KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Matematika
2.1.1.1 Hakikat Matematika
Matematika berbeda dengan ilmu pengetahuan yang lain, matematika
harus dibuktikan kebenarannya secara deduktif (Ibrahim&Suparni, 2012).
Sehingga kebenaran dari suatu teorema diperoleh dari akibat logis dari kebenaran
sebelumnya, yang bersifat konsisten dan saling berhubungan antar konsep dalam
matematika. Pada awalnya penemuan dalil-dalil dan teorema-teorima dilakukan
secara induktif. Akan tetapi tetapi teorema tersebut harus dapat dibuktikan
kebenarannya secara deduktif. Menurut Johnson dan Myklebust (1967:244) dalam
(Wahyudi, 2012:6), matematika mempunyai dua fungsi yaitu: (1) fungsi praktis,
menunjukan kemampuan strategi dalam merumuskan, menafsirkan dan
menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah, (2) fungsi teoritis,
untuk memudahkan dalam berpikir.
2.1.1.2 Pembelajaran Matematika
Pembelajaran adalah proses kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh
guru dan siswa dalam kondisi yang sudah tentukan untuk belajar demi tercapainya
tujuan pemebelajaran. Menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, pembelajaran
merupakan lingkungan belajar yang terdapat interaksi peserta didik dengan
pendidik dan tersedianya sumber belajar. Keberhasilan belajar siswa ditentukan
dalam proses kegiatan belajar mengajar. Adanya timbal balik siswa dengan guru
untuk mencapai tujuan pembelajaran bersama. Tujuan dari pembelajaran sendiri
dapat dirumuskan dengan model ABCD menurut Wiyani (2014:40) sebagai
berikut:
A : audience, pembelajar dengan segala karakterisiknya.
B : behavior, kata kerja yang menjabarkan kemampuan yang harus dikuasai.
C : conditions, situasi kondisi yang memungkinkan bagi pelajar dapat belajar
dengan baik.
8
9
Kubus Tabung
Persegi Lingkaran
Gambar 2 Bangun Ruang & Bangun Datar
Titik sudut
Bidang sisi
rusuk
5. Tahap Akurasi, pada tahap ini siswa sudah menyadari pentinya ketepatan
prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian, dengan dasar
aksioma yang berbeda maka pernyataan benar untuk suatu hal yang sama
akan berbeda pula. Tahap akurasi merupakan tahap paling tinggi dan
rumit, anak sekolah dasar belum sampai pada tahap ini.
Nasution (2008) mengemukan bahwa belajar mengalami empat fase sebagai
berikut:
1. Fase apprehending, stimulus dapat ditafsirkan dengan berbagai cara.
2. Fase acquisition, melakukan sesuatu yang belum diketahui sebelumnya atau
penasaran.
3. Fase storage,kemampuan otak untuk dapat menyimpan dalam jangka pendek
maupun jangka panjang.
4. Fase retreval, mengingat kembali memori yang disimpan dan menerapkannya
dalam pemecahan masalah.
William Burton dalam (Hamalik, 2016) menyebutkan prinsip-prinsip
tentang belajar sebagi berikut:
1. Proses belajar ialah pengalaman, berbuat, mereaksi, dan melampaui (under
going).
2. Proses belajar melalui bermacam-macam ragam pengalaman dan mata
pelajaran-mata pelajaran yang terpusat pada suatu tujuan tertentu.
3. Pengalaman belajar secara maksimum bermakna bagi kehidupan murid.
4. Pengalaman belajar bersumber dari kebutuhan dan tujuan murid sendiri yang
mendorong motivasi yang kontinu.
5. Proses belajar dan hasil belajar mempunyai diisyarati oleh lingkungan.
6. Proses belajar dan hasil usaha belajar dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan
individual di kalangan murid-murid.
7. Proses belajar berlangsung secara efektif, jika pengalaman-pengalaman dan
hasil yang diinginkan sesuai dengan kematangan murid.
