Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan


kualitas sumber daya manusia. Pendidikan dapat mengembangkan dan
membentuk jati diri seseorang, dengan adanya pendidikan semua orang dapat
menjadi lebih baik. Dalam undang-undang No.20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional dijelaskan bahwa Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut tentu harus melalui jenjang
pendidikan di sekolah, dan peserta didik tidak hanya diajarkan pada aspek
pengetahuan saja melainkan juga pada aspek sikap serta keterampilan yang
terdapat di setiap mata pelajaran yang diajarkan. Menurut Heidjrachman dan
Husnah (1997:77) pendidikan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan
pengetahuaan umum seseorang termasuk di dalam peningkatan penguasaan teori
dan keterampilan, memutuskan dan mencari solusi atas persoalan-persoalan yang
menyangkut kegiatan di dalam mencapai tujuannya, baik itu persoalan dalam
dunia pendidikan ataupun kehidupan sehari-hari.

Perkembangan dunia yang kian pesat dan perubahan global dalam


berbagai aspek kehidupan yang datang begitu cepat menjadi tantangan bangsa
dalam mempersiapkan generasi masa depan. Oleh karena itu, di zaman modern ini
pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan generasi-generasi
bangsa yang mampu mengimbangi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Untuk itu manusia dituntut memiliki kemampuan berpikir kritis,
sistematis, logis, kreatif, bernalar, dan kemampuan bekerjasama yang efektif.
Salah satu mata pelajaran yang membekali siswa untuk mengembangkan
kemampuan-kempampuan tersebut adalah matematika, karena matematika
memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga
memungkinkan siswa terampil berpikir rasional (Irwan, 2011:3).

Belajar matematika merupakan suatu syarat cukup untuk melanjutkan


pendidikan ke jenjang berikutnya karena belajar matematika dapat membuat
belajar secara kritis, kreatif, dan aktif Susanto (2013:183). Dan tidak hanya
menjadikan siswa kreatif dan aktif tetapi matematika sebagai wahana pendidikan
seperti mencerdaskan siswa dan untuk membentuk kepribadian siswa serta
mengembangkan keterampilan tertentu (Mandasari, 2018:23).

Rohmatina (2014: 63) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran


matematika kreativitas siswa sangat dibutuhkan terutama dalam menyelesaikan
soal-soal yang melibatkan siswa untuk berpikir kreatif, di mana siswa diharapkan
dapat mengemukakan ide-ide baru yang kreatif dalam menganalisis dan
menyelesaikan soal. Sebenarnya mengembangkan kemampuan berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis maupun bekerja sama sudah lama menjadi fokus dan
perhatian pendidik matematika di kelas karena hal itu berkaitan dengan sifat dan
karakteristik keilmuan matematika. Tetapi, fokus dan perhatian pada upaya
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dalam matematika jarang atau tidak
pernah dikembangkan.

Berdasarkan hasil wawancara antara peneliti dengan salah satu guru


matematika yang mengajar di SMPK Sinar Ponggeok Kecamatan Satarmese,
peneliti menemukan bahwa: 1) mayoritas siswa tidak antusias dan lebih memilih
untuk tidak menjawab, ketika guru memberikan pertanyaan yang berbeda dengan
contoh soal yang ada di buku; 2) mayoritas siswa belum mampu mengidentifikasi
soal yang diberikan guru, yaitu siswa tidak dapat memodelkan unsur-unsur yang
diketahui dan ditanya pada soal yang diberikan; 3) pada akhir pembelajaran,
mayoritas siswa belum mampu memberikan kesimpulan terhadap apa yang
dipelajari; 4) pada penyelesaian soal, mayoritas siswa belum mampu mengerjakan
soal dengan lancar dan rinci; dan 5) mayoritas siswa belum mampu
menyelesaikan suatu permasalahan secara kreatif.

Melihat hasil wawancara tersebut, tentunya diperlukan upaya untuk


memunculkan atau meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Oleh karena
itu diperlukan cara atau model pembelajaran yang dapat mendorong kemampuan
berpikir kreatif. Adapun menurut peneliti, model pembelajaran yang mungkin
dapat digunakan adalah model pemecahan masalah secara kreatif atau yang lebih
dikenal dengan Creative Problem Solving. Menurut Huda (2013: 148), model
pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) merupakan suatu model
pemecahan masalah yang menekankan penemuan berbagai gagasan untuk mencari
penyelesaian berupa solusi yang paling efisien dari suatu permasalahan
menggunakan proses berpikir divergen dan konvergen. Proses berpikir divergen
untuk menghasilkan banyak ide berdasarkan intuisi dalam menyelesaikan
masalah, sedangkan berpikir konvergen berperan dalam pengambilan keputusan
atas ide yang ada. Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, peneliti
merasa tertarik untuk mengkaji lebih mendalam penelitian yang berjudul
“PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM
SOLVING (CPS) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF
MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMPK SINAR PONGGEOK”

B. Identifikasi Masalah

1. banyaknya siswa yang memiliki motivasi belajar matematika yang


rendah.
2. Rendanya minat belajar siswa terhadap pembelajaran matematika
C. Batasan masalah

Agar terhindar dari meluasnya permasalahan dalam penelitian ini, maka


peneliti membatasi masalah yang diteliti yaitu hanya meneliti masalah mengenai
Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Terhadap
Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas VIII SMPK Sinar Ponggeok”
D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam


penelitian ini adalah apakah ada Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem
Solving (CPS) Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif matematis Siswa Kelas
VIII SMPK Sinar Ponggeok?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1) Bagi peneliti,
Penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai model pembelajaran
matematika, khususnya model pembelajaran creative problem solving.
2) Bagi siswa
Penelitian ini dapat digunakan sebagai upaya dalam meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif Siswa Kelas VIII SMPK Sinar Ponggeok
pada pembelajaran matematika.
3) Bagi guru
Penelitian ini dapat menjadi alternatif model pembelajaran yang bisa
digunakan oleh Guru Matematika Kelas VIII SMPK Sinar Ponggeok
dalam proses pembelajaran matematika.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran matematika yang diperkenalkan kepada siswa sejak


tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai ke perguruan tinggi. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, pembelajaran adalah proses, cara menjadikan orang
atau makhluk hidup belajar. Pembelajaran adalah prosedur yang dipilih
pendidik dalam mengolah secara sistematis kegiatan pembelajaran dari
beberapa komponen pembelajaran (materi pelajaran, peserta didik, waktu,
alat, bahan, dan model pelajaran) dalam mencapai tujuan pembelajaran yang
ditetapkan (Rahman, 2015: 195), sedangkan menurut Sagala (2010: 61)
berpendapat bahwa pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan
asas pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama
keberhasilan pendidikan.

Istilah matematika berasal dari Bahasa Yunani yaitu mathematike,


yang memiliki arti hal-hal yang berhubungan dengan belajar dan kata tersebut
memiliki akar kata mathema yang artinya pengetahuan atau ilmu.
Matematika merupakan pola berfikir, pola mengorganisasikan dan
pembuktian yang logik mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-
konsep yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. James dan James
(Offirstson, 2012: 16) dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa
‘Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran,
dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan
jumlah yang banyak yang terbagi kedalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis,
dan geometri’. Namun dengan pengertian tersebut pembagian yang jelas akan
sangat sukar untuk dibuat, sebab cabang-cabang itu semakin bercampur.
Johnson dan Rising (Offirstson, 2012: 16) mengatakan bahwa “Matematika
itu adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, dan pembuktian yang logis,
matematika itu bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan
cermat, jelas, dan akurat, refresentasinya dengan simbol dan padat, lebih
daripada bahasa simbol mengenai ide daripada bahasa simbol mengenai ide
daripada mengenai bunyi”.

Menurut Dinata (2017:54) pembelajaran matematika yang hanya


berorientasi pada penyampaian materi secara langsung hanya meningkatkan
kemampuan mengingat saja, tetapi akan kurang meningkatkan kemampuan
bernalar. Untuk itu pembelajaran matematika tidak hanya berfokus pada
pendidik dan penyampaian materi saja, tetapi juga harus mampu
menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan (potensi) yang ada pada
diri setiap peserta didik.

Menurut (Susanto, 2013: 186), Pembelajaran matematika adalah


proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan
kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir
siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengontraksikan pengetahuan
baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi
matematika.

Hamzah dan Muhlisrarini (2014: 259) berpendapat bahwa,


pembelajaran matematika merupakan proses membangun pemahaman peserta
didik tentang fakta, konsep, prinsip, dan skill sesuai dengan kemampuannya,
guru atau dosen menyampaikan materi, peserta didik dengan potensinya
masing-masing mengkonstruksi pengertiannya tentang fakta, konsep, prinsip,
dan skill, serta problem solving.

Berdasarkan pendapat para ahli disimpulkan bahwa pembelajaran


matematika merupakan proses belajar mengajar yang melibatkan siswa untuk
aktif mengkonstruksi pengertiannya tentang fakta, konsep, prinsip, skill, serta
problem solving mereka, guna meningkatkan kemampuan berpikir dan
kemampuan mengkonstruksi pengetahuan matematika mereka.
B. Model Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran dilakukan oleh dua orang pelaku, yaitu guru


dan siswa. Perilaku guru adalah mengajar dan perilaku siswa adalah belajar.
Perilaku mengajar dan perilaku belajar tersebut terkait dengan bahan
pelajaran. Bahan pelajaran dapat berupa pengetahuan, nilai-nilai kesusilaan,
seni, agama, sikap, dan keterampilan. Hubungan antara guru, peserta didik,
dan bahan ajar bersifat dinamis dan kompleks. Untuk mencapai keberhasilan
dalam kegiatan pembelajaran, terdapat beberapa komponen yang dapat
menunjang, yaitu komponen tujuan, komponen materi, komponen strategi
belajar mengajar, dan komponen evaluasi. Masing-masing komponen tersebut
saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain. Model pembelajaran
adalah suatu gaya atau pola yang digunakan dalam pembelajaran. Dalam
pembelajaran terdapat banyak model pembelajaran yang biasa digunakan dan
diterapkan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah dirancang
sebelumnya. Model pembelajaran dapat dijadikan sebagai pola pilihan,
artinya para guru diperbolehkan memilih model pembelajaran yang sesuai
dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya (Rusman, 2011: 133).

Model pembelajaran menurut Trianto (2011, hlm. 29) adalah salah


satu pendekatan yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa
yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan procedural
yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang
bertahap, selangkah demi selangkah.

Menurut Ngalimun (2012: 27) berpendapat model pembelajaran


adalah suatu rancangan atau pola yang digunakan sebagai pedoman
pembelajaran di kelas. Artinya model pembelajaran adalah suatu rancangan
yang digunakan guru untuk melakukan pengajaran di kelas.

Berdasarkan pendapat para ahli didisimpulkan bahwa model


pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam proses
pembelajaran yang berkaitan dengan pengetahuan, sikap, ataupun
keterampilan demi tercapainya suatu tujuan pembelajaran.

C. Model Pembelajaran Creative Problem Solving

1. pengertian

Salah satu model pembelajaran yang menyenangkan serta dapat


diterapkan dalam pelajaran matematika adalah model pembelajaran Creative
Problem Solving (CPS). Menurut (Huda, 2013:298) Osborn yang pertama
kali memperkenalkan struktur Creative Problem Soling (CPS) sebagai metode
untuk menyelesaikan masalah secara kreatif. Model pembelajaran Creative
Problem Solving (CPS) merupakan model pembelajaran yang dapat
menumbuhkan tingkat berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran matematika.
dengan menggunakan pembelajaran tersebut siswa akan lebih termotivasi
untuk menumbuhkan pola berpikir kreatif dalam pembelajaran matematika.
Menurut Rosmala (2018:148) Model pembelajaran CPS berlandaskan dari
tiga kata yakni, creative, problem, dan solving. Creative merupakan suatu
proses berpikir dalam mengemukakan banyak ide, problem merujuk pada
proses belajar, dan solving yaitu belajar menemukan solusi. Hal ini juga
disampaikan oleh Mitchell, Kowalik, dan Thomas yang dikutip oleh Hanifah
(2015:21) bahwa model pembelajaran CPS lebih mengutamakan kuantitas ide
yang diberikan dan selanjutnya tidak langsung ada keputusan akhir atau
masih ada penundaan solusi.

Menurut Shoimin (2014:56) model pembelajaran creative problem


solving merupakan variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah
melalui teknik sistematik dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk
menyelesaikan suatu permasalahan. Jadi dalam hal ini, ketika siswa
dihadapkan dengan suatu pertanyaan, siswa dapat melakukan keterampilan
pemecahan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya.
Tidak hanya dengan menghafal dan berpikir tapi keterampilan pemecahan
masalah memperluas proses berpikir

Menurut Huda (2014:298) Guru dalam menerapkan model


pembelajaran creative problem solving bertugas untuk mengarahkan upaya
pemecahan masalah secara kreatif dan juga bertugas untuk menyediakan
materi pelajaran atau topik diskusi yang dapat merangsang siswa untuk
berpikir kreatif dalam memecahkan masalah. Dalam penerapan model
pembelajaran creative problem solving, peran pendidik lebih banyak
menempatkan diri sebagai fasilitator, motivator, dan dinamisator belajar, baik
secara individu maupun kelompok.

Bedasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa


model pembelajaran creative problem solving merupakan model
pembelajaran yang berpusat pada masalah yang dapat meningkatkan aktivitas
dan berpikir kreatif siswa dalam proses pembelajaran.

2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Creative Problem Solving

Menurut Shoimin (2014:57) Langkah -langkah untuk menerapkan


model Creative Problem Solving (CPS).

a. Kelarifikasi masalah

Kelarifikasi masalah meliputi pemberian pembelajaran kepada siswa


tentang masalah yang diajukan agar siswa dapat memehami tentang
penyelesaian seperti apa yang diharapkan.

b. Pengungkapan pendapat

Pada tahap ini siswa dibataskan untuk mengungkapkan pendapat tentang


berbagai macam setraregi penyelesaian masalah .

c. Evaluasi dan pemilihan


Pada tahap Evaluasi dan pemilihan , setiap kelompok mendiskusikan
pendapat – pendapat atau strategi-strategi mana yang cocok untuk
menyelesaikan masalah.

d. Implementtasi

Pada tahap ini siswa menentukan sterategi mana dapat diambil untuk
menyelesaikan masalah. Kemudian menerapkannya sampai menemukan
penyelesaian dari masalah tersebut.

Sedangkan Menurut Huda (2014:298) sintaks model pembelajaran


CPS bila diterapkan dalam pembelajaran antara lain :

1) Objective Finding (temuaan tujuaan), yaitu siswa dibagi ke dalam


kelompok-kelompok. Siswa mendiskusikan situasi permasalahan yang
diajukan guru dan membrainstroming sejumlah tujuan atau sasaran yang
bisa digunakan untuk kerja kreatif mereka.

2) Fact Finding (temuaan fakta), yaitu siswa membainstroming semua


fakta yang mungkin berkaitan dengan sasaran tersebut. Guru mendaftar
setiap presrektif yang dihasilkan oleh siswa.

3) Problem Finding (temuaan masalah), yaitu siswa membrainstoming


beragam cara yang mungkin dilakukan untuk semakin memperjelas
sebuah masalah.

4) Idea Finding (temuaan idea), yaitu gagasan-gagasan siswa di daftar


agar bisa melihat kemungkinan menjadi solusi atas situasi permasalahan.
Guru menyortir mana gagasan yang potensial dan yang tidak potensial
sebagai solusi.

5) Solution Finding (temuaan solusi), yaitu gagasan-gagasan yang


memiliki potensial terbesar dievaluasi bersama hingga menghasilkan
gagasan yang pantas menjadi solusi permasalahan.
6) Acceptance Finding ( temuaan penerimaan), yaitu siswa diharapkan
sudah memiliki cara baru untuk menyelesaikan masalah secara kreatif.

Berdasakan langkah-langkah para ahli tersebut, dapat disimpulkan


bahwa tujuan dari model Creative Problem Solving (CPS) adalah melatih
siswa ketika dihadapkan dengan suatu pertanyaan , siswa dapat melakukan
keterampilan memecahkan masalahan untuk memilih dan mengembangkan
tanggapannya. Serta tidak hanya dengan menghafal tanpa berfikir
keterampilan memecahkan masalah memperluas peroses berfikir kereatif.

3. Kelebihan dan kekurangan Model Pembelajaran Creative Problem


Solving

Menurut shoimin ( 2014: 57), Kelebihan dan kekurangan model


pembelajaran Creative Problem Solving (CPS).

a. Kelebihan

1) Melatih siswa untuk mendisain suatu penemuan

2) Berfikair dan bertindak kreatif

3) Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis.

4) Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan

5) Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan

b. Kekurangan

1) Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode


pembelajaran ini. Misal keterbatasan alat-alat laboratorium menyulitkan
siswa untuk melihat dan mangamati serta menyimpulkan kejadian atau
konsep tersebut.

2) Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan


metode pembelajaran yang lain.
Sedangkan menurut Muftukhin ( 2013:15), Kelebihan dan kekurangan
model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS).

a. Kelebihan:

1) Melatih siswa untuk merancang suatu penemuan

2) Memfasilitasi siswa untuk berpikir dan bertindak kreatif

3) Membantu memcahkan masalah secara realistis

4) Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan

5) Merangsang perkembangan kemajuan berpikir siswa

b. Kekurangan:

1) Memperlukan alokasi waktu yang lebih lama dibandingkan dengan


model pembelajaran lain

2) Memperluas perencanaan pembelajaran yang teratur dan matang

3) Model pembelajaran ini tidak efektif apabila terdapat beberapa siswa


yang cenderung pasif.

D. Kemampuan Berpikir Kreatif matematis

Menurut psikologi Gestalf dalam Nasution (2013:107) bahwa berpikir


merupakan keaktifan psikis yang abstrak yang prosesnya tidak dapat kita
amati dengan alat indera kita. Sedangkan Menurut Nasution (2013:108),
Berpikir divergen penting untuk mencermati permasalahan matematika dari
segala perspektif dan mengkonstruksikan segala kemungkinan
pemecahannya. Maka kemampuan berpikir divergen melatih siswa berpikir
kreatif dengan menemukan berbagai macam solusi masalah. Berpikir
divergen sangat tepat dilatih pada pelajaran matematika karena dalam
matematika meyelesaikan suatu soal tidak hanya monoton satu cara
penyelasaian, tetapi banyak cara. Jadi berpikir adalah kemampuan mental
dalam menggabungkan dan mengorganisasikan antara kecerdasan dan
pengalaman yang digunakan untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan
menyelesaikan suatu permasalahan. Setiap manusia dalam hidupnya pasti
melakukan kegiatan berpikir dengan kadar kecerdasan, usia, dan kondisi yang
dialami.

Kata kreatif dengan kata kreativitas tidak dapat dipisahkan. Kata


kreatif membentuk kata kreativitas yang memiliki arti menciptakan hal-hal
baru dengan atau tanpa mengkombinasikan sesuatu yang sudah ada.
Kreativitas dapat juga dikatakan dari proses berpikir kreatif, dimana
kreativitas adalah produknya. Kreativitas dalam proses pembelajaran sangat
di butuhkan terlebih dalam mata pelajaran matematika. Kreativitas siswa
dapat dikembangkan dengan cara guru menekankan kepada siswa untuk
berpikir divergen. Malaka (2011:67) mengemukakan bahwa jangan berpikir
bahwa kreatif itu hanya membuat hal-hal yang baru, hal tersebut salah karena
manusia tidak pernah membuat hal baru. Manusia hanya bias menemukan apa
yang belum ditemukan oleh orang lain, manusia hanya bias mengubah atau
menggabungkan hal-hal yang sudah ada, sekali lagi bukan menciptakan hal
yang baru. Maka kreatif hanya melanjutkan hal yang sudah ada bukan
menciptakan atau membuat hal yang benar-benar baru, tetapi sifatnya yang
lebih baru dan lebih unggul. Definisi lain mengenai kreatif adalah orang
kreatif akan mencarihal-hal yang baru, menemukan dan mengembangkan hal
yang baru (Johnson, 2013:29).

Berpikir kreatif memiliki arti sebagai kegiatan untuk menghasilkan


suatu ide, gagasan, pemecahan masalah, mampu menemukan pola tertentu
yaitu saling menghubungkan satu hal dengan yang lainnya untuk menemukan
makna. berpikir kreatif menurut Johnson (2013:289) adalah mencari
kesempatan untuk mengubah sesuatu menjadi lebih baik. Senada dengan
Johnson, menurut Haerudin (2011:289) berpikir kreatif adalah suatu proses
berpikir untuk menemukan sesuatu yang bisa mengubah atau memperbaiki
kondisi apapun sehingga menjadi lebih baik. Maka berpikir kreatif adalah
sebagai kemampuan untuk menghasilkan atau mengembangkan sesuatu yang
baru, yaitu sesuatu yang berbeda dari ide-ide yang dihasilkan kebanyakan
orang dan berpikir kreatif memiliki kemampuan dan hasil berpikir yang
berbeda satu sama lain.

Kemampuan berpikir setiap orang berbeda-beda baik dari segi usia,


jenjang pendidikan, ataupun kondisi. Jika kita fokuskan kemampuan berpikir
pada dunia pendidikan maka kita akan mendapatkan seorang siswa yang
menghafal, menjawab soal, melakukan eksperimen, melakukan pengamatan,
membuat alat peraga, dan lain-lain. Kemampuan berpikir kreatif menurut
Nasution (2013:107) adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa yang
apabila kebiasaan berpikir kreatif berlangsung secara berlanjut maka secara
akumulatif akan tumbuh suatu disposisi (disposition) terhadap berpikir
kreatif.

Mengetahui kemampuan berpikir kreatif matematis siswa diperlukan


adanya kajian yang mencakup kemampuan berpikir kreatif. Menurut Hidayat
(2011:274) berpikir kreatif matematis adalah kemampuan yang meliputi
keaslian, kelancaran, kelenturan, dan keterperincian respon siswa dalam
menggunakan konsep-konsep matematika. Senada dengan Hidayat, menurut
Munandar (2012:192) terdapat empat kajian kreatif dalam kajian matematika
yaitu kelancaran (fluency) menjawab, keluwesan jawaban (fleksibilitas),
orisinalitas dalam berpikir matematis, dan kemampuan berpikir terperinci
(elaborasi).

Dari empat kajian kreatif mengenai kemampuan berpikir kreatif


matematis di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Kelancaran menjawab adalah kemampuan siswa di dalam menjawab


masalah matematika secara tepat dan tidak bertele-tele.

2) Keluwesan menjawab adalah kemampuan menjawab masalah matematika


melalui cara yang tidak baku.
3) Keaslian adalah kemampuan menjawab matematika dengan menggunakan
bahasa, cara, atau idenya sendiri.

4) Elaborasi adalah kemampuan memperluas jawaban masalah,


memunculkan masalah baru, atau gagasan baru. (Setiyani, 2013: 353-354).

Bedasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa


kemampuan berpikir kreatif matematis adalah kemampuan untuk
menyelesaikan masalah dengan mudah, sederhana, dan fleksibel yang ada
hubungannya dengan matematika. Kemampuan berpikir kreatif matematis
sangat diperlukan untuk melatih kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif, serta memiliki kemampuan bekerja sama.

E. Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Menurut Johnson (2014:215) berpikir kreatif yang membutuhkan


ketekunan, disiplin diri, dan perhatian penuh, mempunyai aktivitas mental
seperti: mengajukan pertanyaan; mempertimbangkan informasi baru dan ide
yang tidak lazim dengan pikiran terbuka; membangun keterkaitan, khususnya
di antara hal-hal yang berbeda; menghubung-hubungkan berbagai hal dengan
bebas; menerapkan imajinasi pada setiap situasi untuk menghasilkan hal baru
dan berbeda; dan mendengarkan intuisi. Dalam hal ini, diperlukan dorongan
dan afirmasi (penegasan) dari pendidik dan teman untuk melihat kemampuan
berpikir kreatif peserta didik.

Andiyana (2018:241) dalam penelitiannya menggunakan empat


indikator kemampuan berpikir kreatif, yaitu: kelancaran (fluency), kelenturan
(flexibility), keaslian (originality), dan elaborasi (elaboration). Berdasarkan
uraian yang telah dipaparkan, indikator berpikir kreatif yang sering digunakan
sebagai berikut:
a) . Kelancaran (Fluency)

Kelancaran diartikan sebagai kemampuan untuk menciptakan segudang


ide. Ini merupakan salah satu indikator yang paling kuat dari berpikir
kreatif, karena semakin banyak ide, maka semakin besar kemungkinan
yang ada untuk memperoleh sebuah ide yang signifikan.

b) Fleksibilitas (Flexibility)

Karakteristik atau indikator ini menggambarkan kemampuan seseorang


individu untuk mengubah mentalnya ketika suatu keadaan, atau
kecenderungan untuk memandang sebuah masalah secara instan dari
berbagai perspektif. Fleksibilitas adalah kemampuan untuk mengatasi
rintangan-rintangan mental, mengubah pendekatan untuk sebuah
masalah. Tidak terjebak dengan mengasumsikan aturan-aturan atau
kondisi-kondisi yang tidak bisa diterapkan pada sebuah masalah.

c) Elaborasi (Elaboration

Elaborasi diartikan sebagai kemampuan untuk menguraikan sebuah objek


tertentu. Elaborasi adalah jembatan yang harus dilewati oleh seseorang
untuk mengomunikasikan ide kreatifnya kepada masyarakat. Faktor
inilah yang menentukan nilai dari ide apapun yang diberikan kepada
orang lain di luar dirinya. Elaborasi ditunjukkan oleh sejumlah tambahan
dan detail yang bisa dibuat untuk stimulus sederhana untuk membuatnya
lebih kompleks.

d) Orisinalitas (Originality)

Indikator orisinalitas mengacu pada keunikan dari respon apapun


yang diberikan. Orisinalitas yang ditunjukkan oleh sebuah respon yang
tidak biasa, unik dan jarang terjadi. Berpikir tentang masa depan bisa
juga memberikan stimulasi ide-ide orisinal. Jenis pertanyaan-pertanyaan
yang digunakan untuk menguji kemampuan ini adalah tuntutan
penggunaanpenggunaan yang menarik dari objekobjek umum.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa keempat
indikator berpikir kreatif tersebut di atas memberikan suatu pandangan
tentang proses kreatif. Proses kreatif tersebut yang akan membantu
individu untuk menciptakan ide -ide atau gagasan kreatif dan
menyelesaikan masalah-masalah tertentu di dalam proses hidup.
Beberapa indikator tersebut dapat digunakan sebagai indikator untuk
mengukur kemampuan berpikir kreatif seseorang dalam menyelesaikan
masalah tertentu, misalnya dalam hal ini di bidang matematika.

F. Penelitiaan yang relevan

Penelitian yang berjudul, “Pengaruh Model Pembelajaran Creative


Problem Solving (CPS) terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif matematis
Siswa Kelas VIII SMPK Sinar Ponggeok” relevan dengan beberapa
penelitian yang dilakukan oleh peneliti lain. Adapun penelitian-penelitian
tersebut antara lain:

a. Penelitian yang dilakukan oleh Sri Hastuti Noer yang berjudul,


“Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Pembelajaran Matematika
Berbasis Masalah Open Ended” hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
nilai probabilitas (sig.) pada peringkat sekolah tinggi dan sedang untuk
kedua kelas lebih kecil dari 0,05. Ini berarti H₀ ditolak (terdapat perbedaan
yang signifikan antara skor kemampuan berpikir kreatif matematis siswa
maupun pada skor gain antara kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol pada peringkat sekolah tinggi dan sedang). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa yang mengikuti
pembelajaran berbasis masalah open-ended lebih tinggi daripada siswa
mengikuti pembelajaran konvensional. Persamaan antara penelitian yang
dilakukan oleh Sri Hastuti Noer dengan penelitian ini terletak di variabel
terikatnya, yakni untuk melihat kemampuan berpikir kreatif siswa.
Sedangkan perbedaannya terletak pada model pembelajaran yang
digunakan saat proses pembelajaran. Penelitian yang dilakukan oleh Sri
Hastuti Noer menggunakan open ended, sedangkan penelitian ini
menggunakan model pembelajaran creative problem solving.

b. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Heni Hanifah yang berjudul,


“Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap
Kemampuan Penalaran Adaptif Matematis Siswa” hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t
pada taraf nyata 5% diperoleh nilai signifikansi 0,000 yang bernilai kurang
dari = 0,05 sehingga kemampuan penalaran adaptif matematis siswa yang
diajar dengan model pembelajaran creative problem solving lebih tinggi
dibandingkan kemampuan penalaran adaptif matematis siswa yang diajar
dengan model pembelajaran konvensional. Persamaan antara penelitian
yang dilakukan oleh Siti Heni Hanifah dengan penelitian ini terletak di
variabel bebasnya, yakni menggunakan model pembelajaran creative
problem solving. Adapun perbedaannya terletak pada variabel terikatnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Siti Heni Hanifah dilakukan untuk melihat
kemampuan penalaran adaptif matematis siswa, sedangkan pada penelitian
ini, peneliti melihat kemampuan berpikir kreatif siswa yang dipengaruhi
oleh model pembelajaran CPS.

G. Kerangka berpikir

Berdasarkan landasan teori tersebut, maka kerangka berpikir dalam


penelitian ini sebagai berikut:

a. Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)

Model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) adalah suatu


metode pembelajaran yang pemusatannya tertuju pada keterampilan
pemecahan masalah melalui teknik sistematik dalam mengorganisasian
gagasan-gagasan kreatif. Siswa tidak hanya diajarkan cara menghafal
tanpa berpikir, namun dituntut untuk memilih dan mengembangkan suatu
tanggapan untuk memperluas proses berpikir.

Creative problem solving merupakan teknik pembelajaran dalam


penyelesaian suatu permasalahan berkaitan dengan pemecahan masalah
yang melalui teknik sistematik dan mengorganisasikan gagasan kreatif.
Melalui model pembelajaran creative problem solving, siswa dapat
memilih dan mengembangkan ide dan pemikirannya. Munculnya solusi
kreatif sebagai upaya pemecahan masalah akan menumbuhkan
kepercayaan diri, keberanian menyampaikan pendapat, berpikir devergen,
dan fleksibel dalam upaya pemecahan masalah. Creative problem solving
dibangun atas tiga macam komponen, yaitu; ketekunan, masalah dan
tantangan. Komponen tersebut dapat diimplementasikan secara sistematik
dengan berbagai komponen pembelajaran. Model pembelajaran creative
problem solving berusaha mengembangkan pemikiran divergen, berusaha
mencapai berbagai alternatif dalam memecahkan suatu masalah.

b. kemampuan berpikir kreatif matematis.

Kemampuan berpikir kreatif matematis dapat diartikan sebagai


kemampuan menyelesaikan masalah matematika dengan lebih dari satu
penyelesaian dan siswa berpikir lancar, luwes, melakukan elaborasi, dan
memiliki orisinalitas dalam jawabannya. Berpikir kreatif matematis dapat
bermanfaat untuk melatih kemampuan berpikir divergen pada matematika.
Oleh karena itu, untuk mewujudkannya diperlukan pemilihan model
pembelajaran yang tepat dan efektif.

H. Hipotesis Penelitian

Sugiyono (2013:96) menyatakan bahwa hipotesis merupakan jawaban


sementara atas rumusan masalah, dimana rumusan masalah penelitian telah
dituangkan dalam kalimat pertanyaan. Dikatakan bersifat sementara, karena
jawaban yang diberikan hanya berdasarkan teori yang relevan, bukan
berdasarkan fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.

Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini


adalah”Terdapat pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving
(CPS) pada proses pembelajaran matematika terhadap Kemampuan Berpikir
Kreatif matematis Siswa Kelas VIII SMPK Sinar Ponggeok”
Bab III

METODE PENELITIAAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Sugiyono


(2015:107) menyatakan bahwa “metode penelitian eksperimen yaitu
metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan
tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran creative
problem solving terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa
kelas VIII. Jenis penelitian yang digunakan adalah pra-eksperimen. dengan
alasan tidak semua karakteristik dan kondisi eksperimen dapat diatur dan di
kontrol secara ketat seperti halnya dalam penelitian murni (true
experiment).

2. Desain Penelitian

Adapun desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini


adalah Jenis Intact-Group Comparison yaitu melibatkan dua kelompok kelas,
yaitu kelompok eksperimen dan kelompok control. dua kelompok subyek yang
dipilih secara random (R), Kelompok pertama diberikan perlakuan X
(kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran CPS)
dan kelompok yang lain tidak (kegiatan pembelajaran tidak menggunakan
model pembelajaran CPS). ). Kelompok yang diberi perlakuan X disebut
kelompok eksperimen, Sedangkan kelompok yang tidak diberi perlakuan X
disebut kelompok kontrol. Setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran
sebanyak dua kali pertemuan, kelas eksperimen dan kelas kontrol diberikan
posttest (O1 : O2) pada pertemuan ketiga. Apabila terdapat perbedaan yang
signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, maka
perlakuan yang diberikan berpengaruh secara signifikan, yakni kegiatan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran creative problem
solving berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa.

Desain penelitiaan Intact-Group Comparison

Ketrangaan:

Setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran sebanyak dua kali


pertemuan, kelas eksperimen dan kelas kontrol diberikan posttest (O1 : O2)
pada pertemuan ketiga. Apabila terdapat perbedaan yang signifikan antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, maka perlakuan yang
diberikan berpengaruh secara signifikan, yakni kegiatan pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran creative problem solving
berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di SMPK Sinar Ponggeok yang

dilakukan pada kelas VIII SMP semester genap Tahun Ajaran 2022/2023

C. Populasi dan Sampel Penelitian

(1) . populasi penelitian

Menurut Sugiyono (2015: 117), populasi adalah wilayah


generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam
penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh siswa kelas
VIII SMPK SINAR PONGGEOK tahun pelajaran 2022/2023 yang
terdiri dari 2 kelas yaitu kelas VIII A dan kelas VIIIB . Adapun rician
populasi pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1.

NAMA SEKOLAH KELAS JUMLAH

SMPK Sinar VIII A 20


Ponggeok
VIII B 20

Jumlah 40

(2) . Sampel penelitian

Menurut Sugiyono (2015: 118), sampel adalah bagian dari jumlah


dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Untuk menentukan
sampel yang digunakan pada penelitian, terdapat berbagai teknik
sampling. Pada penelitian ini, teknik sampling yang digunakan
adalah teknik teknik sampling purposive tetapi yang dirandom adalah
kelas. Menurut Sugiyono (2016:85), Sampling Purposive adalah teknik
penentu sampel dengan pertimbangan tertentu. Sampel yang
digunakan pada penelitian ini terdiri dari dua kelas yaitu kelas
VIIIA sebagai kelas eksperimen dan kelas VIIIB sebagai kelas
kontrol. Adapun sampel penelitian tersebut untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada 3.2.

Tabel 3.2 Sampel Penelitian


D. Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2014: 60) variabel penelitian pada dasarnya adalah segala
sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Variabel
terdiri dari dua jenis, yakni variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah
variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya
variabel terikat. Sebaliknya, variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau
variabel yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas.

Adapun variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah model


pembelajaran creative problem solving. Sedangkan variabel terikat (dependent) pada
penelitian ini adalah kemampuan berpikir kreatif siswa.

1. Definisi Operasional Variabel

Adapun definisi operanasional dari variabel-variabel yang akan diteliti adalah

sebagai berikut:

a) Model Pembelajaran Creative Problem Solving

Model pembelajaran creative problem solving merupakan model


pembelajaran yang berpusat pada masalah, yang menekankan dalam
keseimbangan antara pemikiran divergen dan pemikiran konvergen selain itu
model pembelajaran creative problem solving juga dapat meningkatkan
aktivitas dan berpikir kreatif siswa dalam proses pembelajarannya. Adapun
langkah-langkah creative problem solving tersebut bila diterapkan pada
pembelajaran adalah menemukan fakta, menemukan masalah, menemukan
ide, menemukan solusi, dan menemukan penerimaan.
b) kemampuan Berpikir kreatif matematis

berpikir kreatif matematis adalah kemampuan untuk menyelesaikan

masalah dengan mudah, sederhana, dan fleksibel yang ada hubungannya

dengan matematika. Kemampuan berpikir kreatif matematis sangat

diperlukan untuk melatih kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis,

kritis, dan kreatif, serta memiliki kemampuan bekerja sama. Adapun

indikator dalam menilai kemampuan berpikir kreatif adalah (1) berpikir

lancar (fluency; (2) berpikir luwes (fleksibel); (3) berpikir orisinal (originalty);

dan (4) berpikir terperinci (elaboratif).

E. Teknik dan instrument Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

1.
Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan oleh peneliti

untuk memperoleh data (Riduwan, 2012: 69). Teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah teknis tes. Teknik tes dilaksanakan untuk

mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa sebelum

perlakuan dan sesudah perlakuan dengan soal tes yang sama pada kedua kelas. Tes

pretest dilaksanakan sebelum diberikan perlakuan dan tes t Posttes dilakukan setelah

perlakuan untuk mengetahui atau mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis

siswa. Penskoran terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dapat

dilakukan dengan pemberian skor sesuai dengan aspek yang dinilai. Adapun untuk

penskoran soal posttest tersebut didasarkan pada rubrik penilaian yang dapat dilihat

pada tabel 3.3.


Sebelum menganalisis kemampuan berpikir kreatif siswa, terlebih dahulu

dilakukan pengujian terhadap soal posttest. Pengujian terhadap soal posttest

mencakup uji validitas dan uji reliabilitas. Pengujian ini dilakukan dengan

tujuan untuk mengetahui apakah data yang dihasilkan dari soal posttest

tersebut dapat menjamin mutu dari penelitian, sehingga kesimpulan ataupun

alasan-alasan yang dikemukakan terhadap hubungan antar variable dapat

dipercaya, akurat, dan dapat diandalkan agar pada akhirnya hasil penelitian

bisa diterima.

F. Uji Validitas dan Relibilitas Instrumen

1. Uji Validitas instrument

Menurut Sugiyono, (2013: 172), validitas adalah suatu ukuran yang

menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu

instrumen. Validitas alat pengumpulan (pengukuran) dan

menunjukkan kesesuaian atau kecocokan antara alat ukur dengan apa

yang diukur.

Arikunto (2010: 69), mengemukakan bahwa sebuah tes dikatakan

memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti

memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium.

Teknik yang digunakan untuk mengetahui kesejajaran adalah teknik

korelasi product moment yang dikemukakan oleh Pearson.

Anda mungkin juga menyukai