PROPOSAL SKRIPSI
Oleh :
KHOIRO LATHIFA
NIM. 19033033
JURUSAN FISIKA
2022
1
Judul : Komparasi Kemampuan Literasi sains Siswa Antara Model Inkuiri Terbimbing
dan Direct Instruction pada Pembelajaran Fisika Kelas XI SMAN 1 Padang
1
Penguasaan literasi membaca, matematika, dan sains merupakan hal yang sudah harus mulai
untuk diperhitungkan. Artinya, kegiatan pembelajaran tidak hanya berorientasi pada
penguasaan pengetahuan saja, lebih dari itu, kegiatan pembelajaran seharusnya berorientasi
pada proses pembelajaran dan implementasi dari pengetahuan.
Literasi sains merupakan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan sains dalam
upaya memecahkan masalah. Literasi sains penting untuk dikuasai oleh peserta didik dalam
kaitannya dengan cara peserta didik itu dapat memahami lingkungan hidup, kesehatan,
ekonomi, dan masalah-masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat modern yang sangat
bergantung pada teknologi dan kemajuan, serta perkembangan ilmu pengetahuan. Menurut
National Research Council dalam Ardianto & Rubini (2016), ada beberapa alasan literasi
sains penting dikembangkan, yaitu : (1) pemahaman terhadap sains menawarkan kepuasan
dan kesenangan pribadi yang muncul setelah memahami dan mempelajari alam; (2) dalam
kehidupan sehari-hari, setiap orang membutuhkan informasi dan berpikir ilmiah untuk
keputusan; (3) setiap orang perlu melibatkan kemampuan mereka dalam wacana publik dan
debat mengenai isu-isu penting yang melibatkan sains dan teknologi; dan (4) literasi sains
penting dalam dunia kerja, karena makin banyak pekerjaan yang membutuhkan
keterampilan-keterampilan yang tinggi, sehingga mengharuskan orang-orang belajar sains,
bernalar, berpikir secara kreatif, membuat keputusan, dan memecahkan masalah.
OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) merupakan
organisasi internasional yang concern pada perkembangan dunia pendidikan internasional.
OECD secara periodik merupakan Programme for International Student Assesment (PISA)
setiap tiga tahun sekali. Tujuan pelaksanaan evaluasi pendidikan oleh OECD melalui PISA
adalah memperbaiki kualitas pendidikan yang terfokus pada literasi sains, membaca, dan
matematik. Indonesia merupakan salah satu negara yang secara konsisten ikut dalam
penilaian PISA. Namun, hasil yang didapatkan masih jauh dari kata memuaskan dan selalu
berada di bawah standar internasional yang telah ditetapkan bahkan cenderung mengalami
penurunan.
Hasil studi PISA 2018 yang dirilis oleh OECD menunjukkan bahwa kemampuan
siswa Indonesia dalam membaca, meraih skor rata-rata 371, dengan rata-rata skor OECD
487. Kemudian untuk skor rata-rata matematika mencapai 379 dengan skor rata-rata OECD
487. Selanjutnya untuk sains, skor rata-rata siswa Indonesia mencapai 389 dengan skor rata-
rata OECD 489 (Kemdikbud, 2019). Hasil tes OECD melalui PISA ini menunjukkan bahwa
secara umum literasi sains peserta didik Indonesia masih rendah. Kemampuan peserta didik
Indonesia dalam bersaing pada tingkat Internasional masih harus diperbaiki dan
2
ditingkatkan lagi.
Dalam beberapa periode terakhir diantara negara-negara peserta studi literasi sains
lainnya, siswa Indonesia memperoleh skor literasi sains sekitar 400 poin. Hal ini berarti
siswa baru mampu mengingat pengetahuan ilmiah berdasarkan fakta sederhana (seperti
nama, fakta, istilah, rumus sederhana) dan menggunakan pengetahuan ilmiah umum untuk
menarik atau mengevaluasi suatu kesimpulan (Rustaman, 2011). Artinya literasi sains siswa
Indonesia masih jauh di bawah rata-rata Internasional. Arisman (2015) menyatakan bahwa
literasi sains dalam materi pelajaran sains saat ini masih belum menggembirakan, salah satu
penyebabnya adalah proses pembelajaran sains masih berupa menghafal konsep, teori, dan
hukum yang tujuannya adalah nilai akhir. Hal tersebut tidak membuat siswa dapat
mengaplikasikan pengetahuan mereka dalam kehidupan nyata.
Kondisi ini mendorong perlunya dilakukan upaya-upaya perbaikan terhadap
pembelajaran sains di sekolah secara bertahap dan berkesinambungan. Upaya untuk
mengembangkan literasi sains siswa dapat dilakukan melalui proses pembelajaran sains.
