Anda di halaman 1dari 57

PROFIL KARAKTERISTIK BERPIKIR ANALITIS DALAM

PEMECAHAN MASALAH PERSAMAAN DAN FUNGSI KUADRAT


SISWA KELAS VIII SMPN 3 KEDUNGWARU DITINJAU DARI
ADVERSITY QUOTIENT (AQ)

SEMINAR PROPOSAL SKRIPSI

Disusun oleh:

RIZKI PUJI LESTARI

(12204173016)

TMT 7A

JURUSAN TADRIS MATEMATIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
SEPTEMBER 2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian
Pada era globalisasi saat ini, ilmu pengetahuan dan teknologi senantiasa
berkembang dengan pesat serta ikut mempengaruhi berbagai sektor kehidupan. Sektor
pendidikan merupakan salah satu sektor yang menjadi acuan bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, pemerintah harus berusaha memberikan
pendidikan dengan sebaik-baiknya kepada warga negaranya yang menjadi peserta
didik, baik di tingkat dasar, menengah, maupun di perguruan tinggi. Guna mewujudkan
pendidikan yang baik, pemerintah menerapkan kurikulum pendidikan dengan
memberikan berbagai penyesuaian-penyesuaian yang lebih baik sehingga dalam
pendidikan tersebut terwujud suasana dan proses belajar aktif yang mampu
mengembangkan segala potensi yang ada dalam diri peserta didik. Hal ini sesuai
dengan yang tercantum dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.1
Untuk mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut maka di
setiap sekolah perlu dilakukan suatu proses yang disebut dengan proses pembelajaran.
Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menginisiasi, memfasilitasi,
dan meningkatkan intensitas dan kualitas belajar pada diri peserta didik. konsep dasar
pembelajaran dirumuskan dalam Pasal 1 butir 20 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sisdiknas, yakni “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.” Dalam konsep tersebut terkandung
5 konsep, yakni interaksi, peserta didik, pendidik, sumber belajar, dan lingkungan
belajar.2
Dalam kamus Ilmiah Populer, kata interaksi mengandung arti pengaruh timbal
balik; saling mempengaruhi satu sama lain.3 Peserta didik, menurut Pasal 1 butir 4 UU
nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, adalah anggota masyarakat yang berusaha

1
Undang-Undang Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta 2003), hal. 6
2
Ibid, hal. 15
3
Tim Prima Pena, Kampus Ilmiah Populer, (Surabaya : Gitamedia Press, 2006), hal. 16

2
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Sementara itu dalam Pasal 1 butir 6 UU Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pendidik adalah tenaga kependidikan yang
berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaswara, tutor,
instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.4 Sumber belajar atau learning
resources, secara umum diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan oleh
peserta didik dan pendidik dalam proses belajar dan pembelajaran. Jika dikelompokkan
sumber belajar dapat berupa sumber belajar tertulis/cetakan, terekam, tersiar, jaringan,
dan lingkungan (alam, sosial, budaya, spiritual). Lingkungan belajar atau learning
environment adalah lingkungan yang menjadi latar terjadinya proses belajar seperti di
kelas, perpustakaan, sekolah, tempat kursus, warnet, keluarga, masyarakat, dan alam
semesta.5
Dari pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa ciri utama pembelajaran adalah
inisiasi, fasilitasi, dan peningkatan proses belajar siswa. Hal ini menunjukkan bahwa
unsur kesengajaan dari pihak di luar individu yang melakukan proses belajar, dalam hal
ini pendidik secara perorangan atau secara kolektif dalam suatu sistem, merupakan ciri
utama dari konsep pembelajaran. Ciri lain dari pembelajaran adalah adanya komponen-
komponen yang saling berkaitan satu sama lain. Komponen-komponen tersebut adalah
tujuan, materi, kegiatan, dan evaluasi pembelajaran. Tujuan pembelajaran mengacu
pada kemampuan atau kompetensi yang diharapkan dimiliki siswa setelah mengikuti
suatu pembelajaran tertentu. Materi pembelajaran adalah segala sesuatu yang dibahas
dalam pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan
pembelajaran mengacu pada penggunaan pendekatan, strategi, metode, dan teknik dan
media dalam rangka membangun proses belajar, antara lain membahas materi dan
melakukan pengalaman belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara
optimal. Proses pembelajaran dalam arti yang luas merupakan jantungnya dari
pendidikan untuk mengembangkan kemampuan, membangun watak dan peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka pencerdasan kehidupan bangsa.
Pembelajaran yang dilakukan di sekolah pada umumnya memberikan materi
tentang berbagai ilmu pengetahuan. Salah satu ilmu pengetahuan yang diajarkan di

4
Undang-Undang Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta 2003), hal. 15
5
Udin S.W., Teori Belajar dan Pembelajaran, (dalam Modul), hal. 20

3
sekolah adalah matematika. Pembelajaran matematika memiliki peran yang tak lepas
dari definisi matematika itu sendiri. Peranan tersebut sesuai dengan definisi yang
tercantum dalam Lampiran Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014.6 matematika
merupakan ilmu universal yang berguna bagi kehidupan manusia, mendasari
perkembangan teknologi modern, berperan dalam berbagai ilmu, dan memajukan daya
pikir manusia. Hal ini berarti matematika berperan untuk mempersiapkan siswa agar
dalam kehidupan sehari-hari mampu menggunakan matematika dan pola pikir
matematika dalam rangka menghadapi perubahan situasi yang senantiasa mengalami
perkembangan dalam berbagai sektor kehidupan.
Pembelajaran matematika adalah ilmu dasar yang memiliki peran penting dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi karena mencakup cara untuk
memecahkan masalah. pemecahan masalah dianggap sebagai jantung dari
pembelajaran matematika karena menekankan pada pengembangan metode
kemampuan berpikir daripada mempelajari subjek.7 Sesuai dengan tujuan pembelajaran
matematika terkait dengan pemecahan masalah, setiap siswa pasti akan menemui
masalah dalam pembelajaran matematika.
Permasalahan pembelajaran di Indonesia sendiri rata-rata mencangkup dalam
hal kemampuan matematika siswa untuk memahami dan menyerap informasi yang
masih relatif lambat. Berdasarkan survei Program Penilaian Siswa Internasional pada
tahun 2015 dengan bahan yang dievaluasi adalah mengukur kemampuan sains,
membaca dan matematika, hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia peringkat 63
dari 69 negara pada kemampuan matematika. Survei internasional lain, Tren
Internasional Matematika dan Sains mengungkapkan bahwa Indonesia berada di
peringkat 36 dari 49 negara. Penelitian lain tentang kemampuan matematika juga
dilakukan oleh Atmojo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa berkemampuan
rendah tidak lengkap dalam memahami masalah karena ketidaksempurnaan dalam
proses berpikir asimilasi.8 Hasil survei menunjukkan bahwa prestasi siswa Indonesia
tidak cukup baik. Para siswa kurang memahami dan mereka juga kekurangan cara untuk
memecahkan masalah matematika. Para siswa menghadapi berbagai kesulitan

6
Permendikbud. Lampiran Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 SMP/MTS.
(Jakarta.2014)
7
Pimta, Tayruakham, Nuangchalerm, Factors Influencing Mathematic Problem Solving Ability of Sixth Grade
Students, (Journal of Social Sciences, Vol. 5, 2009), hal. 381.
8
Atmojo, Sujadi, dan Muhtarom. Proses Berpikir Siswa Kelas IX Sekolah Menengah Pertama yang
Berkemampuan Matematika Tinggi dalam Memecahkan Masalah Matematika. (JMEE. Vol. 1. 2011). Hlm. 60.

4
tergantung pada bagaimana mereka menggunakan kemampuan berpikir yang telah
dipelajari selama proses pembelajaran.
Berpikir analitis merupakan salah satu model berpikir yang perlu dikembangkan
dalam pembelajaran matematika. Model berpikir ini sangat dibutuhkan karena obyek
kajian dalam pembelajaran matematika merupakan obyek abstrak. Kemampuan
berpikir analitis adalah aktivitas berpikir yang mempertimbangkan proses tahap demi
tahap dan sesekali waktu membandingkan dua elemen atau lebih9. Kemampuan
berpikir analitis merupakan kemampuan berpikir siswa untuk menguraikan,
memperinci, dan menganalisis informasi yang digunakan untuk memahami suatu
pengetahuan dengan menggunakan akal dan pikiran yang logis bukan berdasar perasaan
atau tebakan.10 Proses berpikir analitik dan logika memainkan peranan penting dalam
mempresentasikan struktur pengetahuan matematika.11 Berpikir secara analitis ialah
menemukan suatu pernyataan implisit dan mengungkapkannya secara eksplisit. Dalam
proses menemukan suatu pernyataan yang implisit, seseorang yang berpikir secara
analitis akan mempertimbangkan setiap tahap-tahap yang dilakukannya. Apakah tahap
yang telah dilakukan sudah sesuai atau tidak dengan apa yang dibutuhkan dalam
memecahkan permasalahan yang diberikan. Terkadang berpikir analitis akan
membandingkan 2 atau lebih elemen-elemen yang berhubungan dengan permasalahan
yang diberikan. Berpikir analitis juga dapat diartikan sebagai pola berpikir yang
mengaitkan konsep yang sudah dimiliki dengan konsep yang baru berdasarkan
pemikiran yang logis bukan berdasar perasaan atau tebakan untuk memecahkan
permasalahan yang dihadapinya. Hal ini sejalan dengan salah satu tujuan pembelajaran
matematika yaitu, “Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar
konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat dalam pemecahan masalah”.
Pemecahan masalah adalah suatu proses menemukan jawaban dari suatu soal
yang menantang kemampuan berpikir peserta didik.12 Pemecahan masalah akan

9
Muniri, “Peran Berpikir Intuitif dan Analitis dalam Memecahkan Masalah Matematika”, dalam Jurnal Tadris
Matematika 1, no. 1 (2018): 9-22 DOI: 10.21274/jtm.2018.1.1.9-22
10
Marini MR, “Analisis Kemampuan Bepikir Analitis Siswa dengan Gaya Belajar Tipe Investigatif dalam
Pemecahan Masalah Matematika”, (2014), hal. 4
11
Kamandoko dan Suherman, “Profil Intuisi Matematis Siswa Dalam Pemecahan Masalah Matematika Ditinjau
dari Gaya Kognitif Field Independent dan Field Dependent”, dalam Jurnal Penelitian LPPM IKIP PGRI Madiun 5,
no. 1, (2017): 1-8
12
Devi Priyandari dan Muniri, “Kemampuan Berpikir Kreatif Peserta Didik dalam Pengajuan dan Pemecahan
Masalah Matematika”, (2018):1-15

5
menantang kemampuan berpikir siswa untuk menemukan solusi dari suatu
permasalahan yang diberikan. Sedangkan pemecahan masalah matematika merupakan
proses yang dilakukan oleh siswa untuk menyelesaikan masalah yang diberikan dengan
menggunakan pengetahuan dan pemahaman yang dimilikinya.13 Kemampuan siswa
dalam memecahkan masalah sangatlah penting dikuasai oleh siswa. Jika siswa mampu
menyelesaikan masalah, siswa akan memperoleh pengalaman, menggunakan
pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimiliki oleh siswa untuk diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.14 Siswa yang tidak mampu memecahkan masalah matematika
hendaklah kemampuannya dalam berpikir secara analitis diketahui bagaimana
karakteristiknya. Hal ini bertujuan agar dapat digunakan sebagai acuan dalam melatih
kemampuan berpikirnya.
Berpikir analitis dapat dikarakteristikkan dengan kebajikan pendekatan
sistematis. Selain itu, pemikiran analitis menyiratkan koneksi logis dengan
mengkodekan realitas menjadi simbol abstrak, kata-kata, atau angka15. Berpikir analitis
memiliki karakteristik, yaitu pra-analitis, analitis-parsial, semi analitis, dan analitis
(analitis lengkap). Setiap karakteristik memiliki indikator. Indikator pra-analitis adalah
penggunaan prosedur standar dan informasi permukaan, yaitu gambar sketsa. Subyek
menyajikan selesaian masalah hanya berdasar sketsa gambar yang dimaksud. Analisis
parsial ditandai dengan terputusnya satu bagian prosedur analitis dan bagian prosedur
analitis lainnya. Secara bagian demi bagian subyek menyajikan prosedur analitik dari
penyelesaian masalah itu, tetapi bagian-bagian dari prosedur analitis itu tidak terangkai
menjadi kesatuan utuh. Indikator semi-analitis ditandai dengan prosedur "menekuk"
dan "tidak jelas" atau prosedur rangkap. Analitis (analitis lengkap) ditandai oleh
kejelasan algoritma, tuntutan penalaran, dan keberadaan pernyataan penting yang
mendasari proses16. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan siswa
dalam menyelesaikan masalah, seperti kecerdasan, keterampilan berpikir logis,
kreativitas dan gaya kognitif, kepribadian, nilai, sikap dan minat. Berpikir analitis

13
Syaharuddin, “Deskripsi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dalam Hubungannya dengan
Pemahaman Konsep ditinjau dari Gaya Belajar Siswa Kelas VIII SMPN 4 Binamu Kabupaten Jeneponto”,
(Makasar: Tesis Tidak Diterbitkan, 2016), Hal. 21
14
Marfuqotul Hidayah, “Penerapan Problem Based Learning Untuk Peningkatan Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika”, (2015), hal. 4
15
Angela dan Emma, “The Relationship Between Cognitive Processes, Thinking Styles and Mindfulness Marta
Olivetti Belardinelli and Springer-Verlag”, (Long-term Meditation Vol. 19. 2017), Hlm. 73
16
I Nengah Parta, “Karakteristik Berpikir Analitik Mahasiswa dalam Menyelesaikan Masalah Sederhana”,
(State University of Malang, 2016), hal. 2

6
sebagai proses berpikir dalam informasi menggunakan cara yang berbeda, tergantung
pada karakteristik yang digunakan oleh subjek17.
Setelah melakukan observasi di SMP Negeri 3 Kedungwaru, karakteristik
berpikir analitis belum dilakukan evaluasi. Hal ini tentu menyebabkan guru belum
mengetahui bagaimana karakteristik siswanya dalam berpikir secara analitis. Siswa
yang karakteristik berpikir analitisnya telah diketahui tentu bisa mengerjakan
permasalahan matematika yang berbeda dengan permasalahan yang telah diberikan
sebelumnya sesuai dengan tahap-tahap penyelesaian yang logis. Meskipun berbeda
tetapi ia akan mengetahui konsep mana yang akan digunakan dalam memecahkan
permasalahan tersebut. Pemecahan masalah dalam matematika sering menggunakan
kemampuan berpikir secara analitis. Alasan inilah yang menjadikan pentingnya
karakteristik berpikir analitis diketahui oleh guru dan siswa itu sendiri agar dalam
memecahkan permasalahan siswa bisa menggunakan tahap-tahap penyelesaian yang
logis dan benar.
Pencapaian tujuan dalam pembelajaran matematika dipengaruhi oleh faktor
internal, eksternal dan pendekatan pembelajaran. Salah satu faktor internal yang
menjadi penentu ketercapaian proses penyelesaian masalah tersebut berasal dari sikap
konsisten yang dimilikinya, Sikap yang menjadi faktor internal tersebut adalah
Adversity Quotient (AQ). AQ yang dimiliki seseorang memiliki tiga tingkatan, yaitu
climber (tinggi), camper (sedang) dan quitter (rendah). AQ yang dimiliki oleh siswa
tentu berbeda-beda. Hal ini yang menjadi kewajiban seorang guru untuk mengetahui
tingkatan AQ yang dimiliki oleh siswanya. Dengan demikian, guru dapat mengetahui
karakteristik berpikir analitis siswanya sesuai dengan tingkatan AQ yang dimiliki.
Berdasarkan uraian di atas, kemampuan berpikir analitis sangat diperlukan oleh
siswa untuk memecahkan berbagai permasalahan yang ada di dalam matematika. Oleh
karena itu, peneliti memandang pentingnya mendapatkan informasi mengenai
bagaimana kemampuan berpikir analitis siswa dalam pemecahan masalah ditinjau dari
tingkatan Adversity Quotient (AQ), sehingga peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul “Profil Karakteristik Berpikir Analitis Siswa dalam
Pemecahan Masalah Persamaan dan Fungsi Kuadrat Siswa Kelas VIII SMPN 3
Kedungwaru ditinjau dari Adversity Quotient (AQ) ”

