Anda di halaman 1dari 10

PISA

Disusun Oleh:
Rusma Apriyanti (932 21 002)

PROGRAM STUDI PASCA SARJANA PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum. Wr. Wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang
sangat sederhana. Adapun tujuan kami menulis makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Problematika Pendidikan Biologi. Selain itu, penulis juga berharap makalah ini
dapat menambah informasi kepada pembaca.

Penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi
dalam makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

Akhir kata, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bpk. Dr. Saleh Hidayat,
Ibu Dr. Sri Wardhani, M.Si dan Ibu Dr. Wulandari Saputri, M.Pd selaku dosen pengampu
mata kuliah Problematika Pendidikan Biologi yang telah membimbing dalam penyelesaian
penulisan makalah ini sehingga kami termotivasi untuk mencari sumber-sumber yang
relevan.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Palembang, November 2021

Penulis
Bibliografi

Hadi, Syamsul dan Novaliyosi. 2019. TIMSS Indonesia. Prosiding Seminar Nasional & Call
For Papers. ISBN: 978-602-9250-39-8. Tasikmalaya: Universitas Siliwangi.

Harahap, Asriana. 2018. Kemampuan Berpikir Kritis Sisswa Ditinjau dari Keterampilan
Proses Sains melalui Metode Outdoor Study. Prosiding Konferensi Integrasi
Interkroneksi Islam dan Sains. Vol. 01 September 2018, ISSN 2622-9439, e-ISSN 2622-
9447.

Prasasti, Pink Amita Tri. 2019. Efektivitas Scientifc Approach With Guided Experiment pada
Pembelajaran IPA untuk Memberdayakan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah
Dasar. p-ISSN 2406-8012, e-ISSN 2503-3530. Madiun: Universitas PGRI.

Thahir, Rahmatia dan Nurul Magfirah Anisa. 2021. Hubungan Antara High Order Thinking
Skills dan Kemampuan Literasi Sains Mahasiswa Pendidikan Biologi. Biodik: Jurnal
Ilmiah Pendidikan Biologi. Vol 07, No. 03 Tahun 2021, e-ISSN 2580-0922, p-ISSN
2460-2612. Makasar: Universitas Muhammadiyah Makasar.

Widi, Ria Astuti. 2019. Pengaruh Scientific Approach dalam Pembelajaran IPA untuk
Memberdayakan Keterampilan Proses Sains Siswa. Jurnal of Biology Learning. Vol. 01,
Issue 01. P-ISSN 2623-2243, e-ISSN 2623-1476.
Summary:

Perubahan global dirasakan semakin cepat memasuki abad 21. Perubahan tersebut
berdampak pada segala sektor pembangunan bangsa termasuk bidang Pendidikan. Pendidikan
merupakan tolak ukur dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Pendidikan saat ini
mendorong generasi muda untuk dapat mengembangkan potensi dirinya dengan terus berinovasi
dan berkarya sehingga bisa tetap bertahan dalam menghadapi persaingan global. Pendidikan
mempersiapkan mahasiswa berkualitas yang memiliki kesadaran sains, nilai, kerampilandan
sikap (Thahir et al., 2021). Salah satu hal yang harus dilaksanakan adalah mengembangkan
potensi melalui bidang Pendidikan sains. Sains diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk
memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasi.
Segala permasalahan tersebut dapat dipecahkan jika masyarakat mempunyai literasi sains.
Upaya peningkatan literasi sains di bidang Pendidikan mulai dilakukan pada jenjang Sekolah
Menengah oleh pemerintah dengan cara mengimplementasikan kurikulum 2013. Pola
pembelajaran kurikulum 2013 menggunakan pendekatan saintifik yang menekankan kepada
higher order thinking skills (Susiati et al., 2018).
Literasi sains merupakan kemampuan seseorang menggunakan konsep sains untuk
mengaplikasikannya dalam kehidupan, menjelaskan fenomena ilmiah serta menggambarkan
fenomena tersebut berdasarkan bukti-bukti ilmiah. Kemampuan literasi tidak hanya sekedar
membaca dan menulis, namun melibatkan keterampilan berpikir yang membuat mereka menjadi
generasi literat dalam belajar termasuk dalam pembelajaran sains. Kemampuan berliterasi
peserta didik yaitu mahasiswa berkaitan erat dengan tuntutan keterampilan membaca yang
berujung pada kemampuan memahami informasi secara analisis, kritis, dan reflektif (Septiani et
al., 2020). Mahasiswa memiliki kemampuan berpikir kreatif dan memecahkan masalah,
kemampuan berkomunikasi dan berkolaborasi, dan kemampuan untuk berkreativitas serta
berinovasi. Selain itu harus juga memiliki kemampuan menguasai media, informasi dan
teknologi. Sementara itu dalam kehidupan karir peserta didik harus memiliki kemampuan secara
fleksibel dan adaptif, inisiatif dan mandiri, mampu berinteraksi sosial, produktif dan akuntabel,
serta memiliki jiwa kepemimpinan dan bertanggung jawab.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan keterampilan berpikir kritis, salah
satunya adalah kemampuan dalam membuat keputusan yang dapat dipercaya dan bertanggung
jawab. Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat menumbuhkembangkan kemampuan untuk
menyelidiki masalah, mengajukan pertanyaan, mengajukan jawaban yang menantang dan
menemukan informasi baru. Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi kemampuan literasi sains. Hal ini sesuai dengan pernyataan Abruscato
dalam (Yuriza et al., 2018) yang menyebutkan tujuan utama Pendidikan sains adalah
membentuk manusia yang memiliki kreativitas, berpikir ktitis, menjadi warga negara yang baik,
dan menyadari karier yang luas, oleh karena itu, pembejaran sains saat ini mengarahkan
pebelajar menjadi literat terhadap sains, sehingga berimplikasi terhadap kemampuan berpikir
tingkat tinggi dan pemecahan masalah. Agar mereka dapat memahami dan kritis, tidak hanya
mengingat informasi tetapi juga pada pencapaian tujuan pembelajaran dalam arti luas, yaitu
kepribadian yang paham sains.
Pendidikan pada dasarnya merupakan salah satu upaya untuk memberikan pengetahuan,
wawasan, keterampilan, dan keahlian tertentu kepada individu guna menggali dan
mengembangkan bakat serta kepribadian. Hal tersebut berkaitan dengan proses pembelajaran
yang dilakukan serta kemampuan pendidik dalam mengembangkan kapasitas belajar,
kompetensi dasar, dan potensi yang dimiliki siswa secara optimal. Potensi siswa dapat
dikembangkan jika pembelajaran yang dilakukan merupakan pembelajaran aktif yang lebih
berpusat pada siswa. Pembelajaran yang aktif memberikan kesempatan dan mendorong siswa
untuk ikut terlibat selama proses pembelajaran. Selama proses pembelajaran, guru diharapkan
mampu membawa siswa dalam berbagai bentuk belajar sains,berupa belajar penemuan, belajar
mandiri, belajar kelompok, serta belajar memecahkan masalah.
Pendidikan sains/ IPAberperan penting dalam membangun sumber daya manusia yang
berkualitas, terbukti dari kemajuan berbagai bidang kehidupan. Oleh karena itu pembelajaran
IPAharus dilakukan dengan cara yang benar. Menurut Nash (1963) “Science is a way of
looking at the world” Sains dipandang sebagai suatu cara atau metode untuk dapat mengamati
sesuatu, dalam hal ini adalah dunia, dengan cara pandang bersifat analitis, lengkap dan cermat,
serta dihubungkannya dengan obyek lain sehingga membentuk perspektif baru tentang obyek
yang diamati. Ini berarti bahwa untuk mencapai hasil yang diharapkan proses pembelajaran
sains harus dirancang sesuai dengan karakteristik (hakikat) sains itu sendiri.
Pendidikan IPA diharapkan dapat memberikan pengalaman nyata kepada siswa dan
membantu untuk mengembangkan pemahaman dan kemampuan berpikir, sehingga siswa dapat
menjelajahi dan memahami alam sekitar serta dengan lebih banyak membaca akan menambah
pengetahuan siswa. Pendidikan IPA pada abad ke-21 berorientasi pada pengembangan strategi dan solusi
untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Guru harus mempertimbangkan pentingnya
pendekatan menggunakan berbagai kolaborasi dan pedagogi partisipasi dalam proses pembelajaran.
Kehidupan masyarakat global menurut Mc Farlane (2013), berdampak pada kebutuhan belajar dan metode
pembelajaran berbeda-beda, yang membuat peserta didik mampu memahami sains pada tingkat dasar misalnya
melakukan penyelidikan dengan memanfaatkan alam sekitar.