Fisika adalah salah satu cabang ilmu sains atau IPA mengenai gejala-gejala alam yang
terjadi (Lia, 2018). Melalui pembelajaran fisika siswa dapat meningkatkan keahlian
berasumsi analitis induktif serta deduktif dalam menuntaskan permasalahan yang
berhubungan dengan kejadian alam sekitar.
Beberapa upaya alternatif untuk meningkatkan kemampuan literasi sains siswa yaitu
dengan menerapkan model pembelajaran yang efisien dan menarik perhatian siswa. Salah
satu model pembelajaran yang dinilai efisien adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing.
Model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry) memberikan peluang kepada siswa
untuk ikut serta aktif dalam proses pembelajaran dengan melaksanakan penyelidikan serta
jalan keluar permasalahan dengan cara mandiri, tetapi tetap dalam bimbingan guru supaya
siswa lebih mudah dalam menguasai konsep pembelajaran (Hanafiah, 2009). Kelebihan dari
model pembelajaran inkuiri terbimbing ini adalah guru tidak melepas begitu saja kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Siswa yang berfikir lambat atau mempunyai intelegensi
rendah tetap mampu mengikuti kgiatan yang sedang dilaksanakan, sementara siswa yang
mempunyai kemampuan berpikir tinggi tidak memonopoli kegiatan.
Penelitian yang dilakukan oleh Shellawati & Sunnarti (2018) membuktikan bahwa
model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan
literasi sains siswa khususnya pada materi Momentum dan Impuls. Terdapat peningkatan
nilai pre-test dan post-test siswa secara signifikan setelah melaksanakan pembelajaran
dengan model inkuiri terbimbing. Rata-rata kemampuan literasi sains siswa pada kelas
3
eksperimen maupun kelas replikasi meningkat sebesar 0,6%. Selain itu, siswa juga
memberikan respon sangat baik terhadap model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
rata-rata persentase sebesar 85,55%.
Selain model pembelajaran inkuiri terbimbing, model direct instruction juga dinilai
mampu meningkatkan literasi sains siswa. Direct Instruction adalah suatu model pengajaran
yang terdiri dari penjelasan guru mengenai konsep atau keterampilan baru, melibatkan guru
bekerja dengan siswa secara individual atau dalam kelompok-kelompok kecil (Sidik NH. &
Winata, 2016). Penelitian yang dilakukan oleh Sofiyah (2010) mengenai model
pembelajaran Direct Instruction terhadap hasil belajar siswa membuktikan bahwa model
pembelajaran langsung akan dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif, dimana
menekankan keterlibatan siswa dalam pembelajaran.
Kelebihan model pembelajaran Direct Instruction adalah guru mengendalikan isi
materi dan urutan informasi yang diterima oleh siswa sehingga dapat mempertahankan
fokus mengenai apa yang harus dicapai oleh siswa. Selain itu, model pembelajaran Direct
Instruction dapat diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar ataupun kecil, dapat
digunakan untuk menekankan poin-poin penting atau kesulitan-kesulitan yang mungkin
dihadapi siswa sehingga hal-hal tersebut dapat diungkapkan. Ceramah merupakan cara yang
bermanfaat untuk menyampaikan informasi kepada siswa yang tidak suka membaca atau
yang tidak memiliki keterampilan dalam menyusun dan menafsirkan informasi. Model
pembelajaran langsung yang menekankan kegiatan mendengar misalnya ceramah dan
mengamati dapat membantu siswa yang cocok belajar dengan cara-cara ini.
Berdasarkan paparan di atas dapat dipahami bahwa model pembelajaran inkuiri
terbimbing dan direct instruction mampu meningkatkan literasi sains siswa. Oleh karena itu
peneliti tertarik mengadakan penelitian dengan judul “Komparasi Kemampuan Literasi
Sains Siswa Antara Model Inkuiri Terbimbing dan Direct instruction Pada
Pembelajaran Fisika Kelas XI SMAN 3 Padang”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, didapatkan identifikasi
masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Kemampuan literasi sains siswa masih rendah dibuktikan dari hasil tes PISA.
2. Literasi sains siswa Indonesia masih jauh di bawah rata-rata Internasional.
3. Proses pembelajaran sains masih berupa menghafal konsep, teori, dan hukum yang
4
tujuannya adalah nilai akhir.
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah pada penelitian ini yaitu:
1. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu model pembelajaran
Inkuiri Terbimbing dan Direct Instruction.
2. Materi yang akan diajarkan adalah materi kalor dan teori kinetik gas.
3. Hasil penelitian yang akan dilihat adalah kemampuan literasi sains baik dari konsep,
proses, dan konteks.