17
Qolfathiriyus, Sujadi, dan Indriati, “Characteristic profile of analytical thinking in mathematics problem
solving”, (Surakarta: International Conference on Mathematics and Science Education, 2018) hal. 2

7
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan konteks penelitian di atas, fokus penelitian adalah:
1. Bagaimana karakteristik berpikir analitis dalam pemecahan masalah siswa yang
memiliki tingkatan Adversity Quotient (AQ) tipe Climber (tinggi)?
2. Bagaimana karakteristik berpikir analitis dalam pemecahan masalah siswa yang
memiliki tingkatan Adversity Quotient (AQ) tipe Camper (Sedang)?
3. Bagaimana karakteristik berpikir analitis dalam pemecahan masalah siswa yang
memiliki tingkatan Adversity Quotient (AQ) tipe Quitter (rendah)?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian di atas, tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan bagaimana karakteristik berpikir analitis dalam pemecahan
masalah siswa yang memiliki tingkatan Adversity Quotient (AQ) tipe Climber
(tinggi)
2. Untuk mendeskripsikan bagaimana karakteristik berpikir analitis dalam pemecahan
masalah siswa yang memiliki tingkatan Adversity Quotient (AQ) tipe Camper
(Sedang)
3. Untuk mendeskripsikan bagaimana karakteristik berpikir analitis dalam pemecahan
masalah siswa yang memiliki tingkatan Adversity Quotient (AQ) tipe Quitter
(rendah)

D. Kegunaan Penelitian
1. Secara Toeritis
Memberikan informasi mengenai karakteristik berpikir analitis siswa dalam
pemecahan masalah serta mengetahui karakteristik berpikir analitis siswa dalam
pemecahan masalah ditinjau dari tingkatan Adversity Quotient (AQ).
2. Secara Praktis
a. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini dapat digunakan siswa sebagai bekal pengetahuan agar
lebih meningkatkan kemampuan berpikir analitisnya dalam memecahkan
permasalahan matematika.
b. Bagi Guru

8
Informasi mengenai karakteristik berpikir analitis siswa dalam pemecahan
masalah dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan guru untuk menentukan
model pembelajaran seperti apa yang harus diterapkan. Serta guru dapat
melakukan perbaikan guna memberikan latihan kepada siswa untuk meningkatkan
kemampuannya.
c. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi seluruh
komponen pendidikan di sekolah untuk meningkatkan pembelajaran matematika
agar menghasilkan pendidikan yang berkompeten, kreatif dalam memecahkan
masalah matematika. Dan mampu memberikan perubahan yang positif terhadap
seluruh elemen pendidikan di sekolah. Selain itu sekolah juga akan lebih mudah
dalam melaksanakan pembinaan bakat dalam bidang pendidikan matematika
d. Bagi Peneliti
Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi
peneliti guna memahami karakteristik berpikir analitis siswa dalam pemecahan
masalah matematika. Serta sebagai bekal bagi peneliti ketika menjadi seorang
pengajar di kemudian hari.

E. Penegasan Istilah
Agar tidak terjadi ketidakjelasan dan kesalahpahaman pembaca maka perlu
adanya penegasan istilah sebagai berikut:
1. Penegasan Konseptual
a. Profil
Profil adalah sebuah gambaran singkat tentang seseorang, organisasi,
benda, lembaga ataupun wilayah.18
b. Karakteristik
Karakteristik adalah sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu.19
c. Berpikir Analitis

18
Doni Paisal, Pengertian Profil, dalam http://catatansang1.blogspot.co.id/2015/02/pengertian-profil.html,
diakses pada tanggal 02 September pukul 14.10 WIB
19
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ‘Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online’, KBBI, 2019
https://doi.org/10.1038/sj.jp.7210563

9
Berpikir analitis adalah kemampuan berpikir siswa untuk menguraikan,
memperinci, dan menganalisis informasi yang digunakan untuk memahami suatu
pengetahuan dengan menggunakan akal dan pikiran yang logis bukan berdasar
perasaan atau tebakan.20
d. Pemecahan masalah matematika
Pemecahan masalah matematika merupakan proses yang dilakukan oleh
siswa untuk menyelesaikan masalah yang diberikan dengan menggunakan
pengetahuan dan pemahaman yang dimilikinya.21
e. Adversity Quotient (AQ)
Adversity Quotient (AQ) merupakan kecerdasan seseorang dalam
menghadapi kesulitan. AQ dapat menjadi indikator untuk melihat seberapa
kuatkah seseorang dapat terus bertahan dalam suatu masalah yang sedang
dihadapinya.22
f. Persamaan dan Fungsi Kuadrat
Persamaan kuadrat adalah persamaan yang variabelnya memiliki pangkat
tertinggi 2. Fungsi kuadrat adalah fungsi polinom dengan pangkat peubah
tertingginya adalah 2.23
2. Penegasan Operasional
a. Profil
Profil merupakan gambaran singkat tentang seseorang. Profil yang
dimaksud di penelitian ini adalah gambaran singkat tentang siswa kelas VIII C di
SMPN 3 Kedungwaru. Siswa di kelas ini mempunyai karakter yang bermacam-
macam. Sehingga, peneliti ingin mengetahui bagaimana karakteristik berpikir
analitis dari siswa di kelas tersebut.
b. Karakteristik
Karakteristik dalam penelitian ini adalah bagaimana pola berpikir siswa
yang khas dalam memecahkan suatu permasalahan matematika yang diberikan.
c. Berpikir Analitis
Berpikir analitis dapat didefinisikan sebagai proses berpikir yang

20
Marini MR, “Analisis Kemampuan Bepikir Analitis ... hal. 4
21
Syaharuddin, “Deskripsi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... hal. 21
22
Latifah Darojat dan Kartono, “Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa dalam Menyelesaikan Soal Open
Ended Berdasarkan AQ dengan Learning Cycle 7E”, dalam Unnes Jurnal of Mathematics Education Research 5,
no. 1 (2016): 1-8, hal. 2
23
Setiawan Agus, Matematika Persamaan dan Fungsi Kuadrat, (Bekasi: Ganeca Exact, 2006), hal. 9

10
meliputi:
1. Membedakan (Differentiating)
Siswa dikatakan mampu membedakan jika siswa tersebut dapat
memilah dan memilih mana informasi yang relevan maupun yang penting
dari sekelompok informasi yang tidak relevan dan tidak penting ketika
diberikan suatu permasalahan.
2. Mengorganisasi (Organizing)
Ketika mengorganisasi, siswa mampu menentukan hubungan yang
sesuai dari suatu informasi yang satu dengan yang lainnya.
3. Memberikan Atribut (Attributing)
Siswa dianggap mampu memberikan atribut saat siswa mampu
membedakan sudut pandangnya, anggapan, nilai serta tujuan dari suatu
informasi yang disajikan
d. Pemecahan Masalah Matematika
Pemecahan masalah matematika dalam penelitian ini adalah pemecahan
masalah soal-soal non-rutin dengan menggunakan konsep matematika berdasarkan
tahapan Polya sebagai berikut:
1) Memahami Masalah (Understanding The Problem)
Memahami kalimat dari masalah yang diberikan serta kondisi-kondisi
yang mungkin dari masalah tersebut. Mencari informasi apa saja yang
terdapat dalam masalah yang diberikan dan informasi apa yang belum
diketahui. Mencari apa saja yang terdapat di dalam soal apakah sesuai
dengan apa yang ditanyakan di dalam soal tersebut.
2) Merencanakan Pemecahan (Devising A Plan)
Menemukan hubungan antara fakta-fakta yang telah diketahui dengan
fakta yang belum diketahui. Pernah atau tidaknya menjumpai permasalahan
yang mirip dengan permasalahan yang disajikan. Apakah terdapat teori
ataulangkah penyelesaian yang sesuai dengan permasalahan yang disajikan.
Menemukan sebuah alternatif penyelesaian yang sesuai dengan ketentuan
yang terdapat di dalam matematika.
3) Melaksanakan Rencana (Carrying Out The Plan)
Ketika mengerjakan setiap permasalahan, setelah merencanakan
pemecahan, siswa akan melaksanakan rencana yang telah dibuatnya. Dalam
langkah ini perlu diperhatikan apakah rencana yang telah dibuat langkah-

11
langkahnya sudah sesuai atau tidak. Sudah benar atau tidak. Jika terdapat
langkah yang tidak sesuai maka akan menghasilkan jawaban yang tidak
sesuai dengan yang diharapkan. Terdapat kemungkinan bahwa jawaban
tersebut akan melenceng jauh dari apa yang diminta dari soal.
4. Melihat Kembali (Looking Back)
Ketika sampai langkah terakhir, setelah menemukan sebuah solusi dari
apa yang diminta, siswa harus mengecek solusi atau hasil yang
ditemukannya. Apakah solusi tersebut sesuai dengan permasalahan yang
ada atau tidak. Jika tidak perlu dilakukan pengecekan ulang mulai dari
langkah pertama hingga langkah terakhir. Sehingga siswa tersebut akan
menemukan alternatif solusi yang lain yang sesuai dengan apa yang diminta.
e. Adversity Quotient (AQ)
Adversity Quotient (AQ) merupakan salah satu faktor penentu kesuksesan
seseorang. AQ digunakan sebagai ukuran untuk menilai sejauh mana kemampuan
seseorang dalam menghadapi kesulitan ketika menyelesaikan suatu masalah.
Terdapat tiga tipe individu dalam menghadapi masalah dan tantangan, yaitu:
mereka yang kurang sedia untuk menerima tantangan dalam hidup mereka (quitter),
mereka yang sudah mencoba menghadapi tantangan tetapi menyerah karena merasa
tidak lagi mampu menghadapi challenge (camper), dan mereka yang memiliki
keberanian serta siap akan segala resiko hingga mencapai tujuan dalam hidupnya
(climber).
F. Sistematika pembahasan
Sistematika pembahasan bertujuan untuk memudahkan jalannya pembahasan,
sehingga uraian-uraian dapat diikuti dan dapat dipahami secara teratur dan sistematis.
Adapun sistematika pembahasan terdiri dari tiga bagian yaitu: bagian awal, bagian
utama, dan bagian akhir.
Bagian awal terdiri dari halaman sampul, halaman judul, lembar persetujuan, lembar
pengesahan, pernyataan keaslian tulisan, motto, halaman persembahan, prakata, daftar
isi, daftar tabel, daftar gambar, daftar singkatan, daftar lampiran, dan abstrak.
Bagian utama terdiri dari 6 bab yang berhubungan antara bab satu dengan bab
lainnya.

12
Bab I : Pendahuluan, yang terdiri dari; Konteks Penelitian, Fokus Penelitian, Tujuan
Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah, dan Sistematika
Pembahasan.

Bab II : Kajian Pustaka, terdiri dari; Hakikat Matematika, Berpikir Analitis,


Pemecahan Masalah, Adversity Quotient, Materi Persamaan dan Fungsi
Kuadrat, Penelitian Terdahulu, dan Paradigma Penelitian.

Bab III : Metode Penelitian, memuat; Rancangan Penelitian, Kehadiran Peneliti, Lokasi
Penelitian, Data dan Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis
Data, Pengecekan Keabsahan Data, dan Tahap-Tahap Penelitian.

Bab IV : Hasil Penelitian, memuat; Deskripsi Data, Analisis Data, dan Temuan
Penelitian.

Bab V : Pembahasan, dalam bab lima ini membahas tentang fokus penelitian yang
telah dibuat.

Bab VI : Penutup, dalam bab enam akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran-saran
yang relevan dengan permasalahan yang ada.

Bagian akhir skripsi ini terdiri dari daftar rujukan serta lampiran-lampiran.

13
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat Matematika
1. Pengertian Matematika
Secara bahasa, istilah matematika berasal dari kata Yunani “mathein” atau
“manthenein” yang artinya “mempelajari”. Kedua kata tersebut erat kaitannya
dengan kata Sanskerta “medha” atau “widya” yang memiliki arti “kepandaian”,
“ketahuan” atau “inteligensia”.24 Istilah mathematics (Inggris), mathematik
(Jerman), mathematique (Perancis), matematico (Itali), matematiceski (Rusia), atau
wiskunde (Belanda) berasal dari perkataan Latin mathematica, yang pada mulanya
diambil dari perkataan Yunani mathematike berarti “relating to learning”.25
Matematika sering disebut sebagai ilmu pasti, padahal dalam materi-materi
matematika banyak yang membahas ketidakpastian. Selain itu dalam matematika
terdapat teorema, yaitu teori yang harus dibuktikan kebenarannya. Sehingga kurang
tepat jika matematika disebut sebagai ilmu pasti. Dalam Al-Qur’an pun disinggung
tentang matematika yaitu pada surah A-Kahfi ayat 25 tentang penjumlahan yaitu
sebagai berikut.26

٢٥‫وَٗ َِٗ اا اا فُِٗيْ اه ٗف مََٗٗ اَ اَٰ اا اٖ ٗائ اَ ْٖتۡ س انََٗٗت ا َۡ اد اُوْتۡسۡاٗا‬


Artinya: Dan mereka tinggal dalam gua mereka 300 tahun dan ditambah sembilan
tahun (lagi).

Berdasarkan penjelasan ayat diatas dapat diketahui bahwa Allah


mengajarkan kita penjumlahan. Penjumlahan merupakan sebagaian unsur dari
operasi dalam ilmu matematika.27 Jadi sebenarnya matematika juga dibahas

24
Hardi Suyitno, “Pengenalan Filsafat Matematika”, (Semarang: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Negeri Semarang, 2014), hal. 12
25
Erman Suherman, dkk, “Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer”, (Bandung: UPI Press, 2003), hal.
15
26
Mushaf Ash-Shafa Edisi Terjemahan Menyamping, (Solo: Tiga Serangkai, 2014), hal. 311
27
Agus Ali Mashuri, “Analisis Berpikir Kreatif Siswa Berkemampuan Matematika Tinggi dalam Menyelesaikan
Soal Olimpiade Matematika Ditinjau Berdasarkan Gender”, (Tulungagung: Skripsi tidak diterbitkan, 2018), hal.
18

14
didalam dalamAl Qur’an melalui isyarat-isyarat Allah dalam beberapa suratnya,
yakni salah satunya termuat di surat Al-Kahfi ayat 25.

Metematika memiliki arti yang sangat luas dan saat ini belum terdapat
kesepakatan diantara matematikawan terkait pengertian matematika. Berbagai
pendapat muncul tentang pengertian matematika, namun semua dipandang dari
pengetahuan dan pengalaman yang berbeda. Matematika merupakan aktivitas
insani dan harus dikaitkan dengan realitas.28 Secara singkat dapat dikatakan bahwa
matematika berkenaan dengan ide-ide konsep-konsep abstrak yang tersusun secara
hirarkis serta penalaran yang deduktif. Belajar matematika akan lebih berhasil jika
proses pengerjaannya diarahkan pada konsep belajar matematika dan struktur-
stuktur yang termuat dalam pokok bahasan yang diajarkan disamping hubungan
yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur.29

Berdasarkan dari pendapat-pendapat di atas terkait definisi matematika


dapat ditarik kesimpulan bahwa matematika bukan hanya ilmu pasti, karena dalam
matematika banyak pokok bahasan yang justru tidak pasti, misalnya dalam
statistika ada probabilitas atau kemungkinan. Matematika juga bukan sekedar
mengenai penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian, namun lebih dari
itu matematika adalah induk dari segala ilmu pengetahuan. Serta sampai saat ini
belum ada kesepakatan diantara matematikawan terkait pengertian matematika
yang sesungguhnya.

