Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN

DESKRIPSI HUBUNGAN GAYA BELAJAR


TINGKAT BERPIKIR GEOMETRI
MTS NEGERI 6 AGAM BERDASARKAN TEORI VAN HIELE
“Diajukan untuk Tugas Akhir Analisis Kurikulum Matematika”

Disusun Oleh:

Anjeli Rosliani (2420133)


Angelia Permata Rahayu (2420128)
Helvi ainil fahmawati (2420108)

Dosen Pengampu:
Pipit Firmanti, M.pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UIN BUKITTINGGI
2022/2023
BAB I
A. Identitas Sekolah
Nama : MTs Negeri 6 Agam
Alamat : Jalan Kubang Putiah
NPSN : 10311208
NSS : 121113060007
Akreditasi : Akreditasi A
Kode pos : 26181
Nomor telepon : 07527835572
Emai : mtsnkubangputih@gmail.com
B. Waktu dan Tempat Wawancara
Hari/Tanggal : Kamis, 19 November 2022
Waktu : 09:45 WIB
Tempat : MTs Negeri 6 Bukittinggi
C. Dokumentasi
BAB II

A. Kemampuan Geometri Siswa MTS N 6 Agam


Menurut (Sarjiman, 2006:75), Geometri dipandang sebagai salah satu cabang
matematika yang memuat banyak konsep. Dalam pembelajarannya membutuhkan
pemahaman yang lebih karena pemahaman yang kurang sempurna terhadap konsep-
konsep geometri pada akhirnya menghambat proses belajar geometri selanjutnya.
Geometri mempunyai peluang yang lebih besar untuk dipahami peserta didik
dibandingkan dengan cabang matematika yang lainnya. Hal ini karena geometri sudah
dikenal oleh peserta didik sebelum masuk ke sekolah, misalnya garis, bidang dan ruang.
Geometri sangat erat kaitannya dengan suatu permasalahan dalam kehidupan
sehari-hari, salah satunya yang berkaitan dengan bangun datar. Dalam pembelajaran
geometri diperlukan pemikiran dan penalaran yang kritis, serta kemampuan abstraksi
yang logis. Sehubungan dengan kurangnya kemampuan berpikir geometri pada peserta
didik kelas IX 2, guru sangat berperan penting untuk menciptakan peserta didik yang
memiliki kemampuan yang baik, sehingga memperoleh hasil belajar yang memuaskan
dan tercapainya tujuan pembelajaran. Banyaknya konsep, unsur, definisi yang ada di
dalamnya membuat bangun datar dipandang sebagai materi yang cocok untuk melihat
kemampuan berpikir geometri peserta didik. Bangun datar di MTs Negeri merupakan
Penanaman konsep awal untuk menuju tingkatan yang lebih lanjut. Peserta
didik diharuskan dapat mengenal bangun datar dan sifatnya karena untuk pembelajaran
selanjutnya. Pencapaian tujuan pembelajaran matematika yaitu melatih siswa
bagaimana cara berpikir dan bernalar, mengembangkan kemampuan memecahkan
masalah, menarik kesimpulan, mengembangkan aktivitas kreatif, dan mengembangkan
kemampuan menyampaikan informasi secara sistematis dari pembelajaran geometri.
Perkembangan kemampuan berpikir geometris siswa dipengaruhi oleh rangkaian
aktivitas yang mendukung pada materi yang dipelajari. Proses pembelajaran yang
dimaksud adalah proses yang mengedepankan perkembangan proses berpikir geometris
siswa yang terkait dengan kemampuan visualisasi, analisis, dan deduktif informal.
Siswa akan belajar analisis dan mengambil kesimpulan dalam proses membangun
pengetahuannya sendiri. Perbaikan proses pembelajaran tersebut didukung oleh
aktivitas pembelajaran yang sesuai dengan teori tingkat berpikir geometris Van Hiele.
B. Level Berpikir Van Hiele
Perkembangan kemampuan berpikir geometris siswa dipengaruhi oleh
rangkaian aktivitas yang mendukung pada materi yang dipelajari. Proses pembelajaran
yang dimaksud adalah proses yang mengedepankan perkembangan proses berpikir
geometris siswa yang terkait dengan kemampuan visualisasi, analisis, dan deduktif
informal. Siswa akan belajar analisis dan mengambil kesimpulan dalam proses
membangun pengetahuannya sendiri. Perbaikan proses pembelajaran tersebut didukung
oleh aktivitas pembelajaran yang sesuai dengan teori tingkat berpikir geometris Van
Hiele.
Van Hiele menguraikan tahap-tahap perkembangan mental anak dalam belajar
geometri. Menurut Slameto (2005:13), tahapan-tahapan berpikir tersebut adalah tahap
pengenalan (visualisasi), tahap analisis (deskriptif), tahap pengurutan (deduksi
informal), tahap deduksi (formal), tahap ketepatan (rigor/akurasi). Tiap level,
mendeskripsikan proses berpikir siswa dalam konteks geometri. Level tersebut
menjelaskan bagaimana siswa berpikir dan ide geometri apa yang siswa pikirkan,
dibandingkan berapa banyak pengetahuan yang mereka miliki. Siswa yang didukung
dengan pengalaman pengajaran yang tepat, akan melewati lima tingkatan tersebut, di
mana siswa tidak dapat mencapai satu tingkatan pemikiran tanpa melewati tingkatan
sebelumnya. Setiap tingkat menunjukkan kemampuan berpikir yang digunakan
seseorang dalam belajar konsep geometri.
Deskripsi tingkatan berpikir geometri siswa menurut van Hiele diuraikan
sebagai berikut. Level 1: Visualisasi, tingkat ini sering disebut pengenalan
(recognition). Pada tingkat ini, siswa mengenal suatu bangun geometri sebagai
keseluruhan berdasarkan pertimbangan visual, ia belum menyadari adanya sifat-sifat
dari bangun geometri itu. Misalnya, seorang siswa sudah mengenal persegi dengan
baik, apabila ia sudah bisa menunjukkan atau memilih persegi dari sekumpulan benda-
benda geometri lainnya, Level 2: Analisis, Pada tingkat ini siswa sudah mengenal sifat-
sifat yang dimiliki benda geometri yang diamatinya. Siswa sudah mampu menyebutkan
keteraturan yang terdapat pada benda geometri itu, misalnya di saat siswa mengamati
persegi panjang, ia telah mengetahui bahwa terdapat dua pasang sisi yang berhadapan
dan kedua buah pasang sisi tersebut saling sejajar. Dalam tahap ini siswa belum mampu