4. Subjek penelitian ini adalah kelas XI SMAN 1 Padang.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakangan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat
dirumuskan masalah pada penelitian ini. Perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana peningkatan kemampuan literasi sains siswa yang diajarkan dengan model
Inkuiri Terbimbing?
2. Bagaimana peningkatan kemampuan literasi sains siswa yang diajarkan dengan model
Direct Instruction?
3. Bagaimana komparasi kemampuan literasi sains siswa antara model Inkuiri Terbimbing
dan Direct Instruction?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat
diketahui tujuan dalam penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui ada tidanya peningkatan kemampuan literasi sains siswa yang
menggunakan model Inkuiri Terbimbing.
2. Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan kemampuan literasi sains siswa yang
diajarkan menggunakan model Direct Instruction.
3. Untuk mengetahui komparasi kemampuan literasi sains siswa yang menggunakan model
Inkuiri Terbimbing dan Direct Instruction.
F. Manfaat Penelitian
5
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat. Adapun manfaat dari hasil
penelitian ini adalah:
1. Bagi peneliti, sebagai ilmu yang menambah wawasan tentang dunia pendidikan dan
pengalaman yang menjadi bekal sebagai calon pendidik.
2. Bagi guru, sebagai bahan perbandingan dalam upaya perbaikan kualitas pembelajaran
fisika dan mendorong pendidik untuk kreatif menggunakan model pembelajaran.
3. Bagi siswa, sebagai motivasi untuk dapat aktif dalam belajar serta meningkatkan
kemampuan literasi sains siswa.
4. Bagi peneliti lain, sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut.
G. Deskripsi Teoritis
1. Literasi Sains
a. Pengertian Literasi Sains
Literasi sains berasal dari kata yaitu literatus yang berarti melek huruf dan
scientia yang diartikan memiliki pengetahuan. Literasi sains adalah kemampuan
menggunakan pengetahuan sains, mengindentifikasi pertanyaan, dan menarik
kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka memahami serta membuat
keputusan berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam
melalui aktivitas manusia (Yuyu, 2017). Orang yang pertama menggunakan
istilah literasi sains adalah Paul de Hart Hurt dari Stanford University. Hurt
science literacy berarti tindakan memahami sains dan mengaplikasikannya bagi
kebutuhan masyarakat. Literasi sains adalah “kemampuan seseorang untuk
memahami sains, mengkomunikasikan sains (lisan dan tulisan), serta
menerapkan pengetahuan sains untuk memecahkan masalah sehingga memiliki
sikap dan kepekaan yang tinggi terhadap diri dan lingkungannya dalam
mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan- pertimbangan sains”
(Toharudin, dkk, 2011).
6
ketika menghadapi masalah sosial maupun personal. Literasi sains sangat penting
dimiliki oleh siswa agar dapat menyikapi berbagai isu-isu sains yang
berkembang di masyarakat. Kemampuan literasi sains secara signifikan dapat
meningkatkan keterlibatan siswa dengan ide-ide dan isu-isu mengenai ilmu
pengetahuan, kemudian guru di sekolah memiliki pemahaman yang baik
mengenai suatu ilmu pengetahuan sehingga mampu mendukung dan menampung
aspirasi siswa selama keterlibatannya dalam ide ide dan isu-isu ilmu
pengetahuan selama proses pembelajaran.
No PISA
1 Proses Sains:
7
a. Menjelaskan fenomena sains
c. Mengidentifikasi pertanyaan
ilmiah
2 Konten sains:
Memahami fenomena
3 Konteks sains:
Memecahkan masalah
8
memiliki relevansi tertentu. Relevansi yang harus dimiliki yaitu: relevansi dengan situasi
kehidupan nyata; merupakan konsep ilmiah yang penting sesuai dengan tingkat
perkembangan anak 15 tahun.
b) Pengetahuan Prosedural
Pengetahuan prosedural merupakan pengetahuan tentang bagaimana ide- ide
tersebut diproduksi. Pengetahuan tersebut diperlukan untuk melakukan suatu
penyelidikan ilmiah yang menghasilkan sesuatu bukti ilmiah. Penyelidikan dilakukan
secara empiris untuk menghasilkan kejelasan dari suatu ilmu atau materi yang diuji.
c) Pengetahuan Epistemik
Pengetahuan epistemik adalah pemahaman tentang alasan yang mendasar tentang
prosedur yang digunakan, misalnya hipotesis, teori atau observasi dan perannya dalam
memberikan kontribusi terhadap apa yang mereka ketahui. Pengetahuan epistemik akan
diuji ketika peserta didik diminta untuk menafsirkan data dan menjawab pertanyaan,
sebagai contoh siswa diminta untuk mengidentifikasi kesimpulan dari sebuah data dan
menjelaskan bukti yang mendukung hipotesis.
