KAJIAN PUSTAKA
6
7
a. belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa
yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Kontruksi makna ini
dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia punya.
b. Kontruksi makna merupakan suatu proses yang berlangsung terus
menerus
c. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman belajar dengan dunia fisik
dan lingkungan siswa
belajar ini dapat dilihat melalui perubahan yang terjadi pada seorang siswa mulai
dari belum pandai setelah belajar maka menjadi pandai. Perubahan ini tentunya
setelah siswa berinteraksi dengan lingkungannya yang diukur melalui tes, tugas,
pengamatan, atau evaluasi.
Menurut Benyamin Bloom (Nana Sudjana, 2016 : 22) hasil belajar terbagi menjadi
3 ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Berikut
penjelasan dari ketiga ranah hasil belajar.
1. ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6
aspek, yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan
evaluasi
2. ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari 5, yaitu penerimaan,
jawaban, penilaian, organisasi, dan internalisasi
3. ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan
kemampuan bertindak. Ada 6 aspek ranah psikomotorik yaitu gerakan
reflek, ketrampilan gerakan dasar, ketrampilan perseptual, keharmonisan
atau ketepatan, gerakan ketrampilan komplek, gerak ekspresif dan
interprektif
Hasil belajar adalah adanya perubahan pada diri siswa yang dapat diukur
maupun diamati dalam perubahan pengetahuan, sikap, maupun ketrampilan. Hasil
belajar yang penulis amati berupa nilai evaluasi disetiap akhir pembelajaran,
sehingga siswa dikatakan berhasil apabila hasil tes diatas KKM atau sama dengan
KKM yang telah ditentukan.. Pengukuran hasil belajar yang diperoleh siswa dalam
kegiatan pembelajaran di dalam kelas dapat dilakukan dengan 2 teknik yaitu teknik
Tes dan Non Tes. Tekni Tes dapat dilakukan dengan pemberian tes evaluasi pada
akhir pembelajaran, sedangkan non tes dilakukan dengan melakukan observasi dan
dokumentasi.
12
Pada penelitian ini, hasil belajar matematika yang diperoleh siswa dapat
dilihat dari perolehan nilai kognitif setelah siswa melakukan tes evaluasi, karena
dengan nilai kognitif peneliti dapat mengetahui seberapa besar peningkatan hasil
belajar yang diperoleh siswa.
2.1.3.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS (Two Stay Two Stray)
1. Persiapan
Pada tahap persiapan ini, hal yang dilakukan guru adalah membuat silabus
dan sistem penilaian, desain pembelajaran, menyiapkan tugas siswa dan
membagi siswa menjadi beberapa kelompok dengan masing-masing anggota 4
siswa dan setiap anggota kelompok harus heterogen berdasarkan prestasi
akademik siswa dan suku.
14
2. Presentasi Guru
3. Kegiatan Kelompok
4. Formalisasi
2.1.3.4 Kelebihan Model Pembelajaran Tipe TSTS (Two Stay Two Stray)
Menurut Lie (2006:61), Kelebihan metode pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray)
yaitu :
1. Dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkat usia
siswa
2. Metode ini tidak hanya bekerja sama dengan anggota kelompok tetapi bisa
juga bekerja sama dengan kelompok lain
3. Memungkinkan terciptanya keakraban sesama teman dalam suatu kelas
dan lebih berorientasi pada keaktifan siswa
4. Dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan umur
5. Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna
6. Menambah rasa percaya diri dan kekompakan pada diri siswa
7. Kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan
8. Membantu meningkatkan motivasi dan presentasi belajar
2.1.3.5 Kekurangan Model Pembelajran TSTS (Two Stay Two Stray)
a. Membutuhkan waktu yang lama
b. Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok
c. Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga)
d. Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.
Untuk mengatasi kekurangan pembelajaran kooperatif model TSTS, maka
sebelum pembelajaran guru terlebih dahulu mempersiapkan dan membentuk
kelompok-kelompok belajar yang heterogen ditinjau dari segi jenis kelamin dan
kemampuan akademis. Jika berdasarkan kemampuan akademis maka dalam satu
kelompok terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan
kemampuan sedang dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang.
Pembentukan kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling mengajar
dan saling mendukung sehingga memudahkan pengelolaan kelas karena dengan
adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi yang diharapkan bisa
membantu anggota kelompok yang lain.
16
2.1.3.6 Tujuan Model Pembelajaran Tipe TSTS (Two Stay Two Stray)
Dalam model pembelajaran ini siswa dihadapkan pada kegiatan
mendengarkan apa yang diutarakan oleh temannya ketika sedang bertamu, yang
secara tidak langsung siswa akan dibawa untuk menyimak apa yang diutarakan
oleh anggota kelompok yang menjadi tuan rumah tersebut. Dalam proses ini, akan
terjadi kegiatan menyimak materi pada siswa.