mengetahui hubungan yang terkait antara satu benda denganbenda lainnya. Level 3:
Deduksi Informal, tingkat ini sering disebut pengurutan (ordering) atau abstraksi.
Pada tahap ini, siswa mengurut secara logis sifat-sifat konsep, membentuk definisi
abstrak dan dapat membedakan himpunan sifat-sifat yang merupakan syarat perlu dan
cukup dalam menentukan suatu konsep. Pada tingkat ini siswa sudah memahami
pengurutan bangun-bangun geometri, misalnya persegi adalah persegipanjang,
persegipanjang adalah jajar genjang, persegi adalah belah ketupat, belah ketupat adalah
jajar genjang; Level 4: Deduksi, pada tingkat ini, cara berpikir deduktif siswa sudah
mulai berkembang, tetapi belum maksimal. Dapat memahami pentingnya penalaran
deduksi. Geometri adalah ilmu deduktif. Karena itu pengambilan kesimpulan,
pembuktian teorema, dan lain-lain harus dilakukan secara deduktif. contohnya dengan
menggunakan prinsip kesejajaran. Pada tingkat ini siswa sudah memahami pentingnya
unsur-unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, definisi dan teorema. Walaupun siswa
belum mengerti mengapa hal tersebut dijadikan aksioma atau teorema. Level 5: Rigor,
pada tingkat ini, siswa sudah dapat memahami pentingnya ketepatan dari hal-hal yang
mendasar. Misalnya, ketepatan dari aksioma-aksioma yang menyebabkan terjadi
Geometri Euclides dan apa itu Geometri non-Euclides. Tingkat ini merupakan tingkat
berpikir yang kedalamannya serupa dengan yang dimiliki oleh seorang ahli
matematika.
C. Gaya Belajar
1. Pengertian Gaya Belajar
Setiap manusia yang lahir ke dunia ini selalu berbeda satu sama lainnya. Baik
bentuk fisik, tingkah laku, sifat, maupun berbagai kebiasaan lainnya. Tidak ada
satupun manusia yang memiliki bentuk fisik, tingkah laku dan sifat yang sama
walaupun kembar sekalipun. Satu hal yang perlu kita ketahui bersama adalah bahwa
setiap manusia memiliki cara menyerap dan mengolah informasi yang diterimanya
dengan cara berbeda satu sama lainnya. Ini sangat bergantung pada gaya belajarnya.
“Seperti yang dijelaskan oleh Hamzah B. Ungu, “bahwa pepatah mengatakan lain
ladang, lain ikannya. Lain orang, lain pula gaya belajarnya. Peribahasa tersebut
memang pas untuk menjelaskan fenomena bahwa tidak semua orang punya gaya
belajar yang sama termasuk apabila mereka bersekolah di sekolah yang sama atau
bahkan duduk di kelas yang sama.
Menurut S. Nasution, “gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan
oleh seorang murid dalam menangkap stimulus atau informasi, cara meningkat
berpikir, dan memecahkan soal.”
Menurut Fleming dan Mills, “gaya belajar merupakan kecenderungan siswa
untuk mengadaptasi strategi tertentu dalam belajarnya sebagai bentuk tanggung
jawabnya untuk mendapatkan suatu pendekatan belajar yang sesuai dengan tuntutan
belajar di kelas atau sekolah maupun tuntutan dari mata pelajaran.” Willing
mendefinisikan, “gaya belajar sebagai kebiasaan belajar yang disenangi oleh
pembelajar. Keefe memandang gaya belajar sebagai cara seseorang dalam
menerima, berinteraksi, dan memandang lingkungannya.
Gaya belajar adalah cara yang diambil oleh masing-masing orang dalam
menyerap informasi baru dan sulit bagaimana mereka berkonsentrasi, memproses
dan menempuh informasi yang masuk ke otak. Richard Bandler, John Grinder, dan
Michael Grinder, dalam karya mereka Neuro Lingustic Programming (NLP)
mengemukakan bukti kuat bahwa secara umum kita memiliki ciri belajar yang
dominan yaitu: visual auditori, dan kinestetik.
Jadi dapat disimpulkan bahwa gaya belajar merupakan cara beradaptasi maupun
kecenderungan seseorang dalam memehami informasi, memecahkan masalah,
strategi tertentu yang disenangi agar bisa meningkatkan stimulus dan kesenangan
dalam pembelajaran.
2. Macam-Macam Gaya Belajar
Menurut Bobbi The Potter dan Mickey hernacki secara umum gaya belajar
manusia dibedakan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu gaya belajar visual, gaya
belajar auditorial dan gaya belajar kinestetik.
a. Visual (Visual Learners)
Gaya belajar visual menitik beratkan pada ketajaman penglihatan.
Artinya bukti-bukti konkret harus diperhatikan terlebih dahulu agar mereka
paham. Gaya belajar seperti ini mengandalkan penglihatan atau melihat dulu
buktinya untuk kemudian bisa mempercayainya. Ada beberapa karakteristik
yang khas bagi orang-orang yang menyukai gaya belajar visual ini. Pertama,
adalah kebutuhan melihat sesuatu (informasi/pelajaran) secara visual untuk
mengetahuinya atau memahaminya. Kedua, memiliki kepekaan kuat terhadap
warna. Ketiga, memiliki pemahaman cukup terhadap masalah artistic. Keempat,
memiliki kesulitan dalam berdialog secara langsung. Kelima, terlalu reaktif
terhadap suara. Keenam, sulit mengikuti anjuran secara lisan. Ketujuh,
seringkali pada interpretasikan kata atau ucapan.
Ciri-ciri pelajar visual sebagai berikut :

1) Cenderung melihat sikap gerakan dan bibir guru yang sedang mengajar.
2) Bukan pendengar yang baik saat berkomunikasi.
3) Saat mendapatkan petunjuk untuk melakukan sesuatu biasanya akan
melihat teman-teman lainnya baru kemudian dia sendiri yang bertindak.
4) Tidak suka berbicara di depan kelompok dan tidak suka pula
mendengarkan orang lain, terlihat pasif dalam kegiatan diskusi.
5) Kurang mampu mengingat informasi yang diberikan secara lisan.
6) Lebih suka peragaan daripada penjelasan lisan.
7) Dapat duduk tenang di tengah situasi yang ribut dan ramai tanpa
terganggu.

b. Auditori (Auditory Learners)


