Anda di halaman 1dari 14

Psikologi Pembelajaran Matematika di SD

IMPLEMENTASI LANGKAH TEORI VANHIELE DENGAN MODEL


JIGSAW
PADA MATERI SIFAT-SIFAT BANGUN RUANG DI KELAS 5

Dosen : Dra. Yetti Ariani, M.Pd

Oleh :

DINI ARENTINA PUTRI


14129014

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2017
IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR VANHIELE DENGAN MODEL
JIGSAW

SK : Geometri dan Pengukuran


6. Memahami sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun

KD : 6.2 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang

A. TEORI BELAJAR VANHIELE

Dalam pengajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan


oleh Van Hiele, yang menguraikan tahap-tahap perkembangan mental anak
dalam geometri. Van Hiele adalah seorang guru bangsa Belanda yang
mengadakan penelitian dalam pengajaran geometri. Menurut Van Hiele, tiga
unsur utama dalam pembelajaran geometri yaitu waktu, materi pengajaran dan
metode pengajaran yang diterapkan, jika ditata secara terpadu akan dapat
meningkatkan kemampuan berfikir anak kepada tingkatan berfikir yang lebih
tinggi.
Van Hiele (dalam Suwangsih dan Tiurlina 2010: 92) menyatakan
bahwa terdapat 5 tahap belajar anak dalam belajar geometri, yaitu: tahap
pengenalan, tahap analisis, tahap pengurutan, tahap deduksi, dan tahap
akurasi, berikut adalah penguraiannya:

1. Tahap 0 Visualisasi (Pengenalan)


Dalam tahap ini anak mulai belajar mengenali suatu bentuk
geometri secara keseluruhan, namun belum mampu belajar mengetahui
adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya. Sebagai contoh
pada tingkat ini anak tahu suatu bangun bernama kubus, tetapi ia belum
menyadari sifat-sifat dari bangun kubus tersebut.
2. Tahap 1 analisis
Bila pada tahap pengenalan anak belum mengenal sifat-sifat dari
bangun geometri, tidak demikian pada tahap analisis. Pada tahap ini anak
sudah dapat memahami sifat-sifat dari bangun-bangun geometri. Seperti
pada sebuah kubus, mempunyai 6 sisi yang berbentuk bujur sangkar,
mempunyai 12 rusuk. Anak pada tahap analisis belum mampu mengetahui
hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun
geometri lainnya.

3. Tahap 2 Deduksi Informal


Pada tahap ini pemahaman anak terhapad geometri lebih
meningkat lagi dari sebelumnya yang hanya mengenal bangun-bangun
geometri beserta sifatnya, maka pada tahap ini anak sudah mampu
mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan
bangun geometri lainnya. Anak pada tahap ini sudah memahami
pengurutan bangun-bangun geometri. Misalnya, dalam pengenalan benda-
benda ruang, anak sudah mampu memahami bahwa kubus adalah balok
juga, dengan keistimewaannya yaitu bahwa semua sisinya berbentuk
persegi. Selain itu, dua buah prisma segiempat dapat dikatakan sama
dengan mengenali sifat-sifatnya. Melalui pengamatan, menggambar,
mengukur, eksperimen, dan memodel anak dapat mengenali dan
membedakan karakteristik suatu bangun. Anak-anak melihat bahwa suatu
bangun mempunyai bagian-bagian tertentu yang dapat dikenali. Namun
demikian anak-anak belum sepenuhnya dapat menjelaskan hubungan
antara sifat yang satu dengan sifat yang lain.

4. Tahap 3 deduksi
Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara
deduktif, yaitu menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum
menuju hal-hal yang bersifat khusus. Anak juga telah mengerti betapa
pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan, di sampaing
unsur-unsur yang didefinisikan. Misalnya anak sudah mulai memahami
dalil. Selain itu, pada tahap ini anak sudah mulai mampu menggunakan
aksioma atau postulat yang digunakan dalam pembuktian.
Postulat dalam pembuktikan segitiga yang sama dan sebangun,
seperti postulat sudut-sudut-sudut, sisi-sisi-sisi atau sudut-sisi-sudut, dapat
dipahaminya, namun belum mengerti mengapa postulat tersebut benar dan
mengapa dapat dijadikan sebagai postulat dalam cara-cara pembuktian dua
segitiga yang sama dan sebangun (kongruen).