3) Kompetensi atau Proses Literasi Sains
Proses literasi dalam PISA mengkaji kemampuan peserta didik untuk
menggunakan pengetahuan dan pemahaman ilmiah seperti kemampuan peserta didik
untuk menggunakan pengetahuan dan pemahaman ilmiah seperti kemampuan peserta
didik untuk mencari, menafsirkan dan memperlakukan bukti- bukti. Aspek kompetensi
atau proses dalam literasi sains PISA memberikan terhadap prioritas terhadap beberapa
kompetensi, yaitu :
a) Menjelaskan fenomena ilmiah
Peserta didik dapat menjelaskan fenomena ilmiah dengan menujukkan
kemampuan menerapkan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi, merepresentasi suatu
model, membuat prediksi dengan tepat, memaparkan hipotesis dengan jelas dan
menjelaskan implikasi pengetahuan ilmiah bagi masyarakat.
b) Mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah
Peserta didik dapat menjelaskan dan menilai penyelidikan ilmiah, mengusulkan
cara mengatasi pertanyaan ilmiah dengan menunjukan kemampuan untuk
mengidentifikasi pertanyaan yang dieksplorasi dalam sebuah penelitian ilmiah,
membedakan pertanyaan yang mungkin membutuhkan penyelidikan secara ilmiah,
mengusulkan cara mengeksplorasi pertanyaan yang diberikan secara ilmiah, menjelaskan
dan mengevaluasi berbagai cara yang digunakan ilmuan untuk memastikan data yang
9
reliabel, objektif dan menggeneralisasikannya.
c) Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah
Peserta didik dapat menganalisis dan mengevaluasi data ilmiah, mengklaim dan
memberikan pendapat dalam berbagai bentuk representasi ilmiah, menarik kesimpulan
yang tepat menunjukkan kemampuan untuk mengubah data dari representasi satu ke
representasi lainnya, menganalisis dan menafsirkan data, menarik kesimpulan yang tepat,
mengidentifikasi asumsi, bukti dan penalaran dalam teks, membedakan antara argumen
yang didasarkan pada bukti ilmiah dan teori dan teori yang berdasar pada pertimbangan
orang lain, mengevaluasi argumen ilmiah dan bukti dari sumber yang berbeda.
Ciri-ciri bahwa seseorang memiliki literasi sains, menurut National
Science Teacher Assocaition (NSTA), dalam (Toharudin, 2011) adalah :
10
Tingkat Literasi membaca, matematika, dan sains peserta didik di seluruh
dunia dapat diketahui dari tiga studi internasional yang di percaya sebagai
instrumen untuk menguji kompetensi global, yaitu PIRLS (Progress in
International Reading Literacy Study), PISA (Programme for International
Student Assessment), TIMSS (Trends in International Mathematics and Science
Study). Hasil penilaian PISA yang dilakukan sejak 2000 pun tidak menunjukkan
hasil yang gemilang karena skor rata-rata peserta didik masih jauh dibawah rata-
rata international yang mencapai skor 500. Rata-rata kemampuan mengenali
sejumlah fakta dasar, tetapi mereka belum mampu mengkomunikasikan dan
mengaitkan kemampuan itu dengan berbagai topik sains, apalagi menerapkan
konsep-konsep yang kompleks dan abstrak.
PISA 2006 yang berfokus pada literasi sains mengukuhkan peserta didik
di Finlandia sebagai peserta didik dengan pencapaian tertinggi dalam literasi
sains dengan skor rata-rata 563. Kemudian disusul oleh peserta didik dari
Hongkong (542), Kanada (534), Taiwan (532), dan Estonia serta Jepang (531).
Dari 57 negara peserta, peserta didik Indonesia mencapai posisi ke-50 dengan
skor rata- rata 393. Pada studi sebelumnya, yaitu Pisa 2000, peserta didik
Indonesia mencapai posisi ke-50 dengan skor rata-rata 395 yang tidak terlalu
jauh terpaut dari peserta didik dari negara Brasil (390) dan Tunisia (385). Hasil
penilaian PISA pada tahun 2015, hasil evaluasi menunjukkan peserta didik di
Indonesia mendapatkan skor 403 dari skor rata-rata 493, skor ini masih rendah
jika dibandingkan negara Asia yang lainnya, misalnya Jepang 538 dan Singapura
556. Dari 70 negara yang di survey oleh PISA peringkat literasi sains peserta
didik di Indonesia hanya menempati 62 (Afni & Rokhimawan, 2015).
2. Model Pembelajaran
a. Pengertian Model Pembelajaran
12
arah dan tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk memecahkan masalah yang
diberikan guru. Pengerjaannya dapat dilakukan sendiri atau dapat diatur secara kelompok.