2. Karakteristik Matematika
Sebagai induk dari segala ilmu pengetahuan, Matematika juga mempunyai
ciri tersendiri yang membedakannnya dengan ilmu-ilmu yang lain. Matematika
merupakan ilmu yang dipelajari secara bertahap sehingga memiliki keterkaitan
antar berbagai materi. Selain itu kebenaran dalam matematika juga dapat
dibuktikan melalui logika, oleh karena itu matematika dapat diterapkan dalam ilmu
pengetahuan yang lainnya. Matematika memiliki karakteristik sebagai berikut:30
a. Objek yang Dipelajari Besifat Abstrak

28
Sriyanto,”Mengobarkan Api Matematika”, (Sukabumi: CV Jejak, 2017), hal.20
29
Dede Suratman, “Pemahaman Konseptual dan Pengetahuan Prosedural Materi Pertidaksamaan Linear satu
Variabel siswa Kelas VII SMP”, (Studi Kasus di MTs. Usuluddin Singkawang), dalam jurnal cakrawala
Kependidikan 9, No. 2 (2012): 1
30
Kusrini, dkk., “Strategi Pembelajaran Matematika”, (Tangerang Selatan: Universitas Terbuka Press, 2014),
hal. 10

15
Dalam pembelajaran matematika objek dasar yang dipelajari adalah
bersifat abstrak yang meliputi fakta, konsep, prinsip dan operasi. Matematika
merupakan konvensi-konvensi atau kesepakatan yang dapat disajikan dalam
bentuk lambang atau simbol, yang umumnya sudah dipahami oleh pengguna
matematika.31
Sebagai contoh, untuk satuan berat maka menggunakan gram yang
simbolnya (g), jika penggunaan simbol ini diterapkan di seluruh dunia, semua
orang pasti akan mengetahui bahwa satuan berat yang digunakan adalah gram.
Selanjutnya operasi yang menjadi objek dalam matematika meliputi
pengerjaan hitungan, aljabar dan pengerjaan matematika lainnya seperti
penjumlahan, perkalian, gabungan, serta irisan. Penjelasan ini menunjukkan
bahwa operasi berhubungan dengan bilangan, variabel-variabel dan juga
himpunan. Selain itu, objek dalam matematika juga berupa suatu konsep.
Konsep merupakan suatu ide yang digunakan untuk menggolongkan
sekumpulan objek dan menentukan apakah objek tersebut merupakan contoh
atau bukan contoh dari ide tersebut.32
Kemudian yang merupakan objek dalam matematika adalah prinsip,
prinsip adalah suatu objek dalam matematika yang kompleks. Prinsip dapat
memuat rangkaian fakta, konsep, maupun operasi, yang berwujud aksioma,
teorema dan sifat.33
Berdasarkan penjelasan tersebut, pada dasarnya fakta, konsep dan juga
operasi termuat ke dalam prinsip sebagai objek dasar dalam matematika.
Namun dikarenakan keempatnya mempunyai definisi yang berbeda maka
objek dalam matematika digolongkan menjadi empat seperti yang sudah
dijelaskan di atas.
b. Kebenarannya Berdasarkan Logika
Kebenaran dalam matematika merupakan kebenaran yang dapat
dibuktikan secara logika dan bukan secara empiris. Artinya ialah kebenaran
tersebut tidak dapat dibuktikan melalui eksperimen seperti dalam ilmu fisika
atau biologi. Misalnya untuk membuktikan luas segitiga, maka harus

31
Raodatul Janah, “Membuat Anak Cinta Matematika dan Eksak Lainnya”,(Yogyakarta: Diva Press, 2011), hal.
27
32
Kusrini dkk., Strategi Pembelajaran Matematika...., hal. 10
33
Janah, Membuat Anak Cinta…, hal. 28

16
menggunakan pendekatan luas persegi panjang, bukan dengan melakukan
eksperimen terhadap segitiga.34
c. Pembelajaran Secara Bertingkat dan Kontinu
Penyajian materi pada matematika disesuaikan dengan tingkat
pendidikan serta dilakukan secara terus-menerus. Artinya, dalam mempelajari
matematika, harus dilakukan secara berulang-ulang dengan memperbanyak
pengerjaan latihan soal. Misalnya sebelum mempelajari volume suatu bangun,
siswa akan dikoordinasi untuk mempelajari luas dan keliling bangun datar
terlebih dahulu, kemudian baru diajarkan bagaimana cara mencari volume
bangun ruang.35
d. Ada Keterkaitan Antara Materi yang Satu Dengan yang Lain
Dalam mempelajari matematika, pasti akan terdapat keterkaitan antara
materi yang akan diajarkan dengan materi yang sebelumnya sudah diajarkan.
Hal ini dimaksudkan agar siswa mempunyai pengetahuan dan ingatan yang
kuat, sehingga konsep-konsep yang baru tidak akan mempengaruhi konsep
yang telah diperoleh sebelumnya.36
e. Menggunakan Bahasa Simbol
Pada matematika masalah kontekstual yang dibawa kedalam dunia
matematika dubah dari bahasa sehari-hari menjadi bahasa matematika atau
bahasa simbol.37 Misalnya simbol sebagai pernyataan Luas adalah (L)
sedangkan simbol untuk menyatakan lebar adalah l.
f. Diaplikasikan dalam Bidang Ilmu Lain
Materi dalam matematika banyak diaplikasikan ke dalam bidang ilmu
lain, misalnya ke dalam bidang ekonomi, teknologi dan lain sebagainya.
Dalam bidang ekonomi matematika digunakan terkait dengan hal jual beli dan
juga pengaturan harga barang di pasar. Selain itu dalam bidang teknologi

34
Nurul Solekah, “Profil Kemampuan Representasi Matematis Siwa Kelas XI TSM-2 SMK Ngunut pada Materi
Program Linier Tahun Ajaran 2016/2017”, (Tulungagung: Skripsi Tidak Diterbitkan, 2017), hal. 21
35
Ibid
36
Ibid
37
Sri Hartini, “Pembelajaran Matematika Berbasis Entreprenuership Melalui Model “PARMIN” Sebagai Solusi
Meningkatkan Hasil Belajar Materi Aritmatika Sosial Pada Siswa Kelas VII A2 Semester Genap MTs Negeri 1
Wonogiri Tahun Ajaran 2015/2016”, (dalam Jurnal Konvergensi, Vol. VI 2019): hal. 59

17
matematika juga bisa diaplikasikan dalam hal pembuatan alat bantu hitung
seperti kalkulator.38

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik


matematika yakni objek yang dipelajari bersifat abstrak, kebenarannya berdasarkan
logika, pembelajaran secara bertingkat dan kontinu, terdapat keterkaitan materi
yang satu dengan yang lain, menggunakan bahasa simbol, dan dapat diaplikasikan
dalam bidang ilmu lain.

B. Berpikir Analitis
Berpikir analitis dapat berarti sebagai pola berpikir yang berlangsung selangkah
demi selangkah dan tiap langkah serta tiap langkah itu tegas dapat dijelaskan kepada
orang lain.39 Hal ini menunjukkan adanya ketelitian dalam berpikir analitis. Jika siswa
tidak bisa teliti dalam setiap langkahnya maka ia belum bisa menggunakan kemampuan
berpikir secara analitis. Siswa yang sudah bisa menggunakan kemampuan berpikir secara
analitis tentu bisa menjelaskan langkah demi langkah penyelesaian dalam suatu
permasalahan dengan tegas dan tanpa ragu kepada teman-temannya. Langkah-langkah
yang digunakan dalam berpikir secara analitis harus dapat dipertanggung jawabkan.
Langkah-langkahnya tersebut harus berurutan dan tidak lompat dari langkah 1 ke langkah
ketiga. Siswa harus tahu langkah mana yang digunakan dalam mengerjakan pada suatu
permasalahan.
Analytical thinking proceeds with relatively full awareness of the information and
operations involved.40 Dalam berpikir analitis, siswa harus mempunyai kesadaran yang
penuh dalam menemukan informasi dan operasi yang akan digunakan. Hal ini
dikarenakan ketika berpikir secara analitis siswa harus mengetahui informasi apa saja
yang harus ia temukan, rumus apa saja yang digunakan, serta langkah apa saja yang harus
dilakukan. Berpikir analitis harus dilakukan dengan berhati-hati dalam membuat sebuah
penalaran. Seseorang harus menggunakan langkah-langkah yang jelas tanpa adanya
multitafsir ketika membacanya berulang-ulang.
Ketika siswa menggunakan kemampuan berpikir analitisnya dalam memecahkan
suatu permasalahan matematika, akan menunjukkan suatu kejelasan algoritma,

38
Nurul Solekah, “Profil Kemampuan Representasi Matematis ….”, hal. 21
39
Nasution, “Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar”, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003) hal. 11
40
Jerome S. Bruner, “The Process of Education”, (United State of America), hal. 57

18
keruntutan penalaran dan adanya pernyataan esensial yang mendasari proses tersebut.41
Dalam hal ini, siswa harus menjelaskan kejelasan algoritma yang digunakannya.
Maksudnya, setiap langkahnya haruslah jelas serta sesuai dengan apa yang dicari dan apa
yang ditanyakan. Yang selanjutnya ialah keruntutan penalaran dalam setiap langkahnya.
Tidak ada langkah yang terlewatkan dalam memecahkan suatu permasalahan sampai
menemukan hasil dari apa yang ditanyakan. Yang ketiga, adanya pernyataan esensial
atau pernyataan inti dari permasalahan yang disajikan. Hal inilah yang memperkuat
dasar langkah-langkah sehingga pada setiap langkah yang diberikan tidak perlu
dipertanyakan lagi.
Ciri-ciri seseorang memiliki kemampuan berpikir analitis adalah berpikir secara
sistematis, disiplin tinggi, menghargai fakta yang disampaikan secara logis, menyukai
hal-hal yang terorganisir, teliti serta fokus pada detail masalah, cenderung kaku dan lama
dalam mengambil keputusan.42 Berpikir sistematis dapat diartikan sebagai berpikir
dengan selangkah demi selangkah. Memiliki disiplin yang tinggi memungkinkan
seseorang tersebut tidak akan lambat ketika mengerjakan suatu permasalahan.
Menghargai fakta dan menyukai hal-hal yang terorganisir sehingga membuat orang
tersebut mampu untuk menguraikan dan mengelompokkan suatu informasi yang
didapatkan dari suatu permasalahan. Teliti dan tidak serta merta dalam mengambil
keputusan memang tidak semuanya baik karena lama, maka akan membuat waktu yang
diberikan juga akan terbuang sangat banyak. Akan tetapi hal ini akan menjadikan hasil
yang diberikannya sangat sesuai dengan apa yang ditanyakan.
Dalam membuat keputusan atau kesimpulan, seseorang yang berpikir secara
analitis tentu akan menggunakan kemampuannya dalam berpikir secara logis dimana
kesimpulan yang dibuatnya adalah sah menurut aturan logika serta membuktikan bahwa
kesimpulan yang dibuatnya menhasilkan kebenaran.43 Penarikan kesimpulan oleh
seseorang yang menggunakan kemampuan berpikir analitis dapat melatih kemampuan
membedakan antara fakta dan opini (realita dan imajinasi).44 Kesimpulan yang dibuat
harus sesuai dengan aturan logika yang berlaku. Dasar dari membuat kesimpulan yang

41
I Nengah Parta, “Karakteristik Berpikir Analitis Mahasiswa dalam Menyelesaikan Masalah Sederhana”,
(2016), hal. 5
42
Marini MR, “Analisis Kemampuan Bepikir Analitis Siswa dengan Gaya Belajar Tipe Investigatif dalam
Pemecahan Masalah Matematika”, (2014), hal. 4-5
43
Ibid
44
Septi Budi Sartika, “Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Berorientasi Model Pembelajaran yang
Mengajarkan Keterampilan Berpikir Analisis Siswa SMP” dalam Prosiding Seminar Nasional Pendidikan (2016),
hal. 78

19
didapatkan haruslah jelas, serta sesuai dengan fakta. Kesimpulan harus bersifat logis dan
masuk akal serta dapat dipertanggung jawabkan.
Berpikir analitis merupakan jenis kemampuan berpikir siswa dalam menguraikan,
memperinci, dan memilah atau memilih informasi-informasi yang diperlukan guna
memahami suatu pengetahuan dengan menggunakan proses berpikir dengan
pengetahuan struktur logika yang dimiliki.45 Kemudian Langkah-langkah yang
digunakan harus dapat menguraikan permasalahan yang diberikan. Setelah
menguraikannya kemudian diperinci sesuai apa yang ditanyakan. Memilih dan memilah
informasi yang didapatkan dalam masalah kemudian menyeleksi langkah penyelesaian
yang sesuai dengan permasalahan yang ada.
Berpikir analitis dapat pula diartikan sebagai pola berpikir yang memisahkan
tiap-tiap bagian dari permasalahan, kemudian dicari hubungan (mengorganisasikan) tiap-
tiap bagian tersebut, selanjutnya membangun hubungan (memberikan atribut) untuk
membangun ulang permasalahan yang diberikan.46 Kemudian kemampuan berpikir
analitis adalah kemampuan yang dapat membedakan fakta dari sebuah hipotesis serta
fakta yang berasal dari pernyataan normatif.47 Hal ini berarti dalam berpikir analitis
meliputi proses berpikir kognitif membedakan, mengorganisasi dan memberikan atribut,
dimana dalam proses tersebut harus dilakukan langkah demi langkah mulai dari
membedakan lalu mengorganisasi kemudian langkah yang terakhir adalah memberikan
atribut.
Berikut penjelasan mengenai proses berpikir kognitif differentiating
(membedakan), organizing (mengorganisasi), attributting (memberikan atribut):48
1. Differentiating (membedakan)
Membedakan melibatkan proses memilah-milah bagian yang relevan dan
penting dari sebuah struktur. Proses membedakan ini terjadi ketika siswa
mendeskriminasikan informasi yang relevan dan tidak relevan, yang penting dan
tidak penting, kemudian memperhatikan informasi yang relevan dan penting.

45
Syafiul Fuad dan Muniri, “Alur Berpikir Analitis Siswa Level Kognitif Tinggi dalam Pemecahan Masalah
Matematika”, dalam https://iainta.academia.edu/munirimat, diakses 02 September 2020 Pukul 19:40 WIB
46
Imam Gunawan dan Anggraini Retno Palupi, “Taksonomi Bloom – Revisi Ranah Kognitif: Kerangka Landasan
Untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Penilaian”, dalam Premiere Educandum : Jurnal Pendidikan Dasar dan
Pembelajaran 2, no. 2 (2012), hal. 18
47
Sitthipon Art-in, “Development of Analytical Thinking Skills Among Thai University Students”, dalam The
Turkish Online Journal of Educational Technology (2017), hal. 867
48
Rosidatul Ilma, A Saepul Hamdani, dan Siti Lailiyah, “Profil Berpikir Analitis Masalah Aljabar Siswa ditinjau
dari Gaya Kognitif Visualizer dan Verbalizer”,dalam Jurnal Review Pembelajaran Matematika 2, no.1 (2017),
hal. 3

20
2. Organizing (mengorganisasi)
Mengorganisasi melibatkan proses mengidentifikasi elemen-elemen
komunikasi atau situasi dan proses mengenali bagaimana elemen-elemen ini
membentuk sebuah struktur yang koheren. Proses mengorganisasi terjadi ketika
siswa membangun hubungan-hubungan yang sistematis dan koheren antara
potongan informasi.
3. Attributting (memberikan atribut)
Memberikan atribut melibatkan proses dekonstruksi yang di dalamnya siswa
menentukan tujuan dari elemen atau bagian yang membentuk sebuah struktur. Proses
ini terjadi ketika siswa dapat menentukan sudut pandang, pendapat, nilai atau tujuan
dibalik komunikasi.