Gaya belajar auditori (auditory learners) mengandalkan pada
pendengaran untuk bisa memahami dan mengingatnya. Karakteristik model
Belajar seperti ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat utama
menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya, kita harus mendengar, baru
kemudian kita bisa mengingat dan memahami informasi itu. Karakter pertama,
orang yang memiliki gaya belajar ini adalah semua informasi hanya bisa diserap
melalui pendengaran. Kedua, memiliki kesulitan untuk menyerap informasi
dalam bentuk tulisan secara langsung. Ketiga, memiliki kesulitan menulis
ataupun membaca.
Ciri-ciri gaya belajar auditori sebagai berikut :

1) Mampu mengingat dengan baik penjelasan guru di depan kelas atau materi
yang didiskusikan dalam kelompok/kelas.
2) Pendengar ulung: anak muda menguasai materi iklan/ lagu di televisi/radio.
3) Cenderung banyak berbicara.
4) Tidak suka membaca dan umumnya memang bukan pembaca yang baik
karena kurang dapat mengingat dengan baik apa yang harus yang baru saja
dibacanya.
5) Kurang mahir dalam mengerjakan tugas mengarang atau menulis.
6) Senang berdiskusi dan berkomunikasi dengan orang lain.
7) Kurang tertarik memperhatikan hal-hal baru di lingkungan sekitarnya,
seperti hadirnya anak baru, adanya papan pengumuman di pojok kelas dan
lainnya.
c. Kinestetik (Kinestethic Learners)
Gaya belajar kinestetik mengharuskan individu yang bersangkutan
menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa
mengingatnya. Tentu saja ada karakteristik model Belajar seperti ini yang tidak
semua orang bisa melakukannya yaitu menempatkan tangan sebagai alat
penerima informasi utama agar bisa terus mengingatnya hanya dengan
memegangnya saja seseorang yang memiliki gaya ini bisa menyerap informasi
tanpa harus membaca penjelasannya.
Ciri-ciri gaya belajar kinestetik sebagai berikut:

1) Menyentuh segala sesuatu yang dijumpainya termasuk saat belajar.


2) Sulit berdiam diri atau duduk manis selalu ingin bergerak.
3) Mengerjakan segala sesuatu yang memungkinkan tangannya aktif.
4) Suka menggunakan objek nyata sebagai alat bantu belajar.
5) Sulit menguasai hal-hal abstrak seperti peta, symbol dan lambing.
6) Menyukai praktek atau percobaan.
7) Menyukai permainan dan aktivitas fisik.

D. Hubungan antara Gaya Belajar dengan Kemampuan geometri


Gaya belajar seseorang adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap, dan
kemudia mengatur serta mengolah informasi (DePorter dalam Wahyuni 2017). Individu
dengan gaya belajar visual akan lebih cepat belajar dengan cara melihat misalnya
dengan membaca buku, melihat dan mengamati demonstrasi, atau melihat materi
pelajaran yang disajikan dalam bentuk video.Sementara untuk siswa dengan gaya
belajar auditorial lebih menggunakan indera pendengaran. Orang dengan gaya belajar
ini, lebih banyak dalam menggunakan indera pendengaran untuk melakukan aktivitas
belajar. Dengan kata lain, ia mudah belajar, mudah menangkap stimulus atau
rangsangan apabila melalui alat indera pendengaran (telinga). Orang dengan gaya
belajar auditorial memiliki kekuatan pada kemampuannya untuk mendengar.Gaya
belajar kinestetik adalah gaya belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh.
Tipe ini siswa belajar dengan menggunakan indera perasa dan gerakan-gerakan fisik.
Orang dengan gaya belajar ini lebih mudah menangkap pelajaran apabila ia bergerak,
meraba, atau mengambil tindakan.
E. Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 merupakan suatu kebijakan baru pemerintah dalam bidang
pendidikan yang diharapkan mampu untuk menjawab tantangan dan persoalan yang
akan dihadapi oleh bangsa Indonesia ke depan. Karakteristik dasar Kurikulum 2013
adalah terletak pada pendekatan yang digunakan dalam pengembangan kurikulum
tersebut. Kurikulum 2013 menekankan pendekatan saintifik pada jenjang pendidikan
dasar hingga menengah. Implementasi memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia dan meningkatkan daya saing bangsa seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Penerapan Kurikulum 2013
diharapkan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang produktif, kreatif inovatif
dan afektif, melalui penguatan kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Untuk mencanpai tujuan tersebut, kurikulum menekankan pada proses pembelajaran
saintifik yang menganut paradigma konstruktivisme. Dengan demikian maka siswa
diharapkan dapat memahami konsep sehingga hasil proses pembelajaran dapat masuk
dalam longterm memory dan siswa dapat memahami esensi belajar.
Hal yang memberikan perbedaan mencolok antara Kurikulum 2013 dengan
kurikulum sebelumnya adalah penekanan ranah pembelajaran. Kurikulum 2013
menekankan pada proses pendidikan yang holistik sehingga menyentuh pada cakupan
yang lebih luas yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Kurikulum 2013
mengklasifikasikannya dalam empat kompetensi inti yaitu kompetensi sikap sosial,
sikap spiritual, pengetahuan, dan keterampilan. Dengan demikian, maka potensi siswa
selain dari domain kognitif juga dapat terpantau dan dikembangkan. Salah satu aspek
yang mengalami perkembangan dibanding kurikulum sebelumnya adalah penilaian.
Pada Kurikulum 2013, penilaian diatur dalam Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013
tentang Standar Penilaian Pendidikan meliputi penilaian otentik, penilaian diri,
penilaian berbasis portofolio, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir,
ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, ujian nasional dan ujian
sekolah/madrasah. Penilaian ini merupakan penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh
pendidik, satuan pendidikan dan pemerintah. Pada Kurikulum 2013, penilaian lebih
tegas dan menyeluruh dibanding dengan pelaksanaan penilaian pada Kurikulum 2006.
Pelaksanaan penilaian pada Kurikulum 2013 secara eksplisit meminta agar guru-guru
di sekolah seimbang dalam melakukan penilaian di tiga ranah domain, yaitu kognitif,
afektif dan psikomotor sesuai dengan tujuannya yang hendak diukur. Penekanan
penilaian menyeluruh terhadap ketiga aspek memberikan perubahan besar dibanding
kurikulum sebelumnya.
Kurikulum 2013 mendefinisikan standar kompetensi lulusan (SKL) sesuai
dengan yang seharusnya, yakni sebagai kriteria mengenai kualifikasi kemampuan
lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan. Acuan dan prinsip
penyusunan kurikulum 2013 mengacu pada pasal 36 Undang-Undang No. 20 tahun
2003, yang menyatakan bahwa penyusunan kurikulum harus memperhatikan
peningkatan iman dan takwa, peningkatan akhlak mulia, peningkatan potensi,
kecerdasan, dan minat peserta didik; keragaman potensi daerah dan lingkungan,
tuntutan pembangunan daerah dan nasional, tuntutan dunia kerja; perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni; agama, dinamika perkembangan global, dan
persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
BAB III