8. Proses belajar yang terbaik, jika murid mengetahui status dan kemajuan.
Pengertian belajar dari pendapat para ahli yang telah dipaparkan diatas dapat
disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru
15
dengan memberikan umpan agar siswa menjadi respon sebagai respon dengan
mempertimbangkan kesiapan siswa, sehingga interaksi tersebut menjadi suatu
pengalaman yang berharga.
2.1.2.2 Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar, yang dapat dilihat
setelah proses belajar berlangsung. Menurut Sudjana (2005) bahwa terdapat
kriteria-kriteria tertentu dalam pemberian nilai terhadap hasil belajar yang dicapai
oleh siswa. Dari hasil pengukuran belajar guru dapat mengetahui seberapa jauh
tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dicapai selama pembelajaran
berlangsung. Sudjana (2005) menyebutkan terdapat tiga unsur dalam kualitas
pengajaran yang berpengaruh terhadap hasil belajar, yakni kompetensi guru,
karakteristik kelas, dan karakteristik sekolah.
2.1.3 Model Pembelajaran
2.1.3.1 Pengertian Model Pembelajaran
Pengertian model pembelajaran dalam (Kosasih, 2013) dapat disimpulkan
sebagai suatu cara yang digunakan oleh guru untuk mensukseskan kegiatan
belajar mengajar di kelas secara efektif dan tercapainya tujuan pembelajaran .
Didalam model pembelajaran terdapat pendekatan pembelajaran, strategi
pembelajaran, metode pembelajara, teknik pembelajaran. Abdullah (2013:89)
mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual berupa pola
prosedur sistematik yang dikembangkan berdasarkan teori dan digunakan dalam
mengorganisasikan proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan belajar, yang
mempunyai tahapan atau sintaks pembelajaran.
Rusman (2012:133) berpendapat terdapat dasar pertimbangan dalam
pemilihan model pembelajaran sebelum guru memilih dan menggunakannya,
yakni:
1. Pertimbangan terhadap tujuan yang hendak dicapai yang berkenaan dengan
kompetensi akademik, kepribadian, sosial dan kompetensi vokasional (kognitif,
afektif, dan psikomotorik). Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah
kompleksitas tujuan pembelajaran dalam mempertimbangkan tujuan yang akan
dicapai dan keterampilan akademik guna mencapai tujuan tersebut.
16
yang berasal dari keadaan individu dan kondisi eksternal yang bersal dari
lingkungan.
2.1.3.2 Pengertian CTL
Contextual teaching and learning (CTL) adalah model pembelajaran yang
menghubungkan pengetahuan dari mata pelajaran dengan kehidupan keseharian
untuk berlatih memecahkan masalah. Siswa dituntut untuk menggabungkan antara
pengetahuan dan tindakan. “Konteks” berasal dari kata kerja Latin contexere yang
berarti “menjalin bersama”. Kata “konteks” merujuk pada “keseluruhan situasi,
latar belakang, atau lingkungan” yang berhubungan dengan diri, yang terjalin
bersamanya (Webster’s New World Dictionary) di dalam (Johnson, 2010:83).
Siswa lebih baik mengalami sendiri lingkungan yang alamiah yang akan menjadi
pengalaman bagi siswa. Johnson (2010:21) juga mengemukakan strategi yang
harus ditempuh dalam pelaksanaan Contextual teaching and learning (CTL).
Pertama, pengajaran berbasis masalah. Siswa dihadapkan dengan masalah yang
seragam dan berpikir solusi yang tepat untuk mengatasinya. Kedua, menggunakan
konteks yang beragam.
2.1.3.3 Karakteristik Model Pembelajaran CTL
Johnson (2011) mengemukakan ada beberapa strategi yang harus
ditempuh untuk menerapkan pembelajaran contextual teaching and learning.
Strategi ini merupakan ciri-ciri dalam penggunaan pembelajaran contextual
teaching and learning yaitu:
1. Pengajaran berbasis masalah, siswa ditantang berpikir kritis untuk
memecahkan masalah.
2. Menggunakan konteks yang beragam, makna (pengetahuan) yang diperoleh
berasal dari konteks yang bergam misalnya keluarga, masyarakat, sekolah, dan
sebagainya).