Pencapaian prestasi IPA berdasarkan survei Trends in Mathematics and Science Study (TIMSS) oleh
The International Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA, 2016), tahun 2015 posisi
Indonesia menempati peringkat ke-44 dari 47 negara dengan nilai rata-rata 397 (IEA, 2016). Kemampuan
sains peserta didik Indonesia di bawah nilai rata-rata (500) dan secara umum berada pada tahapan terendah
atau yang dikenal low international benchmark. Rendahnya kemampuan sains peserta didik Indonesia juga
tampak pada studi International Program for International Student Assessment (PISA) yang dilakukan oleh
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Prestasi Indonesia dalam studi PISA pada
aspek literasi sains berada di posisi bawah pada studi terakhir tahun 2015. Studi PISA tahun 2015 mengalami
peningkatan dalam kompetensi sains, dengan skor rata-rata 403. Peningkatan tersebut mengangkat posisi
Indonesia 6 peringkat ke atas bila dibandingkan posisi peringkat ke-2 dari bawah pada tahun 2012, walaupun
terjadi peningkatan, Indonesia termasuk negara kategori bawah dalam pencapaian studi PISA. Hasil survei
TIMSS dan PISA yang telah diulas tersebut dapat menunjukkan bahwa prestasi belajar IPA peserta didik
Indonesia tergolong rendah.
Terwujud dengan baik dan tepat terutama pada Sekolah Dasar sebagai
kemampuan siswa berinteraksi, berkomunikasi dengan manusia lain maka menggunakan
pendekatan pembelajaran.Salah satunya dengan pendekatan scientific approach untuk
memberdayakan keterampilan proses sains, dan menumbuhkan kerjasama antar
siswa.Pendekatan Saintifik berkaitan erat dengan metode saintifik. Metode saintifik (ilmiah)
pada umumnya melibatkan kegiatan pengamatan atau observasi yang dibutuhkan
untukperumusan hipotesis atau mengumpulkan data. Metode ilmiah pada umumnya dilandasi
dengan pemaparan data yang diperoleh melalui pengamatan atau percobaan. Oleh sebab itu,
kegiatan percobaan dapat diganti dengan kegiatan memperoleh informasi dari berbagi sumber
(Abdullah Ridwan,2015:50).
Scientific approach dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati,
menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran. Dengan
demikian , proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandunilai-nilai, prinsip-prinsip,
atau kriteria ilmiah.Pendekatan saintifik membuat siswa langsung berinteraksi dengan materi
yang mereka pelajari. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator.Keterampilan proses
sains merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun
psikomotorik) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori,
untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk penyangkalan
terhadap suatu penemuan.
Tercapainya tujuan dari pembelajaran dapat dilihat dari Keterampilan Proses Sains
selama pembelajaran yang didukung oleh hasil belajar yang diperoleh siswa setelah melalui
proses belajar. Sanjaya (2012: 30) menyatakan bahwa hasil belajar sebagai kriteria keberhasilan
suatu sistem pembelajaran. Penguasaan Keterampilan Proses Sains yang baik akan
menghasilkan hasil belajar maksimal. Pendekatan keterampilan proses sains (KPS) merupakan
pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada proses IPA. Menurut Trianto (2013: 144),
ketrampilan proses sains merupakan keseluruhan ketrampilan ilmiah yang terarah yang dapat
digunakan untuk menemukan suatu prinsip atau teori, untuk mengembangkan teori yang sudah
ada sebelumnya ataupun untuk melakukan penyangkalan.
Dalam rangka membandingkan prestasi Matematika dan Sains siswa kelas 4 dan 8 di
beberapa negara telah dilakukan suatu penelitian, yaitu Trend In International Mathematics
And Science Study (TIMSS). Secara umum TIMSS bertujuan memantau hasil sistem
pendidikan yang berkaitan dengan pencapaian belajar siswa dalam bidang Matematika dan
Sains. TIMSS dilakukan secara rutin setiap 4 tahun sekali, yaitu tahun 1995, 1999, 2003,
2007, 2011 dan 2015. Indonesia termasuk salah satu negara yang menjadi objek TIMSS
pada empat periode terakhir. Berbicara mengenai prestasi matematika, posisi Indonesia
masih dibawah internasional seperti yang dilansir oleh TIMSS. Hasil studi TIMSS 2003,
Indonesia berada di peringkat 35 dari 46 negara peserta dengan skor rata-rata 411,
sedangkan rata-rata skor internasional 467. Hasil studi TIMSS 2007, Indonesia berada di
peringkat 36 dari 49 negara peserta dengan skor rata-rata 397, hasil studi TIMSS 2011,
Indonesia berada diperingkat 38 dari 42 negara peserta dengan skor rata-rata 386,
sedangkan skor rata-rata internasional 500. Dengan kriteria TIMSS membagi pencapaian
peserta survei ke dalam empat tingkat: rendah (low 400), sedang (intermediate 475), tinggi
(high 550) dan lanjut (advanced 625) dari data di atas sehingga posisi Indonesia berada pada
tingkat rendah. Bahkan di hasil TIMSS 2011 menempatkan Indonesia pada posisi rendah
dimana peringkat Indonesia bahkan berada di bawah Palestina, negara yang selama ini
dalam kondisi perang.
Hal tersebut membuktikan bahwa proses sains masih belum optimal. Para guru belum
sepenuhnya melaksanakan pembelajaran secara aktif dan kreatif dalam melibatkan siswa serta
belum menggunakan berbagai pendekatan pembelajaran yang bervariasi berdasarkan karakter
materi pelajaran. Dalam proses belajar mengajar, kebanyakan guru hanya terpaku pada buku
sebagai satu-satunya sumber belajar mengajar. Hal tersebut menjadi kelemahan dalam
pembelajaran IPA dalam masalah teknik penilaian pembelajaran yang tidak akurat dan
menyeluruh. Penyebab utama kelemahan pembelajaran tersebut adalah karena kebanyakan guru
tidak melakukan kegiatan pembelajaran dengan memfokuskan pada pengembangan
keterampilan proses sains anak.