A. Metode
Jenis penelitian ini adalah field research (penelitian lapangan) yaitu penelitian yang
objeknya mengenai gejala-gejala atau peristiwa-peristiwa yang terjadi pada kelompok
masyarakat sehingga penelitian ini juga bias disebut penelitian kasus atau study kasus (case
study) dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Teknik analisis yang digunakan yaitu
statistic deskriptif.. Pada penelitian ini dianalisis tingkat berpikir siswa di MTS Negeri 6
Agam berdasarkan teori van Hiele materi geometri ditinjau dari hasil belajar matematika
siswa. Jadi, pada penelitian ini dilakukan dengan memberikan gambaran mengenai tingkat
berpikir geometri siswa berdasarkan teori van Hiele.

Penelitian ini dilaksanakan di MTS Negeri 6 Agam dengan calon subjek penelitian
siswa kelasIX-2 sebanyak 26 siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
(1) Mengerjakan tes Van Hiele Geometry Test (VHGT) (2) Mengisi Angket yang diberikan
(3) Pedoman wawancara.

Teknik pengumpulan data dengan metode tes, wawancara dan dokumentasi. Hasil tes
akan dianalisis sesuai indikator keterampilan dasar siswa pada materi geometri. Wawancara
dilakukan semi terstruktur dimana pertanyaan yang diajukan dapat dikembangkan tetapi
tidak keluar dari topik pembahasan. Instrumen utama penelitian ini adalah peneliti itu
sendiri, sedangkan instrumen bantu yang digunakan adalah soal tes Van Hiele Geometry
Test (VHGT), tes keterampilan visual materi geometri, pedoman wawancara, dan alat
rekam. Soal tes (VHGT) terdiri dari 25 soal pilihan ganda yang terbagi menjadi 5 subtes,
soal tes keterampilan visual pada materi geometri terdiri dari 25 soal uraian yang telah
divalidasi oleh ahli dosen Pendidikan Analisis Kurikulum Matematika Universitas Islam
Negeri Syech M.Djamil Djambek Bukittinggi dan salah satu guru matematika MTS Negri
6 Agam.

B. Waktu pelaksanaan

Lokasi penelitian ini telah dilaksanakan di MTs Negeri 6 Agam yang terletak di jalan
Kubang Putiah, dengan subjek penelitian adalah siswa kelas IX 2. Kegiatan penelitian ini
dilaksanakan pada semester ganji tahun ajaran 2022/2023.
C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX 2 MTs Negeri 6 Agam yang dipilih
berdasarkan tujuan yang hendak dicapai yaitu untuk mengetahui kemampuan siswa SMP
dalam menyelesaikan soal geometri berdasarkan teori Van Hiele. Dalam penelitian ini
peneliti mengambil subjek berdasarkan keterangan guru mata pelajaraan matematika
tentang kemampuan siswa dalam proses kegiatan belajar matematika. Subjek penelitian
yang dipilih adalah subjek penelitian yang dapat memberikan informasi sebanyak mungkin
bagi peneliti. Penentuan subjek penelitian didasarkan pada hasil tes kemampuan siswa
dalam menyelesaikan geometri bangun datar yang memiliki nilai yang paling tinggi, sedang,
dan rendah.

D. Kendala

Pada penelitian yang dilaksanakan di MTS NEGERI 6 AGAM, peneliti mendapat


beberapa kendala serta keterbatasan yakni :

1. Persetujuan dari sekolah terkait surat izin untuk melakukan penelitian cukup memakan
waktu disebabkan kepala sekolah atau waka kurikulum sedang tidak berada ditempat.
2. Beberapa soal ada yang kurang dimengerti oleh siswa sehingga sebagian dari siswa
bingung untuk menjawab pertanyaan tes yang diberikan.
BAB IV

A. Hasil dan Pembahasan


1. Pedoman wawancara
a. Aspek persiapan dan perencanaan

No. Nama Percakapan


1. P1 Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh bu, maaf
mengganggu waktunya ibu. Perkenalkan kami dari Prodi
Pendidikan Matematika UIN Sjech M.Djamil Djambek ingin
melakukan wawancara terkait kurikulum yang berlaku di kelas
yang ibu ajar, apakah ibu berkenan?
2. P2 Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, iya boleh
Ananda. Apa yang saja yang ingin disampaikan?
3. P1 Apa silabus yang ibu gunakan, khususnya untuk bidang
geometri?
4. P2 Silabusnya itu sudah dari pusat, yang terdiri dari sekian
komponen lalu dikembangkan oleh guru-gurunya, sesuai
dengan kemampuan siswa
5. P1 Baigaimana format RPP yang ibu guru gunakan?
6. P2 RPP nya dibuat oleh guru sendiri
7. P1 Apakah Ibuk pernah mengikuti pelatihan /sosialisasi tentang
kurikulum yang sedang digunakan?
8. P2 Pernah, cuma sekolah yang mengadakan lalu materi dari luar itu
diundang, seluruh guru mengikuti nya seperti mengadakan
seminar
Kesimpulan:

Silabus yang digunakan di MTs Negeri 6 Agam dibuat oleh pusat sendiri
kemudian dikembangkan oleg guru MTs Negeri 6 Agam sedangkan RPP
dirancang oleh guru dan sekolah tersebut mengadakan pelatihan tentang
kurikulum dengan mendatangkan seminar tentang kurikulum yang digunakan.
b. Pelaksanaan Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran Matematika

No. Nama Percakapan


1. P1 Bagaimana pelaksanaan kurikulum 2013 dalam pembelajaran
matematika?
2. P2 Antara guru dan siswa hanya teori, jadi K13 itu diminta berpusat
kepada anak, jadi guru ini sebagai pengarah. Tapi untuk anak
sekarang masih belum bisa diserahkan seluruhnya kepada anak,
gurunya memakai LKPD, dari situ anak terbantu. Terlebih
dahulu gurunya membantu dalam penyelesaian materi lalu
dikasih contoh soal baru siswa itu diberi soal lagi untuk
memudahkan pemahamannya terhadap materi.
3. P1 Bagimana komposisi materi matematika (khususnya geometri)
dikelas yang ibu ajar?
4. P2 Transformasi geometri, bangun ruang sisi lengkung.
Kesimpulan:

Pelaksanaan Kurikulum di MTs Negeri 6 Agam hanya menggunakan teori


dan berpusat kepada peserta didik dan guru sebagai pengarahnya. Guru
menggunakan LKPD sehingga anak terbantu dalam pelaksanaan kurikulum
2013 dengan memberikan contoh soal setelah menyampaikan materi
pembelajaran agar peserta didik lebih memahami materi yang disampaikan oleh
guru. Komposisi materi matematika khususnya geometri yang digunakan guru
yaitu transformasi geometri, dan bangun ruang sisi lengkung.

c. Proses Pembelajaran Matematika

No. Nama Percakapan


1. P1 Model/strategi/pendekatan pembelajaran apa yang biasa ibuk
gunakan?
2. P2 Pendekatan yang biasa dilakukan yaitu PBL(Project Basic
Learning), Discovery, dan Inquiry.
3. P1 Mengapa ibu menggunakan pendekatan tersebut?
4. P2 Karena dengan pendekatan tersebut anak lebih aktif yang
berpusat dari siswa tidak dari guru.
5. P1 Pernahkah ibuk menggunakan media dalam pembelajaran?
6. P2 Pernah
7. P1 Jika pernah, media apa yang digunakan?
8. P2 Seperti LKS dan media lainnya yaitu waktu memperkenalkan
bangun ruang seperti tabung, kerucut, bola, ada medianya.
9. P1 Apakah ibuk mengajar sesuai dengan RPP atau kondisi di
lapangan?
10. P2 Sesuai dengan kondisi lapangan, seperti ada pertemuan.
Kesimpulan:

Model atau strategi yang digunakan dalm pembelajaran yaitu menggunakan


PBL (Project Basic Learning), Discovery, dan Inquiry. dengan pendekatan ini
diharapakan agar peserta didik lebih aktif pada pembelajaran di kelas. Media
yang digunakan pada pembelajaran matematika yaitu berupa LKS dan
mengunakan media lainnya seperti memperkenalkan bangun ruang dengan
menggunakan tabung, kerucut ataupun bola,

d. Karakteristik Siswa
No. Nama Percakapan
1. P1 Bagaimana kemampuan matematika siswa dikelas ini?
2. P2 Kemampuan siswanya beragam, ada yang mudah mengerti
dengan materi yang disampaikan dan ada juga yang kurang
paham, untuk kemampuan yang lebih jelas itu bisa dilihat waktu
ujian.
3. P1 Bagaimana persepsi siswa terhadap matematika, terutama materi
geometri?
4. P2 Dimateri transasi siswa menggambar, bikin siswa
menyenangkan saat pelajaran matematika dibandingkan dengan
materi yang lain.
5. P1 Bagaimana respon siswa terhadap tugas diberikan tugas?
6. P2 Responnya itu bermacam, ada yang senang dan ada juga yang
malas
Kesimpulan:
Kemampuan matematika yang dimiliki peserta didik bermacam-macam,
ada yang cepat menngkap materi yang diajarkan guru dan ada juga yang kurang
dalam memahaminya. Sedangkan persepsi peserta didik terhadap pembelajaran
matematika pada materi geometri peserta didik difokuskan menggambar bangun
ruang dan respon peserta didik terhadap tugas yang diberikan juga bermacam-
macam.

e. Evaluasi (di kelas)

No. Nama Percakapan


1. P1 Apakah ibuk melakukan evaluasi dalam proses pembelajaran?
2. P2 Iya. Seperti UH, kuis, latihan, dll.
3. P1 Jika ada, bagaimana bentuk evaluasi/penilaian yang dilakukan?
4. P2 Bentuknya tertulis, matematika tidak mungkin penilainnya lisan.
5. P1 Bagaimana ibuk guru menilai pembelajaran di kelas sudah
efektif atau belum?
6. P2 Sudah efektif. Disekolah ini sudah menggunakan infokus,
daripada rebutan dengan kelas lain , ibuk pilih LKS saja untuk
proses pembelajaran dan memakai segala upaya agar siswa ini
paham dengan pelajaran.
Kesimpulan:

Evaluasi yang digunakan di MTs Negeri 6 sama seperti disekolah lain yaitu
dengan mengadakan ulangan harian, kuis latihan dan sebagainya. Bentuk
evaluasi yang digunakan yaitu tertulis dan menurut pendapat guru pada
pembelajaran di kelas sudah efektif.

f. Sumber Belajar

No. Nama Percakapan


1. P1 Bagaimana pelaksanaan ujian akhir di sekolah ibuk/ masih ada
UN?
2. P2 Tidak ada, sekarang dikelas 9 namanya UAS . Tetapi tetap
mencakup dari kelas 7.
3. P1 Siapa yang membuat soalnya buk?
4. P2 Yang membikin soalnya yaitu tim.
5. P1 Siapa yang mementukan kelulusannya buk?
6. P2 Kelulusan siswa itu tergantung dari sekolah, kelulusan tidak
tergantung kepada nilai tapi pada sikap juga.
7. P1 Bagaimana menurut ibuk apakah perlu ada UN atau tidak?
8. P2 Dampak positifnya: hasilnya itu keluar dari posko jadi anak
tertantang untuk semangat supaya nilainya itu bagus.
Dampak negatifnya: bertitik tolang dengan karakter siswa .
kadang-kadang nilai tinggi, akhlaknya tidak bagus.
Kesimpulan:

Di sekolah MTs Negeri 6 Agam tidak mengadakan ujian nasional sekarang


diganti dengan ujian akhir sekolah dan membuat soalnya yaitu tim pembuat soal
yang ada di sekolah tersebut sedangkan yang menentukan kelulusan peserta
didik yaitu dilihat dari aspek nilai dan juga sikapnya. Menurut guru tersebut,
dampak adanya ujian nasional sangat berpengaruh terhadap peserta didik

g. Sumber Belajar

No. Nama Percakapan


1. P1 Sumber belajar apa yang ibuk gunakan?
2. P2 Buku pegangan dari Intan Pariwara, Ganesa, dan mengambil
dari sumber internet yang berhubungan denga materi tersebut.
3. P1 Apakah sumber belajar yang digunakan sudah memenuhi
kebutuhan siswa di kelas?
4. P2 Sudah memenuhi.
Kesimpulan:

Sumber blajar yang digunakan peserta didik bersumber dari buku dan ada
juga dari sumber internet agar menambah wawasan peserta didik sehingga
peserta didik lebih memahami materi yang disampaikan oleh guru.
h. Kendala yang Dihadapi

No. Nama Percakapan


1. P1 Apa saja kendala yang ibuk hadapi didalam kelas?
2. P2 K13 itu sebenarnya materi yang kita ajarkan besoknya udah kita
sampaikan kepada siswa, sebagian siswa anak jangankan untuk
berusaha sendiri waktu diterangkan ada juga yang malas.
3. P1 Upaya yang sudah ibuk lakukan untuk mengatasi masalah
tersebut?
4. P1 Disuruh mencari soal yang telah dibahas.
Kesimpulan:

Kendala dialami pada saat pembelajaran dikelas yaitu banyaknya siswa


yang kurang mengerti apa yang disampaikan oleh guru. Sebagian siwa tidak
berusaha belajar dan ada juga yang malas atau tidak tertarik cara guru dalam
mengatasi masalah tersebut yaitu dengan menyuruh peserta didik mencari
contoh soal agar siswa dapat lebih memahaminya.

i. Kebaharuan

No. Nama Percakapan


1. P1 Mengapa ibuk guru belum menerapkan kurikulum merdeka?
2. P2 Karena ada beberapa guru yang tidak paham cara pembelajaran
menggunakan kurikulum merdeka, jadi dengan pertimbangan
tersebut pihak sekolah menerapkan kurikulum merdeka.
3. P1 Apa kendalanya?
4. P2 Kendalanya tersebut terkait dengan literasi, referensi, digital,
akses digital, kompetensi, dll.
Kesimpulan:

Alasan sekolah MTs Negeri belum menerapkan kurikulum merdeka karena


beberapa guru belum terlalu paham menggunakan kurikulum merdeka pada
pembelajaran dan ada beberapa kendala dan menghambat guru dalam
memahami kurikulum merdeka diantaranya terkait dengan literasi, referensi,
digital akse digital, kompetensi dan lain-lain.
j. Karakteristik Siswa

No. Nama Percakapan


1. P1 Bagaimana kemampuan matematika siswa yang ibuk ajar?
2. P2 Kemampuan siswanya beragam, ada yang mudah mengerti
dengan materi yang disampaikan dan ada juga yang kurang
paham, untuk kemampuan yang lebih jelas itu bisa dilihat aktu
ujian.
3. P1 Apakah siswa terlihat aktif pada proses pembelajaran
matematika?
4. P2 Ada yang aktif dan ada juga yang tidak aktif.
Kesimpulan:

Kemampuan peserta didik dalam pembelajaran matematika pun beragam,


ada yang mengerti terhadap materi yang disampaikan dan ada juga peserta didik
yang kurang paham.

Keterangan:

P1 : Pewawancara

P2 : Guru

2. Pelaksanaan kurikulum dalam pembelajaran


Siswa hanya teori. Sedangkan k13 itu berpusat kepada anak, guru hanya
sebagai pengarahan tapi untuk anak-anak zaman sekarang masih belum bisa
diserahkan seluruhnya kepada anak, guru masih ikut campur tangan dalam proses
pembelajaran, ibuk Yuni Hastuti S.Pd selaku guru matematika di MTSN 6 Agam
dia memakai LKPD/LKS dalam proses pembelajaran. Dengan itu anak-anak akan
terbantu, dalam LKS itu materi dulu lalu contoh-contoh soal. Kita bantu anak
tersebut dalam penyelesainnya lalu kita lepaskan siswa tersebut, mereka itu asik
belajar kalau kita terangkan dulu.
3. Gaya Belajar
Setelah Angket diberikan dan telah dikoreksi oleh peneliti maka
didapatkan hasil Gaya Belajar siswa kelas IX 2 sebagai berikut :

Tabel 3.1
No Nama Skor Gaya Belajar Gaya
Visual Audio Kinestetik Belajar

1 Aditya Pratama 40 38 40 Visual &


Kinestetik

2 Ahmad Fauzi 37 41 35 Audio

3 Alini Khairun 38 35 35 Visual


Nisa
4 Amalia Fithri 35 40 39 Audio
Tantika
5 Asyfa Friccila 36 35 36 Visual &
Kinestetik

6 Ahwa Muthia 34 48 44 Audio


Ramadina
7 Bima Nuzilla 32 27 30 Visual
Rahman
8 Boby Pratama 41 36 48 Kinestetik
Putra
9 Chelsi 37 30 32 Visual

10 Dara Dewati 40 30 29 Visual


Sayasri
11 Durratul Sa’diyah 36 36 30 Visual &
Audio

12 Hazra Hasanatul 35 41 27 Audio


Hasanah
13 Kayla Putri 47 44 42 Visual

14 Khairani 38 31 40 Kinestetik
Maifinda
15 Najwa Nabila 32 36 39 Kinestetik

16 Nailatul Sakdah 38 37 43 Kinestetik

17 M.Alfajri 32 32 37 Kinestetik
18 M.Fajri 30 38 37 Audio
Ramadhan
19 M.Farel Wardiyan 33 41 41 Audio &
Kinestetik

20 M. Farhan Sidiq 34 34 34 Visual,


Audio &
Kinestetik

21 M. Riyan Hidayat 22 30 32 Audio

22 Mutiara Rahmah 34 36 33 Audio


Firu
23 Yetti Elmei Lina 38 38 37 Visual &
audio

24 Reihan Mercelio 31 37 40 Kinestetik


Saputra
25 Zahratunnisa 32 33 34 Kinestetik

26 Zahra Salsabila 37 36 31 Visual

Kesimpulan:
Dari hasil pengambilan data tersebut diketahui bahwa siswa dengan gaya
belajar visual, audio dan kinestetik sama banyak. diketahui bahwa
kecendrungan siswa dengan gaya belajar Audio adalah mencatat penjelasan
yang disampaikan oleh guru saat guru menyampaikan materi. Hal ini terbukti
dari buku catatan siswa dengan gaya belajar Audio yang lengkap dan penuh
dengan kata-kata. Sementara siswa dengan gaya belajar Visual yang cenderung
menggambar dan memberi keterangan secara singkat kemudian lebih banyak
memperhatikan penjelasan guru di depan kelas dari pada fokus pada catatannya.
Sedangkan gaya belajar kinestetik siswa lebih cenderung suka melakukan,
menyentuh, merasa, bergerak dan mengalami secara langsung. Siswa dengan
gaya belajar ini lebih membaca instruksi atau mendengarkan instruksi, tetapi
pembelajaran mendalam terjadi melalui proses melakukan.
a. Pilihan Ganda
Tabel 3.2
No Nama Nomor Soal Gaya
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Belajar