13
4) Ciri Utama Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Pelaksanaan penggunaan model pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry)
mempunyai ciri utama dalam menjalankan proses pembelajaran pada peserta didik antara
lain sebagai berikut:
a) Strategi inkuiri menekankan kepada aktiitas peserta didik secara maksimal
mencari dan menemukan, artinya pendekatan inkuiri menempatkan peserta didik
sebagai subjek belajar
b) Seluruh aktivitas yang dilakukan peserta didik, peserta didik diarahkan untuk
mencari dan menemukan sendiridari suatu yang dipertanyakan, sehingga
diharapkan dapat membunuh sikap percaya diri.
c) Tujuan dan penggunan model pembelajata Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry),
adalah mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari mental,
akibatnya dalam pembelajaran inkuiri peserta didik tidak hanya dituntut agar
menguasai pelajaran, akan tetapi peserta didik dapat menggunakan potensi yang
dimilikinya.
14
Guru membimbing Peserta didik dalam menentukan
hipotesis
3 Merancang Percobaan Guru memberikan kesempatan pada Peserta didik
untuk menentukan langkah- langkah yang sesuai
dengan hipotesis yang akan dilakukan.
Guru membimbing Peserta didik dalam menentukan
langkah langkah percobaan.
4 Melakukan Percobaan Guru membimbing Peserta didik mendapatkan data
Untuk Memperoleh melalui percobaan dan pegamatan langsung.
Data
5 Mengumpulkan Data Guru memberikan kesempatan kepada tiap
dan Menganalisis Data kelompok untuk menuliskan percobaan ke dalam
seuah media pembelajaran dan menyampaikan hasil
pengelolaan data yang terkumpul.
6 Membuat Kesimpulan Guru membimbing Peserta didikdalam membuat
kesimpulan berdasarkan data yang telah diperoleh.
15
digunakan oleh pserta didik dalam belajar atau mengerjakan tugas dan kecepatan
peserta didik untuk berhasil dalam mengerjakan tugas sangat positif. Model
pembelajaran langsung dirancang untuk menciptakan lingkungan belajar terstruktur dan
berorientasi pada pencapaian akademik. Guru berperan sebagai penyampai informasi,
dalam melakukan tugasnya guru dapat menggunakan berbagai media. Informasi yang
disampaikan dengan strategi direktif dapat berupa pengetahuan prosedural (yaitu
pengetahuan tentang melaksanakan sesuatu) atau pengetahuan deklaratif (yaitu
pengetahuan tentang sesuatu dapat berupa fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi.
Menurut Bruce dan Weil dalam (M. Afandi, 2013), tahapan model
pembelajaran langsung adalah sebagai berikut:
a) Orientasi
Sebelum menyajikan dan menjelaskan materi baru, akan sangat menolong
peserta didik jika guru memberikan kerangka pelajaran dan orientasi terhadap materi
yang akan disampaikan. Bentuk-bentuk orientasi dapat berupa :
(1) Kegiatan pendahuluan untuk mengetahui pengetahuan yang relevan
dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik.
(2) Mendiskusikan atau menginformasikan tujuan pembelajaran.
(3) Memberikan penjelasan atau arahan mengenai kegiatan yang akan
dilakukan selama pembelajaran.
(4) Menginformasikan kerangka pelajaran.
b) Prensentasi
16
Pada fase ini guru dapat menyajikan materi pelajaran baik berupa
konsep- konsep maupun keterampilan. Penyajian materi dapat berupa :
(1) Penyajian materi dalam langkah-langkah kecil sehingga materi
dapat dikuasai peserta didik dalam waktu relatif pendek.
(2) Pemberian contoh-contoh konsep.
d) Latihan Terbimbing
Pada fase ini guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berlatih
konsep atau keterampilan. Latihan terbimbing ini baik juga digunakan oleh guru
untuk menilai kemampuan peserta didik melakukan tugasnya. Pada fase ini peran
guru adalah memonitor dan memberikan bimbingan jika di perlukan.
e) Latihan Mandiri
Pada fase ini peserta didik melakukan kegiatan latihan secara mandiri. Fase
ini dapat dilalui peserta didik jika telah menguasai tahap-tahap pengerjaan tugas.
17
d) Ceramah merupakan cara yang bermanfaat untuk menyampaikan
informasi kepada siswa yang tidak suka membaca atau yang tidak
memiliki keterampilan dalam menyusun dan menafsirkan informasi.
e) Model pembelajaran langsung yang menekankan kegiatan mendengar
misalnya ceramah dan mengamati dapat membantu siswa yang cocok
belajar dengan cara-cara ini.