Questions:

1. Bagaimana upaya untuk meningkatkan nilai TIMSS?


2. Bagaimana upaya pemerintah untuk meningkatkan minat baca dan kemampuan berpikir
kritis pada peserta didik?
3. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya kualitas literasi peserta didik?

Answer:
1. Nilai TIMSS Indonesia tergolong rendah, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan nilai TIMSS diantaranya adalah: (1) penggunaan soal-soal yang menerapkan
penalaran TIMSS, (2) memberikan akses yang lebih banyak kepada peserta didik untuk
mendapatkan akses membaca, (3) membiasakan peserta didik saat pembelajaran dasar untuk
melatih minat baca.
2. Beberapa upaya telah dilakukan untuk meningkatkan minat baca masyarakat
Indonesia diantaranya adalah: (1) Menyediakan perpustakaan berjalan. (2)
Memberikan fasilitas kepada sekolah maupun masyarakat umum untuk meningkatkan
minat baca. (3) Mendorong masyarakat untuk mengubah kebiasaan. (4) Memberikan
akses buku dan bahan bacaan yang lebih mudah. (5) Menyediakan bacaan secara
online. Sebagai guru terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis diantaranya: (1) lenih banyak melakukan
diskusi, (2) melakukan riset, (3) melatih dan mengajak peserta didik untuk lebih aktif
membaca, (4) mempertimbangkan segara kemungkinan, (5) penanaman pola pikit
untuk bergerak maju.
3. Ada beberapa fakor yang dapat menyebabkan rendahknya literasi sains peserta didik
ialah:
a. Faktor Psikologis dengan minat belajar minat belajar dan motivasi belajar
cukup bagus dan dari indikator kebiasaan belajar IPA didapatkan rata-rata
kebiasaan peserta didik atau metode belajar masih sering menghafal semua
materi yang disampaikan guru dan tidak menambah infromasi dari yang lain.
b. Faktor keluarga dengan indikator latar belakang orang tua didapatkan hasil
rata-rata jenjang SMA dan indikator bimbingan orang tua didapatkan hasil
rata-rata orang tua kurang membimbing anaknya dalam belajar dirumah.
c. Faktor sekolah, indikator metode mengajar guru sudah bagus, guru memiliki
metode, model dan pendekatan pembelajaran bervariasi dalam mengajar
dikelas, indikator pembelajaran diluar sekolah rata-rata peserta didik belajar
diluar sekolah kurang dari 2 jam, peserta didik sama sekali tidak mengikuti
jam tambahan diluar atau les dan indikator saran dan prasaranan sudah
mendukung dalam pembelajaran.
4. Lampiran:
- Buku

Anda mungkin juga menyukai