1 AP V V V A V A A V V V Visual

2 AF A K V K K A A V V V Visual

3 AKN V V A A V VA V A A V Visual

4 AFT A A A A V A V A V VK Audio
A
5 AF V V A A V V K K A A Visual &
audio

6 AMR K A A A V A V A V V Audio

7 BNR A A A A K K A A A V Audio

8 BPP K V V A V A A A A A Audio

9 C V V A K V V K V A A Visual

10 DDS V V V A V V V K A V Visual

11 DS A A V V V A A A A AK Audio

12 HHH V V K A V V K A A A Audio

13 KP V V A A V VA V V V V Visual
A
14 KM V V V A V A V A V A Visual

15 NN V V V A V VK K A V V Visual
A
K
16 NS V V A V V VA V K V V Visual

17 MA K V A A K A V A V AK Audio

18 MFR V V A A V K V A A V Audio
A
19 MFW K K A A V V V - A K Visual,
audio &
kinestetik
20 MFS V VA V A V VA A V A VA Audio
K A A
K K
21 MRH V A A A V VA A V A VK Audio
A A
22 MRF V V V V V VA - V V V Visual
A K
23 YEL V V A A V V V K V V Visual
K K K A
24 RMS A A A A V A V A A V Audio

25 Z V V V A A A A K A A Audio

26 ZS V V V A V A V A A V Visual

Kesimpulan:

Dari hasil pengambilan data tersebut diketahui bahwa lebih banyak siswa
denga gaya belajar visual pada soal pilihan ganda pada angket. Dapat diketahui
bahwa kecendrungan siswa dengan gaya belajar Visual yang cenderung
menggambar dan memberi keterangan secara singkat kemudian lebih banyak
memperhatikan penjelasan guru di depan kelas dari pada fokus pada catatannya.
Selain itu siswa dengan gaya visual lebih mudah membayangkan suatu objek
meski objek tersebut tidak ada di hadapan siswa tersebut.

Keterangan:

V: Visual

A: Audio

K: Kinestetik
4. Tes Geometri Level Van Hiele
Setelah Tes Geometri Van Hiele diberikan dan telah dikoreksi oleh
peneliti maka didapatkan hasil level berpikir geometri Van Hiele sebagai
Tabel 4.1
Hasil Level Berpikir Geometris Van Hiele

No Nama Level Level


0 1 2 3 4 Berpikir
(Visualisasi) (Analisis) (Abstraksi) (Dedukasi) (Rigor) Van
Hiele
1 AP 3 2 1 0 1 1
2 AF 2 0 2 2 1 0
3 AK 4 1 0 2 0 0
4 AFT 2 1 2 1 1 0
5 ASF 1 0 0 0 1 0
6 AMR 2 1 3 0 1 0
7 BNR 1 0 0 1 1 0
8 BP 2 0 0 1 1 0
9 C 3 1 1 0 1 0
10 DDJ 3 0 0 0 2 0
11 DS 4 2 0 2 2 1
12 HH 4 2 0 0 3 1
13 KP 3 2 1 1 1 1
14 KM 2 0 1 0 2 0
15 NN 2 1 1 0 3 0
16 NS 3 1 2 0 0 0
17 MA 2 0 0 1 0 0
18 MFR 2 0 2 2 2 0
19 MFW 3 0 0 0 2 0
20 MFS 4 2 1 1 1 1
21 MRH 2 2 1 0 2 1
22 MRF 1 2 0 2 2 0
23 YEL 4 1 0 1 0 0
24 RMS 1 0 0 0 1 0
25 Z 4 2 1 0 2 1
26 ZS 2 3 1 0 2 1

Kriteria Skor:
Level 0 : Visualisasi ≥ 2 , Analisis < 2, Abstraksi < 2, Dedukasi < 2, Rigor < 2.
Level 1 : Visualisasi ≥ 2 , Analisis ≥ 2, Abstraksi ≥ 2, Dedukasi ≥ 2, Rigor ≥ 2.
Level 2 : Visualisasi ≥ 2 , Analisis ≥ 2, Abstraksi ≥ 2, Dedukasi ≥ 2, Rigor ≥ 2.
Level 3 : Visualisasi ≥ 2 , Analisis ≥ 2, Abstraksi ≥ 2, Dedukasi ≥ 2, Rigor ≥ 2.
Level 4 : Visualisasi ≥ 2 , Analisis ≥ 2, Abstraksi ≥ 2, Dedukasi ≥ 2, Rigor ≥ 2.
Dari hasil tes berpikir geometris Van Hiele yang dilakukan oleh seluruh peserta
didik kelas IX 2 MTs Negeri 6 Agam dapat disimpulkan bahwa untuk setiap level Van
Hiele dimulai dari level 0 (visualisasi) sampai level 4 (Rigor) diperoleh jumlah peserta
didik seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.2

Level Berpikir No. Urut Jumlah Presentase


0 (Visualisasi) 2,3,4,5,6,7,8,9,10,14,15,16, 18 69,23%
17,18,19,22,23,24
1 (Analisis) 1,11,12,13,20,21,25,26 8 30,76%
2 (Abstraksi) - 0 0%
3 (Deduksi) - 0 0%
4 (Rigor) - 0 0%

Pengelompokan peserta didik dalam level berpikir geometris Van Hiele tidak
didasarkan pada perolehan nilai masing-masing peserta didik tetapi didasarkan pada
kemampuan peserta didik dalam menjawab soal dari masing-masing level. Berdasarkan
hasil tes diperoleh 18 anak pada level 0 (visualisasi) atau sebesar 69,23 %, 8 anak pada
level 1 (analisis) atau sebesar 30,76% sedangkan level 2 (abstraksi), level 3 (deduksi)
dan level 4 (rigor) sebesar 0% . Dalam penelitian ini diperoleh fakta bahwa peserta
didik yang gagal mencapai tingkat sebelumnya, maka juga akan gagal mencapai tingkat
selanjutnya. Hal ini sejalan dengan teori van Hiele bahwa “semua anak mempelajari
geometri dengan melalui tingkat-tingkat tersebut dengan urutan yang sama dan tidak
dimungkinkan adanya tingkat yang diloncati”. Pada proses pembelajaran geometri
khususnya pada materi segiempat dan segitiga perlu didasarkan pada teori Van Hiele.
Hal ini dikarenakan teori Van Hiele berfokus pada materi geometri dan mengkaji
tingkatan-tingkatan pemahaman siswa dalam belajar geometri. Sehingga dapat
digunakan oleh guru dalam memilih dan mengurutkan aktivitas pembelajaran geometri
dengan tepat.
5. Hasil Belajar Matematika
Tabel 5.1