Kelemahan pembelajaran langsung menurut Depdiknas (Sudrajat, 2011) yaitu
a) Model pembelajaran langsung, sulit untuk mengatasi perbedaan dalam hal
kemampuan, pengetahuan awal, tingkat pembelajaran dan pemahaman, gaya
belajar, atau ketertarikan siswa.
18
pengujian hipotesis, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran
inkuiri terbimbing yang diterapkan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol diterapkan
pembelajaran direct instruction. Kemampuan literasi sains siswa pada kelas eksperimen
lebih tinggi dari kelas kontrol, sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan model
pembelajaran inkuiri terbimbing berpengaruh terhadap kemampuan literasi sains siswa
di SMP Negeri 35 Palembang.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Selvia Shellawati dan Titin Sunarti (2018) “Penerapan
Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Literasi
Sains Peserta Didik SMA”. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
keterlaksanaan pembelajaran menggunakan model inkuiri terbimbing, peningkatan
kemampuan literasi sains peserta didik, dan respon peserta didik selama proses
pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi
Momentum dan Impuls di kelas X SMA Negeri 1 Menganti.berdasarkan hasil penelitian
yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat
digunakan untuk meningkatkan kemampuan literasi sains peserta didik khususnya pada
materi Momentum dan Impuls.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Ni Nyoman Ngertini, I wayan Sadia, dan I made Yudana
(2013) “Pengaruh Implementasi Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing terhadap
Kemampuan Pemahaman Konsep dan Literasi Sains Siswa Kelas X SMA PGRI 1
Amlapura. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan kemampuan
pemahaman konsep dan literasi sains antara siswa yang belajar dengan model
pembelajaran inkuiri dengan siswa yang mengikuti pembelajaran langsung (direct
instruction). Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan MANOVA,
dapat diambil simpulan bahwa terdapat perbedaan kemampuan pemahaman konsep dan
literasi sains siswa antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model
pembelajaran inkuiri terbimbing dibandingkan dengan kelompok siswa yang belajar
dengan model pembelajaran langsung (direct instruction).
I. Kerangka Berfikir
Fisika adalah salah satu cabang ilmu sains atau IPA mengenai gejala-gejala
alam yang terjadi. Melalui pembelajaran fisika siswa dapat meningkatkan keahlian
berasumsi analitis induktif serta deduktif dalam menuntaskan permasalahan yang
berhubungan dengan kejadian alam sekitar. Model Direct Intrction yang dilakukan
19
berpusat pada guru (teaching center) ini menyebabkan pembelajaran
membosankan dan kurang menyenangkan. Hal tersebut berakibat pada prestasi
belajar yang di peroleh kurang memuaskan. Perlu adanya suatu pembelajaran
yang mampu membuat proses pembelajaran menarik agar belajar meningkat.
Menyikapi hal ini, maka perlu dilakukan pembelajaran dengan model
pembelajaran yang mampu meningkatkan prestasi belajar dan sesuai untuk
materi ini, salah satunya adalah model pembelajaran Inkuiri Terbimbing. Model
Inkuiri Terbimbing merupakan salah satu model pembelajaran interaktif yang
dapat membangkitkan suasana pembelajaran menjadi efisien dan menarik.
Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan kemampuan literasi sains siswa,
salah satu model yang sesuai dengan kemampuan literasi sains adalah model
Inkuiri Terbimbing. Siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran, mampu
membuat keputusan dan mampu menganalisis dalam memecahkan masalah yang
dihadapi dapat meningkatkan kemampuan literasi sains, sehingga kemampuan
literasi sains terbedayakan.
20
Pembelajaran Fisika
Model Pembelajaran
Literasi Sains
21
J. Perumusan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah penelitian, dimana
rumusan masalah tersebut dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono,
2014). Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan hipotesis adalah suatu
jawaban atau dugaan yang bersifat sementara dan harus dibuktikan secara empiris.
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ha = Ada perbedaan kemampuan literasi sains siswa antara kelas yang menggunakan
model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan model pembelajaran Direct Instruction.
Ho = Tidak ada perbedaan kemampuan literasi sains siswa antara kelas yang
menggunakan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan model pembelajaran Direct
Instruction
K. Desain Penelitian
Penelitian ini mengacu pada pendekatan penelitian kuantitatif. Penelitian ini
dilakukan untuk melihat perbandingan model Inkuiri Terbimbing dan Direct Instruction
dalam meningkatkan kemampuan literasi sains siswa di SMAN 1 Padang. Jenis penelitian
yang akan dilakukan yaitu penelitian quasi experimental design. Desain penelitian yang
digunakan yaitu nonequivalent control group design (Sugiyono, 2018). Kelompok
penelitian ada dua kelompok eksperimen, yaitu kelompok pertama adalah kelompok
eksperimen yang diukur dengan menggunakan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan
kelompok kedua adalah kelompok ekperimen yang diukur dengan menggunakan model
pembelajaran Direct Instruction.