Berdasarkan penjelasan di atas, yang dimaksud dengan berpikir secara analitis


dalam penelitian ini adalah suatu proses kognitif yang meliputi kemampuan untuk
membedakan (differentiating), mengorganisasi (organizing), serta memberikan atribut
(attributting). Adapun indikator berpikir analitis disajikan dalam bentuk tabel sebagai
berikut:

Tabel Indikator Berpikir Analitis

Indikator Deskripsi
Differentiating  Memilah bagian yang penting
(membedakan)  Memilah bagian yang relevan
 Memilah bagian yang penting dan relevan
Organizing  Mengidentifikasi serta menggabungkan bagian-
(mengorganisasi) bagian yang ada untuk digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan
Attributting  Menentukan tujuan atau kesimpulan hasil dari suatu
(memberikan atribut) penyelesaian
(Diadaptasi dari proses kognitif Taksonomi Bloom Revisi)

C. Karakteristik Berpikir Analitis


Berpikir secara analitis meliputi proses berpikir kognitif yakni membedakan,
mengorganisasi dan memberikan atribut, dimana dalam proses tersebut harus dilakukan

21
selangkah demi selangkah mulai dari membedakan lalu mengorganisasi kemudian
langkah yang terakhir adalah memberikan atribut. Meskipun secara umum kemampuan
seseorang dalam berpikir analitis meliputi hal tersebut, tentu terdapat perbedaan dalam
proses untuk setiap siswa. Setiap siswa pasti memiliki kemampuan untuk berpikir secara
analitis. Akan tetapi kemampuan setiap orang tentu memiliki karakter yang berbeda-beda
sesuai dengan ciri khasnya masing-masing. Karakteristik berpikir secara analitis dapat
digolongkan menjadi 4 yaitu: pre-analitis, analitis parsial, semi-analitis, dan analitis
(complete analytics).49 Setiap kategori tersebut memiliki ciri khasnya masing-masing
berdasarkan indikator berpikir analitis.
Karakteristik yang pertama adalah pre-analitis. Seseorang yang memiliki
kemampuan berpikir pre-analitis hanya menjabarkan sifat-sifat permukaan dari suatu
permasalahan dan cenderung menggunakan prosedur standar walaupun prosedur itu
mutlak tidak dapat digunakan pada masalah yang sedang dihadapi.50 The subject uses the
object attributes that have been made, but the conditions are defined out or not
appropriate from the condition or context of the problem.51 Seseorang dikatakan berpikir
secara pre-analitis jika ia menggunakan informasi yang disajikan di dalam masalah
secara mentah atau langsung menggunakan apa yang ada tanpa mengetahui informasi
tersebut sesuai atau tidak dengan masalah yang disajikan. Ia mampu mengetahui mana
yang penting dalam permasalahan yang disajikan. Akan tetapi belum mampu untuk
mengidentifikasi serta menggabungkan bagian-bagian yang akan digunakan sesuai teori
yang ada. Prosedur yang ia gunakan hanyalah prosedur yang dasar dan tidak disesuaikan
dengan permasalahan yang disajikan atau tidak sah. Meskipun prosedur yang ia ambil
sudah terlihat bahwa tidak dapat digunakan sebagai penyelesaian permasalahan tersebut.
Ia juga mengetahui bahwa terdapat langkah yang tidak sesuai dengan teori yang ada,
tetapi ia tetap melanjutkan sebagai langkah penyelesaian serta memberikan atribut yang
sesuai dengan langkah sebelumnya.
Karakteristik yang kedua adalah analitis parsial. Berpikir dengan karakter analitis
parsial, pada bagian-bagian dari setiap langkah penyelesaian masalah yang disajikan
merupakan langkah-langkah yang analitis, akan tetapi bagian-bagian penyelesaian

49
I Nengah Parta, “Karakteristik Berpikir Analitis Mahasiswa dalam Menyelesaikan Masalah Sederhana”,
(2016), hal. 5
50
Ibid
51
A Qolfathiriyus, I Sujadi, dan D Indriati, “Students’ Analytical Thinking Profile Based on Reflective Cognitive
Style in Solving Mathematics Problem”, dalam Journal of Physic: Conference Series 1, no. 1 (2018), hal. 3

22
masalah yang disajikan tidak terhubung secara logis. 52 Seseorang yang memiliki
karakteristik berpikir analitis seperti ini cenderung tidak sabar dalam memecahkan
masalah yang disajikan. Dalam mengerjakan permasalahannya, langkah awal yang ia
lakukan sesuai dengan apa yang diminta, yakni ia mengetahui dimana bagian yang
penting dan dimana bagian yang relevan. Ia mampu mengidentifikasi dan
menggabungkan bagian-bagian yang akan digunakan. Tetapi sesampainya pada langkah
penyelesaian yang berikutnya tidak sesuai dengan apa yang ia tuliskan pada langkah
sebelumnya. Terdapat penyelesaian yang tidak logis ia gunakan dalam memecahkan
masalah yang disajikan tersebut. Meskipun penyelesaiannya tidak logis namun ia tetap
mampu memberikan atribut sesuai dengan langkah yang sebelumnya.
Karakter berpikir analitis yang ketiga adalah semi-analitis. Berpikir secara semi-
analitis pada siswa dapat diketahui dengan adanya elemen-elemen pengganggu yang ia
tuliskan sehingga mengakibatkan terputusnya struktur yang logis.53 Ia telah mengetahui
mana bagian yang penting dan mana bagian yang relevan. Ia juga mampu
mengidentifikasi dan menggabungkan bagian-bagian yang akan digunakan. Akan tetapi
elemen-elemen yang tidak seharusnya ada dalam langkah-langkah pemecahan masalah
yang disajikan tersebut, namun ia gunakan dalam langkah penyelesaiannya. Padahal
elemen tersebut akan mengganggu langkah-langkah yang selanjutnya serta bisa
mengakibatkan kesalahan dalam mengambil keputusan. Sehingga langkah yang
dilakukannya tidak terbukti secara valid. Langkah penyelesaian dan keputusan yang
diambil seperti ini tidak dapat diterima dalam penyelesaian permasalahan matematika.
Meskipun ia mampu untuk memberikan atribut sesuai dengan langkah yang sebelumnya.
Karakteristik yang keempat adalah analitis (complete analytics). Analytical
(complete analytics) are subject can distinguish, organize, and connect an object, theory,
problem or event, and the subject can determine the relationship of these aspects based
on reasons, principles, or certain functions.54 Berpikir secara analitis (complete
analytics) yang selanjutnya disebut sebagai berpikir secara analitis dapat diketahui jika
siswa mampu membedakan dan mengorganisasi informasi yang didapatkan dari masalah
yang disajikan. Ia mengetahui mana bagian yang penting dan mana bagian yang relevan.
Ia mampu mengidentifikasi dan menggabungkan suatu objek, teori serta permasalahan
sesuai pengalaman yang dimilikinya. Dalam menggabungkan aspek-aspek tersebut juga

52
Parta, “Karakteristik Berpikir Analitis Mahasiswa...,” hal. 6
53
Ibid, hal. 7
54
A Qolfathiriyus, I Sujadi, dan D Indriati, “Students’ Analytical Thinking ...,”hal. 3

23
harus menggunakan alasan serta prinsip yang logis dan dapat dipertanggung jawabkan.
Mampu untuk memberikan atribut sesuai dengan permasalahan yang disajikan.
Agar bisa mengetahui karakteristik berpikir secara analitis yang dimiliki oleh
siswa, maka diperlukan beberapa indikator yang diturunkan dari indikator berpikir
analitis. Indikator karakteristik berpikir analitis disajikan pada tabel sebagai berikut:

Tabel Indikator Karakteristik Berpikir Analitis

Karakteristik
Indikator Deskripsi
Berpikir Analitis
Menjabarkan sifat-sifat 1. Memilah bagian yang penting.
permukaan dari suatu 2. Mengidentifikasi serta
tugas/masalah dan menggabungkan bagian- bagian yang
cenderung menggunakan akan digunakan sesuai teori yang ada.
prosedur standar 3. Terdapat langkah yang hanya
Pre-Analitis walaupun prosedur itu menggunakan prosedur standar.
mutlak tidak dapat 4. Prosedur yang digunakan merupakan
digunakan pada masalah prosedur yang tidak sah.
yang sedang dihadapi. 5. Memberikan atribut sesuai dengan
permasalahan yang disajikan dengan
menggunakan atau berdasarkan pada
gambar.
Bagian-bagian dari setiap 1. Memilah bagian yang penting.
langkah penyelesaian 2. Memilah bagian yang relevan.
masalah yang disajikan 3. Mengidentifikasi/menggabungkan
merupakan langkah- bagian-bagian yang akan digunakan.
langkah yang analitis, 4. Terdapat penyelesaian dalam setiap
Analitis Parsial
tetapi bagian-bagian langkah yang tidak terhubung secara
penyelesaian masalah analitis dengan langkah yang lainnya.
yang disajikan tidak 5. Memberikan atribut yang kurang
memiliki hubungan yang sesuai dengan permasalahan yang
logis. disajikan
Adanya elemen-elemen 1. Memilah bagian yang penting.
pengganggu yang ia 2. Memilah bagian yang relevan.
Semi-Analitis
tuliskan sehingga 3. Mengidentifikasi serta
mengakibatkan menggabungkan bagian- bagian yang
akan digunakan.

24
terputusnya struktur yang 4. Terdapat elemen-elemen pengganggu
logis. yang ditulis dalam proses
pengerjaannya.
5. Terjadi pembelokan arah atau logika
berpikir.
6. Memberikan atribut berdasarkan
elemen-elemen pengganggu.
Mampu membedakan dan 1. Memilah bagian yang penting.
mengorganisasi informasi 2. Memilah bagian yang relevan.
yang didapatkan dari 3. Mengidentifikasi dan menggabungkan
masalah yang disajikan. bagian- bagian yang akan digunakan.
Serta mampu untuk 4. Tidak terdapat pembelokan arah atau
menghubungkan suatu logika berpikir.
Analitis objek, teori serta 5. Tidak terdapat elemen-elemen
permasalahan yang pengganggu.
dihadapinya. 6. Setiap langkah penyelesaian
terhubung secara analitis.
7. Menggunakan prosedur yang sah
dalam proses mengerjakan
permasalahan yang disajikan.
8. Memberikan atribut sesuai dengan
permasalahan yang disajikan.

D. Pemecahan Masalah
Banyak ahli matematika menyatakan bahwa masalah merupakan pertanyaan yang
harus dijawab atau direspon, namun mereka juga menyatakan bahwa tidak semua
pertanyaan termasuk masalah.55 Suatu pertanyaan akan menjadi sebuah masalah jika
seseorang tidak mempunyai aturan tertentu yang dapat dipergunakan untuk menemukan
jawaban dari pertanyaan tersebut.56 Masalah pada matematika umumnya berbentuk soal
matematika, namun tidak semua soal matematika merupakan masalah. Terdapat dua
syarat agar soal menjadi sebuah masalah, yakni, (1) tidak diketahui gambaran tentang

55
Aep Sunendar, “Pembelajaran Matematika dengan Pemecahan Masalah”, dalam Jurnal THEOREMS (The
Original Research of Mathematics) 2, no. 1 (2014): 86-93
56
Endang Setyo Winarni dan Sri Harmini, “Matematika untuk PGSD”, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014),
hal. 115

25
jawaban soal yang sedang dihadapi, dan (2) adanya keinginan untuk menyelesaikan soal
tersebut.57
seseorang dianggap mengalami masalah bila menghadapi empat kondisi berikut,
yaitu:58
a) Memahami dengan jelas kondisi atau situasi yang sedang terjadi.
b) Memahami dengan jelas tujuan yang diharapkan.
c) Memahami sekumpulan sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi
situasi yang terjadi sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
d) Memiliki kemampuan untuk menggunakan berbagai sumber daya untuk mencapai
tujuan.
Setelah disimpulkan, bahwa soal yang dihadapi merupakan suatu masalah,
selanjutnya untuk memecahkannya diperlukan kegiatan mental (berpikir) yang lebih
banyak dan kompleks. Selanjutnya, kegiatan ini dinamakan dengan pemecahan masalah,
yaitu suatu proses atau upaya individu untuk merespons atau mengatasi halangan atau
kendala ketika suatu jawaban atau metode jawaban belum tampak jelas.59
pemecahan masalah merupakan penggunaan pengetahuan dan keterampilan yang
sudah ada untuk menjawab yang belum terjawab atau situasi yang sulit.60 BSNP
menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan kompetensi strategik yang
ditunjukkan seseorang dalam memahami, memilih pendekatan dan strategi pemecahan,
dan menyelesaikan model untuk menyelesaikan masalah.61 Pemecahan masalah sebagai
suatu usaha individu menggunakan pengetahuan, keterampilan dan pemahamannya
untuk menemukan solusi dari suatu masalah.62 Sehingga dapat dikatakan bahwa
pemecahan masalah merupakan kesanggupan seseorang dalam menyelesaikan sesuatu
yang amat sulit, dengan mengidentifikasi masalah, membuat model matematika dari

57
Eka Agus Setia Ningsih, “Proses Berpikir Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika pada Soal
Persamaan Linier Berdasarkan Langkah-Langkah Polya Ditinjau dari AQ di MA Ma’arif Tulungagung”,
(Tulungagung: Skripsi Tidak Diterbitkan, 2016), hal. 35
58
Dyah Ayu Setyorini, “Profil Pemecahan Masalah Sub Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
pada Siswa Kelas IX MTsN Jember dengan Tahapan Polya Ditinjau Berdasarkan Adversity Quotient (AQ)”,
(Jember: Skripsi Tidak Diterbitkan, 2016), hal. 6
59
Netriwati, “Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Berdasarkan Teori Polya Ditinjau dari
Pengetahuan Awal Mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung”, dalam Jurnal Pendidikan Matematika (Al-Jabar) 7,
no. 2 (2016): 181-190
60
Rany Widyastuti, “Proses Berpikir Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Berdasarkan Teori Polya
Ditinjau dari Adversity Quotient Tipe Climber”, dalam Jurnal Pendidikan Matematika (Al-Jabar) 6, no. 2 (2015):
183-193
61
Ibid
62
Dyah Ayu Setyorini, Profil Pemecahan Masalah ...,hal. 8

26
suatu masalah, memilih dan menerapkan strategi, menginterpretasikan hasil sesuai
dengan permasalahan asal, dan menerapkan matematika secara bermakna.
Dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah, terdapat langkah-langkah
kegiatan yang harus dilakukan siswa. Adapun langkah-langkah kegiatan pemecahan
masalah menurut Polya adalah sebagai berikut:63
a) Memahami Masalah (Understanding the Problem)
Tahap pertama pada penyelesaian masalah adalah memahami soal. Siswa
perlu mengidentifikasi apa yang diketahui, apa saja yang ada, jumlah, hubungan dan
nilai-nilai yang terkait serta apa yang sedang mereka cari. Beberapa saran yang dapat
membantu siswa dalam memahami masalah yang kompleks: memberikan
pertanyaan mengenai apa yang diketahui dan dicari, menjelaskan masalah sesuai
dengan kalimat sendiri, menghubungkannya dengan masalah lain yang serupa, fokus
pada bagian yang penting dari masalah tersebut, mengembangkan model, dan
menggambar diagram.
b) Merencanakan Pemecahan (Devising A Plan)
Siswa perlu mengidentifikasi operasi yang terlibat serta strategi yang
diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Hal ini bisa dilakukan
siswa dengan cara seperti: menebak, mengembangkan sebuah model, mensketsa
diagram, menyederhanakan masalah, mengidentifikasi pola, membuat tabel,
eksperimen dan simulasi, bekerja terbalik, menguji semua kemungkinan,
mengidentifikasi sub-tujuan, membuat analogi, dan mengurutkan data/informasi.
c) Menyelesaikan Masalah Sesuai Rencana (Carrying Out The Plan)
Apa yang diterapkan jelaslah tergantung pada apa yang telah direncanakan
sebelumnya dan juga termasuk hal-hal berikut: mengartikan informasi yang
diberikan ke dalam bentuk matematika dan melaksanakan strategi selama proses dan
penghitungan yang berlangsung. Secara umum pada tahap ini siswa perlu
mempertahankan rencana yang sudah dipilih. Jika semisal rencana tersebut tidak
bisa terlaksana, maka siswa dapat memilih cara atau rencana lain.
d) Memeriksa Kembali Hasil yang Diperoleh (Looking Back)
Aspek-aspek berikut perlu diperhatikan ketika mengecek kembali langkah-
langkah yang sebelumnya terlibat dalam memecahkan masalah, yaitu: mengecek
kembali semua informasi yang penting yang telah teridentifikasi, mengecek semua

63
Endang Setyo Winarni dan Sri Harmini, Matematika untuk PGSD..., hal. 124

27
penghitungan yang sudah terlibat, mempertimbangkan apakah solusinya logis,
melihat alternatif penyelesaian yang lain dan membaca pertanyaan kembali dan
bertanya kepada diri sendiri apakah pertanyaannya sudah benar-benar terjawab.