Menurut Lie (2004) dalam model TSTS) ini memiliki tujuan yang sama
dengan pendekatan lainnya. Siswa diajak untuk bergotong royong dalam
menemukan suatu konsep. Penggunaan model TSTS akan mengarahkan siswa
untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan,
dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman.
2.1.4 Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Perlakuan Model
TSTS
Tabel 1
Pemetaan Sintak TSTS
Standar Proses
Pendahuluan
Konfirmasi
Eksplorasi
Elaborasi
Penutup
Sintak
Tabel 2
Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran Matematika dengan Model TSTS
Tahapan
Kegiatan Guru Pelaksan Kegiatan Siswa
aan
2. Kegiatan Kelompok
masing kelompok. dibagi guru.
7. Guru memberi waktu untuk 7. Siswa melakukan diskusi
diskusi kelompok. kelompok dengan waktu yang
8. Guru menyuruh dua siswa dari sudah ditentukan.
masing-masing kelompok 8. Siswa melakukan rotasi.
meninggalkan kelompoknya dan
bertamu kekelomok lain,
sementara dua siswa yan tinggal
dalam kelompok bertugas
menyampaikan hasil kerja dan
menginformasikan ke tamu.
9. Guru menyuruh perwakilan 9. Siswa melakukan presentasi
kelompok untuk hasil diskusi kelompok.
3. Formalisasi.
mempresentasikan hasil diskusi 10. Siswa mendengarkan pembahasa
kelompoknya untuk di dari guru dan melakukan
komunikasikan atau di bentukan formal.
diskusikan dengan kelompok
lain.
10. Guru membahas dan
mengarahkan siswa ke bentuk
formal.
11. Guru memberikan siswa kuis 11. Siswa mengerjakan kuis yang
4. Evalua
Kelom
pok
yang relative muda tersebut maka keberadaan PTK sebagai salah satu jenis
penelitian masing diperdebatkan, terutama dengan bobot keilmiahannya.
Menurut John Elliot (Darmidi, 2015 : 7) PTK adalah kajian tentang situasi
sosial dengan maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya. Pendapat
yang hampir sama dikemukakan oleh Kemmis dan Mc Taggart (1988), yang
mengatakan bahwa PTK adalah suatu bentuk refleksi diri kolektif yang dilakukan
oleh peneliti dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan
tindakan terhadap situasi tempat dimana dilakukan tindakan tersebut.
Menurut Kemmis (Darmidi, 2015 : 8) PTK adalah suatu bentuk refleksi diri
yang dilakukan oleh para partisipan (guru, siswa, atau kepala sekolah) dalam situasi
sosial.
4. Model Penelitian Tindakan Spiral Bachman, dalam penelitian tindakan ini para
peserta mengumpulkan informasi, merencanakan tindakan, mengobservasi,
dan mengevaluasi tindakan-tindakan itu, dan kemudian merefleksikan dan
merencanakan satu siklus spiral baru berdasarkan kajian yang dikumpulkan
pada siklus sebelumnya.
6. pada model keenam yang hanya terdapat 3 tahap, tidak terdapat tahap observasi
atau pengamatan,
7. pada model ketujuh juga hanya terdapat 3 tahap, tidak memiliki tahap
perencanaan.
2.2 Penelitian yang Relevan
Seperti halnya Wahadi (2012), Sari (2014) dan Sumiyati (2012), penelitian
ini juga akan menggunakan model pembelajaran TSTS. Namun, bukan untuk
dibandingkan dengan model lain, penelitian ini akan menerapkan model tsts untuk
27
Melalui model pembelajaran Two Stay Two Stray berhubungan erat dengan
pembelajaran yang meneyenangkan. Model pembelajaran Two Stay Two Stray
adalah model pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk belajar secara
mandiri dalam menemukan sebuah konsep pelajaran. Selain itu kelebihan model
pembelajaran Two Stay Two Stray dapat digunakan dalam semua mata pelajaran
dan semua tingkat usia siswa ,model pembelajaran ini tidak hanya bekerja sama
dengan anggota kelompok tetapi bisa juga bekerja sama dengan kelompok lain,
memungkinkan terciptanya keakraban sesama teman dalam suatu kelas dan lebih
berorientasi pada keaktifan siswa, dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran dan
tingkatan umur, kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna, menambah
rasa percaya diri dan kekompakan pada diri siswa, kemampuan berbicara siswa
dapat ditingkatkan, dan membantu meningkatkan motivasi dan presentasi belajar
Gambar 9
Kerangka Berpikir
29