5. Tahap 4 Akurasi
Dalam tahap ini anak sudah mulai menyadari betapa pentingnya
ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian.
Tahap akurasi merupakan tahap berfikir yang tinggi, rumit dan kompleks.

B. MODEL KOOPERATIF TIPE JIGSAW

Model pemebelajaran kooperatif model jigsaw adalah sebuah model


belajar kooperatif yang menitik beratkan kepada kerja kelompok siswa dalam
bentuk kelompok kecil, seperti yang diungkapkan Lie ( 1993: 73), bahwa
pembelajaran kooperatif model jigsaw ini merupakan model belajar
kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas
empat sampai dengan enam orang secara heterogen dan siswa bekerja sama
salaing ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri.
Dalam model pembelajaran jigsaw ini siswa memiliki banyak
kesempatan untuk mengemukanakan pendapat, dan mengelolah imformasi
yang didapat dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasii, anggota
kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan
bagian materi yang dipelajari, dan dapat menyampaikan kepada kelompoknya
( Rusman, 2008.203).
Slavin (Syarifuddin, 2009:12) mengemukakan bahwa “Pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri
atas beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas
pengusaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut
kepada anggota lain dalam kelompoknya”.

Pada proses pembelajaran model jigsaw terdiri atas empat siklus


reguler dari kegiatan-kegiatan pengajaran (Slavin, 2008 : 241):
1. Membaca; para siswa menerima topik ahli dan membaca materi yang
diminta untuk menemukan informasi,
2. Diskusi kelompok ahli; para siswa dengan keahlian sama bertemu untuk
mendiskusikan dalam kelompok-kelompok satu timnya,
3. Laporan tim; para ahli kembali ke dalam kelompok mereka kepada teman
satu timnya, dan
4. Tes; para siswa mengerjakan soal-soal tes yang mencakup semua topic.

Terdapat enam fase utama atau tahapan di dalam pembelajaran yang


menggunakan pembelajaran kooperatif (Ibrahim, 2000: 10). langkah-langkah
dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: fase pertama,
menyajikan informasi; Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang
ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Fase
kedua, menyajikan informasi; Guru menyajikan informasi kepada siswa
dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan. Fase ketiga,
mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar; guru
menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar
dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien. Fase
keempat, membimbing kelompok bekerja dan belajar; Guru membimbing
kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Fase kelima, evaluasi; Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang
telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil
kerjanya. Fase keenam, memberikan penghargaan; Guru mencari cara-cara
untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

Sedangkan menurut Stepen, Sikes and Snapp (1978 ) yang dikutip


Rusman (2008), mengemukakan langkah-langkah Model Pembelajaran
Kooperatif Jigsaw  sebagai berikut:

1. Siswa dikelompokan sebanyak 1 sampai dengan 5 orang.


2. Tiap orang dalam team diberi bagian materi berbeda
3. Tiap orang dalam team diberi bagian materi yang ditugaskan
4. Anggota dari team yang berbeda yang telah mempelajari bagian sub
bagian yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk
mendiskusiksn sub bab mereka.
5. Setelah selesai diskusi sebagai tem ahli tiap anggota kembali
kedalam kelompok asli dan bergantian mengajar teman satu tem mereka
tentang sub bab yang mereka kusai dan tiap anggota lainnya
mendengarkan dengan seksama.
6. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.
7. Guru memberi evaluasi.
8. Penutup
C. IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR VANHIELE DENGAN MODEL
JIGSAW DALAM MATERI SIFAT-SIFAT BANGUN RUANG DI
KELAS 5

Tahap 0 1. Guru melihatkan bangun ruang kubus, balok, prisma,


Visualisasi dan limas kepada siswa di depan kelas.
2. Siswa hanya mengenal bangun ruang tersebut tanpa
mengetahui sifat-sifat bangun (banyaknya rusuk, sudut,
sisi, titik sudut, sisi yang berhadapan).