3. Mempertimbangkan kebhinekaan siswa, guru meyakinkan siswa bahwa
perbedaan individual dan sosial menjadi media untuk belajar saling
menghormati dan membangun toleransi demi terwujudnya keterampilan
interpersonal.
19
4. Memperdayakan siswa untuk belajar sendiri, siswa dilatih berpikir kritis dan
kreatif dalam mencari serta menganalisis informasi dengan sedikit bantuan.
5. Belajar melalui kolaborasi, siswa dibiasakan untuk saling belajar dari teman
yang memiliki kemampuan yang menonjol.
6. Menggunakan penilaian autentik, di dalam penilaian autentik telihat belajar
telah berlangsung secara terpadu dan kontekstual, dan memberi kesempatan
kepada siswa untuk maju terus sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
7. Mengejar standar tinggi, dengan ini siswa akan dituntut untuk mempunyai jiwa
kompetitif yang mampu bersaing di masa depan.
Sedangkan menurut (Aqib, 2015) CTL mempunyai karakteristik yaitu, (1)
menyenangkan, tidak membosankan, (2) saling menunjang, (3) adanya kerjasama,
(4) belajar dengan bergairah dan semangat, (5) Pembelajaran terintegrasi, (5)
menggunakan berbagai sumber, (7) siswa aktif dalam proses pembelajaran, (8)
siswa kritis dan guru kreatif, (9) sharing dengan teman, (10) dinding dan lorong-
lorong dengan hasil kerja siswa peta-peta, gambar, artikel, humor, dan lain lain,
(11) laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan
hasil praktikum, karangan siswa, dan lain lain.
2.1.3.4 Langkah-Langkah Model Pembelajaran CTL
Secara garis besar langkah-langkah contextual teaching and learning
(CTL) menurut (Riyanto, 2010:168), yakni:
1. Kembangkan pikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan
dan keterampilan barunya.
2. Laksanakan kegiatan inquiri untuk semua topik.
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya untuk mengembangkan
berpikir kritis.
4. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok).
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran dapat melalui ilustrasi, model,
atau media yang sebenarnya.
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan agar siswa mengetahui seberapa jauh
dirinya belajar.
20
Tabel 3
Langkah dalam Standar Proses
Pendahulua Eksplora Elabora Konfirma Penutu
Model Sintak
n si si si p
1. Menyampaika
n tujuan dan
Menghubung
√
kan
pengetahuan
yang didapat
2. Membimbing
siswa dalam √ √
penelitian
3. Mengeksplora
Contextu
si pengetahuan √
al siswa
Teaching
4. Mengorganisir
and
siswa ke
Learning √
dalam
(CTL)
kelompok
kecil
5. Memberikan
contoh yang √
ditiru
6. Mengevaluasi √
7. Melakukan
penilaian
√
secara
langsung
21
1. Tumbuhkan
Pemberian apersepsi di pembukaan kelas yang dapat membangkitkan motivasi
anak untuk belajar. Di permulaan kelas sangat penting menemukan Apa
Manfaat Bagiku (AMBAK). Menurut (De Porter & Hernacki, 2013) AMBAK
adalah “motivasi yang didapat dari pemilihan secara mental antara manfaat dan
akibat-akibat suatu keputusan.
2. Alami
Siswa ikut bertisipasi secara langsung dalam proses pembelajaran. Mereka
mengalami sendiri yang dipelajari. Pengalaman yang didapat bersifat nyata.
3. Namai
Guru menyediakan kata kunci pada siswa dalam menguatkan dan
mendefinisikan konsep yang dipelajari.
4. Demonstrasikan
Siswa diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasil kerjanya. Melalui
demonstrasi siswa dapat memupuk rasa percaya diri untuk tampil di depan
umum.
5. Ulangi
Adanya kesempatan untuk mengulangi materi yang dipelajari. Sehingga
siswa mengetahui sendiri bagian yang belum paham atau mengalami
kesulitan.
6. Rayakan
Dengan merayakan setiap hasil yang didapatkan oleh peserta didik yang
dirayakan akan menambah kepuasaan dan kebanggan pada diri siswa.
Sedangkan menurut (Kosasih & Sumarsana, 2013) langkah-langkah yang
dapat diterapkan dalam Quantum Teaching sebagai berikut:
1. Kekuatan Ambak
Pada langkah ini siswa diberi motivasi oleh guru dengan adanya penjelasan
tentang manfaat apa saja setelah mempelajari materi.
2. Penataan lingkungan belajar
Penataan tempat beljar yang tepat dan nyaman membuat siswa lebih fokus
dalam proses pembelajaran.
25
Fase 2: Alami
Mengikutsertakan siswa dalam kegiatan selama
Mengorganisir siswa ke
proses pembelajaran dan menjelaskan aturan
dalam kelompok kerja atau
kegaitan yang berlaku
individu
Fase 4 : Demonstrasi
Memberi waktu bagi siswa untuk berbicara dan
Mengembangkan
mengungkapkan hasil kerja
keterampilan presentasi
Fase 5: Ulangi Memberikan kesempatan siswa bertanya dan
Mengulangi materi menjelaskan kembali bagian yang sulit
Tabel 5
Langkah dalam Standar Proses
Pendahulu Eksplora Elabora Konfirma Penutu
Model Sintak an si si si p
1. Memberikan
apersepsi dan
√
membangkitk
an motivasi
2. Mengorganisi
r siswa ke
dalam
√
kelompok
kerja atau
individu
3. Menyediakan
Quantu kata kunci
m √
dan
Teachin menguatkan
g konsep
4. Mengembang
kan
√
keterampilan
presentasi
5. Mengulangi
√
materi
6. Merayakan
hasil dan
√
memberi
penghargaan
bahwa rerata tes hasil belajar siswa siklus I mencapai 75,9 dengan presentase
ketuntasan 92,9%, dan siklus II naik menjadi 82,0 dengan presentase ketuntasan
98%. Dalam penelitian ini siswa tidak hanya duduk saja mendengarkan ceramah
guru. Akan tetapi, siswa diajak untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Penelitian kedua tentang kefektifan penerapan model Qunatum Teaching
yang dilakukan oleh Widiyaningsih (2013) dengan judul Keefektifan
Pembelajaran Model Quantum Teaching Berbantuan Cabri 3D Terhadap
Kemampuan Pemecahan Masalah. Hasil penelitian ini menunjukan tercapainya
ketuntasan individu dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 75 dan
tercapainya ketuntasan klasikal sebesar 75% dari banyaknya peserta didik yang
mencapai KKM pada model pembe-lajaran Quantum Teaching, kemampuan
pemecahan masalah peserta didik yang pembelajarannya menggunakan model Qu-
antum Teaching berbantuan Cabri 3D le-bih baik dari pada kemampuan pemecahan
masalah peserta didik yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran DI.
Sehingga selain meningkatkan hasil belajar, model Quantum Teaching juga dapat
meningkatkan kemampuan memecahkan masalah.
2.3 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan gambaran mengenai hubunga antar variabel
dalam suatu penelitian, yang diuraikan oleh jalan pikiran menurut kerangka logis
atau dasar pemikiran dari penelitian yang disintesiskan dari fakta-fakta, observasi
dan telaah penelitian. Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
siswa, model pembelajaran merupakan salah satu faktor perangkat lunak yang
sangat penting. Karena model pembelajaran merupakan rancangan pelaksanaan
pembelajaran yang terdapat langkah pembelajaran dan kegiatan siswa.
Penelitian ini akan diketahui perbedaan yang signifikan perbedaan hasil
belajar Matematika antara model pembelajaran CTL dengan model pembelajaran
Quantum Teaching. Sebelum melakukan treatment dua kelas harus dikondisikan
normal, berarti sudah dilakukan uji kesetaraan dan diketahui hasilnya homogen
melalui pretest. Kelas 5 SDN Manggarwetan menjadi kelas eksperimen 2 dengan
menggunakan model CTL. Sedangkan kelas 5 SDN 1 Manggarmas menjadi kelas
eksperimen 1 dengan menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching.
29