Tabel 3. Desain Penelitian Nonequivalent Control Group Design
Kelompok Pretest Perlakuan Posttest
Eksperimen I O1 X1 O2
Inkuiri Terbimbing
Eksperimen II O3 X2 O4
Direct Instruction
Sumber : (Sugiyono, 2018)
Keterangan :
O1 = Pemberian tes awal (pretest) untuk model Inkuiri Terbimbing
22
O2 = Pemberian tes akhir (posttest) untuk model Inkuiri Terbimbing
O3 = Pemberian tes awal (pretest) untuk model Direct Instruction
O4 = Pemberian tes akhir (posttest) untuk model Direct Instruction
X1 = Perlakuan pada kelas eksperimen 1 dengan model Inkuiri Terbimbing
X2 = Perlakuan pada kelas eksperimen 2 dengan model Direct Instruction
2. Sampel
Menurut Sugiyono (2018) Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik pengambilan sampel atau teknik sampling adalah
suatu teknik atau cara mengambil sampel yang representif dari populasi (Riduwan, 2018).
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan cluster random sampling,
yaitu pengambilan kelas secara acak. Teknik ini digunakan melalui dua tahap, tahap pertama
menentukan sampel daerah dan tahap kedua menentukan orang-orang yang ada pada daerah
itu secara sampling dimana pengambilan sampel dengan memilih sampel bukan didasarkan
individu tetapi lebih didasarkan pada kelompok atau cluster (Sugiyono, 2014).
Pengambilan sampel dapat dilakukan apabila anggota dianggap homogen. Uji
homogenitas pada populasi dilakukan untuk melihat apakah setiap kelompok mempunyai
23
varians homogen atau tidak. Setelah semua homogen dilanjutkan dengan menggunakan
teknik sistem undian atau arisan. Nama kelas yang keluar saat pengundian pertama maka
dijadikan kelas ekperimen pertama dengan menggunakan model Inkuiri Terbimbing
sedangkan nama kelas yang keluar saat pengundian kedua dijadikan kelas eksperimen kedua
dengan menggunakan model Direct Instruction.
Paradigma ganda dengan dua variabel independen digambarkan sebagai berikut (Sugiyono,
2014).
24
Menurut (Sugiyono, 2018) Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan
mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Instrumen penelitian adalah alat
untuk mengumpulkan data penelitian. Adapun instrumen dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan instrumen yang digunakan untuk
memberikan perlakuan terhadap sampel. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari macam RPP, yaitu RPP untuk kelas eksperimen I
yang menggunakan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan RPP untuk kelas eksperimen
II yang menggunakan model pembelajaran Direct Instruction.
2. Tes
Tes digunakan untuk mengetahui kemampuan literasi sains peserta didik. Tes yang
diberikan kepada peserta didik berbentuk pilihan ganda berjumlah 20 butir soal. Tes ini
berupa tes tertulis, penilaian tes berpedoman pada hasil tertulis peserta didik terhadap
indikator-indikator literasi sains. Tes yang digunakan peneliti untuk menentukan data
kuantitatif tentang literasi sains setelah meneriman perlakuan, apakah ada perbedaan yang
signifikan antara kelompok kelas yang menggunakan model pembelajaran Inkuiri
Terbimbing dan kelas yang menggunakan model pembelajaran Direct Instruction.
Tes literasi sains diberikan dalam bentuk pilihan ganda dengan jumlah 20
butir soal, analisis data dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
R
S= × 100
N
Diketahui :
S = Presentase kemampuan literasi sains
R = Jumlah skor yang diperoleh
25
N = Skor maksimum (Purwanto, 2006)
Keterangan:
26
Lo (hitung) = Statistik uji metode liliefors
3. Uji Homogenitas
Uji homogenitas variansi sangat diperlukan sebelum membandingkan dua
kelompok atau lebih, agar perbedaan yang ada bukan disebabkan oleh adanya perbedaan
dasar (ketidak homogenan kelompok yang dibandingkan). Uji homogenitas yang
digunakan dalam penelitian ini adalah uji Bartlett. Menurut Sudjana (2005) rumus uji
Bartlett yaitu :
2 ( n1 . s 1 ) + ( n 2 . s 2)
S=
( n1 +n2 )
Keterangan:
S2 = Varians
n = Jumlah sampel
S = Simpangan baku (standar deviasi)
Klasifikasi uji Bartlett:
4. Uji Hipotesis
Uji hipotesis pada penelitian ini digunakan untuk membandingkan literasi sains
siswa antara kelas yang menggunakan model Inkuiri Terbimbing dengan kelas yang
menggunakan Direct Instruction. (Riduwan, 2018) menyatakan apabila data berdistribusi
normal dan varian data kedua kelas homogen maka uji beda yang digunakan untuk
menguji hipotesis adalah uji t (t-test) pada taraf signifikasi 5%. Paired sample T-test
digunakan peneliti untuk mengetahui pengaruh model inkuiri terbimbing dan direct
instruction terhadap literasi sains siswa.