Tahap 1 1. Siswa mengenal sifat bangun ruang melalui diskusi


Analisis kelompok.
Tahap jigsaw Adanya kelompok asal dan kelompok ahli
membahas tentang sifat-sifat bangun ruang balok, kubus,
prisma, dan limas
1. Dalam tahap analisis guru membentuk kelompok
heterogen uintuk mendiskusikan tentang sifat-sifat
bangun ruang (balok, kubus, prisma, dan limas).
a. Membentuk kelompok heterogen yang
beranggotakan 4-6 orang.
b. Tiap orang dalam kelompok diberi subtopic yang
berbeda.
c. Kelompok asal membahas materi yang berbeda-
beda (sifat balok, kubus, prisma, dan limas).
d. Setiap kelompok asal membaca dan
mendiskusikan subtopic masing-masing dan
menetapkan anggota ahli yang akan bergabung
dalam kelompok ahli.
e. Kelompok ahli dari masing-masing kelompok
berkumpul dan berdiskusi untuk membahas topic
dan saling membantu untuk menguasai topic
tersebut.
Seperti terlihat di bagan dibawah ini:

Keterangan:
Klp ahli aaa membahas materi 1 (sifat balok)
Klp ahli bbb membahas materi 2 (sifat kubus)
Klp ahli ddd membahas materi 3 (sifat prisma)
Klp ahli eee membahas materi 4 (sifat limas)
f. Setelah memahami materi, kelompok ahli
menyebar dan kembali ke kelompok asal masing-
masing.
g. Kemudian menjelaskan materi kepada rekan
kelompoknya.
h. Tiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi.

2. Dalam tahap ini siswa telah berdiskusi dan telah


mengenal sifat-sifat bangun ruang (balok, kubus, prisma
dan limas).
Tahap 2 Deduksi 1. Anak mencari hubungan sifat antar bangun ruang (balok,
Informal kubus, prisma, dan limas)
Tahap jigsaw masing-masing kelompok asal melalukan diskusi
untuk mengetahui hubungan sifat antar bangun ruang yang
dibahas
2. Dengan diskusi masing-masing dengan kelompok asal,
guru melakukan tanya jawab kepada masing-masing
kelompok mengenai materi tentang hubungan sifat antar
bangun ruang tersebut.
3. Dengan bimbingan guru, siswa menegtahui hubungan
antar bangun ruang tersebut.
Bahwa bangun ruang balok dan kubus memiliki
keistimewaann semua sisinya berbentuk persegi.
4. Dengan mengetahui sifat-sifat bangun ruang, anak dapat
mengenali dan membedakan karakteristik dari sifat
bangun ruang.

Tahap 3 Deduksi 1. Anak dapat mengetahui banyaknya sisi-sisi, rusuk,


sudut, titik sudut, dan sisi yang berhadapan pada masing-
masing bangun ruang (balok. kubus, prisma, dan limas).
2. Dengan mengetahui sifat dan hubungan antar bangun
ruang tersebut, anak bisa menggambarkan bangun ruang
tesebut.
3. Guru memberikan tes individual pada akhir
pembelajaran tentang materi yang telah didiskusikan.