Berikut ini diuraikan beberapa indikator kemampuan pemecahan masalah


berdasarkan tahapan pemecahan masalah oleh Polya.64

a) Siswa mampu menuliskan/menyebutkan informasi-informasi yang diberikan dari


pertanyaan yang diajukan.
b) Siswa memiliki rencana pemecahan masalah dengan membuat model matematika
dan memilih sesuatu strategi untuk menyelesaikan masalah yang diberikan.
c) Siswa mampu menyelesaikan masalah dengan strategi yang ia gunakan dengan hasil
yang benar.
d) Siswa mampu memeriksa kebenaran hasil atau jawaban.

Berdasarkan paparan indikator tersebut, berikutnya peneliti merujuknya sebagai


indikator pemecahan masalah dan kemudian digunakan dalam penelitian ini. Dalam
pembelajaran matematika, strategi pemecahan masalah sesuai indikator tersebut dapat
dilatihkan terhadap siswa, sehingga siswa akan terbiasa dalam memecahkan masalah
matematika. Harapannya adalah ketika siswa terbiasa dalam memecahkan masalah
matematika, maka siswa tersebut akan terbiasa juga menggunakan pola pikirnya
sehingga dapat membantu keberhasilannya dalam menyelesaikan masalah dikehidupan
sehari-hari.

E. Karakteristik Berpikir Analitis dalam Pemecahan Masalah Matematika


Dalam penelitian ini mengungkapkan proses kemampuan berpikir yang di
antaranya Differentiating (membedakan), Organizing (mengorganisasi), Attributting
(memberikan atribut) dalam memecahkan masalah matematika. Proses kemampuan
berpikir tersebut memiliki karakter masing-masing pada setiap orangnya. Untuk
mengetahui hal tersebut diperlukan indikator yang merupakan penggabungan antara
indikator karakteristik berpikir analitis yang disesuaikan dengan tahapan pemecahan
masalah matematika berdasarkan tahapan Polya. Berikut adalah tabel indikator

64
Syaharuddin, Deskripsi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dalam Hubungannya dengan
Pemahaman Konsep Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa Kelas VIII SMPN 4 Binamu Kabupaten Jeneponto,
(Makasar: Tesis Tidak Diterbitkan, 2016), hal. 30

28
karakteristik berpikir analitis dalam pemecahan masalah matematika berdasarkan
tahapan Polya:

29
Indikator Karakteristik Berpikir Analitis dalam Pemecahan Masalah
Tahapan Polya
Pre-Analitis Analitis Parsial Semi-Analitis Analitis
 Menyebutkan apa yang  Menyebutkan apa yang  Menyebutkan apa yang  Menyebutkan apa yang
diketahui dengan diketahui. diketahui dengan diketahui.
menggunakan gambar.  Menyebutkan apa yang menggunakan elemen  Menyebutkan apa yang
 Menyebutkan apa yang ditanyakan. pengganggu. ditanyakan.
Memahami
ditanyakan.  Tidak menjelaskan  Menyebutkan apa yang  Menjelaskan keterkaitan
Masalah
 Menjelaskan keterkaitan keterkaitan antara yang ditanyakan. antara yang diketahui
antara yang diketahui diketahui dengan apa yang  Menjelaskan keterkaitan dengan apa yang
dengan apa yang ditanyakan. ditanyakan. antara yang diketahui dengan ditanyakan.
. apa yang ditanyakan.
 Menyatakan kembali  Menyatakan kembali  Menyatakan kembali  Menyatakan kembali
masalah ke dalam bentuk masalah ke dalam bentuk masalah ke dalam bentuk masalah ke dalam bentuk
atau model matematika. atau model matematika. atau model matematika. atau model matematika.
 Memilih konsep  Memilih konsep  Memilih konsep matematika  Memilih konsep
Menyusun Rencana
matematika dan strategi matematika dan strategi dan strategi penyelesaian matematika dan strategi
Penyelesaian
penyelesaian yang kurang penyelesaian yang kurang dalam menyelesaikan penyelesaian yang sesuai
sesuai (gambar) dalam sesuai dalam masalah matematika dengan dalam menyelesaikan
menyelesaikan masalah menyelesaikan masalah menggunakan elemen- masalah matematika.
matematika. matematika. elemen pengganggu.
 Menggunakan konsep  Menggunakan konsep  Menggunakan konsep  Menggunakan konsep
Menjalankan
matematika dan strategi matematika dan strategi matematika dan strategi yang matematika dan strategi
Rencana
yang dipilihnya (yang tidak yang dipilihnya dalam dipilihnya dalam yang dipilihnya dalam

30
sah atau dalam bentuk menyelesaikan masalah menyelesaikan masalah menyelesaikan masalah
gambar) dalam matematika tetapi langkah- matematika dengan matematika tanpa
menyelesaikan masalah langkahnya tidak menambahkan elemen- adanya elemen
matematika. terhubung secara logis. elemen pengganggu. pengganggu dan
 Menjelaskan keterkaitan  Menjelaskan keterkaitan  Menjelaskan keterkaitan pembelokan arah.
konsep matematika dengan konsep matematika dengan konsep matematika dengan  Menjelaskan keterkaitan
yang ditanyakan. yang ditanyakan. yang ditanyakan. konsep matematika
dengan yang ditanyakan
 Membuktikan bahwa hasil  Membuktikan bahwa hasil  Membuktikan bahwa hasil  Membuktikan bahwa
penghitungannya benar. penghitungannya benar. penghitungannya benar. hasil penghitungannya
 Menarik kesimpulan dari  Menarik kesimpulan dari  Menarik kesimpulan dari benar.
Melihat Kembali hasil penghitungannya hasil penghitungannya hasil penghitungannya  Menarik kesimpulan
berdasarkan gambar. tidak berdasarkan teori berdasarkan elemen- elemen dari hasil
yang ada. pengganggu serta penghitungannya.
pembelokan arah berpikir.

31
32
F. Adversity Quotient (AQ)
1. Pengertian Adversity Quotient
Dalam Kamus besar Bahasa Indonesia Adversity memiliki makna kesulitan atau
kemalangan, dan dapat diartikan sebagai suatu kondisi ketidak bahagiaan, kesulitan
atau ketidak beruntungan.65 Adversity merupakan sebuah kemampuan untuk
membangun karakter yang mencerminkan pribadi serta meningkatkan kepercayaan
diri, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang mengandung resiko dan
keluar dari kondisi tidak menyenangkan.66 Adversity quotient merupakan sikap atau
penilaian seseorang yang menilai bahwa masalah dan tantangan merupakan suatu
peluang bukan hambatan.67 Menurut Stolz, Adversity Quotient juga diartikan sebagai
ukuran untuk mengetahui respons seseorang dalam menghadapi kesulitan. Faktor
dominan dalam AQ adalah sikap pantang menyerah.68 Dengan AQ seseorang dapat
memotivasi dan menyemangati diri sendiri setinggi mungkin serta berjuang untuk
mengatasi masalah dan mendapat yang terbaik dari hidupnya. Adversity Quotient
merupakan kemampuan seseorang dalam menggunakan kecerdasannya untuk
mengarahkan, mengubah cara berpikir dan tindakannya ketika menghadapi hambatan
dan kesulitan yang bisa menyengsarakan dirinya.69
kesuksesan seseorang dalam menjalani kehidupan terutama ditentukan oleh
tingkat Adversity Quotient ini, yang terwujud dalam tiga bentuk yakni:70
a) Kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan meningkatkan
semua segi kesuksesan.
b) Suatu ukuran untuk mengetahui respons seseorang terhadap kesulitan.
c) Serangkaian alat untuk memperbaiki respons seseorang terhadap kesulitan.

65
Latifah Darojat dan Kartono, “Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa dalam Menyelesaikan Soal Open
Ended Berdasarkan AQ dengan Learning Cycle 7E”, dalam Unnes Jurnal of Mathematics Education Research 5,
no. 1 (2016): 1-8, hal. 3
66
Ibid
67
Ibid
68
Eka Agus Setia Ningsih, “Proses Berpikir Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika pada Soal
Persamaan Linier Berdasarkan Langkah-Langkah Polya Ditinjau dari AQ di MA Ma’arif Tulungagung”,
(Tulungagung: Skripsi Tidak Diterbitkan, 2016), hal. 39
69
Rany Widyastuti, “Proses Berpikir Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Berdasarkan Teori Polya
Ditinjau dari Adversity Quotient Tipe Climber”, dalam Jurnal Pendidikan Matematika (Al-Jabar) 6, no. 2 (2015):
183-193
70
Nanang Diana, “Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Berpikir Logis Mahasiswa dengan
Adversity Quotient dalam Pemecahan Masalah”, dalam Prosiding SNMPM II, (2018): 101-112

33
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Adversity Quotient
adalah suatu kemampuan individu untuk bertahan dalam menghadapi segala macam
kesulitan sampai menemukan jalan keluar, memecahkan berbagai permasalahan,
mereduksi hambatan dan rintangan dengan mengubah cara berpikir dan sikap
terhadap kesulitan tersebut. AQ dapat menjadi indikator untuk melihat bagaimana
seseorang dapat mengatasi suatu masalah, apakah bisa keluar sebagai pemenang,
mundur di tengah jalan, atau bahkan tidak mau menerima tantangan sedikitpun.

2. Tipe Adversity Quotient


Merujuk dari sikap seseorang dalam menghadapi masalah dan tantangan
hidup, pada AQ terdapat tiga tingkatan atau tip, yaitu :
a) Mereka yang berhenti/menyerah (Quitter)
Tipe ini merupakan sekelompok orang yang kurang akan kesediaan untuk
menerima tantangan dalam hidup mereka. Mereka mudah putu asa, dan mudah
menyerah, cenderung pasif, dan tidak bergairah untuk mencapai puncak
keberhasilan.71 Orang dengan tipe ini cukup puas dengan pemenuhan kebutuhan
dasar atau fisiologis saja dan cenderung pasif, serta memilih untuk keluar
menghindari perjalanan, selanjutnya mundur dan berhenti. Menolak menerima
tawaran keberhasilan yang disertai dengan tantangan dan rintangan.72
b) Mereka yang berkemah (Camper)
Tipe ini adalah sekelompok orang yang sudah memiliki kemauan untuk
mencoba menghadapi masalah yang ada dari tantangan, tetapi mereka menyerah
karena mereka merasa tidak lagi mampu menghadapi challenge.73 Mereka cepat
merasa puas, mengabaikan kesempatan, mengambil batas nyaman sebagai
tujuan akhir, tidak mengembangkan potensi yang telah dimiliki, dan menyambut
baik semua hal yang dapat menguntungkan kenyamanan bagi mereka.
Meskipun demikian, telah melangkah dan menanggapi tantangan, tetapi setelah
mencapai tahap tertentu berhenti meskipun masih ada kesempatan untuk lebih
berkembang lagi. Berbeda dengan quitter, camper sekurang-kurangnya telah

71
Rany Widyastuti, “Proses Berpikir Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika...”, hal. 186
72
Nanang Diana, “Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kreatif...”, hal. 106
73
Ibid, hal. 187

34
menanggapi tantangan yang dihadapinya sehingga telah mencapai tingkat di
suatu titik tertentu.74
c) Para pendaki yang mencapai puncak (Climber)
Tipe ini adalah sekelompok orang yang memiliki keberanian dalam
menghadapi masalah dan resiko sehingga pekerjaan menjadi tuntas sesuai
dengan tujuannya. Untuk mencapai puncak sebagai kegembiraan yang
sesungguhnya mereka mampu berusaha sekuat tenaga, ulet serta berdisiplin
tinggi.75 Mereka selalu optimis, melihat peluang-peluang, melihat celah, melihat
sepatah harapan dibalik keputusan, serta selalu bergairah untuk maju. Climber
mampu menjadi cahaya pencerah kesuksesan. Orang yang memiliki AQ
Climber dapat menjadi tutor bagi rekan-rekannya yang memiliki AQ camper
dan quitter.76
3. Pentingnya Adversity Quotient dalam Memecahkan Masalah Matematika
Pemecahan masalah merupakan kegiatan rutin yang dilakukan manusia dalam
kehidupannya. Dalam belajar matematika siswa juga dihadapkan pada masalah yang
bersangkutan dengan kehidupan sehari-hari. Pemecahan masalah merupakan salah
satu tujuan penting dalam pembelajaran matematika bahkan proses pemecahan
masalah merupakan jantungnya matematika.77 Dalam menyelesaikan masalah
matematika setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda sesuai dengan
karakteristik masing-masing siswa. Seseorang dapat menyelesaikan masalah ada
yang dengan baik apabila didukung oleh kemampuan menyelesaikan masalah yang
baik pula. Kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengubah dan mengolah suatu
permasalahan yang terjadi dalam hidupnya dan menjadikan masalah tersebut menjadi
suatu tantangan yang harus diselesaikan dengan sebaik-baiknya berkenaan dengan
Adversity Quotient (AQ).78
Belajar matematika merupakan kegiatan mental yang menuntut pemahaman dan
ketekunan dalam berlatih. AQ dapat dianalogikan ke dalam tiga tingkatan yaitu
climber, camper dan quitter. Siswa climber adalah siswa yang dalam belajar
matematika tetap bertahan menghadapi berbagai hal-hal yang mungkin datang,

74
Eka Agus Setia Ningsih, “Proses Berpikir Siswa...”, hal. 40
75
Ibid
76
Wahyu Hidayat, dkk, “Adversity Quotient (AQ) dan Penalaran Kreatif Mahasiswa Calon Guru”, dalam Jurnal
Elemen 4, no. 2 (2018): 230-242
77
Nanang Diana, “Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kreatif...”, hal. 107
78
Ibid, hal. 109

35
apakah itu masalah, tantangan, hambatan, dan hal-hal lain yang terus datang setiap
hari. Siswa camper adalah siswa yang mudah puas dalam memperoleh nilai dan tidak
memaksimalkan usaha yang dimiliki untuk mencapai tujuan yang harus dicapai.
Siswa quitter adalah siswa yang kurang sedia dan siap untuk menerima tantangan
dalam hidup mereka.79

G. Materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat


1. Persamaan Kuadrat
Persamaan kuadrat dalam x mempunyai bentuk umum:
𝑎𝑥 2 + 𝑏𝑥 + 𝑐 = 0, 𝑎 ≠ 0, dengan a, b dan c adalah bilangan real.80
a. Menyelesaikan Persamaan kuadrat
Persamaan kuadrat dapat diselesaikan dengan beberapa cara, yaitu dengan:
 Memfaktorkan
𝑎𝑥 2 + 𝑏𝑥 + 𝑐 = 0 dapat dinyatakan menjadi 𝑎(𝑥 − 𝑥1 )(𝑥 − 𝑥2 ) =
Nilai 𝑥1 dan 𝑥2 disebut akar-akar (penyelesaian) persamaan kuadrat.
 Melengkapkan Kuadrat Sempurna
Persamaan kuadrat 𝑎𝑥 2 + 𝑏𝑥 + 𝑐 = 0 dapat diselesaikan dengan cara
mengubahnya menjadi (𝑥 + 𝑝)2 = 𝑞.
 Menggunakan Rumus
Rumus penyelesaian persamaan kuadrat adalah 𝑎𝑥 2 + 𝑏𝑥 + 𝑐 = 0.
b. Jenis-Jenis Akar Persamaan Kuadrat
persamaan kuadrat 𝑥 2 + 𝑏𝑥 + 𝑐 = 0 dengan akar-akarnya, 𝑏 2 − 4𝑎𝑐 disebut
diskriminan (D). Sehingga rumus penyelesaian persamaan kuadrat dapat ditulis
sebagai 𝐷 = 𝑏 2 − 4𝑎𝑐. Dari rumus tersebut, nilai 𝑥 tergantung dari nilai D.
 D > 0 maka D merupakan bilangan real positif, sehingga persamaan
kuadrat mempunyai dua akar real berlainan.
 D = 0 maka D = 0, sehingga persamaan kuadrat mempunyai dua akar real
yang sama.

79
Latifah Darojat dan Kartono, “Kemampuan Pemecahan Masalah...”, hal. 2
80
Setiawan Agus,” Matematika Persamaan dan Fungsi Kuadrat”, (Bekasi: Ganeca Exact, 2006), hal. 10

36
 D < 0 maka D merupakan bilangan tidak real (imajiner), maka persamaan
kuadrat tidak mempunyai akar real atau persamaan kuadrat mempunyai
akar tidak real.
2. Fungsi Kuadrat
Fungsi 𝑓 pada R yang ditentukan oleh: 𝑓(𝑥) = 𝑎𝑥 2 + 𝑏𝑥 + 𝑐 dengan a, b, dan
c bilangan real disebut fungsi kuadrat. Jika 𝑓(𝑥) = 0 maka diperoleh persamaan
kuadrat 𝑎𝑥 2 + 𝑏𝑥 + 𝑐. Nilai-nilai 𝑥 yang memenuhi persamaan itu disebut nilai
pembuat nol fungsi 𝑓. Nilai fungsi 𝑓 untuk 𝑥 = 𝑝 ditulis 𝑓(𝑝) = 𝑎𝑝2 + 𝑏𝑝 + 𝑐.
Untuk menentukan nilai maksimum/minimum fungsi kuadrat, dapat digunakan
uraian berikut:
 Untuk 𝑎 > 0, 𝑓 mempunyai nilai minimum
 Untuk 𝑎 < 0, 𝑓 mempunyai nilai maksimum

H. Penelitian Terdahulu
Berikut ini adalah beberapa penelitian yang relevan dan terkait dengan profil
karakteristik berpikir analitis siswa dalam pemecahan masalah materi persamaan dan
fungsi kuadrat ditinjau dari Adversity Quotient yaitu:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Eka Agus Setia Ningsih (2016) dengan judul “Proses
Berpikir Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika pada Soal Persamaan Linier
Berdasarkan Langkah-Langkah Polya Ditinjau dari Adversity Quotient di MA Ma’arif
Tulungagung”. Berdasarkan hasil penelitian tersebut didapat bahwa siswa dengan tipe
climber melakukan proses berpikir konseptual dalam memahami masalah yaitu siswa
menyelesaikan soal dengan menggunakan konsep yang telah dimiliki berdasarkan hasil
pelajarannya selama ini. Siswa dengan tipe camper melakukan proses berpikir semi
konseptual yakni proses berpikir yang cenderung menyelesaikan suatu soal dengan
menggunakan konsep tetapi mungkin karena pemahamannya terhadap konsep tersebut
belum sepenuhnya lengkap maka penyelesaiannya dicampur dengan cara penyelesaian
yang menggunakan intuisi. Siswa dengan tipe quitter melakukan proses berpikir yang
pada umumnya menyelesaikan soal dengan tidak menggunakan konsep tetapi lebih
mengandalkan intuisi.
Persamaan pada penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Eka Agus
Setia Ningsih adalah sama-sama meneliti tentang pemecahan masalah matematika
siswa yang ditinjau dari Adversity Quotient, sama-sama menggunakan jenis penelitian
37
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Adapun perbedaan penelitian ini dengan
penelitian yang dilakukan oleh Eka Agus Setia Ningsih adalahvariabel yang diambil.
Variabel penelitian ini adalah karakteristik berpikir analitis, sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Eka Agus Setia Ningsih adalah proses berpikir siswa. Subyek yang
diambil juga berbeda. Subyek penelitian ini adalah siswa SMPN 3 Kedungwaru yang
berjumlah 3 orang. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Eka Agus Setia Ningsih
merupakan siswa dari MA Ma’arif Tulungagung. Materi yang digunakan pada
penelitian ini adalah persamaan dan fungsi kuadrat, sedangkan materi yang digunakan
pada penelitian yang dilakukan oleh Eka Agus Setia Ningsih adalah Persamaan Linier.
2. Penelitian yang dilakukan oleh I Nengah Parta (2016) dengan judul “Karakteristik
Berpikir Analitis Mahasiswa Dalam Menyelesaikan Masalah Sederhana” Hasil
penelitian ini adalah Berpikir analitik subyek penelitian dalam menyelesaikan masalah
“persamaan garis dengan gradien tak terdefinisi” dapat diklasifikasikan dalam empat
kategori, yaitu; pre-analitik, analitik parsial, semi analitik, dan analitik. Berpikir pre-
analitik ditandai oleh penggunaan prosedur standar, tetapi penggunaan prosedur standar
itu tidak sesuai oleh kondisi masalah. Indikasi lain dari berpikir pre-analitik itu adalah
penggunaan informasi permukaan, yaitu gambar sketsa. Berpikir analitik parsial
ditandai oleh terputusnya satu bagian prosedur analitik dan bagian prosedur analitik
lainnya. Berpikir semi analitik ditandai oleh prosedur yang “berbelok” dan prosedur
yang “samar” atau duplikasi. Berpikir analitik subyek dalam menyelesaikan masalah
ini ditandai oleh beberapa indikator, yaitu kejelasan algoritma, keruntutan penalaran,
dan adanya pernyataan esensial yang mendasari proses itu. Kejelasan algoritma
maksudnya, pada setiap langkah secara jelas ditunjukkan situasi atau informasi apa
yang akan dicari. Penulis menyarankan perlu adanya pembelajaran yang lebih inovatif
agar pengetahuan dan pengalaman belajar yang diperoleh calon guru betul-betul
dipahami dengan baik.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh I Nengah
Parta adalah sama-sama meneliti tentang karakteristik berpikir analitis. Adapun
perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh I Nengah Parta adalah
jenis penelitiannya. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif sedangkan penelitian yang dilakukan oleh I Nengah Parta merupakan
penelitian survey. Subyek yang diambil juga berbeda. Subyek penelitian ini adalah
siswa SMPN 3 Kedungwaru yang berjumlah 3 orang. Sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh I Nengah Parta merupakan 30 mahasiswa calon guru semester 6.

38
Penelitian ini menggunakan subyek yang digolongkan menjadi 3 tingkatan Adversity
Quotient. Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah persamaan dan fungsi
kuadrat, sedangkan materi yang digunakan penelitian yang dilakukan oleh I Nengah
Parta adalah SPLDV.
3. Penelitian yang dilakukan oleh A Qolfathiriyus, I Sujadi and D Indriati (2018) dengan
judul “Characteristic profile of analytical thinking in mathematics problem solving”.
Hasil penelitian ini adalah karakteristik berpikir analitis siswa yang memiliki
kemampuan yang tinggi adalah pra-analitis dalam memahami masalah, melakukan
perencanaan dan melihat kembali. Terdapat perbedaan antara subjek 1 dan 2 pada tahap
melakukan rencana. Subjek 1 memiliki karakter semi-analitis sedangkan subjek 2 pra-
analitis.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh A
Qolfathiriyus, dkk adalah sama-sama meneliti tentang karakteristik berpikir analitis,
sama-sama memenggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Adapun perbedaan
penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh A Qolfathiriyus, dkk adalah
subyek yang diambil. Subyek penelitian ini adalah siswa SMPN 3 Kedungwaru yang
berjumlah 3 orang. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh A Qolfathiriyus, dkk
adalah siswa SMA Negeri 1 Kedungwaru Tulungagung yang berjumlah 2 orang.
Penelitian A Qolfathiriyus, dkk subyek merupakan siswa yang memiliki kemampuan
yang tinggi sedangkan dalam penelitian ini menggunakan subyek yang memiliki
tingkatan Adversity Quotient tipe climber, camper, quitter . Materi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah persamaan dan fungsi kuadrat, adapun materi yang
digunakan dalam penelitian A Qolfathiriyus, dkk adalah bangun datar.

Adapun ringkasan kajian penelitian terdahulu di atas adalah sebagai berikut:

Tabel Perbandingan Penelitian

No. Tahun Hasil Persamaan Perbedaan


1. 2016 Siswa dengan tipe climber  Jenis penelitian  Hal yang
melakukan proses berpikir  Meneliti tentang diteliti
konseptual dalam memahami kemampuan  Materi
masalah yaitu siswa pemecahan penelitian
menyelesaikan soal dengan masalah siswa  Subjek
menggunakan konsep yang telah ditinjau dari penelitian
dimiliki berdasarkan hasil

39
pelajarannya selama ini. Siswa Adversity
dengan tipe camper melakukan Quotient
proses berpikir semi konseptual
yakni proses berpikir yang
cenderung menyelesaikan suatu
soal dengan menggunakan
konsep tetapi mungkin karena
pemahamannya terhadap konsep
tersebut belum sepenuhnya
lengkap maka penyelesaiannya
dicampur dengan cara
penyelesaian yang menggunakan
intuisi. Siswa dengan tipe quitter
melakukan proses berpikir yang
pada umumnya menyelesaikan
soal dengan tidak menggunakan
konsep tetapi lebih
mengandalkan intuisi.
2. 2016 Berpikir pre-analitik ditandai  Meneliti tentang  Jenis penelitian
oleh penggunaan prosedur karakteristik  Materi
standar, tetapi penggunaan berpikir analitis penelitian
prosedur standar itu tidak sesuai  Subjek
oleh kondisi masalah. Indikasi penelitian
lain dari berpikir pre-analitik itu  Kriteria subjek
adalah penggunaan informasi yang dipilih
permukaan, yaitu gambar sketsa.
Berpikir analitik parsial ditandai
oleh terputusnya satu bagian
prosedur analitik dan bagian
prosedur analitik lainnya.
Berpikir semi analitik ditandai
oleh prosedur yang “berbelok”
dan prosedur yang “samar” atau
duplikasi. Berpikir analitik
subyek dalam menyelesaikan
masalah ini ditandai oleh

40
beberapa indikator, yaitu
kejelasan algoritma, keruntutan
penalaran, dan adanya
pernyataan esensial yang
mendasari proses itu. Kejelasan
algoritma maksudnya, pada
setiap langkah secara jelas
ditunjukkan situasi atau
informasi apa yang akan dicari.
3. 2018 karakteristik berpikir analitis  Jenis dan  Materi
siswa yang memiliki penekatan penelitian

kemampuan yang tinggi penelitian  Subjek

adalah pra-analitis dalam  Meneliti tentang penelitian


karakteristik  Kriteria subjek
memahami masalah,
berpikir analitis yang dipilih
melakukan perencanaan dan
melihat kembali. Terdapat
perbedaan antara subjek 1 dan
2 pada tahap melakukan
rencana. Subjek 1 memiliki
karakter semi-analitis
sedangkan subjek 2 pra-
analitis.

I. Paradigma Penelitian
Kerangka berpikir dalam penelitian ini yaitu, peneliti menganalisis karakteristik
berpikir analitis siswa dalam memecahkan masalah matematika pada materi
persamaan dan fungsi kuadrat ditinjau dari Adversity Quotient (AQ), karena setiap
siswa memiliki tingkat AQ yang berbeda-beda, diantaranya ada yang memiliki AQ
tinggi, AQ sedang dan AQ rendah. Siswa yang memiliki AQ tinggi dikategorikan
sebagai siswa climber, sedangkan yang memiliki AQ sedang dikategorikan sebagai
siswa camper dan siswa yang memiliki AQ rendah dikategorikan sebagai siswa
quitter. Penggalian informasi yang digunakan oleh peneliti adalah dengan
memberikan angket, tes dan wawancara yang dilanjutkan dengan menganalisis data
yang diperoleh untuk mendapatkan informasi mengenai siswa mana yang tergolong

41
sebagai siswa climber, camper dan quitter dalam memecahkan masalah matematika
pada materipersamaan dan fungsi kuadrat. Paradigma penelitian pada penelitian ini
disajikan secara singkat pada gambarberikut.

Identifikasi Tingkat Adversity Quotient (AQ)


Menggunakan ARP

AQ tinggi, AQ sedang, AQ rendah

Tes Pemecahan Masalah Matematika

Wawancara Siswa Setelah Tes Pemecahan


Masalah Matematika

Menganalisis Karakteristik Berpikir Analitis Siswa


Berdasarkan Hasil Tes Pemecahan Masalah
Matematika dan Hasil Wawancara

Karakteristik Karakteristik
Karakteristik Berpikir
Berpikir Analitis Berpikir Analitis
Analitis Siswa AQ
Siswa AQ Tinggi Siswa AQ Tinggi
Tinggi (Camper)
(Climber) (Quitter)

Gambar Paradigma Penelitian Trajectory Berpikir Berdasarkan


Tingkatan AQ

42
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kualitatif dimana
penelitian dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, disajikan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah
dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Pendekatan kualitatif (qualitative
research) adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan
menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi,
pemikiran orang secara individual maupun kelompok.81 Penelitian kualitatif dilakukan
untuk memahami dan menjelaskan fenomena-fenomena yang telah berjalan dan sedang
berjalan. Tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah untuk mengetahui gambaran
mengenai karakteristik berpikir analitis siswa dalam menyelesaikan masalah matematika.
Penelitian ini dikhususkan pada materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat kelas VIII SMP
Negeri 3 Kedungwaru.
Sedangkan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
studi kasus. Penelitian studi kasus adalah penelitian mendalam mengenai unit sosial
tertentu yang hasilnya merupakan gambaran yang lengkap dan terorganisasi baik
mengenai unit tersebut.82 Istilah dalam penelitian, peneliti tidak mengubah, menambah,
atau mengadakan manipulasi terhadap objek atau wilayah penelitian. Hal ini
dimaksudkan untuk tidak merusak keaslian data yang didapatkan dari lapangan. Adapun
kasus yang akan peneliti deskripsikan yakni tentang karakteristik berpikir analitis siswa
dalam memecahkan masalah matematika.