27
X 1−X 2
t=
√
2 2
n1 +n2 −2 (n n )
( n 1−1 ) s 1+ ( n2−1 ) s2 1 1
+
1 2
Keterangan:
X 1 = rata-rata sampel 1
X 2 = rata-rata sampel 2
2
s1 = varians sampel 1
2
s2 = varians sampel 2
n = banyaknya sampel
Hipotesis:
Ha = Ada perbedaan kemampuan literasi sains siswa antara kelas yang menggunakan
model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan model pembelajaran Direct Instruction,
Ho = Tidak ada perbedaan kemampuan literasi sains siswa antara kelas yang
menggunakan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan model Direct Instruction.
Kriteria keputusan:
Ho diterima jika nilai probabilitas (Sig) ¿ 0,05
Ho ditolak jika nilai probabilitas (Sig) ¿ 0,05
28
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, M. 2013. Model dan Metode Pembelajaran di Sekolah. U. Press (ed); Cetakan Pe.
Afni, N., & Rokhimawan, M. A. 2015. Literasi Sains Peserta Didik Kelas V di Min
Tanuraksan Kebumen. 10.
Ardianto, D., & Rubini, B. 2016. Literasi Sains dan Aktivitas Siswa pada Pembelajaran IPA
Terpadu Tipe Shared. Unnes Science Educational Journal, 5(1), 1167-1174.
Arisman, A. 2015. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Metode
Praktikum dalam Pembelajaran IPA Terpadu untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa.
Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-Journal), 89-92.
Dewi, N. A. R., & Suniarti, T. 2018. Upaya Meningkatkan Kemampuan Literasi Sains
dengan Model Pembelajaran Guided Inquiry Pada SMA Untuk Materi Alat Optik.
Inovasi Pend. 07(03), 381-384.
Erdani, Y., et al. 2019. Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap
kemampuan Literasi sains Siswa di SMP Negeri 35 Palembang. Jurnal Pendidikan
Fisika dan Terapannya, 6(1), 45-52.
Erita, E. 2017. Pengaruh Model Pembelajaran. Economica, 6(1), 72-86.
Li, B. A. B., & Ipa, H. 2010. No Title. 10-39
Li, B. A. B., Sains, A. L., & Sains, P. L. 2011. No Title.
Lia, L. 2018. Kemampuan Mahasiswa dalam Membuat Alat Peraga Fisika melalui
Pembelajaran Berbasis Proyek. Wahana Didaktika, 16(2), 222-234.
Hanafiah, N., & Sahana, C. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: PT. Refika
Aditama.
Ngertini, N. N., et al. 2013. Pengaruh Implementasi Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep dan Literasi Sains Siswa Kelas X SMA
PGRI 1 Amlapura. Jurnal Administrasi Pendidikan Indonesia. 4(1), 1-11.
Nugroho, S. A., 2017. Analisis Kemampuan Literasi Sains Siswa SMP Bertema Interaksi di
Kabupaten Purbalingga.
29
Purwanto, N. 2006. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. PT Remaja.
Rakhman, A. 2017. Penggunaan Model Pembelajaran Direct Instruction Untuk
Meningkatkan Hasil Mata Pelajaran Gambar Teknik Kelas X SMK Negeri 1
Kedungwuni.
Riduwan. 2018. Dasar-dasar Statistika. Alfabeta.
Rustaman, N. Y. 2011. Literasi Sains Anak Indonesia 2000 & 2003. Makalah Literasi Sains
2003.
Shellawati, S., & Sunarti, T. 2018. Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk
Meningkatkan Kemampuan Literasi Sains Peserta Didik SMA. Inovasi Pendidikan
Fisika, 07(03), 407-412.
Sidik NH., M. I., & Winata, H. 2016. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Penerapan
Model Pembelajaran Direct Instruction. Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran,
1(1), 49.
Sofiyah. 2010. Pengaruh Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) terhadap Hasil
Belajar Fisika Siswa.
Sudjana. 2005. Metode Statistika. Tarsito (ed.).
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta.
Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kuantitatif.
Suprijono, A. 2012. Cooperative Learning Teori & Aplikasi PAIKEM.
Toharudin, U. 2011. Membangun Literasi Sains Peserta Didik. Humaniora.
30