No. Nama Siswa Nilai UH


1. Aditya Pratama 72
2. Ahmad Faui 70
3. Alini Khairun Nisa 80
4. Amalia Fithri Tantika 78
5. Asyfa Friccila 86
6. Ahwa Muthia Ramadina 90
7. Bima Nuzilla Rahman 70
8. Boby Pratama Putra 75
9. Chelsi 80
10. Dara Dewati Sayasri 83
11. Durratul Sa’diyah 90
12. Hazra Hasanatul Hasanah 87
13. Kayla Putri 50
14. Khairani Maifinda 55
15. Najwa Nabila 70
16. Nailatul Sakdah 80
17. M.Alfajri 85
18. M.Fajri Ramadhan 65
19. M.Farel Wardiyan 60
20. M. Farhan Sidiq 90
21. M. Riyan Hidayat 83
22. Mutiara Rahmah Firu 80
23. Yetti Elmei Lina 50
24, Reihan Mercelio Saputra 65
25. Zahratunnisa 88
26. Zahra Salsabila 84
Kesimpulan:
Hasil belajar matematika siswa kelas IX 2 cukup bagus. Bisa dilihat dari
hasil nilai ulangan harian matematika, persentase yang tuntas KKM 69%
sedangkan yang tidak tuntas sebesar 31% hampir secara keseluruhan siswa
mendapatkan nilai matematika diatas KKM. Terdapat hanya 8 orang siswa yang
tdak tuntas. Dalam hal ini, bisa dikatakan bahwa siswa dapat memahami materi
yang sudah dijelaskan oleh guru secara baik sesuai dengan gaya belajar pada
siswa.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengembangan
pemikiran geometri siswa masih belum mencapai tingkat kekakuan berdasarkan van
Hiele tingkat pemikiran geometris. Sebagian besar siswa masih pada level analitis.
Selain itu, . Berdasarkan hasil tes diperoleh 18 anak pada level 0 (visualisasi) atau
sebesar 69,23 %, 8 anak pada level 1 (analisis) atau sebesar 30,76% sedangkan level 2
(abstraksi), level 3 (deduksi) dan level 4 (rigor) sebesar 0% . Dalam penelitian ini
diperoleh fakta bahwa peserta didik yang gagal mencapai tingkat sebelumnya, maka
juga akan gagal mencapai tingkat selanjutnya. Selain itu, disarankan juga agar guru
menerapkan strategi pembelajaran yang bisa merangsang dan membantu siswa untuk
mengembangkan pemikiran geometris mereka.
siswa dengan gaya belajar visual, audio dan kinestetik sama banyak. diketahui
bahwa kecendrungan siswa dengan gaya belajar Audio adalah mencatat penjelasan
yang disampaikan oleh guru saat guru menyampaikan materi. Hal ini terbukti dari buku
catatan siswa dengan gaya belajar Audio yang lengkap dan penuh dengan kata-kata.
Sementara siswa dengan gaya belajar Visual yang cenderung menggambar dan
memberi keterangan secara singkat kemudian lebih banyak memperhatikan penjelasan
guru di depan kelas dari pada fokus pada catatannya. Sedangkan gaya belajar kinestetik
siswa lebih cenderung suka melakukan, menyentuh, merasa, bergerak dan mengalami
secara langsung. Siswa dengan gaya belajar ini lebih membaca instruksi atau
mendengarkan instruksi, tetapi pembelajaran mendalam terjadi melalui proses
melakukan.
Terlepas dari faktor kecerdasan kognitif siswa tersebut, gaya belajar juga
mempunyai pengaruh terhadap peningkatan kemampuan spasial dan pemahaman siswa
pada materi geometri.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan, diajukan beberapa saran sebagai berikut: Model
pembelajaran geometri van Hiele secara kooperatif dapat menjadi salah satu alternatif
model pembelajaran dalam mengembangkan tingkat berpikir geometri siswa khususnya
pada siswa kelas IX 2 MTs Negeri 6 Agam. Untuk lebih mengefektifkan waktu,
sebaiknya alat peraga yang digunakan dalam menggunakan model pembelajaran
geometri van Hiele berbantuan komputer, misalnya dengan berbantuan software
Microsoft Power Point atau Macromedia Flash.
DAFTAR PUSTAKA

Sarjiman, P. 2006. Peningkatan Pemahaman Rumus Geometri Melalui Pendekatan Realistik,


Jakarta: Rineke Cipta.

Sri, W. 2010. Pembelajaran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika, Yogyakarta:


Kementrian Pendidikan Nasional.

Falupi,D.V & Soffil.W. (2016). Profil Berpikir Geometris Pada Materi Bangun Datar Ditinjau
dari Teori Van Hiele . Jurnal pendidikan matematika, 4(1):2-5.

Nopriana,T.(2014).Berpikir Geometri Melalui Model Pembelajaran Geometri Van


Hiele.Delta, 2(1):43-44

Razak, F., Sutrisno, A.B., & Immawan,A.Z. Analisis Tingkat Berpikir Siswa Berdasarkan
Teori Van Hiele, Prosiding seminar nasional, 3(1):75-78

Kurniasih, Imas. 2014. Sukses Mengimplementasikan Kurikulum 2013. Yogyakarta: Kata


Pena.

Kurniaman, O & Noviana, E. (2017). Penerapan Kurikulum 2013 Dalam Meningkatkan


Keterampilan, Sikap, dan Pengetahuan. 6(2):390.

Setiadi, H. (2016). Pelaksanaan Penilaian dan Evaluasi Pendidikan. 20(2):167.

Alfaruqi, A & Moch. Lutfianto. (2016). Perbandingan Kemampuan Spasial siswa SMA Pada
Materi Geometri Ditinjau Dari Gaya Belajar Siswa. Jurnal: Seminar Nasional Pendidikan
Matematika Ahmad Dahlan.

Anda mungkin juga menyukai