81
Nana Syaodih Sukmadinata, “Metode Penelitian Pendidikan”, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya , 2013), hal.
60
82
Sumadi Surya Brata, “Metodologi Penelitian”, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2008),
hal. 80

43
B. Kehadiran Peneliti
Pada penelitian kualitatif peneliti sebagai human instrument dan dengan teknik
pengumpulan data participant obsevation (observasi berperan serta) dan in depth
interview (wawancara mendalam), maka peneliti harus berinteraksi langsung dengan
sumber data. Dengan demikian ia mengenal betul orang yang memberikan data.83 Peneliti
harus mengenal secara mendalam terhadap subyek yang akan ditelitinya.
Kehadiran peneliti sangat dibutuhkan karena peneliti selaku instrumen utama
dalam penelitian kualitatif harus berinteraksi dengan subyek agar data yang didapat
benar-benar data yang valid. Peneliti harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan
subyek agar para subyek tidak merasa asing dengan kehadirannya. Peneliti harus hadir
dalam setiap kegiatan ataupun pelaksana langkah-langkah penelitian. Kehadirannya tidak
boleh diwakilkan oleh siapapun. Hal ini dikarenakan peneliti merupakan perencana
kegiatan, pelaksana kegiatan, pengumpulan data, analisis data, penafsir data serta
menjadi pelapor hasil data penelitiannya. Mulai dari awal hingga akhir kegiatan, ia harus
ada di dalamnya serta ikut dalam kegiatan tersebut.

C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 3 Kedungwaru, yaitu Sekolah Menengah
Pertama Negeri yang berlokasi di Jl. Raya Bangoan, Desa Bangoan, Kecamatan
Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung. Lokasi ini dipilih dengan pertimbangan sebagai
berikut:
1) Sesuai dengan hasil observasi di SMP Negeri 3 Kedungwaru, karakteristik berpikir
analitis siswa masih belum adanya evaluasi.
2) Penelitian terkait karakteristik berpikir analitis siswa diperlukan dalam belajar
matematika khususnya dalam pemecahan masalah matematika guna memberikan
gambaran kepada guru bagaimana karakteristik siswa dalam berpikir secara analitis
sehingga guru mampu untuk menggunakan metode pembelajaran yang sesuai.

83
Sugiyono, “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualaitatif dan R&D”, (Bandung: Alfabeta, 2016), hal. 17-18

44
D. Sumber Data
1. Data
Kata “data” berasal dari bahasa Inggris, merupakan jamak dari kata “datum”
yang artinya fakta atau keterangan-keterangan. Jadi, data merupakan catatan fakta-
fakta atau keterangan-keterangan yang akan diolah dalam kegiatan penelitian. Data
merupakan unit informasi yang direkam media yang dapat dibedakan dengan data
lain, dapat dianalisis dan relevan dengan problem tertentu.84
Berdasarkan fokus penelitian yang diambil, maka data yang diperoleh dalam
penelitian ini adalah :
a. Hasil pengisian angket ARP (Adversity Response Profile) untuk menentukan
tingkat Adversity Quotient (AQ) yang diberikan oleh peneliti guna mengetahui
karakteristik siswa.
b. Hasil tes berupa pekerjaan siswa dalam memecahkan masalah matematika pada
Materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat.
c. Hasil wawancara berupa pertanyaan dan jawaban antara peneliti dengan siswa
yang bertipe AQ quitter, camper dan climber yang terpilih sebagai subjek
wawancara untuk mengetahui lebih dalam mengenai profil karakteristik berpikir
analitis siswa dalam memecahkan masalah matematika.
2. Sumber Data
Sumber data adalah subjek dari mana data diperoleh.85 Sumber data
dimaksudkan sebagai semua informasi baik yang merupakan benda nyata, sesuatu
yang abstrak, atau merupakan peristiwa ataupun gejala.86 Sumber data utama dalam
penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan
seperti dokumen dan lain-lain.87 Berkaitan dengan hal tersebut, maka sumber data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3 siswa dari kelas VIII-C SMP Negeri 3
Kedungwaru yang terpilih berdasarkan hasil skor pengisian angket ARP, yaitu 1
siswa climber, 1 siswa camper dan 1 siswa quitter. Selain siswa tersebut, guru SMP
Negeri 3 Kedungwaru juga turut menjadi narasumber dalam penelitian ini.

84
Erna Nor Sahidah, “Analisis Pemecahan Masalah Matematika Berdasarkan Langkah- langkah Polya dalam
Menyelesaikan Soal Cerita Materi SPLDV Kelas VIII MTsN 1 Blitar Tahun Akademik 2018/2019” , (Tulungagung:
Skripsi Tidak Diterbitkan, 2019), hal. 47
85
Ibid
86
Sukandarrumidi, “Metodologi Penelitian”, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2012), hal. 44
87
Lexi J. Moleong, “Metodologi Penelitian Kualitatif”, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 157

45
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik atau metode pengumpulan data merupakan bagian instrumen
pengumpulan data yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu penelitian. Dalam
penelitian kualitatif, pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai
sumber, dan berbagai cara.88 Selanjutnya untuk mendapatkan data yang valid dan aktual,
dalam penelitian ini peneliti memanfaatkan teknik atau metode pengumpulan data
sebagai berikut.
1. Angket
Angket atau kuesioner adalah suatu daftar yang berisikan rangkaian
pertanyaan mengenai sesuatu masalah atau bidang yang akan diteliti. Metode
pengumpulan data dengan cara angket ini dilakukan dengan cara menyampaikan
sejumlah pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula oleh responden.
Angket diyakini sebagai suatu pendekatan yang benar-benar menyeluruh dalam
pengumpulan data karena dapat dibuat secara metodik dan didistribusikan sesuai
prosedur sampling secara ilmiah.89
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan Adversity Response Profile (ARP)
untuk memperoleh data mengenai tingkat AQ siswa dan mengkategorikannya ke
dalam quitter, camper, dan climber. Minimal akan diambil satu subjek dari masing-
masing kategori AQ tersebut. Adversity Response Profile (ARP) ini digunakan untuk
mengetahui tanggapan atau sikap siswa apabila dihadapkan pada suatu masalah atau
soal-soal matematika.
2. Tes
Tes adalah serentetan latihan yang digunakan untuk mengukur keterampilan,
pengetahuan, sikap, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu
atau kelompok.90 Tes umumnya bersifat mengukur, walaupun beberapa bentuk tes
psikologis terutama tes kepribadian banyak yang bersifat deskriptif, tetapi deskripsinya
mengarah kepada karakteristik tertentu sehingga mirip dengan interpretasi dari hasil
pengukuran. Tes yang digunakan dalam pendidikan biasanya dibedakan atas tes hasil
belajar dan tes psikologis. Tes yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tes

88
Sugiyono, “Metode Penelitian Bisnis”, (Bandung: Alfabeta, 2007), hal. 129
89
Syamsuddin A. R dan Vismaia S. Damaianti, “Metode Penelitian Pendidikan Bahasa”, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011), hal. 108
90
Nana Syaodih Sukmadinata, “Metode Penelitian Pendidikan”..., hal 216

46
pemecahan masalah berbentuk uraian yang diberikan kepada siswa setelah pengisian
angket dilakukan. Tujuan dilaksanakan tes ini adalah untuk mengetahui karakteristik
berpikir analitis siswa dalam memecahkan masalah matematika pada materi Persamaan
dan Fungsi Kuadrat. Selanjutnya dari hasil tes pemecahan masalah akan didapat data
terkait karakteristik berpikir analitis siswa, dan akan disinkronkan dengan hasil
wawancara.
3. Wawancara
Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung
secara lisan, dimana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung
informasi-informasi atau keterangan-keterangan. Wawancara merupakan salah satu
bentuk teknik pengumpulan data yang banyak digunakan dalam penelitian kualitatif
maupun kuantitatif.91 Dilihat dari aspek pedoman (guide) wawancara dalam proses
pengambilan data dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu wawancara terstruktur, bebas dan
kombinasi.92
Dalam penelitian ini, wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah
wawancara bebas/semi terstruktur. Wawancara semi terstruktur yaitu wawancara yang
berbasis tugas, dimana peneliti membuat garis besar pertanyaan yang menjadi pokok
permasalahan, kemudian pada pelaksanaannya dapat dimodifikasi sesuai situasi saat
wawancara.93 Pertanyaan wawancara dikembangkan berdasarkan indikator
karakteristik berpikir analitis dalam pemecahan masalah matematika.
Wawancara dilakukan secara langsung kepada siswa dengan tujuan mengetahui
karakteristik berpikir analitis siswa dalam pemecahan masalah matematika. Dikatakan
sebagai wawancara langsung karena proses wawancara yang dilakukan peneliti dengan
narasumber secara langsung tanpa melalui perantara apapun. Pada proses wawancara
ini, peneliti melaksanakannya di luar jam pelajaran agar tidak mengganggu kegiatan
belajar mengajar. Peneliti mengambil satu sampel dari masing-masing siswa yang
tergolong sebagai siswa dengan AQ quitter, camper dan climber berdasarkan hasil
analisis ARP.

91
Sukardi, “Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya”, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014
92
Ibid
93
Seila Cahyani Rahmawati, dkk, “Identifikasi Pengetahuian Metakognisi Siswa Kelas XI MIA SMAN 2 Kota
Jambi Berdasarkan Gaya Belajar dalam Pemecahan Masalah Matematika”, dalam Jurnal Pendidikan
Matematika 1, no. 1 (2017): 88-99

47
F. Teknik Analisis Data
Teknis analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga
dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis
data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit,
melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan mana yang
akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.94
Dalam penelitian ini proses analisis data dilakukan menggunakan model Miles
dan Huberman, meliputi reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau
verifikasi.95 Adapun penjelasan ketiga langkah analisis data tersebut adalah sebagai
berikut.
1. Reduksi Data
Mereduksi berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan
pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu.
Pada proses reduksi ini, pada mulanya data diidentifikasi adanya satuan (unit), yaitu
bagian terkecil yang ditemukan dalam data yang memiliki makna apabila dikaitkan
dengan fokus dan masalah penelitian. Sesudah satuan diperoleh langkah berikutnya
adalah membuat koding.96 Adapun tahap reduksi data dalam penelitian ini adalah:
a. Menganalisis hasil angket yang telah diisi oleh siswa kemudian mengklasifikasikan
siswa berdasarkan skor AQ yang diperoleh. Rentang nilai 0-59 diklasifikasikan
sebagai siswa quitter, rentang nilai 95-134 diklasifikasikan sebagai siswa camper,
sedangkan rentang nilai 166-200 diklasifikasikan sebagai siswa climber. Setelah
itu, dari hasil pengklasifikasian tersebut akan dipilih 1 dari masing-masing kategori
AQ.
b. Mengoreksi hasil tes pemecahan masalah matematika yang dikerjakan oleh ke-3
subjek yang terpilih berdasarkan hasil angket ARP sebelumnya. Data yang
diperoleh dari hasil tes ini selanjutnya akan dianalisis per-tahap dengan
menggunakan indikator pemecahan masalah matematika. Selanjutnya hasil

94
Sugiyono, “Metode Penelitian Kuantitatif”... hal. 334
95
Indi Ratnani, “Proses Berpikir Refraktif Siswa Kelas X dalam Memecahkan Masalah Matematika pada Materi
Geometri Ditinjau dari Tingkat Adversity Quotient (AQ) di SMKN 1 Bandung Tulungagung”, (Tulungagung:
Skripsi Tidak Diterbitkan, 2019), hal. 65
96
Sarlina, “Miskonsepsi Siswa Terhadap Pemahaman Konsep Matematika pada Pokok Bahasan Persamaan
Kuadrat Siswa Kelas X5 SMA Negeri 11 Makasar”, dalam Jurnal Matematika dan Pembelajaran 3, no. 2 (2015):
194-209

48
pekerjaan siswa yang merupakan data mentah akan ditransformasikan pada catatan
sebagai bahan untuk menyusun pertanyaan wawancara.
c. Hasil kegiatan wawancara kemudian ditranskipkan dan dikoding dengan
menggunakan satu huruf kapital yang menyatakan inisial dari peneliti atau subjek
(P atau S). P merupakan inisial bagi peneliti, sedangkan S merupakan inisial bagi
subjek dan diikuti dengan empat digit angka. Digit pertama menyatakan subjek
yang diwawancara sedangkan tiga digit terakhir menyatakan urutan percakapan
yang terjadi. Misalnya S1001 artinya wawancara dari S1 (subjek 1) pada urutan
percakapan pertama.
2. Penyajian Data
Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah penyajian data. Dalam
penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,
hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Melalui penyajian data maka data
akan terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah
dipahami. Penyajian data yang umum digunakan dalam penelitian kualitatif adalah
dengan teks yang bersifat naratif.97 Dalam penelitian ini, peneliti menyajikan data
dalam bentuk sebagai berikut:
a. Hasil angket disajikan dalam bentuk tabel untuk memudahkan dalam mengetahui
perolehan skor pengisian Adversity Response Profile (ARP). Siswa yang tergolong
memiliki AQ tinggi dikelompokkan ke dalam kategori siswa climber, siswa yang
tergolong memiliki AQ sedang dikelompokkan ke dalam kategori siswa camper,
dan siswa yang memiliki AQ rendah dikelompokkan ke dalam kategori siswa
quitter.
b. Hasil tes disajikan dalam bentuk gambar atau foto, kemudian penjelasan tentang
hasil pekerjaan siswa tersebut disajikan dalam bentuk deskripsi atau kata-kata.
c. Hasil wawancara diketik ulang dan disajikan dalam bentuk kata-kata.

3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Langkah ketiga setelah reduksi data dan penyajian data yakni penarikan
kesimpulan dan verifikasi. Verifikasi data yaitu melakukan pencarian makna dari data

97
Elza Firanda Riswani, “Model Active Learning dengan Teknik Learning Starts With a Question dalam
Peningkatan Keaktifan Peserta Didik pada Pembelajaran Akuntansi Kelas XI Ilmu Sosial 1 SMA Negeri 7
Yogyakarta Tahun Ajaran 2011/2012”, dalam Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia 10, no. 2 (2012): 1-21

49
yang telah dikumpulkan secara lebih teliti. Kegiatan ini dilakukan dengan cara mencari
pola, tema, bentuk, hubungan, persamaan dan perbedaan, faktor-faktor yang
mempengaruhi dan sebagainya.98

Pada penelitian ini kegiatan penarikan kesimpulan dilakukan dengan mencari


makna dari hasil angket, hasil tes pemecahan masalah, hasil wawancara maupun
dokumentasi dengan cara menyimpulkan dan menyesuaikannya dengan fokus
penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya. Tahap penarikan kesimpulan dilakukan
dengan cara membandingkan hasil jawaban siswa pada tes pemecahan masalah dengan
hasil wawancara sehingga diperoleh kesimpulan mengenai profil karakteristik berpikir
analitis siswa dalam pemecahan masalah matematika pada materi Persamaan dan
Fungsi Kuadrat.