Tahap 4 Akurasi Pada materi ini tidak terdapat tahap 4 akurasi, karena
tidak ada pembuktian rumus.
MODEL JIGSAW TEORI VANHELE
Fase I Menyajikan Informasi tujuan pembelajarn. Tahap 0 Visualisasi (Pengenalan)
1. Guru memyampaikan tujuan pembelajaran 1. Guru menyampaikan
“akhir dari pembelajaran ini diharapkan siswa informasi tentang bangun
bisa mengetahui sifat-sifat dari bangun ruang” ruang.
2. Guru memperlihatkan beberapa bangun 2. Guru memperlihatkan
ruang. bangun ruang kepada
siswa.
3. Siswa mengamati bangun
Fase II Guru menyajikan informasi kepada siswa ruang yang diperlihatkan
dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan guru.
bacaan 3. Tanya jawab tentang
bangun ruang (balok,
kubus, prisma dan
limas).
4. Siswa hanya mengenal
bangun ruang yang
dilihat tersebut tanpa
mengetahui sifat dari
bangun ruang tersebut.
Fase III Mengorganisasikan siswa ke dalam Tahap 1 Analisis
kelompok-kelompok belajar;
1. Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana 1. Siswa mengetahui sifat
caranya membentuk kelompok belajar dan bangun ruang (balok,
membantu setiap kelompok agar melakukan kubus, prisma dan limas)
transisi secara efisien. melalui diskusi kooperatif
4. Guru membentuk kelompok heterogen yang dengan tipe Jigsaw.
beranggotakan 4-6 orang untuk
mendiskusikan tentang sifat-sifat bangun
ruang (balok, kubus, prisma, dan limas).
5. Tiap orang dalam kelompok diberi subtopic
yang berbeda.
6. Kelompok asal membahas materi yang
berbeda-beda (sifat balok, kubus, prisma, dan
limas).

Tahap 2 Deduksi Informal


Fase IV Membimbing kelompok bekerja dan belajar;
1. Anak mencari hubungan sifat
7. Guru membimbing kelompok dalam diskusi.
antar bangun ruang (balok,
8. Setiap kelompok asal membaca dan
kubus, prisma, dan limas)
mendiskusikan subtopic masing-masing
2. Dengan diskusi masing-
dengan menegtahui hubungan sifat antar
masing kelompok asal, guru
bangun ruang.
melakukan tanya jawab
9. Kelompok asal menetapkan anggota ahli yang
kepada masing-masing
akan bergabung dalam kelompok ahli.
kelompok mengenai materi
10. Kelompok ahli dari masing-masing kelompok
tentang hubungan sifat antar
berkumpul dan berdiskusi untuk membahas
bangun ruang tersebut.
topic dan saling membantu untuk menguasai
3. Dengan bimbingan guru,
topic tersebut.
siswa menegtahui hubungan
Seperti terlihat di bagan dibawah ini:
antar bangun ruang
tersebut.Bahwa bangun ruang
balok dan kubus memiliki
keistimewaann semua sisinya
berbentuk persegi.
4. Dengan mengetahui sifat-
sifat bangun ruang, anak
dapat mengenali dan
membedakan karakteristik
dari sifat bangun ruang.

Tahap 3 Deduksi
Keterangan:
1. Anak dapat mengetahui
Klp ahli aaa membahas materi 1 (sifat balok)
banyaknya sisi-sisi,
Klp ahli bbb membahas materi 2 (sifat kubus)
rusuk, sudut, titik sudut,
Klp ahli ddd membahas materi 3 (sifat prisma)
dan sisi yang berhadapan
Klp ahli eee membahas materi 4 (sifat limas)
pada masing-masing
bangun ruang (balok.
11. Setelah memahami materi, kelompok ahli
kubus, prisma, dan
menyebar dan kembali ke kelompok asal
limas).
masing-masing.
2. Dengan mengetahui sifat
12. Kemudian menjelaskan materi kepada rekan
dan hubungan antar
kelompoknya.
bangun ruang tersebut,
anak bisa
Fase V Mempresntasikan
menggambarkan bangun
13. Tiap kelompok mempresentasikan hasil
ruang tesebut.
diskusi.
3. Guru memberikan tes
individual pada akhir
Fase VI Penghargaan
pembelajaran tentang

14. Memberi penghargaan atau reward bagi materi yang telah


didiskusikan.
kelompok yang terbaik.

Daftar Pustaka

Ibrahim, H. M., dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA


University Press.
Hamdayama, Jumanta. 2014. Model Dan Metodepembelajaran Kreatif dan
Berkarakter. Jakarta: Ghalia Indonesia.
http://belajarpsikologi.com/model-pembelajaran-kooperatif-jigsaw/
Suwangsih dan Tiurlina. 2010. Model Pembelajaran Matematika. Bandung:UPI
Press.
Sobel dan Maletsky. 2004. Mengajar Matematika. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai