri dari sejumlah komponen (yang disebut
komponen makna), yang membentuk keseluruhan makna kata itu. Komponen makna ini
dapat dianalisis, dibutiri, atau disebutkan satu per satu, berdasarkan “pengertian-pengertian”
yang dimilikinya. Umpamanya, kata ayah memiliki komponen makna/ + manusia/, /+
dewasa/, /+ jantan/, /+ kawin/, dan /+ punya anak. Perbedaan makna antara kata ayah dan ibu
hanyalah pada ciri makna atau komponen makna; ayah memiliki makna jantan, sedangkan
ibu tidak memiliki kata jantan.
Komponen Makna
Ayah
Ibu
1. Insane
2. Dewasa
3. Jantan
4. kawin
+
+
+
+
+
+
_
+

Keterangan : tanda + mempunyai komponen makna tersebut, dan tanda – tidak mempunyai
komponen makna tersebut.

Konsep analisis dua-dua ini (lazim disebut anlisis biner) oleh para ahli kemudian diterapkan
juga untuk membedakan makna suatu kata dengan kata lain. Denga juga dapat analisis biner
ini kita juga dapat menggolong-golongkan kata atau unsur leksikal sesuai dengan medan
makna.
Ada tiga hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan analisis biner tersebut.
Pertama, ada pasangan kata yang satu diantaranya lebih bersifat netral atau umum sedangkan
yang lain bersift khusus. Misalnya, pasangan kata siswa dan siswi. Kata siswa lebih bersifat
umum dan netral karena dapat termasuk “pria” dan “wanita”. Sebaliknya kata siswi lebih
bersift khusus karena hanya mengenai “wanit” saja.
Kedua, ada kata atau unsur leksikal yang sukar dicari pasanganya karena memang mungkin
tidak ada, tetapi ada juga yang memiliki pasangan lebih dari satu. Contoh yang sukar dicari
pasanganya adalah kata-kata yang berkenaan dengan nama warna. Contoh kedua yaitu contoh
yang pasanganya lebih dari satu, yaitu berdiri misalnya. Kata berdiri bukan hanya bias
dipertentangkan dengan kata tidur, tetapi bisa saja dengan kata tiarap, rebah, duduk, jongkok
dan berbaring.

Ketiga, kita sering kali sukar mengatur ciri-ciri semantic itu secara bertingkat, mana yang
lebih bersifat umum, dan mana yang lebih bersifat khusus. Contohnya, ciri jantan dan
dewasa, mana yang lebih bersifat umum antara jantan dan dewasa. Bisa jantan, tetapi bisa
juga dewasa sebab tidak ada alas an bagi kita untuk menyebutkan cirri jantan lebih bersifat
umum daripada dewasa, begitu juga sebaliknya, karena ciri yang satu tidak menyiratkan
makna yang lain.

8.    Hubungan Semantik, Fonologi, Morfologi, dan Sintaksis

Dalam kajian linguistik, kita mengenal apa yang disebut dengan fonologi (ilmu al-ashwat),
morfologi (ash-sharf), dan sintaksis (an-nahwu). Fonologi merupakan salah satu cabang ilmu
bahasa yang bertugas mempelajari fungsi bunyi untuk membedakan dan mengidentifikasi
kata-kata tertentu (Al-Wasilah, 1985). Morfologi adalah cabang ilmu bahasa yang
mempelajari pembentukan kata (Yule, 1985). Sementara itu, sintaksis adalah cabang ilmu
bahasa yang mempelajari hubungan formal antara tanda-tanda bahasa (Levinson, 1992),
yakni hubungan antara kata/frasa yang satu dengan lainnya dalam suatu kalimat. Semantik
sebagai cabang ilmu bahasa memiliki hubungan yang erat dengan ketiga cabang ilmu bahasa
di atas (fonologi, morfologi, dan sintaksis). Ini berarti, bahwa makna suatu kata atau kalimat
ditentukan oleh unsur bunyi (tekanan suara dan atau nada suara atau yang lebih umum adalah
suprasegmental), bentukan kata (perubahan bentuk kata), maupun susunan kata dalam
kalimat. Dengan demikian, tidak mungkin semantik dipisahkan dari cabang linguistik lainnya
atau sebaliknya (Umar, 1982).
Dengan demikian, bunyi suatu ujaran (nada) mempengaruhi makna. Oleh karena itu, cukup
beralasan apabila Umar (1982) menyatakan bahwa tanghim (nada suara) dan nabr (tekanan
suara) termasuk kalimat (jumlah).

9.    MANFAAT SEMANTIK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

Semantik adalah studi tentang makna. Ini adalah subjek yang luas dalam studi umum bahasa.
Pemahaman semantik sangat penting untuk mempelajari bahasa akuisisi (bagaimana
pengguna bahasa memperoleh makna, sebagai pembicara dan penulis, pendengar dan
pembaca) dan perubahan bahasa (bagaimana mengubahmakna dari waktu ke waktu). Sangat
penting untuk memahami bahasa dalam kontekssosial, karena ini cenderung mempengaruhi
arti, dan untuk memahami jenis bahasaInggris dan efek gaya.

 Oleh karena itu, salah satu konsep yang paling mendasar dalam linguistik. Kajian semantik
meliputi studi tentang bagaimana makna dibangun, diinterpretasikan, diklarifikasi, tertutup,
ilustrasi, disederhanakandinegosiasikan, bertentangan dan mengulangi.Makna bahasa,
khususnya makna kata, terpengaruh oleh berbagai konteks.Makna kata dapat dibangun dalam
kaitannya dengan benda atau objek di luar bahasa.Dalam konsep ini, kata berperan sebagai
label atau pemberi nama pada benda- benda atau objek-objek yang berada di alam semesta.

Makna kata juga dapat dibentuk oleh konsepsi atau pembentukan konsepsi yang terjadi dalam
pikiran pengguna bahasa. Proses pembentukannya berkait dengan pengetahuan atau persepsi
penggunaan bahasa tersebut terhadap fenomena, benda atau peristiwa yang terjadi diluar
bahasa. Dalam konteks ini, misalnya penggunaan bahasa akan tidak sama dalam menafsirkan
makna kata demokrasi karena persepsi dan konsepsi mereka berbedaterhadap kata itu. Selain
kedua konsepsi itu, makna kata juga dapat dibentuk olehkaitan antara stimulus, kata dengan
respons yang terjadi dalam suatu peristiwa ujaran. Beranjak dari ketiga konsepsi ini maka
kajian semantik pada dasarnya sangat bergantung pada dua kecenderungan. Pertama, makna
bahasa dipengaruhi olehkonteks di luar bahasa, benda, objek dan peristiwa yang ada di alam
semesta. Kedua,kajian makna bahasa ditentukan oleh konteks bahasa, yakni oleh aturan
kebahasaansuatu bahasa.Uraian di atas menunjukkan bahwa beberapa konsep dasar dalam
semantik  penting untuk dipahami. Contoh, pengertian  sense berbeda dari pengertian
reference.

Pertama, merujuk kepada hubungan antar kata dalam suatu sistem bahasa dilihat dari kaitan
maknanya. Sedangkan yang kedua merujuk kepada hubungan antara kata dengan benda,
objek atau peristiwa di luar bahasa dalam pembentukan makna kata.Begitu pula dengan
pengertian tentang kalimat, ujaran dan proposisi perlu dipahami dalam kajian antik. Dalam
keseharian, kerap tidak kita bedakan atau kalimat dengan ujaran. Kalimat sebagaimana kita
pahami satuan tata bahasa yang sekurang-kurangnya terdiri dari subjek dan predikat.
Sedangkan ujaran dapat terdiridari satu kata, frase atau kalimat yang diujarkan oleh seorang
penutur yang ditandaioleh adanya unsur fonologis, yakni kesenyapan. dalam semantik kedua
konsep ini memperlihatkan sosok kajian makna yang berbeda. Makna ujaran, misalnya lebih
banyak dibahas dalam semantik tindak tutur. Peran konteks pembicaraan dalam
mengungkapkan makna ujaran sangat penting. Sementara kajian makna kalimatlazimnya
lebih memusatkan pada konteks tata bahasa dan unsur lain yang dapat dicakup dalam tata
bahasa dalam bahasa Inggris, misalnya unsur waktu dapat digramatikakan yang terwujud
dalam perbedaan bentuk kata kerja. Beberapa daerah yang penting dari teori semantik atau
ajaran yang dipelajari sematik diantaranya yaitu:

* Simbol dan rujukan

*Konsepsi makna

* Kata-kata dan lexemes

* Denotasi, konotasi, implikasi

* Pragmatik
* Ambiguitas

* Metaphor, simile dan symbol

* Semantic bidang

* Sinonim, antonim dan hyponym

* Collocation, ekspresi tetap dan idiom

* Semantic perubahan dan etimologi* Polisemi

* Homonimi, homofon dan homographs

* Leksikologi dan leksikografi

* Thesauruses, perpustakaan dan Web portal

* Epistemologi

Jadi, dengan memahami dan menguasai semantik, akan mempermudah dan memperlancar
dalam pembelajaran bahasa berikutnya misalkan dalam mempelajari pragmatik, karena pada
dasarnya kedua bidang bahasa ini saling berhubungan danmenunjang satu sama lain. Bagi
pelajar sastra, pengetahuan semantik akan banyak member bekal teoritis untuk menganalisis
bahasa yang sedang dipelajari. Sedangkan bagi pengajar sastra, pengetahuan semantik akan
member manfaat teoritis, maupun praktis. Secara teoritis, teori-teori semantik akan
membantu dalam memahamidengan lebih baik bahasa yang akan diajarkannya. Dan manfaat
praktisnya adalah kemudahan untuk mengajarkannya.
BAB III

PENUTUP

1.    Kesimpulan

Semantik adalah cabang linguistik yang meneliti arti atau makna. Semantik sebagai cabang
ilmu bahasa mempunyai kedudukan yang sama dengan cabangcabang ilmu bahasa lainnya.
Semantik berkedudukan sama dengan fonologi, morfologi, dan sintaksis. Di sini, yang
membedakan adalah cabang-cabang ilmu bahasa ini terbagi menjadi dua bagian besar yaitu
morfologi dan sintaksis termasuk pada tataran gramatika, sedangkan fonologi dan semantik
termasuk pada tataran di luar gramatika.

Semantik berhubungan dengan tanda-tanda, sintaksis berhubungan dengan gabungan tanda-


tanda (susunan tanda-tanda) sedangkan pragmatik berhubungan dengan asal-usul, pemakaian
dan akibat pemakaian tanda-taqnda di dalam tingkah laku berbahasa. Jenis – Jenis Makna :
Makna Leksikal, Makna Gramatikal, Makna Kontekstual,Makna referansial, Makna kognitif,
Makna konseptual, Makna asosiatif, Makna idiom, dan Makna pribahasa.

Relasi Makna merupakan hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu
dengan satuan bahasa lainnya. Satuan Bahasa (Frase, kata maupun Kalimat).

Medan makna merupakan salah satu metode atau pendekatan untuk menganalisa makna yang
terdapat pada kata atau unsur leksikal

kolokasi menunjuk pada hubungan sintagmantik, karena sifatnya yang linear, maka kelompok
set menunjuk, pada hubungan pradigmatik, karena kata-kata yang berada dalam satu
kelompok set biasanya mempunyai kelas yang sama dan tampaknya merupakan satu
kesatuan.

Makna yang dimiliki oleh setiap kata itu terdiri dari sejumlah komponen (yang disebut
komponen makna), yang membentuk keseluruhan makna kata itu. Komponen makna ini
dapat dianalisis, dibutiri, atau disebutkan satu per satu, berdasarkan “pengertian-pengertian”
yang dimilikinya.

2.    Saran

Sebagaimana kita ketahui bahwa ilmu tentang semantik sangatlah kita perlukan dalam
kehidupan sehari- hari. Maka dari itu saya sarankan kepada para pembaca semua agar terus
mempelajari semantik. Karena semantik mempunyai banyak manfaat, khususnya dalam
kegiatan pembelajaran
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.

Kentjono, Djoko. 1990. Dasar-Dasar Linguistik Umum. Jakarta: FS UI.

http://anaksastra.blogspot.com/2008/11/sejarah-semantik.html

http://sastrawancyber.blogspot.com/2010/04/pengertian-semantik-menurut-beberapa.html

Anda mungkin juga menyukai