G. Pengecekan Keabsahan Data


Keabsahan atau kebenaran dalam penelitian kualitatif merupakan hal yang sangat
penting, sehingga untuk memperoleh data yang valid maka peneliti melakukan hal-hal
sebagai berikut:
1. Ketekunan atau Keajegan Pengamatan
Keajegan pengamatan adalah mencari secara ajeg atau konsisten interpretasi
menggunakan berbagai cara dalam kaitannya dengan proses analisis dan konstan atau
tentatif, mencari suatu usaha membatasi berbagai pengaruh, mencari apa yang dapat
dan apa yang tidak dapat diperhitungkan.99 Ketekunan pengamatan bermaksud
menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan
persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal
tersebut secara rinci. Pada teknik penelitian ini, peneliti melakukan pengamatan
secara teliti, rinci, dan berkesinambungan dalam segala proses penelitian di lapangan.
Keajegan pengamatan dimulai dari proses tes sampai proses wawancara.
2. Triangulasi
Triangulasi dalam penelitian kualitatif diartikan sebagai teknik pengumpulan
data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan
sumber data yang telah ada. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data

98
Djudju Sudjana, “Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah”, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hal.
215
99
Indi Ratnani, “Proses Berpikir Refraktif Siswa Kelas X...”, hal. 68

50
yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data itu.100
Adapun teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
menggunakan triangulasi metode. Triangulasi metode dilakukan dengan menguji
kesesuaian hasil tes dengan hasil wawancara. Jika hasil tes belum cukup akurat,
peneliti akan menggali lebih dalam lagi melalui kegiatan wawancara sehingga
diharapkan adanya keterpaduan antara hasil tes dengan hasil wawancara.
3. Pemeriksaan atau Pengecekan Teman Sejawat
Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir
yang telah diperoleh dalam suatu bentuk diskusi bersama rekan-rekan sejawat.
Diskusi tersebut dilakukan agar peneliti mendapatkan saran, wawasan serta masukan
untuk kesempurnaan hasil penelitian. Pada dasarnya teknik ini mengandung beberapa
maksud sebagai salah satu teknik pemeriksaan keabsahan data, yaitu sebagai
berikut:101
a. Membuat agar peneliti tetap mempertahankan sikap terbuka dan jujur
b. Diskusi dengan teman sejawat ini memberikan kesempatan awal yang baik untuk
menjajaki dan menguji hipotesis kerja yang muncul dari pemikiran peneliti
c. Menyediakan pandangan kritis
d. Membantu peneliti dalam pengembangan langkah selanjutnya
e. Melayani sebagai pembanding
Dalam penelitian ini yang berperan sebagai rekan sejawat adalah dua rekan
peneliti yang sekaligus juga merupakan mahasiswa IAIN Tulungagung. Harapannya
bersama dengan rekan sejawat peneliti dapat me-review persepsi, pandangan dan
analisis yang sedang dilakukan.

H. Tahap-Tahap Penelitian
Tahapan-tahapan penelitian ini berpedoman pada pendapat Moleong yakni terdiri dari;
tahap pra lapangan, tahap pelaksanaan di lapangan, tahap analisis data dan tahap
pelaporan hasil penelitian. Berikut merupakan keempat tahapan tersebut :
1. Tahap Pra Lapangan
Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan oleh peneliti yaitu:

100
Eka Agus Setia Ningsih, “Proses Berpikir Siswa...”, hal. 54
101
Indi Ratnani, “Proses Berpikir Refraktif Siswa Kelas X...”, hal. 68

51
a. Konsultasi dengan dosen pembimbing.
b. Membuat instrumen penelitian, yaitu angket Adversity Response Profile (ARP),
tes pemecahan masalah matematika materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat dan
pedoman wawancara.
c. Meminta validasi pada dua dosen ahli dan satu guru matematika
d. Mengurus surat izin penelitian.
e. Mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada kepala SMP Negeri 3
Kedungwaru Tulungagung.
f. Konsultasi kepada guru matematika SMP Negeri Kedungwaru Tulungagung.
g. Menetapkan kelas yang akan dijadikan subjek penelitian dan menentukan jadwal
penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan di Lapangan
Pada tahap pelaksanaan di lapangan, kegiatan yang dilakukan peneliti yaitu:
a. Memberikan angket Adversity Response Profile (ARP) kepada seluruh siswa di
kelas yang dijadikan subjek penelitian, kemudian mengelompokkannya ke dalam
karakteristik siswa quitter, camper dan climber berdasarkan perolehan skor ARP
tersebut.
b. Menentukan subjek yang akan diberikan tes pemecahan masalah matematika dan
subjek wawancara berdasarkan perolehan skor ARP.
c. Memberikan tes pemecahan masalah kepada subjek yang terpilih.
d. Melakukan wawancara setelah tes pemecahan masalah.
3. Tahap Analisis Data
Adapun kegiatan peneliti pada tahap analisis data ini yaitu:
a. Mengumpulkan seluruh data yang diperoleh dari lapangan, yakni dari hasil
angket, data hasil tes pemecahan masalah dan hasil wawancara.
b. Menganalisis data menggunakan analisis data Miles dan Huberman, yaitu dengan
mereduksi data, pemaparan data, serta penarikan kesimpulan dan verifikasi.
c. Menafsirkan serta membahas hasil analisis data.
4. Tahap Pelaporan Hasil Penelitian
Tahap ini merupakan tahap terakhir dalam penelitian, adapun hal-hal yang
dilakukan oleh peneliti yaitu:
a. Menarik kesimpulan atas hasil penelitian dan menulis laporan kedalam bentuk
teks naratif .
b. Konsultasi dengan dosen pembimbing pada saat penulisan laporan.

52
DAFTAR RUJUKAN

Agus, Setiawan. 2006. Matematika Persamaan dan Fungsi Kuadrat. Bekasi: Ganeca Exact.

Angela dan Emma G. “The Relationship Between Cognitive Processes, Thinking Styles and
Mindfulness Marta Olivetti Belardinelli and Springer-Verlag”. Long-term Meditation.
(2017) Vol. 19.

Art-in, Sitthipon. “Development of Analytical Thinking Skills Among Thai University


Students”, dalam The Turkish Online Journal of Educational Technology (2017): 862-
869.

Atmojo, Sujadi, dan Muhtarom. 2011. Proses Berpikir Siswa Kelas IX Sekolah Menengah
Pertama yang Berkemampuan Matematika Tinggi dalam Memecahkan Masalah
Matematika. JMEE: Vol. 1.

Brata, Sumadi Surya. 2008. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Bruner, Jerome S. The Process of Education. United State of America.

Darojat, Latifah & Kartono. “Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa dalam Menyelesaikan
Soal Open Ended Berdasarkan AQ dengan Learning Cycle 7E”. dalam Unnes Jurnal of
Mathematics Education Research 5, no.1 (2016): 1-8.

Diana, Nanang. “Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Berpikir Logis


Mahasiswa dengan Adversity Quotient dalam Pemecahan Masalah,” dalam Prosiding
SNMPN II, (2018): 102-112.

Fuad, Syafiul dan Muniri, “Alur Berpikir Analitis Siswa Level Kognitif Tinggi dalam
Pemecahan Masalah Matematika” dalam https://iainta.academia.edu/munirimat,
diakses 02 September 2020 Pukul 19:40 WIB.

Gunawan, Imam dan Anggraini Retno Palupi. “Taksonomi Bloom – Revisi Ranah Kognitif:
Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Penilaian” dalam Premiere
Educandum : Jurnal Pendidikan Dasar dan Pembelajaran 2, no. 2 (2012) : 16-40.

Hartini, Sri. Pembelajaran Matematika Berbasis Entreprenuership Melalui Model “PARMIN”


Sebagai Solusi Meningkatkan Hasil Belajar Materi Aritmatika Sosial Pada Siswa Kelas
VII A2 Semester Genap MTs Negeri 1 Wonogiri Tahun Ajaran 2015/2016. Dalam
Jurnal Konvergensi, Vol. VI (2019): hal. 59.

53
Hidayah, Marfuqotul. “Penerapan Problem Based Learning Untuk Peningkatan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika”, (2015):1-12

Hidayat, Wahyu, dkk. “Adversity Quotient (AQ) dan Penalaran Kreatif Mahasiswa Calon
Guru,” dalam Jurnal Elemen 4, no. 2 (2018): 230-242.

Janah, Raodatul. 2011. Membuat Anak Cinta Matematika dan Eksak Lainnya. Yogyakarta:
Diva Press.

Kamandoko dan Suherman. “Profil Intuisi Matematis Siswa Dalam Pemecahan Masalah
Matematika Ditinjau Dari Gaya Kognitif Field Independent dan Field Dependent”,
dalam Jurnal Penelitian LPPM IKIP PGRI Madiun 5, no. 1 (2017): 1-8

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ‘Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online’,
KBBI, 2019 <https://doi.org/10.1038/sj.jp.7210563>.

Kusrini, dkk. 2014. Strategi Pembelajaran Matematika. Tangerang Selatan: Universitas


Terbuka Press.

Mashuri, Agus Ali. 2018. “Analisis Berpikir Kreatif Siswa Berkemampuan Matematika Tinggi
dalam Menyelesaikan Soal Olimpiade Matematika Ditinjau Berdasarkan Gender”.
Tulungagung: Skripsi tidak diterbitkan.

Moleong, Lexi J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

MR, Marini. 2014. Analisis Kemampuan Bepikir Analitis Siswa dengan Gaya Belajar Tipe
Investigatif dalam Pemecahan Masalah Matematika.

Muniri. “Peran Berpikir Intuitif dan Analitis dalam Memecahkan Masalah Matematika”,
dalam Jurnal Tadris Matematika 1, no. 1 (2018): 9-22 DOI: 10.21274/jtm.2018.1.1.9-
22.

Mushaf Ash-Shafa Edisi Terjemahan Menyamping. Solo: Tiga Serangkai, 2014.

Nasution. 2003. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar. Jakarta: PT Bumi
Aksara.

Netriwati. ”Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Berdasarkan Teori Polya


Ditinjau dari Pengetahuan Awal Mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung,” dalam
Jurnal Pendidikan Matematika (Al-Jabar) 7, no. 2 (2016): 181-190.

54
Ningsih, Eka Agus S. 2016. Proses Berpikir Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika
pada Soal Persamaan Linier Berdasarkan Langkah-Langkah Polya Ditinjau dari AQ
di Mamma’arif Tulungagung. Tulungagung: Skripsi Tidak Diterbitkan.

Parta, I Nengah, “Karakterisrik Berpikir Analitis Mahasiswa dalam Menyelesaikan Masalah


Sederhana”, (2016):1-11

Permendikbud,. 2014. Lampiran Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Kurikulum


2013 SMP/MTS. Jakarta.

Pimta, Tayruakham, dan Nuangchalerm. “Factors Influencing Mathematic Problem Solving


Ability of Sixth Grade Students”. Journal of Social Sciences (2009): Vol. 5.

Priyandari, Devi dan Muniri. “Kemampuan Berpikir Kreatif Peserta Didik dalam Pengajuan
dan Pemecahan Masalah Matematika”,(2018):1-15.

Qolfathiriyus, A, I Sujadi, dan D Indriati. “Students’ Analytical Thinking Profile Based on


Reflective Cognitive Style in Solving Mathematics Problem”, dalam Journal of Physic:
Conference Series 1, no. 1 (2018):1-1.

R, Syamsuddin A. & Damaianti, Vismaia S. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa.


Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Rahmawati, Seila Cahyani, dkk. “Identifikasi Pengetahuan Metakognisi Siswa Kelas XI MIA
SMAN 2 Kota Jambi Berdasarkan Gaya Belajar dalam Pemecahan Masalah
Matematika,” dalam Jurnal Pendidikan Matematika 1, no. 1 (2017): 88-99.

Ratnani, Indi. 2019. Proses Berpikir Refraktif Siswa Kelas X dalam Memecahkan Masalah
Matematika pada Materi Geometri Ditinjau dari Tingkat Adversity Quotient (AQ) di
SMKN 1 Bandung Tulungagung. Tulungagung: Skripsi Tidak Diterbitkan.

Riswani, Elza Firanda. “Model Active Learning dengan Teknik Learning Starts With a
Question dalam Peningkatan Keaktifan Peserta Didik pada Pembelajaran Akuntansi
Kelas XI Ilmu Sosial 1 SMA Negeri 7 Yogyakarta Tahun Ajaran 2011/2012,” dalam
Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia 10, no. 2 (2012): 1-21.

Rosidatul Ilma, A Saepul Hamdani, dan Siti Lailiyah, “Profil Berpikir Analitis Masalah
Aljabar Siswa ditinjau dari Gaya Kognitif Visualizer dan Verbalizer”,dalam Jurnal
Review Pembelajaran Matematika 2, no.1 (2017): 1-14.

55
Sahidah, Erna Nor. 2019. Analisis pemecahan masalah matematika berdasarkan langkah-
langkah polya dalam menyelesaikan soal cerita materi SPLDV kelas VIII MTsN Blitar
Tahun Akademik 2018/2019. Tulungagung: Skripsi Tidak Diterbitkan

Sarlina. “Miskonsepsi Siswa Terhadap Pemahaman Konsep Matematika pada Pokok Bahasan
Persamaan Kuadrat Siswa Kelas X5 SMA Negeri 11 Makasar,” dalam Jurnal
Matematika dan Pembelajaran 3, no. 2 (2015): 194-209.

Sartika, Septi Budi. “Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Berorientasi Model


Pembelajaran yang Mengajarkan Keterampilan Berpikir Analisis Siswa SMP” dalam
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan (2016): 319- 340.

Setyorini, Dyah ayu. 2016. Profil Pemecahan Masalah Sub Pokok Bahasan Sistem Persamaan
Linear Dua Variabel pada Siswa Kelas IX MTsN Jember dengan Tahapan Polya
Ditinjau Berdasarkan Adversity Quotient (AQ). Jember: Skripsi Tidak Diterbitkan.

Solekah, Nurul. 2017. Profil Kemampuan Representasi Matematis Siswa Kelas XI TSM-2 SMK
Ngunut pada Materi Program Linier Tahun Ajaran 2016/2017. Tulungagung: Skripsi
Tidak Diterbitkan.

Sriyanto. 2017. Mengobarkan Api Matematika. Sukabumi: CV Jejak.

Sudjana, Djudju. 2006. Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Suherman, Erman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI
Press.

Sukandarrumidi. 2012. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sukardi. 2014. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi
Aksara.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Sunendar, Aep. “Pembelajaran Matematika dengan Pemecahan Masalah,” dalam Jurnal


THEOREMS (The Original Research of Mathematics) 2, no.1 (2014): 86-93.

56
Suratman, Dede. “Pemahaman Konseptual dan Pengetahuan Prosedural Materi
Pertidaksamaan Linear satu Variabel siswa Kelas VII SMP (Studi Kasus di
MTs.Usuluddin Singkawang)”. dalam Jurnal Cakrawala Kependidikan Vol.9, No. 2
(2012).

Suyitno, Hardi. 2014. Pengenalan Filsafat Matematika. Semarang: Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang

Syaharuddin. 2016. “Deskripsi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dalam


Hubungannya dengan Pemahaman Konsep ditinjau dari Gaya Belajar Siswa Kelas VIII
SMPN 4 Binamu Kabupaten Jeneponto”. Makasar: Tesis Tidak Diterbitkan.

Tim Prima Pena. 2012. Kampus Ilmiah Populer. Surabaya : Gitamedia Press.

Winarni, Endang Setyo & Harmini, Sri. 2014. Matematika untuk PGSD. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

Widyastuti, Rany. “Proses Berpikir Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika


Berdasarkan Teori Polya Ditinjau dari Adversity Quotient Tipe Climber,” dalam Jurnal
Pendidikan Matematika (Al-Jabar) 6, no. 2 (2015): 183-193.

Udin S.W. “Teori Belajar dan Pembelajaran”. (dalam Modul).

Undang-undang Republik Indonesia Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: t.p. 2003.

57

Anda mungkin juga menyukai